When A Fluffy Kitten Love His Giant Puppy © ddideubeogeo17

.

.

.

Hana

Dul

Set

Enjoy it~

.

.

.

"Hiks… hiks…"

Suara isak tangis itu sudah berlangsung berjam-jam, beruntung karena tidak ada satupun anggota keluarga dari sosok yang sedang menangis ada di rumah. Karena bisa gempar sekeluarga mengetahui kucing manis kesayangan mereka menangis tersedu-sedu hingga bergelung di kamar yang temaram itu.

Malam itu, Wonwoo menghabiskan waktunya untuk menangis hingga lupa waktu. Katakanlah ia berlebihan, namun pada dasarnya ia hanyalah anak remaja yang masih labil dan belum bisa mengontrol emosi khususnya ketika patah hati.

Tanpa peduli dengan apa yang terjadi, waktu tetaplah bergulir tiap detiknya hingga tak terasa sudah waktunya sang surya bertugas menjemput hari.

Lelaki manis dengan selimut bergambar kucing itu masih bergelung di kasur, ketika bel berdenting berkali-kali, membuatnya mengernyit dan mengumpat di alam bawah sadarnya.

"Tidaaaaakk~ biarkan aku tidur sebentar lagi." Keluhnya setengah sadar.

Realitanya, denting bel tersebut tidak kunjung berhenti.

"Aish! Iya iya, tunggu."

Tanpa memedulikan penampilannya sama sekali, Wonwoo keluar kamar berniat membukakan pintu bagi tamu yang sudah mengganggunya dari alam mimpi.

Cklek

"Ada perlu ap-"

GREP!

"Eung?"

Wonwoo berkedip-kedip, ia masih menerka-nerka apakah ini mimpi atau bukan. Tapi sentuhan hangat dan harum khas seseorang yang memeluknya terasa sangat nyata.

"Mingyunie?"

"Hm?"

"Eoh? Ahahahaha kenapa terasa sangat nyata? Jika ini mimpi, aku tidak mau bangun… hiks" setelah tertawa pahit, di ujung kalimatnya Wonwoo pun refleks terisak. Teringat akan kejadian kemarin dimana saat ia mengembalikan pakaian milik Jun, ia mendapati lengan Mingyu yang tengah dirangkul si anak baru -karena sampai sekarang Wonwoo tidak tahu dan tidak mau mencari tahu namanya.

"Hiks… hiks…" Wonwoo kembali menangis tersedu, ia merasa jika mimpi atau halusinasi ini terlalu indah, karena ia merasa Mingyu memeluknya dan seiring isak tangisnya maka pelukan itu semakin erat. Bahkan ia pikir fantasinya terlalu berlebihan saat ia merasa kecupan yang bertubi-tubi di puncak kepalanya.

"Sssttt, maaf… maafkan aku."

Suasana terasa begitu melankolis hingga beberapa menit ke depan. Wonwoo masih merasakan pelukan yang begitu erat, bahkan usapan di kepalanya juga tidak berhenti.

Sambil mencoba menetralkan deru napasnya, Wonwoo menghirup dalam-dalam harum dari dada bidang yang masih menjadi tempat wajahnya bersembunyi.

"Sudah lebih tenang, hm?"

Mendengar suara rendah yang begitu menenangkan itu, sontak Wonwoo melebarkan matanya dan mendongak.

Napasnya tercekat saat wajahnya dengan sang pujaan hati yang telah mematahkan hatinya hanya berjarak kurang dari lima sentimeter.

"M-mingyunie?"

"Hm?"

"Hiks… Mingyunie~"

Mingyu hanya terkekeh dan menenggelamkan kembali Wonwoo ke dalam pelukannya.

"Sssttt sudah, kenapa menangis lagi sih? Kenapa, hm?"

Wonwoo terisak dan kali ini dia bertanya dengan suara terputus-putus, "Ini benar-benar Mingyunie?"

"Hu'um."

"Mingyunie sungguhan?"

"Hu'um."

"Mingyunie yang tidak akan hilang saat aku membuka mata?"

Merasa gemas, Mingyu melepas dengan lembut pelukan mereka dan mengusap air mata yang berlinang di pipi halus Wonwoo.

"Aku nyata, dan aku ada di sini."

Terlihat jelas raut bingung di wajah Wonwoo, maka Mingyu memilih menggiring Wonwoo ke ruang tengah.

"Cuci wajahmu dulu, oke?"

Seakan terhipnotis, Wonwoo hanya mengangguk dan menuruti perkataan Mingyu.

Sementara sang tuan rumah membersihkan diri, Mingyu ke dapur dan menyiapkan cokelat hangat serta roti bakar.

'Maaf atas ketidaksopanan ku.' Mingyu membatin.

Selang beberapa menit kemudian, Wonwoo kembali dengan pakaian baru dan keadaan yang lebih segar. Ia mengernyit heran saat melihat punggung seseorang yang tengah duduk di ruang tengah.

"OMO! Ternyata bukan mimpi!" pekiknya.

Hal tersebut membuat Mingyu menoleh dan tersenyum dengan tampan, "Kemarilah, aku yakin kau belum sarapan sejak pagi."

"A-ah iya."

Wonwoo menghampiri Mingyu di ruang tengah, dan betapa terkejutnya saat di meja sudah tersedia segelas cokelat hangat kesukaannya dan roti bakar.

"Dimakan dulu, agar gastritismu tidak kambuh lagi."

Wonwoo terkejut, 'Darimana Mingyu tahu?' namun karena tidak ingin ambil pusing, Wonwoo segera duduk di samping Mingyu untuk menyantap hidangan yang ada.

"Kau tahu, aku berpikiran macam-macam saat hari ini kau tidak masuk."

". . ."

"Ternyata kau tidur seharian hingga sore hari seperti ini, memangnya semalaman apa yang kau lakukan?" andai saja Wonwoo mendongakkan wajah, maka ia dapat melihat seringai jahil yang membingkai wajah Mingyu.

". . ." Wonwoo diam dan tidak mau menjawab, tidak mungkin kan ia terang-terangan bilang jika penyebab ia begadang semalam suntuk karena menangisi kemesraan Mingyu dan Eunha.

Karena tak mendapat respon apapun, Mingyu menghapus jaraknya dengan Wonwoo hingga sisi tubuh mereka melekat.

"E-eh?"

Melihat respon terkejut Wonwoo yang menggemaskan membuat Mingyu terkekeh geli. Mingyu mendekatkan mulutnya ke telinga Wonwoo,

"Cengeng," bisiknya dengan suara rendah.

Wonwoo sontak menoleh dan,

CHUP!

Wonwoo memundurkan kepalanya, ia blank seketika.

Namun, tawa seseorang di depannya menarik Wonwoo ke alam sadar. Mingyu masih tertawa dan dengan tak acuhnya ia mengusap cokelat di bibir Wonwoo dengan ibu jari, setelah itu menjilat ibu jarinya sendiri.

"Cokelat ini manis, tapi lebih manis bibirmu."

"Mingyunie!"

Melihat wajah memerah Wonwoo membuat Mingyu semakin gencar menggoda Wonwoo, namun karena ia teringat ada hal yang harus diurusnya, Mingyu pun berdehem.

"Jeon Wonwoo."

"Eung?"

"Maaf."

". . ." Wonwoo terdiam karena belum mengerti, kata maaf Mingyu mengarah kemana.

"Maaf atas segalanya, maaf sudah mengabaikanmu, maaf sudah berkata dan berperilaku kasar, aku.. hmm aku, uhuk uhuk"

Wonwoo mengambil gelas berisi air mineral kepada Mingyu yang tiba-tiba saja terbatuk.

"Kenapa Mingyunie?"

"Aku.. jadi, begini,"

Wonwoo tanpa sadar membuat ekspresi bingung yang sangat menggemaskan.

"Arghhh, jangan menatapku begitu!"

"Huh?"

"Saranghae!"

Mingyu menenggelamkan Wonwoo dalam pelukannya. Ia mendekati telinga Wonwoo, "Aku mencintaimu. Maaf, aku memang pengecut karena tidak mengakuinya. Tapi ini semua salahmu juga."

"Salahku?" suara Wonwoo teredam dalam dada bidang Mingyu.

"Iya, kau itu tidak peka. Anak kucing itu sebenarnya dirimu. Jeon Wonwoo is a fluffy kitten. Lalu, buaya yang aku sebutkan adalah laki-laki semacam Jun sunbaenim, dan Jongin hyung."

Hening, hingga pada akhirnya Wonwoo mendongak, "J-jadi aku si anak kucing nakal itu?"

Mingyu tersenyum tipis,"Iya." Ujarnya singkat.

"Darimana nakalnya?!" sahut Wonwoo tidak terima.

Mingyu mendengus saat sekelebat ingatan menghampirinya, "Kau sangat dekat dengan Jun sunbaenim, dan mau-maunya digoda oleh Si Buluk Kim Jongin."

"Ssstt! Tidak boleh begitu dengan kakakmu sendiri." Tegur Wonwoo sambil menggigit bahu Mingyu.

"A-aw! Iya iya, maaf. Dan fyi kucing manisku, plester, pakaian olahraga, dan pertolongan yang kerapkali kau dapat itu karena ulahku, bukan Si Jelek Jun a-aw! Iya aku tidak menistakan orang lagi, berhenti menggigit bahuku, sebelum aku menggigitmu balik."

"Ish!"

Mingyu terkekeh, ia mengecup lama dahi Wonwoo.

"Dan, maaf juga atas insiden kemarin. Aku yakin kau salah paham dengan aku dan Eunha, namun sesungguhnya itu hanya ide Minghao, Seokmin, dan Eunha untuk mengetes perasaanku."

"Mengetesmu?"

"Hu'um, diam-diam mereka membuat rencana itu. Intinya, pencetus awal ide itu adalah Minghao karena dia bilang dia pernah memergokimu menangis saat melihat aku dan Eunha. Jadi, untuk menyadarkan bahwa aku yang bodoh ini sebenarnya memiliki perasaan padamu, Minghao kemarin menyuruh Eunha bertingkah clingy padaku di depanmu, dan memancing reaksiku ketika melihatmu pergi dengan wajah sendu."

Wonwoo memicingkan matanya.

"Tapi, sungguh! Aku berani bersumpah, dibanding merangkul sok akrab seperti kemarin, Eunha lebih sering memperbudak aku dan Seokmin. Jangan tertipu dengan wajah sok polosnya." Ujar Mingyu panik sambil membuat tanda peacedi tangan saat melihat raut wajah Wonwoo yang berubah.

Namun, sedetik kemudian Wonwoo terkekeh pelan. "Jadi, semua hanya salah paham ya?"

Mingyu mengangguk yakin.

Wonwoo kemudian berucap dengan raut wajah penuh kekesalan, "Mingyunie,"

"Ya?"

"Jika aku fluffy kitten, maka kau itu giant puppy."

"Kenapa begitu?"

Wonwoo mengendikkan bahu, "Tidak tahu, hanya merasa cocok saja. Apalagi jika Mingyunie sudah seperti ini, benar-benar seperti giant puppy."

Merasa tidak kuat menahan gemas, Mingyu pun mengusalkan wajahnya di leher Wonwoo dan menggoda lelaki manis itu dengan hembusan napasnya.

"Ahahaha geli, Mingyunie! Sudah sudah, aku merinding."

"Hei, omong-omong kau belum membalas pernyataanku."

"Pernyataan yang mana?"

"Ck."

Mingyu berdecak malas, baru saja ia berniat menolehkan wajahnya ke arah lain, tiba-tiba kerah bajunya sudah ditarik hingga berhadapan dengan Wonwoo.

"Nado sarangahaeyooooooong, Mingyunie!"

CHUP!

Bohong jika Mingyu bilang tidak terkejut, namun dengan jahil saat Wonwoo akan melepaskan kecupannya pada bibir Mingyu, leher belakang Wonwoo justru ditahan hingga kedua belah bibir itu bertubrukan dengan lembut dalam rentang waktu yang lebih lama, dan lebih intens.

"So, be mine, My fluffy kitten?" bisik Mingyu dengan napas terengah. Dahinya dengan dahi Wonwo menyatu, dengan jarak bibir yang hampir menempel.

Wonwoo tersenyum hingga hidungnya mengkerut lucu, hal yang tidak disia-siakan karena Mingyu langsung mengecupnya.

Wonwoo mengangguk pelan, dihadiahi dengan senyuman tampan Mingyu.

Sore itu, ruang tengah keluarga Jeon pun menjadi saksi bisu menyatunya dua sosok yang sejak awal memang ditakdirkan untuk bersama.

.

.

.

.

.

THE END

*Woooaaa makasih bnyk buat yang udah review, maaf banget esvi blm bisa bales satu-satu T.T hehe dan makasih jg buat yg sekadar mampir ngebaca, fav, ataupun follow ff ini. Esvi sayang kaliaannnn~ mumumummu /harap tidak jijique/ xD dan selamat malam minggu 💕

**Mind to RnR? Gomawoooo^^