"Merah sialan!" Bukan bentakkan sebenarnya, hanya saja suaranya naik satu tingkat dari sebelumnya, rambut sewarna madu itu diremas gemas, keningnya berkerut frustasi, yang dibalas pandangan datar sang lawan bicara.
"Bukan salahku" Jimin melenggang menghampiri sofa maroon dipojok kanan ruangan, duduk manis sambil menyilangkan kaki "Salahkan saja CEO yang sibuk berkencan dua bulan penuh lamanya"
"Kencan pantatmu!" Pria bersurai madu membalas cepat, melonggarkan dasi yang mengikat leher, terlampau gerah memandang grafik saham yang garisnya kini hampir menyentuh dasar. Garis itu menukik tajam kebawah, berakhir dengan garis berwarna merah, seperti warna wajah surai madu saat ini.
"Ya, kencani saja pantatku" Sembari menata rambut dengan jari, jimin melanjutkan "Taehyung, ingin dengar saranku, tidak?"
Taehyung menyipitkan mata, sangat yakin bahwa saran sesatlah yang akan keluar dari belah bibir penuh sahabatnya itu. Sepanjang hidup Taehyung tak pernah sekalipun mendengar jimin menjadi bijak, sesat sudah menjadi nama tengahnya.
"Cari saja sugar baby"
Nah, Park Sesat Jimin, Cepatlah enyah!
•
•
•
Berdiri di luar kelas dengan satu kaki, kedua tangan menyilang menyentuh telinga, karton besar terkalung bertuliskan sumpah tak akan mengulang ulah tercetak kapital. Boleh saja merasa kasihan, tapi lihat dulu apa yang tersumpal ditelinganya.
Cttak!
"Ah,Saem!" Mata yang awalnya tertutup kini terbuka dengan genangan air mata."Kenapa memukul pantatku–Oh! APA ITU PENGGARIS?! SAEM MEMUKULKU DENGAN PENGGARIS JAHANNAM ITU?!"
"Ya" Sang Saem menggertakkan gerahamnya, wajahnya tak seram sebenarnya, hanya saja dia luar biasa cinta kedisiplinan.
"Ap–Astaga, aset masa depanku! bagaimana jika memar, da–dan jika aku tidak bisa duduk bagaimana, Saem~ sebenarnya salahku apa?" Siswa dengan nama Jeon Jungkook yang tercetak di seragamnya itu memasang mata persis anak anjing minta dibawa pulang, Tapi Sayang beribu sayang–
"Tidak diizinkan mendengarkan musik saat dihukum Jeon"
–Kim Nam Joon–Nama lengkap guru bagian Kesiswaan tersebut– tidak suka anak anjing.
"aku tidak mendengarkan musik!" Sahut pemuda Jeon cepat. Kim Nam Joon menaikan satu alis, berkata benarkah? dengan wajahnya, mengambil kabel putih ditelinga siswanya dan mengangkatnya sejajar wajah, lagi-lagi berkata dengan wajahnya kau kira ini apa?
Pemuda Jeon menyeringai, terlampau santai menduduki posisi terhukumnya. "Buktikan saja."
Beberapa murid yang mengintip dari jendela menarik napas waspada, mengumpati kesintingan pemuda Jeon yang tak tahu situasi dan kelewat berani.
"Kau menantangku, anak muda?" pertanyaannya tak memerlukan jawaban, Namjoon memasang kabel kekasih smartphone tersebut ditelinga kirinya. hening beberapa detik hingga lipatan geram yang terbentuk menyeramkan dikening mengundang tarikan napas terkesiap murid-murid pemasok gosip dijendela, bertanya-tanya apa yang didengar guru paling di takuti oleh Trouble maker sekolah.
"Jeon Jungkook, Murid tingkat tiga, ruang dua. keruanganku, SE. KA. RANG!"
Gema kemarahan itu tak terkalahkan oleh dering waktu istirahat. jika saja ini anime, kepulan asap telah menggumpal di atas kepalanya.
"Waktunya Istirah–"
"JEON JUNGKOOK!"
"Saem~"
"SEKARANG ATAU HUKUMAN TAMBAHAN!"
"Laksanakan, Saem!"
•
•
•
Kelam malam mengundang bulan menjamah angkasa.
Taehyung mengendari mobilnya pelan sangat pelan, matanya menerawang ke langit gelap. musik ballad terdengar pelan, jika di izinkan, sungguh Taehyung ingin pulang dan tidur nyenyak dengan selimut harum tebal . Hanya saja teror telepon dari ibunya membuatnya harus memutar stir kearah berlawanan dari apartemennya. Taehyung butuh tidur, sungguh.
"Ya Eomma, sebentar lagi Taehyung sampai" yakin tak yakin Taehyung menjawab, pasalnya kini mobilnya bergerak layaknya siput, enggan menuju alamat yang di kirim sang ibunda.
"Kencan Buta, sialan!"
Cukup sudah kepasrahan ditahan, Taehyung harus mulai mencari cara agar terlepas dari perjodohan bisnis penuh drama yang dilakukan ibunya, setiap malam duduk di depan meja makan menghadap pasangan kencan yang setiap harinya berbeda, memasang senyum semanis gula sedangkan hati mengumpat jengah, bertanya kabar penuh formalitas sekaku beton, terus seperti itu, dan Taehyung cukup sabar dalam waktu dua bulan.
Sebenarnya tidak sulit mencari orang yang bisa digandengnya, hanya saja sulit medapatkan karakter yang diharapkan. Kekasih apanya jika hanya mengincar harta. Berlaku Putih di depan, hitam di belakang. Dasar Malkis Coklat!
•
•
•
"Hyunggg~ mana bisa seperti itu~" Pemuda bersuari kelam itu merengek ganas, iya ganas. Menarik baju pria berumur awal dua puluhan hingga buah baju tersebut hampir terlepas.
"Aku sibuk, Kook"
"Tidak boleh begitu! hyunggg~ Bantu aku, sekali ini saja!" Rengek Jungkook berlanjut, kini bibirnya mengerucut sebal.
"Tidak"
"Yoongi hyung~"
"Tidak, Jeon." Jungkook mencebik. Kalau marganya sudah disebut, mana bisa dia berkutik.
Yoongi itu kalau baik ya, baik banget, kalau jahat ya, jahat banget. Ngomong-ngomong, Yoongi ini sunbae-nya dulu, mereka beda dua tingkat, dan Yoongi sudah lulus dua tahun yang lalu. Yoongi itu kelewat dingin, bisa akrab saja Jungkook sujud syukur. Walaupun tulang hidungnya hampir patah saat awal pertemuan mereka.
Saat itu Yoongi sedang bermain basket Sendirian, mungkin untuk menghilangkan stress, dan jungkook dengan iseng mengganggunya, kalah dalam aksi adu jotos, berakhir dengan Jungkook yang menangis keras memegangi hidungnya. Kalau tidak begitu, mungkin Yoongi tak akan memperdulikannya.
"Hyung jahat sekali, huweeeee" Ini jurus terakhir, duduk pasrah di ubin sebelah yoongi dan menangis keras. Jungkook itu jago nangis tahu!
"Berisik!"
"HUWEEEEEEE!"
"Jungkook!"
"H–HYUNG JA–HAAAT! HUWEEEEEE"
"Argh! katakan apa masalamu" Mengabaikan Laptop kesayangannya, demi apapun, jika orang merengek separah apapun Yoongi tak akan peduli, tapi ini Jungkook. adik manjanya, adik yang sialnya begitu kurang ajar. Sebenarnya bosan juga jika harus menghadap guru kesiswaan sekolahnya dulu–lagi– karna jujur saja, ini sudah sering terjadi. Jungkook itu pembuat masalah,ingat?
Yoongi sedang sangat butuh ketenangan, dirinya dikejar deadline untuk novel terbarunya, profesi penulis, walaupun kerjanya hanya duduk menyusun kata di depan laptop, itu juga bisa disebut kesibukan tahu! kesibukan yang bahkan sangat membutuhkan konsentrasi, tapi ia tahu sekeras kepala apa si Jungkook ini.
"Aku terlambat lagi, tadi pagi" Jelas Jungkook. Kim sialan itu menceramahinya habis-habisan pagi tadi, bahkan Jungkook sampai tak mendapatkan jatah waktu makan siangnya, dan dia masih harus membawa orang tuanya kesekolah sesegera mungkin, sialan.
Jungkook itu hanya memiliki ayah, ibunya meninggal saat melahirkannya, dan ayahnya sama sekali tidak bisa di andalkan, ngakunya sih pergi bekerja, tapi selalu pulang dengan aroma alkohol memuakan, bekerja apanya! Sewa rumah-pun tak terbayar. jadi, kadang Jungkook berpikir, dia bekerja atau apa, sih?
Yang jelas Jungkook tahu, ayahnya tak menyayanginya, bahkan Ia pernah hampir dijual untuk melunasi hutang yang menggunung. Si tua itu hanya berjudi saja tahu-nya!
"Jangan berbohong Kook, jika hanya datang terlambat, tak akan membuat orang tuamu dipanggil" Yoongi menyaut, pandangannya mengawang mencari ide tambahan untuk tulisannya.
Sedangkan Jungkook menunduk, memainkan ujung kaus hitamnya, bingung akan jujur atau tidak.
"Ja–jangan marah ya, hyung~" Cicitnya hati-hati.
"Tergantung"
Kan! Jungkook kan jadi takut, Min Yoongi dengan sifat kulkasnya itu menakutkan tahu.
"I–itu hyung... sebenarnya–"
•
•
•
Jungkook berjalan linglung meninggalkan apartemen Yoongi hyungnya, si kulkas itu tidak mau membantunya, Jungkook rasa ia tidak punya pilihan lain selain meminta ayahnya untuk datang, jika tidak begini, si Kim pecinta kedisiplinan itu mengancam akan menyerahkan kasusnya pada kepala sekolah. Si tua berkumis tebal pemegang tahta itu jauh lebih seram ketimbang Kim ber dimple kembar.
Menghela napas pelan berharap beban dipundaknya menghilang, pemuda Jeon menghentikan langkahnya dipinggir jalan, menunggu waktunya pejalan kaki menyebrang sambil menatap langit gelap tanpa bintang, ini mendung, dan Jungkook benci mendung, hanya karna mendung mengundang hujan dan hujan membuatnya basah. Sebenarnya jalanan sangat sepi, bahkan Jungkook tak melihat orang lain selain dirinya, dipastikan dia sendirian jika tak mengingat minimarket dua puluh empat jam yang masih beroperasi di sekelilingnya, Jungkook hanya ingin mentaati aturan, sekali-sekali, pikirnya.
"Hei, bocah" Jungkook mencari sumber suara, celingukan seperti orang dungu
hanya untuk menampar orang yang telah memanggilnya bocah.
"Di bawah" Suara itu terdengar berat dan malas, Jungkook menunduk, disana, disebelah kanannya seorang pria duduk bersila dengan gagahnya. walaupun gelap, Jungkook bisa melihat pria itu memakai Jas hitam mahal, sepatunya mengkilat terkena cahaya, dan jam tangan yang pasti jumlahnya terbatas. Orang kaya, pikirnya.
"Eung?" Jungkook mendengung bingung, pasalnya, kenapa orang kaya itu memanggilnya?
"Tanganku" Astaga, kenapa suaranya terdengar sangat Daddy ditelinga Jungkook. Membangunkan jiwa manja nya keluar, saja!
"Tanganku, bocah!" Pria itu mendongak, menampakkan wajah bersinar terkena lampu jalan, kulitnya agak kecoklatan, sexy sekali. Astaga! astaga! astaga!
"...ngarku tidak?" Haduh, jangan bicara terus, Jantung Jungkook tak kuat.
"Eung?"
"Brengsek!" Pria itu mengeram marah "Kubilang, Kau menginjak tanganku, bocah!"
Bersamaan dengan jatuhnya air hujan, jungkook melihat kebawah, ke arah kakinya yang terbalut sepatu usang. Merinding dalam hati karna terlihat seperti sampah jika dibandingkan sepatu pria dibawahnya.
Tapi, setelah beberapa menit meneliti–dan menemukan ide gila– Jungkook membulatkan matanya, membuat wajahnya seperti benar-benar terkejut. Mendadak menyesal karna tak pernah sungguh-sungguh memperhatikan saat mengikuti kelas akting, kacau.
"Oh, Ahjussi, Maafkan aku" Ucapnya kepalang buruk dalam berakting. "Apa itu sakit?" Mengubah posisi menjadi jongkok secepat angin, mengambil tangan itu ke genggaman dan mengelusnya perhatian. Sedang berusaha menjilat.
"Tidak" Pria itu menarik tangannya, memungut sampah makanan miliknya dan berdiri dengan anggun. Jungkook mengikutinya dan tersadar bahwa lawan bicaranya cukup tinggi.
"Kenapa Ahjussi makan disini?" Tanya Jungkook setelah melihat sampah-sampah bekas makanan digenggaman tangan besar itu, Jungkook ingin menggenggamnya lagi, hangat sih.
Pria itu hanya memandang Jungkook malas, sedangkan Jungkook harus sedikit mendongak untuk menemukan bola mata sewarna madu itu, tinggi bruh. Bahkan tinggi Jungkook hanya sebatas dadanya. posisi mantap untuk peluk-peluk manja.
"Hujan, pulanglah" Pria itu bersuara, lalu berbalik menuju mobilnya yang diparkir di depan minimarket, bingung untuk menjawab, lagian kenapa makan di pinggir jalan jika bisa makan di tempat yang di sediakan minimarket.
mungkin penasaran bagaimana rasanya menggembel, pikir Jungkook.
Tak memperdulikan tubuhnya yang semakin basah, Tangan si mungil menahan tangan hangat itu, membuat empunya berhenti melangkah, bingung bercampur kesal.
"Ahjussi, namaku Jeon Jungkook" Senyuman kelinci dikeluarkannya, jurus paling ampuh untuk memikat incaran.
"Aku tidak tanya" Kaku sekali. Oh jika Yoongi adalah manusia kulkas, maka Ahjussi ini adalah manusia batu. Jungkook merutuk dalam hati.
"Nama ahjussi siapa?" Senyumnya semakin lebar. "Terpikat! Terpikatlah ahjussi, jangan sampai jurus terakhirku keluar" Nah, ini suara hati Jungkook yang sedang bersikukuh.
"Bocah, ini hujan, kau bisa demam, pulanglah kerumahmu"
Kalimat dengan suara datar nyerempet jengah itu ditangkap Jungkook sebagai tanda perhatian. "Persetan harga diri, ahjussi ini harus mau datang ke sekolahku!"
"Sebutkan dulu nama ahjussi!"
"Bangsat!" Pria itu mengumpat, menjambak rambut basahnya dengan sebelah tangan yang bebas.
"Nama ahjussi, Bangsat?" Jungkook memiringkan wajahnya, berpura-pura bingung. Aktingnya terbantu dengan berkah wajah polos sejak lahir.
"Kim Taehyung" Detik itu juga pria itu menarik tangannya kasar,kepalang kesal harus ikut basah-basahan dengan bocah sinting yang telah menginjak tangannya.
"Tae Ahjussi?"
"Pulanglah, bocah." Taehyung mulai melangkah menuju mobilnya, merasa konyol jika harus hujan-hujanan lebih lama lagi, hingga saat hampir membuka pintu, baru tersadar jika pemuda kelinci masih mengikutinya di belakang dalam diam.
"Demi Neptunus, apa masalahmu?" Wajahnya memerah menahan dingin dan emosi. Berbicada soal dingin, pemuda dihadapannya hanya menggunakan levis hitam pendek dan kaos hitam berlengan panjang, dia yang menggunakan pakaian berlapis-lapis sudah merasa menggigil, bagaimana dengan bocah ini?
"Ahjussi, karna kau sangat tampan–" Jungkook melebarkan senyumnya. " Kau harus menjadi daddy-ku, aku janji akan menjadi baby yang baik, dan–Oh! aku juga sangat pandai memasak, lho"
Rasa iba yang sempat hinggap dalam dada Taehyung luruh seketika bersama air hujan, menggertakkan gerahamnya dengan emosi kemudian berbisik tepat di telinga kanan bocah sinting di hadapannya "Dengar bocah, aku tidak suka bermain daddy-baby-an jika kau ingin tahu"
Jungkook mengangguk mantap lalu berseru tenang "Kalau begitu, kita bermain master-kitten, saja."
TBC
–First Sight–
23 12 2017
02:01