Katakanlah Jungkook manusia tersinting dan ternekat sedunia, antara polos dan idiot memang berbeda tipis.

Selepas pengakuan sintingnya tadi, dia bergegas mandi dan tidur, tak memusingkan tentang Taehyung yang membanting pintu tepat dihadapan wajahnya, dan masih melanjutkan kesantaiannya ketika ia terbangun dari tidurnya pukul setengah enam sore –yang ia tak menyangka bisa tidur selama itu–dan tak mendapati pemilik rumah di setiap sudut ruangan yang dengan lancang Jungkook telusuri secara menyeluruh–Tanpa izin tuan rumah.–

Masih tetap dengan santai kembali masuk ke kamar ternyaman yang pernah ia miliki, duduk di tepi ranjang dan menyambar ponsel yang sudah terisi daya penuh, lantas menghubungi wali tidak sah nya.

"Yoongi hyung, aku kabur dari rumah." Ucapnya tanpa basa-basi.

"[Sudah sering, 'kan? tak perlu mengadu.]" Yoongi menjawab terlampau santai, suaranya bersaing dengan berisiknya suara kendaraan, mungkin sedang diluar.

"Ku kira kau akan khawatir." Rajuknya, "Yang ini berbeda hyung, aku tak akan kembali ke rumah lagi, benar-benar kabur yang sesungguhnya."

"[Kunci rumah dibawah pot hitam seperti biasa, aku sedang tidak dirumah.]"

Jungkook tersenyum, tahu betul bahwa hyungnya sedang menawari tempat menginap, Yoongi memang yang terbaik.

"Aku akan datang besok, hyung. Ada ahjussi baik hati yang menolong–Oh! hyung, KENAPA KAU TIDAK MENJAWAB PANGGILAN KU PAGI TADI?! AKU HAMPIR DI JUAL AYAH LAGI, TAHU!"

Nah, masih ingat kepanikan Jungkook tadi pagi?

"[Jungkook, aku dalam perjalanan pulang, datang malam ini juga.]"Bahkan lewat telepon saja Jungkook bisa merasakan aura Yoongi menjadi begitu dingin, ini tidak baik, Dahi Jungkook mengkerut, seharusnya Jungkook yang marah disini, kenapa jadi terbalik.

Jungkook salah, apa?

Yoongi memutuskan sambungan saat itu juga, dan Jungkook sejenak mematai layar ponselnya yang menampilkan catatan durasi panggilan. Mengangkat bahu tak peduli lantas bergerak keluar kamar, meninggalkan ponselnya asal diatas ranjang.

Masalah Yoongi akan diurusnya setelah kepulangan Taehyung nanti, dia hanya perlu berterimakasih dan berpamitan, demamnya juga sudah sembuh, jadi dia bisa pergi dengan leluasa.

Matahari sudah terbenam.

Sebentar lagi waktunya makan malam, jadi dia berencana untuk memasak, perkataan tentang ia yang pandai memasak tempo hari bukanlah omong kosong belaka, sedari kecil dia memang sudah memegang urusan rumah, tentu saja karna sang ayah tak bisa diandalkan sama sekali.

"Mari kita lihat–Woah!" Wajahnya yang cerah luntur sedetik setelah membuka kulkas empat pintu dihadapannya.

"Apa yang mau di masak! Cuma ada bayam, aku 'kan benci bayam!" Menghentakan kaki kesal, lalu membanting pintu tanpa berperikekulkasan, dan saat itu juga telinganya mendengar suara seperti seseorang sedang memasukan sandi dari luar, Jungkook berlari kedepan, dan pintu utama telah terbuka, menampakkan Taehyung dengan pakaian formal.

Oh,habis dari mana ahjussinya ini?

"Ahjussi!" Berjalan cepat menghampiri pria matang pemilik rumah, dan melanjutkan "Kenapa kulkasmu kosong! aku kan lapar!"Hardiknya tak sopan.

Taehyung mengerjab, rasa lelahnya tertelan kebingungan."Delivery–"

"Tidak!" Jungkook memotong cepat.

"tidak mau delivery ahjussi~, aku 'kan ingin memasakkanmu makan malam!"

Taehyung memilih untuk bungkam, dalam hati merutuki kebawelan tamu kecilnya yang sudah kembali.

Pasti demamnya sudah sembuh, pikirnya.

Membuka sepatunya cepat, lantas memakai sandal rumah dan berjalan ke arah dapur, berniat untuk minum, tak lupa melirik sebal kepada Jungkook yang mengikutinya dengan wajah cemberut.

"Aku sudah makan." Aku-nya setelah meneguk hingga tandas segelas air putih.

Jungkook menganga, "Tapi, aku belum!"

"Aku akan memesankan makanan untukmu."Taehyung mengeluarkan ponselnya, berniat memesan makanan, sebelum Jungkook merampas ponsel itu dari tangannya.

Dan, betapa terkejutnya saat Taehyung memandang wajah tamunya, Segala umpatan kesalnya tertelan begitu saja, Jungkook menangis. "H–hei, kenapa–"

"Ahjussi tidak mengerti–hiks– tidak seperti itu, ahjussi~" Merengek menyebalkan sambil menggoyang-goyangkan lengan kanan Taehyung, sedangkan pemilik lengan masih mengerjabkan matanya bingung, Blank.

Selain sinting, Jungkook juga sangat-sangat handal menangis, hal ini sudah dijelaskan sejak awal, menangis ia nobatkan sebagai jurus paling ampuh untuk memenangkan perdebatan.

Tapi, kali ini Jungkook menangis dengan hatinya, niat awal untuk berlatih menjadi pendamping idaman pupus sudah terhantam seikat bayam hijau menyebalkan didalam kulkas.

Jungkook sedang jatuh cinta, ingat?

Menjadi terlampau sensitif akan hal-hal sepele bukanlah kesalahannya, selagi ia dimabuk cinta, hal ini dapat di halalkan.

Terlebih pujaannya sudah makan malam diluar, sedangkan setetes air pun belum menyentuh tenggorokannya sejak bangun dari tidur panjangnya hari ini, padahal ia telah melewatkan waktu makan siang.

Jungkook lapar dan sakit hati.

Dan, ditengah kemelut sakit hatinya, pikirannya tak kalah kalut, dan tangisnya semakin menjadi saat satu pertanyaan lewat di kepalanya.

Makan dengan siapa ahjussinya ini?

"Huweee..ahjussi tidak peka!"

Dan Taehyung hanya mampu mengumpat dalam hati, merutuki kebodohan dirinya sendiri, bagaimana ia yang kelupaan bahwa rumahnya memiliki penghuni baru, seorang bocah baru puber, menyebalkan dan sinting.

Menghasilkan Taehyung pulang dengan perut kenyang, tanpa membawa tentengan makanan di tangannya, dan tak mau membayangkan betapa menderitanya perut tamunya saat ditinggalkan sendirian, dirumahnya yang tak memiliki simpanan makanan.

"Jungkook, maaf..."

Taehyung memang belum belanja, dan feeling nya berkata bahwa sang ibu sudah menghabiskan persediaan terakhir demi membuatkannya bubur. Bubur sayur.

Tapi, kenapa harus sampai menangis, apa sebegitu laparnya, ya?

Terlampau sibuk dengan pikiran masing-masing, maka jangan salahkan kelancangan seseorang yang tengah menatap mereka di ambang ruangan.

Dengan mata yang membulat.

Kediaman Taehyung kedatangan tamu tak terduga.

Ruang tamu dihantam keheningan, Taehyung terduduk di sofa bersampingan dengan Jungkook yang menunduk sesenggukan, tidak berdekatan, menciptakan jarak dengan duduk di masing-masing ujung sofa, sedangkan sang tamu duduk dihadapan mereka, terpisah oleh sebuah meja kaca.

Posisi persidangan.

Sudah lima belas menit keheningan menguasai, dan saat Taehyung membuka mulut untuk memecahkannya, sang tamu mengangkat sebelah tangan, menampakkan sisi telapaknya, bahasa tubuh untuk menyuruhnya diam.

"Tutup mulutmu, Taehyung!" Matanya menusuk tajam tepat ke retina pemilik rumah.

Dan, Taehyung tak punya pilihan lain selain menuruti, punggungnya dijatuhkan menyentuh sandaran sofa, memandang langit-langit ruangan lantas memejamkan mata.

Merasa frustasi.

"Jelaskan, siapa anak ini dan kenapa dia ada disini sambil menangis dihadapanmu!"

Perintah mutlak sudah di lontarkan, dan keheningan kembali menyerang, hanya terdengar suara sesenggukan Jungkook yang masih menunduk sambil memainkan jemarinya sendiri diatas pangkuan paha.

Taehyung meliriknya sejenak, lantas menegakkan posisi duduk, dan mulai bersuara.

"Eomma, dia Jungkook." Ucapnya, matanya menatap sang ibu yang setia menunggu penjelasan lengkap.

Ya, itu ibu dari pemilik rumah, menjelaskan kenapa ia bisa masuk tanpa memencet bell terlebih dahulu, ia mengetahui sandi kediaman anaknya.

Taehyung dilanda rasa bingung untuk melanjutkan, lantas berucap ragu,"Dia–hampir dijual ayahnya–"

"Bagaimana bisa?!" pekik sang ibu memotong penjelasan, tubuhnya menegak dengan cepat, sukses membuat Jungkook dan Taehyung tersentak.

Nah, untuk yang ini berhasil menyadarkan Taehyung, bahwa ia belum mengetahui masalah tamunya sedikitpun, kenyataan ini lumayan menamparnya.

"Err, itu aku belum–"

"Untuk melunasi hutang, nyonya, maaf sudah merepotkan anak nyonya, saya akan pindah malam ini juga." Yang termuda memotong sambil terus menunduk, dia sudah sering melihat adegan seperti ini dalam drama kesukaan Wonwoo hyung–kekasih Mingyu– , dalam drama posisinya tepat sebagai orang yang akan di tendang, seperti percintaan beda dunia, si kaya dan si miskin.

Meremas jarinya semakin kuat, dia berdoa dalam hati, semoga saja nasibnya tidak buruk-buruk amat, mengingat pujaannya adalah seorang CEO perusahaan besar, pasti ibunya sangat menyaring pergaulan anak emasnya.

"Apa-apaan panggilan itu!" Nada tidak suka terdengar dari suara wanita setengah abad disana.

Harapan Jungkook menghilang.

Melihat suasana tak kunjung membaik, Taehyung selaku tuan rumah mencoba menengahi, "Eomma, jangan begi–"

"Panggil aku Eomma."

Satu.

Dua.

Tiga.

"Eh?" Ini serius seperti drama, Jungkook dan Taehyung bersuara bersamaan, memandang satu-satunya wanita disana dengan mata yang membulat.

"Namamu Jungkook? baiklah, aku akan memanggilmu Kookie, Oh, manisnya! Tidak salah lagi, Kookie sangat cocok untukmu, kau manis seperti kukis!"

"Astaga!" Taehyung meremas rambutnya, antara lega dan bingung bercampur menjadi satu. Lega karna sang ibu tidak murka dan bingung melihat ibunya yang malah menjadi akrab begini, tidak seperti biasanya. Ibunya ini akan bersikap sangat selektif dalam pergaulan Taehyung. Tentu saja ada alasannya.

Taehyung sangat berharga.

Taehyung menjadi lebih santai sekarang, Matanya mematai Jungkook yang kini sudah berpindah duduk di sebelah ibunya, dalam keadaan pasrah mendapati cubitan-cubitan anarkis di pipi yang semakin memerah.

Jungkook mengangguk kikuk saat wanita itu berbicara, matanya sesekali melirik Taehyung yang kini sepenuhnya bersandar pada sofa, sebagian wajahnya tertutupi telapak tangan sebelah kiri, terlihat seperti letih dan setress, dan Jungkook kehilangan wajah itu saat wanita disana memeluk kepalanya, menenggelamkannya pada ceruk leher yang lebih tua, dan Jungkook melewatkan sesuatu yang langka.

Senyum kecil dibibir pujaannya.

"Bermalamlah disini, Kookie. Temani orang kesepian itu, tak perlu terburu-buru mencari tempat tinggal baru."

Kini mereka tengah berada di ambang pintu utama, mengantarkan sang ibu yang berpamitan pulang, wanita itu memeluk Jungkook erat, dan Jungkook hanya pasrah saat di hadiahi sebuah kecupan di kening.

Taehyung menonton sambil melipat tangan di dada, selangkah di belakangnya.

"Eomma, aku dengar itu." Aku-nya sebal, "Jangan mempermalukanku." Lanjutnya.

Menghasilkan sang ibu yang berbisik-bisik ke telinga pemuda Jeon sambil melirik anaknya sangsi.

Dan Taehyung dibuat bingung saat suara cekikikan Jungkook terdengar.

"Jangan bicara macam-macam, eomma." Katanya kemudian.

"Oh, tidak Tae." Wanita itu melepaskan pelukkan pada pemuda Jeon, beranjak untuk memeluk anak kandungnya,

"Tadinya eomma kemari ingin memastikan kau sudah menghadiri kencanmu, tapi itu tidak penting lagi." Menepuk punggung anaknya pelan, lantas melanjutkan,"Eomma akan mengurus soal Lisa, kau tak perlu pergi kencan lagi, hanya urusi saja kelinci manis eomma dengan benar, ya?"

Melepas rengkuhannya lantas tergelak anggun saat melihat anaknya memutar bola mata sebal.

"Kami tidak seperti itu, eomma." Sergahnya, dia paham betul apa maksud dari ibunya.

Tapi wanita itu tidak menanggapi penjelasannya dengan serius, "Ya ya, kalian tidak seperti itu."

"Tapi, soal kencan itu, aku memang sudah bosan." Pengakuan Taehyung membuat sang ibu tersenyum lebar, dan Taehyung jadi sibuk menebak rencana apa yang sedang disusun olehnya, sayangnya, sang ibu tak menanggapi.

"Besok kau harus berbelanja Tae, jangan buat Kookie menangis lagi."

Taehyung mendelik, bocah ini mengadu rupanya,

"Kukis, eomma pulang dulu, gigit saja jika dia terlalu kasar, ya."

"Eomma!" ini suara Taehyung, Jungkook sih cuma nunduk dengan pipi memerah. malu-malu-setuju.

Sang ibu meninggalkan pintu sambil tertawa keras, merasa puas menjahili anaknya yang sekaku beton.

sedangkan dibalik pintu yang sudah tertutup itu, keheningan meraja, sama-sama kikuk.

Oh, tidak tidak.

Hanya Taehyung yang kikuk, sedangkan Jungkook sudah menampakkan cengiran khas kelincinya, menatap jahil kepada yang lebih tua, lantas berkata, "Ahjussi, wajahmu memerah."

Taehyung menatapnya tajam, tentu saja bocah, ini efek menahan kesal,tahu!

"Menurutmu begitu?" Taehyung bersuara datar, masih diam pada posisinya.

Dengan anggukan antusias Jungkook menjawab, cengirannya semakin lebar, membuat matanya mengerut membentuk sepasang bulan sabit.

"Wajahmu semakin merah,bocah."

Jungkook menunduk sambil menyentuh pipinya yang memanas, dan tersentak saat menemukan sepasang kaki begitu dekat dengan kakinya, ahjussinya begitu dekat. Jungkook suka.

"Sedang memikirkan hal-hal mesum,hem?"

Terjadilah aksi maju-mundur yang berakhir dengan jungkook terkurung diantara dinding dan tubuh Taehyung.

"Jika iya, kenapa?" Bahkan ketika mendongak, Jungkook sadar kesempatan mencium ahjussinya sangat besar, tinggal menjinjit sedikit dan boom!

Jungkook baru saja ingin melakukannya sesaat sebelum suara Taehyung kembali terdengar, dadanya sesak menghirup aroma maskulin yang semakin menyengat.

STAP!

Bagus, sangat intim.

terkukung diantara dinding dan tubuh belumlah cukup, sekarang Taehyung memblok sisi kanan Jungkook dengan tangannya.

"Biar kutebak, kau membayangkan tentangku, bukan?"

Menarik napas panjang, lantas menjawab mantap, "Memang!"

Dan Jungkook ingin pingsan saat itu juga, seringaian Taehyung terlihat luar biasa tampan–dan panas.

"Ingin ku wujudkan, Kukis?"

Woah! apa ini yang namanya jackpot. Jungkook senang luar biasa, ahjussinya begitu panas, tapi apakah ini tidak terlalu cepat?

Lagipula, besok Jungkook harus sekolah.

Biasanyakan akan sulit berjalan.

Apa yang kau bayangkan Jungkook...

Persetanlah.

Jungkook mengangguk mantap, lantas berjinjit dan mencuri kecupan pada belah bibir bawah yang lebih tua.

"Tidak, Jungkook." Mundur satu langkah, Taehyung melanjutkan. "Ganti bajumu sekarang dan keluar dalam waktu lima menit." Berbalik dan mengambil langkah pelan menuju sofa.

Taehyung duduk dengan nyaman,"Kau harus makan terlebih dahulu." Ujarnya kemudian, dan ucapan selanjutnya membuat Jungkook meremang "kau butuh tenaga."

Jantungnya berdebar, tenaga untuk apa, apakah akan benar-benar kasar?

Secepat ini?

Oh~ Jungkook, kau benar-benar sudah gila.

TBC

–Heartbeat–

01.01.2018

22:27

Cuap-Cuap Cantik

Fast update, kan ya? iyakan? iyadong:3

Ekhem-ekhemnya agak telat dikit, soalnya baru sadar kalo masih ada banyak hal yang mesti di jelasin.

Oiya, Chapter ini sempat aku hapus bentaran tadi, soalnya setelah aku baca ulang, kok ada yang kurang? jadi diedit ulang deh, hem. yodahsih itu doang. *gajelasemang*

Akhir tulisan.

Terimakasih udah mampir, siyupapay...