Disclaimer at Masashi Kishimoto [Naruto] and Ichiei Ishibumi [Highschool DxD]
"The Man and His Spear"
a Naruto and Highschool DxD Fanfcition
"Ayolah, hanya segitu saja kemampuan mu?"
Issei menatap musuh di depannya dengan pandangan tak percaya. Ia masih berlutut, tubuhnya seakan menolak untuk berdiri karena rasa sakit yang luar biasa yang dirasakan tubuhnya, sementara musuh di depannya masih berdiri dengan tenang tanpa terluka sama sekali, hanya ada sayatan kecil diujung bajunya.
Ia benci melihatnya.
Ia benci menjadi lemah. Menjadi seorang Kaisar Naga Merah yang lemah.
Menjadi seorang pion yang tidak bisa diandalkan.
"I-Issei, su-sudah... tidak usah dipaksakan lagi."
Ia mendengar suara dari Rajanya. Ia menengok, melihat raut khawatir dan sedikit bulir-bulir yang menggenang di mata cantiknya.
Issei termengu.
"Sialan! Aku memang tidak berguna!" ujarnya sambil meninju tanah.
Musuhnya mendekat. Seorang pemuda seumurannya. Seseorang yang tidak pernah ia duga akan menjadi musuhnya. Seseorang yang bahkan ia yakin tidak akan disangka semua orang akan memiliki Sacred Gear—Longinus pertama dan terkuat.
True Longinus.
Langkah kaki itu semakin mendekat, tidak ada satupun yang sanggup bergerak ketika pemuda tersebut mendekati Issei. Bahkan anggota Occult Research Club dan Peerage dari Sona Sitri—siapa pun, tidak ada yang sanggup menghentikan langkah dari pemuda tersebut. Ia hanya berjalan pelan sambil menenteng tombak tersebut dipundaknya.
Ia mendengus, "nah, bagaimana caramu untuk melindungi tempat ini jika nanti Kokabiel akan menyerang, Issei?"
Ia menatap kebawah, tepat pada mata dari sang Kaisar Naga Merah.
"Bagaimana kau akan melindungi Rajamu? Teman-temanmu? Melindungi apa yang kau anggap berharga?"
Ia menundukkan tubuhnya, berjongkok tepat di depan pemuda berambut coklat tersebut yang bahkan tidak bisa untuk sekedar berdiri.
"Aku bisa saja membunuh Kokabiel, tapi, kau tau? Tempat ini adalah daerah kekuasan dari Gremory dan Sitri jadi sudah seharusnya tugas kalian nanti untuk menghancurkan Kokabiel tapi ternyata..." ia kembali mendengus.
Ia mengarahkan matanya mengelilingi setiap penjuru dari lingkungan Kuoh Academy, menatap mata dari satu persatu iblis yang ada ditempat ini, menikmati raut takut serta putus asa dimata mereka.
"...kalian tidak bisa melakukan apa pun."
Kemudian ia bangkit dari posisi jongkoknya dan tiba-tiba True Longinus itu lenyap.
"Aku bahkan hanya menggunakan kekuatan fisikku dan secuil dari kekuatan True Longinus tapi kalian sudah hancur seperti ini," ucapnya sambil merenggangkan otot tangannya, "aku mungkin tidak akan terkejut jika sedari awal aku sudah menggunakan True Longinus dan kemudian kalian hancur, tapi—hah, percuma dilanjutkan."
Ia kemudian berbalik, berjalan menjauh dari sekumpulan iblis yang sudah kehilangan harapannya, namun baru beberapa langkah ia berjalan, ia berhenti dan menengok sebentar kearah belakang.
"Beritau kakak kalian, jika kalian tidak ingin mati."
.
.
Uzumaki Naruto berjalan pelan menyusuri jalan setapak menuju sekolahnya. Ia berjalan perlahan sambil menikmati udara pagi yang segar di kota Kuoh. Sesekali ia bergumam pelan mengikuti alunan musik yang ia dengarkan melalui earphone miliknya. Rambut pirangnya bergoyang perlahan mengikuti arah angin yang berhembus.
"Ah, pagi yang indah." Ucapnya dengan nada rendah, tak lupa sesekali ia memainkan iPodnya untuk mengganti lagu yang menurutnya kurang pas untuk didengarkan dipagi ini.
Ia kemudian berbelok masuk ke dalam bangunan Kuoh Academy sambil sesekali menggoyangkan kepalanya menikmati musik. Ia masih bersikap seperti itu tanpa memedulikan belasan pasang mata yang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
Iblis-iblis itu masih terus menatap intens pemuda pirang yang berjalan melewati mereka.
"Yo, Issei."
Iblis bernama Issei Hyoudou menegang—tidak, semua iblis yang ada disana juga ikut menegang ketika Naruto memanggil nama Issei.
Ia hanya tersenyum lebar sambil memukul bahu Issei dengan pelan.
"Tidak perlu setegang itu, aku tidak akan melakukan apa pun," katanya sambil masih tersenyum, "anggap saja yang kemarin sebagai salam perkenalan sekaligus menyadarkanmu dan teman-temanmu bahwa tidak selamanya kalian akan menghadapi musuh yang itu-itu saja."
Ia masih tersenyum, "akan ada saatnya kalian menghadapi musuh yang bahkan tidak akan bisa kalian kalahkan. Jadi, berlatihlah. Teruslah berlatih sampai tubuhmu hancur sekalipun."
Kemudian ia berlalu melewati mereka semua.
"Apalagi jika kalian menyandang nama besar dibelakang nama kalian. Sudah pasti semua orang akan menaruh harapan tinggi pada kalian sekaligus..."
Pemuda itu menengok kebelakang sambil tersenyum tipis.
"...mengincar kepala kalian."
Para iblis yang ada disana masih menatap punggung Naruto sampai tak lama kemudian ia berjalan menaiki tangga dan menghilang dari pandangan mereka.
"Bu-Buchou?"
Rias Gremory menatap balik pion kesayangannya. Tidak tau harus berkata apa ketika Issei memanggilnya. Banyak hal yang terlintas dipikirannya sejak kemarin ia melihat pertarungan mereka melawan teman seangkatannya yang bernama Uzumaki Naruto.
Tidak pernah terbesit dalam pikirannya bahwa di sini, di sekolah ini, di kota ini akan ada seseorang yang memiliki kekuatan sebesar itu. Ia masih tidak tau bagaimana caranya Naruto menyembunyikan kekuatan yang besar tersebut tanpa ada satupun yang menyadarinya, bahkan pion nya—Koneko— yang biasanya mampu merasakan aura pun tidak merasakannya. Memikirkan hal tersebut membuat tubuhnya gemetaran. Andaikan pemuda itu berniat membunuh mereka, pasti sekarang ia dan teman-temannya sudah menjadi abu dan tidak akan berada di dunia ini lagi.
Tangannya semakin bergetar.
Ia masih mengingat bagaimana Naruto menghajar peeragenya dan peerage dari Sona hanya dengan kekuatan fisiknya. Tidak pernah sekalipun ia melihat seorang manusia yang memiliki kekuatan fisik sekuat itu. Ia bahkan yakin kekuatan fisiknya mungkin menyamai atau melebihi sepupunya, Sairaorg Bael sang Iblis Muda Terkuat. Namun, bukan itu saja yang membuatnya gemetaran, tapi tombak itu.
True Longinus lah yang membuatnya merasakan rasa takut yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Ketika Naruto mengeluarkan True Longinusnya, aura di sekelilingnya membuat para iblis seperti kesulitan bernafas dan serasa seperti tercekik. Meninggalkan mimpi buruk bagi siapa pun yang merasakannya. Issei saja tidak mampu hanya sekedar untuk mengimbangi Naruto ketika pemuda itu hanya menggunakan kekuatan fisiknya, padahal saat itu Issei sudah dalam mode Balance Breaker dan Naruto—ia masih mengingatnya, hanya tersenyum tipis lalu menghajar Issei dan menghancurkan armor Issei hanya dengan tinju dan tendangannya, apalagi saat remaja pirang itu mengeluarkan tombaknya, semua langsung berakhir dalam kedipan mata. Pertarungan itu ibaratnya seperti seorang Low-Class Devil menghadapi seorang Super Devil atau seperti seorang iblis kelas rendah menghadapi seorang Maou.
"Rias, kau gemetaran."
Ujar Sona Sitri sambil memegang kedua pundak dari sahabatnya, mencoba menenangkannya. Sona tidak akan heran jika Rias sampai setakut itu. Ia sendiri pun merasakannya. Semua yang hadir saat itu merasakannya. Merasakan rasa takut yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya.
"So-Sona, a-aku..."
Sona menggeleng, "tidak apa-apa, Rias. Itu wajar. Kau takut, aku takut, kita semua takut. Tidak pernah ada yang menyangka jika Uzumaki Naruto adalah pemegang Longinus terkuat dan selama ini tinggal di Kuoh tanpa terdeteksi. Kita sudah melaporkan kejadian ini kepada Lucifer-sama dan Leviathan-sama. Kita akan baik-baik saja, okey?"
Issei mengepalkan tangannya.
'Itu bukan salahmu. Aku pun tidak menyangka jika akan ada pemilik True Longinuss di sini. Aku bahkan sampai kecolongan karena tidak dapat mendeteksinya padahal seharusnya pemilik True Longinus akan memancarkan aura suci yang sangat kuat tapi pemuda itu mampu mengendalikannya dan membuatnya seolah-olah ia tidak memiliki Sacred Gear di dalam tubuhnya.'
'Tapi, Ddraig—'
'Tidak, Issei, itu wajar. Kau belum mampu mengendalikan Boosted Gear sepenuhnya. Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri.'
Ia menghembuskan nafasnya mendengar suara yang bergema di dalam kepalanya. Naga itu berusaha menenangkannya dan ia menghargai usaha tersebut, setidaknya membuat perasaannya jauh lebih baik.
"Buchou. Jika kau tidak ingin masuk kelas, aku akan menemanimu."
Tidak ada raut mesum diwajahnya, hanya ada raut serius seperti seorang ksatria. Dan itu adalah hal yang langka dalam diri seorang Issei Hyoudo.
"Tidak, kami semua akan ikut menemanimu."
Akeno Himejima, sang Queen dari Rias Gremory sekaligus sahabatnya. Benar apa yang dikatakan Sona, semua pasti merasa takut. Tapi karena hal ini membuat mereka menjadi semakin bersatu, semakin kompak, semakin menguatkan satu sama lain. Menyadarkan mereka bahwa mereka tidak akan bisa terus-terusan berada dalam zona nyaman. Setelah kemenangan melawan Riser Phoenix, membuat mereka menjadi sedikit terlalu percaya diri, merasa bahwa mereka sudah cukup kuat dan Akeno rasa, Naruto menyadarkan mereka.
Dalam hati kecilnya yang terdalam, walaupun ia enggan mengakuinya tapi berkat lelaki pirang tersebut, peerage mereka memiliki tujuan baru, yaitu menjadi lebih kuat lagi dan terus menjadi kuat sehingga mereka tidak akan dihajar habis-habisan lagi seperti kemarin.
"Kalian..." Rias menatap semua peeragenya dengan pandangan haru, "baiklah, aku memang tidak ingin masuk kelas dengan badan gemetaran dan perasaan takut seperti ini," ucapnya sambil berusaha tersenyum, "ayo. Kita keruangan klub."
Sona tersenyum menatap sahabatnya yang sudah mulai merasa lebih baik.
"Aku izinkan kalian untuk membolos tapi lain kali—"
"Tentu saja, Kaichou. Hanya kali ini kami membolos." Ujar Issei sambil tersenyum lebar.
Anggota Student Council yang lain hanya tersenyum melihat Issei dan yang lainnya sudah baik-baik saja. Seluruh anggota Occult Research Club kemudian pamit untuk pergi menuju ruangan klub mereka dan Sona yakin mereka pasti akan merencanakan sesuatu untuk kedepannya, apalagi melihat wajah-wajah mereka yang mulai bersemangat, membuatnya juga ikut bersemengat dan berusaha melupakan mimpi buruk yang kemarin mereka alami.
"Kaichou, apa yang kita rencanakan selanjutnya?"
Sona melirik kesamping, menatap wajah dari wakilnya, Subaki Shinra.
"Kita akan menunggu perintah dari Lucifer-sama dan Leviathan-sama, kita tidak boleh gegabah dan kecolongan lagi. Kalian juga melihat betapa mengerikannya seorang Uzumaki Naruto apalagi dengan Sacred Gear yang ia miliki. Aku tidak ingin membahayakan peerageku jadi untuk saat ini kita hanya bisa diam dan melihat saja."
Subaki Shinra mengarahkan matanya menuju lantai dua dari bangunan Kuoh Academy, "aku masih tidak menyangka jika di sekolah ini ada pemilik True Longinus terlebih bisa menjalani hidupnya tanpa terdeteksi."
"A-Ano, Kaichou. So-Soal penyerangan Kokabiel? A-Apa Kaichou juga memberitahu Lucifer-sama dan Leviathan-sama?"
Genshirou Saji. Peerage mereka yang terakhir bergabung dan satu-satunya anggota yang berjenis kelamin laki-laki sekaligus pemain baru dalam dunia supranatural.
Sona menggeleng, "aku dan Rias masih tidak yakin soal tersebut jadi aku tidak memberitaukannya dalam surat yang ku kirim pada Lucifer-sama dan Leviathan-sama, aku hanya memberi tau mereka perihal pemilik True Longinus," Sona menatap peerage barunya tersebut, "lagipula, aku tidak mau memecah kedamaian yang selama ini sudah tercipta dengan berita yang kuyakini masih belum jelas kebenarannya. Hal tersebut hanya akan menambah beban dari para Maou.
Sudah, lupakan Kokabiel, lupakan True Longinus, dan lupakan soal Uzumaki Naruto. Kita tidak boleh takut."
Yang lain mengangguk dengan kompak. Benar apa yang dikatakan oleh Ketua mereka, rasa takut tidak akan membawa mereka menuju lebih baik, yang ada malah sebaliknya.
.
.
"Sirzech-chan, apa ini benar?"
Suasana di dalam ruangan ini begitu tegang. Keempat Maou berkumpul di dalam satu ruangan dan duduk di masing-masing kursi mewah yang ada di dalam ruangan tersebut. Tensi di ruangan ini begitu tinggi. Apalagi sang Leviathan, ia terlihat begitu serius dan ada pancaran emosi dari matanya.
"Aku tidak ingin mengakuinya, tapi ya, ini benar."
Maou berambut hijau menghembuskan nafasnya, "aku tidak tau bagaimana caranya pemuda bernama Uzumaki Naruto ini mampu menipu kita semua dan hidup selayaknya manusia normal sambil menyembunyikan senjata luar biasa tersebut," ia menatap tepat mata dari Sirzech Lucifer. Maou tersebut bernama Ajuka Astaroth atau sekarang biasa di panggil Ajuka Beelzebub.
"Pasti ada alasan mengapa dia tiba-tiba muncul setelah sekian lama bersembunyi. Caranya muncul memang sedikit kasar—mungkin kurasa sangat kasar tapi berdasar surat ini, Sona mengatakan bahawa pemuda ini semacam memberi mereka peringatan kepada mereka semua dengan menyadarkan batasan dari kekuatan mereka. Tapi aku masih tidak paham untuk apa ia menyadarkan Rias dan Sona akan batasan kekuatan mereka."
Serafall Leviathan, sang Maou Shojou menatap perbincangan dari dua Maou lainnya dalam diam, meresapi semua perkataan dari Ajuka dan mencernanya baik-baik.
"Apa kita harus memberitahu Azazel mengenai kemunculan True Longinus? Biar bagaimana pun, dia adalah ahlinya Sacred Gear."
Sirzech Lucifer terdiam, berfikir sejenak, "ya, kita juga harus memberitahunya. Cepat atau lambat pihak Grigori akan tau mengenai hal ini jadi kurasa percuma menyembunyikannya, benar, Ajuka?"
"Ya, kurasa kita juga harus mendiskusikan perihal ini dengan pihak Grigori dan, kurasa, pihak Surga."
Ketiga Maou lainnya menatap Ajuka dengan terkejut, tidak menyangka bahwa Ajuka akan membawa pihak Surga dalam pembicaraan mereka.
"Kau yakin akan melibatkan pihak Surga dalam hal ini?"
Falbium Glasya-Labolas atau yang sekarang dikenal sebagai Falbium Asmodeus. Maou paling pemalas diantara Maou lainnya. Biasanya ia akan sering diam dan menyimak atau bahkan terkadang tidak akan menghadiri pertemuan seperti ini tapi ketika Sirzech memberi tahu bahwa pertemuan kali ini membahas kemunculan dari True Longinus maka tidak bisa membuatnya untuk tidak lagi diam di tempatnya.
True Longinus adalah bencana jika digunakan oleh orang yang salah. Maka dari itu ia ikut dalam pertemuan kali ini.
"Ya, aku yakin, Falbium. True Longinus adalah Sacred Gear terkuat yang diciptakan oleh God of the Bible, satu tusukannya mampu membunuh Tuhan dan Dewa, oleh karena itu senjata ini sangat berbahaya bila berada di tangan yang salah," Ajuka menjeda ucapannya, "True Longinus juga adalah Sacred Gear yang paling langka kemunculannya, tapi, setiap kali True Longinus muncul pasti akan ada sebuah kejadian besar di masa depan, entah itu buruk ataupun baik. Jadi, aku ingin semua pihak tau mengenai hal ini."
Ajuka menghembuskan nafasnya sambil perlahan menutup matanya, "lagipula, diantara semua ras, aku yakin, pihak Surgalah yang paling pertama kali akan menyadari kemunculan True Longinus. "
.
.
Azazel menghembuskan nafasnya dengan berat. Ia tidak percaya dengan hal ini. Ini seperti—seperti sebuah kemustahilan yang berakhir menjadi sebuah kenyataan.
"Kau yakin dengan apa yang kau katakan barusan, Vali?"
Vali Lucifer, sang pemegang Sacred Gear Divine Dividing. Sering disebut sebagai Hakuryuukou terkuat sepanjang masa, sekaligus rival dari Issei Hyoudo sang pemilik Boosted Gear.
"Tentu saja aku tidak mungkin salah melihatnya. Lagipula Albion tidak mungkin salah mengenali aura tersebut."
Vali melipat kedua tangan sambil menyenderkan tubuhnya didinding yang bersebrangan dengan meja kerja milik Azazel, "aura suci yang dikeluarkannya sangat berbeda dengan aura suci yang lain, bahkan Albion sekalipun merasa sedikit... iritasi, sedikit terganggu, dan merasa tidak nyaman."
Kemudian Vali menatap Azazel tepat dimatanya.
"Dia mampu mengeluarkan aura suci yang sangat sedikit namun sangat menyakitkan disaat yang bersamaan. Aku bisa merasakannya, Azazel, orang itu mampu menekan atau menghilangkan atau bahkan mengatur besar kecilnya aura suci yang ia ingin keluarkan. Aku yakin pihak Grigori sekalipun tidak bisa merasakannya kala orang itu menggunakan True Longinusnya padahal ketika tombak itu muncul seharusnya dibarengi dengan keluarnya aura suci secara gila-gilaan dari tubuh dan tombaknya," Vali masih menatap mata Azazel tanpa berkedip, "tapi aura yang kurasakan saat tombak itu muncul sangatlah kecil bahkan jauh lebih kecil daripada aura suci malaikat kelas bawah."
Azazel menyatukan kedua tangannya tepat di depan wajahnya, ini diluar perkiraannya.
"Dan orang itu juga berkata bahwa Kokabiel akan menyerang Kuoh."
Gubernur Malaikat Jatuh itu mengangkat sebelah alisnya, merasa bahwa ia mendengar sesuatu yang sangat, sangat, sangat tidak baik.
"Sial, dari mana ia tau bahwa Kokabiel akan menyerang Kuoh? Aku yakin yang tau hal tersebut hanya petinggi Grigori serta kau saja yang nanti ditugaskan untuk menangkapnya."
Vali hanya mengangkat bahu, acuh.
"Pihak iblis pasti akan tau mengenai penyerangan ini dan aku yang akan kena akibatnya, haaahh." Ujar Azazel sambil menghela nafas berat, menyadari bahwa adik dari dua Maou tersebut pasti akan mengabari kakak mereka perihal penyerangan Kokabiel dan, ia, sang Pemimpin Malaikat Jatuhlah yang akan kena imbasnya. Apalagi mengingat dua Maou tersebut mengidap sis-con akut.
Tapi kemudian Azazel menajamkan pandangannya, "orang ini berbahaya, Vali. Dia bahkan sampai tau informasi yang hanya diketahui petinggi Grigori. Ada kemungkinan dia akan muncul saat Kokabiel menyerang."
"Jadi, apa yang harus aku lakukan saat dia muncul? Haruskah aku melawannya?" tanyanya sambil menyeringai.
"Bodoh. Kau tidak tau batas dari kekuatan lawan apalagi menurut apa yang kau katakan dia mampu mengalahkan semua peerage dari Gremory dan Sitri hanya dengan kekuatan fisiknya sebelum dia menggunakan Longinusnya dan mengakhiri pertempuran itu."
"Tapi, Azazel, sudah lama sekali aku menantikan orang sekuat itu untuk aku lawan. Sekiryuutei yang sekarang sangatlah lemah, dia bahkan memalukan nama dari Kaisar Naga Merah itu sendiri."
"Tentu saja, jika dibandingkan dengan kau yang memiliki darah iblis apalagi Lucifer, dan sudah sedari kecil memasteri Divine Dividing sampai ketingkat atas, Issei Hyoudo hanyalah seekor semut dimatamu. Tapi, harus kau ingat, Vali. Sekiryuutei itu masih baru dalam dunia supranatural. Dia masih punya waktu yang panjang untuk berlatih menjadi kuat apalagi setelah dipermalukan oleh pemegang True Longinus tersebut di depan teman-temannya. Dia pasti akan berubah."
Vali hanya mendengus mendengar ocehan dari gurunya, "kau terlalu berlebihan menganggap iblis lemah itu. Sekarang yang terpenting apa yang harus aku lakukan saat orang itu muncul?"
"Diam, dan perhatikan saja apa yang orang itu lakukan."
"Jika dia berniat membunuh Kokabiel, apa harus kubiarkan?"
Azazel menutup matanya, seakan berat untuk menjawab pertanyaan dari anak didiknya, "ya, biarkan saja. Aku tidak mau menambah kerusakan lebih parah lagi jika kau menganggu pertarungan mereka dan bertarung dengannya lalu meratakan area Kuoh."
"Kau sadis juga, huh?"
"Aku tidak punya pilihan lagi. Daripada aku harus mengorbankan ribuan nyawa akibat pertarungan kalian. Setidaknya Kokabiel mati dalam pertarungan yang ia pilih sendiri seperti layaknya pejuang sejati."
Azazel memandang keatas, memikirkan nasib dari kawan seperjuangannya. Sebenarnya ia tidak ingin mengorbankan Kokabiel tapi malaikat jatuh itu terlalu keras kepala dan tidak akan mau mendengarkan perintahnya. Tidak sepertinya yang sangat menginginkan perdamaian, Kokabiel sangat menyukai peperangan, satu-satunya alasan kenapa ia berniat membunuh adik dari Maou adalah untuk menciptakan peperangan antar ras seperti yang pernah terjadi ribuan tahun yang lalu.
Azazel terlalu hanyut dengan lamunannya ketika mendengar suara pintu yang diketuk dengan sedikit tergesa-gesa.
"Masuk."
Malaikat jatuh perempuan lah yang pertama kali Azazel lihat, namun raut wajahnya menyiratkan ketakutan dan Azazel benci jika firasatnya menjadi kenyataan.
"Mo-Mohon maaf mengganggu, A-Azazel-sama. I-Ini ada surat da-dari pihak iblis untuk Anda."
Gubernur Malaikat Jatuh itu menundukkan kepalanya sampai membentur meja kayu dibawahnya dengan kencang.
"Sialan kau, Kokabiel."
Tanpa Azazel sadari jika surat tersebut bukanlah perihal mengenai Kokabiel.
.
.
Surga keenam atau biasa disebut Zebel, surga tertinggi kedua setelah surga ketujuh dimana dulu Tuhan tinggal. Zebel adalah tempat para pemimpin malaikat yakni Seraph berada. Mereka tinggal, berdiskusi, dan merencanakan semuanya di dalam surga ini. Tempat paling indah dan paling besar selain surga ketujuh.
Michael masih menatap langit Zebel ketika tiba-tiba tubuhnya merasakan sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan, malaikat pirang itu tersenyum, "Naruto menggunakan True Longinusnya lagi, setelah sekian lama."
"Kau bisa merasakannya, Michael?" tanya Uriel sang sang Flame of God dengan heran. Salah satu Seraph yang dimiliki surga.
"Sebenarnya tidak, tapi Naruto seperti sengaja membiarkanku merasakan auranya."
"Anak itu agak susah ditebak, ya." Balas Raphael sang Seraph keempat yang dimiliki surga.
Gabriel tertawa pelan, "ya, Naruto-kun memang susah ditebak."
Tiba-tiba terdengar suara yang menggema di dalam Zebel.
"Mohon maaf mengganggu, Michael-sama."
Ah, itu pasti berasal dari surga yang berada di bawah Zebel.
"Ya, tidak masalah. Ada apa?"
"Ada surat... dari pihak iblis untuk Anda, Michael-sama."
Michael menatap para Seraph lainnya. Bingung. Untuk apa pihak iblis tiba-tiba mengirimi mereka surat. Seingatnya tidak ada yang darurat dan mencuriga—ah, ia ingat. Pasti karena hal itu.
Gabriel mendorong kursi mewahnya ke belakang dengan pelan, ia lalu bangkit dan menatap para Seraph lainnya, "aku akan turun ke bumi."
Uriel dan Michael saling pandang, kemudian mereka mengangguk, "kami titip salam untuknya."
Gabriel mengangguk paham.
"Mengecek, huh?" tanya Raphael sambil mengusap dagunya.
Malaikat super cantik itu tersenyum, "itu memang tugasku, 'kan?"
.
.
Akeno menghembuskan nafasnya dengan berat. Ia sudah melakukanya lebih dari belasan kali. Ia menatap plakat bertuliskan kelas 3C.
"Tenang, Akeno. Jangan takut. Kau tidak berniat buruk." Bisiknya perlahan.
Ia kembali menghembuskan nafas.
"Gunakan intonasi yang halus, dan jangan terlihat takut."
"Yosh!" Ujarnya sambil menepuk kedua pipinya.
Gadis berkekuatan petir lalu melihat ke dalam kelas dan melihat pemuda itu sedang bersiap-siap untuk pulang. Sejak kemarin Akeno sudah berpikir untuk mengajaknya berbicara baik-baik. Ia yakin, pemuda itu tidak akan berbuat macam-macam jika ia mengajak dengan sopan santun dan tata krama yang baik.
Oke, Akeno melihatnya sudah berjalan menuju keluar kelas.
"U-Uzumaki-kun—"
Naruto menengok dan kemudian mata mereka saling bertemu.
Akeno merasa sangat gugup, rasa takut tiba-tiba hinggap ketika ia melihat kedua mata itu. Ia sudah berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja jika ia mempersiapkan mentalnya dan ia berkata dengan sopan, namun ketika melihat mata itu, ia langsung merasa takut. Rasa takut yang entah kenapa semakin membuncah ketika ia semakin dalam menatap mata biru itu, ia juga merasa jika tubuhnya mulai gemetaran.
PLAK!
Gadis dengan darah malaikat jatuh itu terhenyak ketika Naruto tiba-tiba memukulkan kedua telapak tangannya dengan cukup kencang tepat di depan wajahnya.
"Jadi, apa yang ingin kau katakan kepadaku, Himejima?"
"A-Aku—Aku ingin me-mengajak mu berbicara."
Naruto mengangkat sebelah alisnya, "oke, tidak masalah. Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?"
Akeno berdehem sebentar, mencoba untuk mengontrol dirinya. Ia lalu mengusap telapak tangannya.
"Bisakah kita berbicara di tempat lain?"
Remaja berambut duren itu hanya mengangkat bahu, "tidak masalah."
"Mari ikut aku."
Mereka berjalan beriringan menuju area belakang sekolah, langit masih cukup cerah saat sekolah sudah berakhir, jadi, tidak terlalu gelap ketika berada di area belakang sekolah. Tempat dimana kemarin mereka merasakan bagaimana rasanya melawan musuh yang tidak bisa mereka kalahkan.
Remaja bermarga Uzumaki itu tersenyum tipis, "untuk ukuran perempuan, mentalmu cukup kuat."
Akeno kemudian memberanikan diri untuk menatap wajah itu. Wajah yang sudah membuatnya merasakan apa itu rasa takut yang sesungguhnya. Akeno lalu membungkukkan badannya, "terima kasih sudah menghajar peerage Rias dan menyadarkan kami semua."
Naruto mengangkat sebelah alisnya.
"Dan juga terima kasih sudah memberitaukan soal Kokabiel."
"Kau jauh-jauh kemari hanya untuk membungkukkan badanmu?"
Akeno mengeratkan kedua tangannya. Bukan, ia kemari bukan hanya untuk mengatakan hal tersebut. Ia semakin membungkukkan badannya.
"Kumohon, Uzumaki-kun, tolong lindungi peerage Rias jika nanti Kokabiel menyerang. Aku tau aku meminta hal yang bodoh tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak mau peerage Rias terbunuh, aku tidak mau teman-temanku terbunuh. Aku tidak tau kapan Kokabiel akan menyerang, ja-jadi, aku mohon padamu," Akeno semakin mengeratkan kedua tangannya, "a-aku, aku, a-aku akan melakukan apa pun yang kau inginkan, aku bahkan—
-a-aku bahkan bersedia menjadi budakmu."
Akeno masih membungkukkan badannya. Masih senantiasa menunggu reaksi dari pemuda dihadapannya. Sudah beberapa detik berlalu dan masih tidak ada suara dari lawan bicaranya. Ia masih menunduk, menunjukan keseriusannya.
"Angkat tubuhmu."
Entah kenapa suara itu membuatnya gemetaran. Dengan gerakan yang sangat pelan, ia mengangkat tubuhnya dan ketika ia sudah berdiri kembali seperti biasanya, ia melihat senyum itu, tidak, lebih tepatnya sebuah seringaian.
"Kau percaya begitu saja jika Kokabiel akan menyerang Kuoh?"
Gadis itu mengangguk.
"Lalu kenapa kau tidak bertanya padaku soal kapan penyerangan Kokabiel?"
Gadis kemudian menggeleng, "aku sudah berpikir seharian, dan kurasa akan percuma saja jika aku tau kapan penyerangan Kokabiel akan dilakukan."
"Kalian tidak memberitau para Maou?" tanya Naruto dengan nada rendah.
Akeno menggeleng, "Rias dan Kaichou tidak mempercayai apa yang kau katakan. Kaichou bilang ia tidak ingin merusak perdamaian yang sudah tercipta antara bangsa iblis dan malaikat jatuh hanya karena ucapanmu yang belum tentu terbukti. Sementara Rias sendiri, ia terlalu mementingkan harga dirinya untuk meminta bantuan kepada kakaknya, ia bilang ia tidak mau terus-terusan bergantung dibalik nama besar kakaknya."
"Dasar iblis bodoh," ujarnya sambil menghelas nafas, namun, sejurus kemudian ia kembali menyeringai, "kau yakin ingin menjadi budakku?"
Akeno tau bahwa ia sudah mengatakan sebuah kesalahan dan ia akan terjebak di dalam kesalahannya sendiri, tapi jika dengan hal itu bisa membuat Rias dan teman-temannya selamat... ia tidak peduli lagi. Ia mengangguk. Demi teman-temannya, ia akan melakukan apa pun.
"Baik. Aku setuju."
Ada secercah rasa senang ketika Naruto setuju dengan tawarannya. Tidak masalah jika ia harus menggunakan tubuhnya sekalipun, ia yakin itu sebanding dengan nyawa seluruh teman-temannya.
"Kokabiel akan menyerang malam ini."
Kemudian rasa senang itu lenyap tak bersisa.
"Ka-kau—jika, kau tau Kokabiel akan menyerang malam ini, kenapa kau menghajar—mereka sampai babak belur? Kau tau bahkan jika dalam kondisi fit sekalipun, kami tidak akan menang, lalu, kenapa, kenapa kau—"
"Jika kemarin aku tidak menghajar mereka, maka mereka akan ikut bertempur dan mati. Jika, mereka mati maka peperangan akan tercipta dan jika peperangan tercipta," Naruto menghembuskan nafasnya dengan malas, "maka akan ada banyak masalah yang harus diselesaikan."
Ia kemudian melanjutkan, "aku sengaja menggunakan True Longinus karena aku berpikir jika mereka akan memberitau Lucifer dan Leviathan, setidaknya pemimpin kalian akan percaya pada ucapan pemegang True Longinus dan mengirimkan prajurit terbaik mereka sehingga Kokabiel bisa dikalahkan, tapi ternyata dua gadis itu cukup bodoh untuk tidak langsung percaya pada ucapanku, tapi, yah, kurasa wajar mengingat aku menghajar mereka dan tiba-tiba berkata sesuatu yang terdengar konyol bagi kalian."
Akeno tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. Pemuda ini, dibalik tindakan dan kata-kata kasarnya ternyata dia bersikap baik. Walaupun tidak mengatakannya tapi secara tidak langsung ia melindungi teman-temannya dari kematian.
"Kau melindungi mereka?"
Naruto mendengus kencang, "percaya diri sekali kau. Aku tidak terlalu peduli pada iblis ataupun makhluk supranatural. Aku hanya tidak ingin ada kejadian merepotkan disekitarku."
Ia menengadahkan kepalanya ke atas, melihat langit yang sudah mulai berganti warna menjadi gelap menandakan malam sudah dekat. Ia menyeringai, pertanda sebentar lagi akan ada hal yang menarik.
"Dimana para peerage si Gremory dan Sitri itu?"
"Mereka masih berada di dalam ruangan klub nya masing-masing."
"Bagus, tetaplah mereka di dalam. Aku tidak mau mereka terkena serangan nyasar dan mengakibatkan konflik yang tidak aku inginkan."
Akeno mendekati pemuda itu, "apa yang harus kulakukan?"
Ia melirik gadis disebelahnya lalu memegang bahunya, "ikut aku ke atap."
Tidak kurang dari satu detik, mereka berdua sudah berada di atap.
Akeno merasakan mual yang luar biasa, tubuhnya seperti berputar-putar, ia baru pertama kali melakukan berpindahan dengan teknik yang berbeda. Ini terasa sangat berbeda jauh dengan transportasi yang menggunakan lingkaran sihir, lelaki di depannya ini bahkan tidak menggunakan lingkaran sihir sama sekali untuk melakukan transportasi.
"Tidak perlau khawatir, saat pertama kali memang terasa seperti itu."
"A-Apa itu salah satu dari kekuatan True Longinus?"
Naruto menepuk kepala gadis di depannya dengan pelan, "kau tidak perlu tau, Nona Petir."
Akeno menatap wajah berkumis kucing itu dalam diam, setelah ia mulai merasa sedikit lebih baik tiba-tiba tubuhnya merasakan aura yang sangat menyesakkan dan membuatnya sangat tidak nyaman. Ia lalu melihat langit menjadi sangat gelap, padahal Akeno yakin beberapa detik yang lalu, langit masih tidak segelap ini. Yang semakin membuatnya curiga adalah langit tidak berwarna hitam seperti biasanya melainkan berwarna ungu gelap dengan tidak ada awan sama sekali.
Akeno tersentak, "i-ini?"
Ia menoleh kearah Naruto dan menemukan pemuda itu malah menyeringai seakan menikmati keaadan ini.
"Malaikat kotor itu sudah datang rupanya."
Tepat di langit gelap tersebut, berdiri ratusan malaikat jatuh, dan sebuah makhluk dengan lima pasang sayap hitam yang berdiri paling atas diantara kumpulan malaikat jatuh, dialah Kokabiel, sang Bintang Tuhan.
...bersambung
Hola-holaaa, gimana? Aneh, kah? Atau jelek, mungkin? Saya pengen bikin sesuatu yang beda dengan masangin Naruto sama True Longinus, alurnya pun mungkin akan sedikit berbeda dengan versi anime/LN nya.