Disclaimer : Naruto BUKAN punya saya.

What was that? © Vandalism27

Warning : Drabble, cerita super pendek, ga jelas, typo(s) dan seabrek kekurangan lainnya. Mohon dimaklumi, ya.

.

.

.

01

Suatu sore, Naruto duduk di teras belakang rumahnya sambil mengawasi Menma, adik kecilnya yang baru berusia tiga tahun. Dia memang ditugasi sang ibu untuk menjaga sang adik setiap sore, sementara sang ibu sibuk membersihkan rumah dan juga memasak makan malam.

Naruto melirik ponselnya, jam sudah menunjukkan pukul lima sore, waktunya sang adik untuk mandi.

Naruto beranjak dari kursi kayu yang didudukinya, lalu menghampiri Menma yang sedang bermain tanah sambil tertawa-tawa. Pemuda itu ikut tersenyum ketika melihat senyum ceria sang adik.

"Menma," sapa Naruto.

Menma mendongak, mata birunya bertemu dengan mata biru Naruto. "Iya, Nii-chan?" tanya Menma, dengan cara bicara khas anak tiga tahun.

"Ayo masuk. Kau harus mandi lalu makan malam."

Menma mengangguk, lalu berdiri. "Baik, Nii-chan," bocah itu menggenggam tangan Naruto yang terulur padanya.

Ketika mereka hendak berjalan, tiba-tiba Menma menyentak tangannya dari tangan sang kakak. Bocah itu berbalik, lalu berlari menuju ke pohon besar yang ada di teras belakang rumah.

Menma berdiri tepat di bawah pohon besar itu, lalu ia mendongak, "Sampai jumpa, Paman! Besok kita main lagi, ya!" seru bocah laki-laki itu, sambil melambaikan tangannya.

Naruto mengernyit, lalu ikut melihat ke atas pohon. Paman? Paman siapa? Tidak ada siapa-siapa di sana. Sedetik kemudian, pemuda itu merasakan bulu kuduknya meremang.

"Menma! Masuk ke rumah sekarang!" teriak Naruto.

.

02

Naruto mengerang ketika punggungnya menyentuh kasur yang empuk. Dia lelah, seharian ini ia sibuk merapihkan barang-barangnya di apartemennya yang baru. Jarak antara rumah dan kampusnya yang lumayan jauh, membuat Naruto terpaksa menyewa apartemen yang lebih dekat dengan kampusnya.

"Sebaiknya aku segera tidur, besok ada kuliah pagi," katanya, lalu mulai memejamkan matanya.

Tidur nyenyak Naruto terganggu ketika suara ketukan terdengar dari pintu kamarnya, disusul suara wanita. "Bangun, sudah pagi. Kau ada kuliah pagi, kan?"

"Mmhh, iya Ibu!" jawab Naruto. Ia mengenali suara itu sebagai suara ibunya. Pemuda itu mengulet sebentar, lalu beranjak dari kasur. Ia melihat jam di ponselnya, lalu tersentak kaget karena tiga puluh menit lagi kelas di mulai.

Naruto bersiap dengan terburu-buru. Ketika sedang memakai sepatu, tiba-tiba Naruto teringat sesuatu. "Tunggu. Bukannya aku sendirian di apartemen ini?" gumam Naruto.

Lantas … siapa yang mengetuk pintu lalu menyuruhnya bangun?

.

03

Pagi itu, Naruto tidak pergi ke kampus karena dosennya baru bisa mengajar pukul tiga sore. Ia sedang menonton anime favoritnya yang disiarkan oleh salah satu stasiun swasta, bersama Menma, sepupunya yang sedang bolos kuliah.

Naruto menoleh ketika ia melihat sekelebat bayangan ibunya sedang mondar-mandir di dalam kamar, melalui celah pintu kamar ibunya yang separuh terbuka. Tempat ia menonton tv memang berada tepat di depan kamar sang ibu.

"Ne, Menma," panggil Naruto.

"Apa?"

"Ini sudah jam sepuluh pagi, kenapa ibuku belum berangkat kerja?" tanya Naruto. Pemuda itu mengernyit bingung, tumben ibunya masih di rumah, padahal biasanya pukul delapan ibunya sudah bergegas menuju ke kantor.

"Hah? Kau ini bicara apa?" Menma menatap Naruto dengan pandangan heran. "Bibi Kushina sudah berangkat pukul enam pagi tadi."

Naruto membeku. Kalau ibunya sudah berangkat kerja, lalu siapa wanita yang mondar-mandir di dalam kamar ibunya?

.

04

Sore itu, sepulang kuliah, Naruto memutuskan untuk langsung mandi. Tubuhnya terasa gerah dan lengket. Apartemennya tampak sepi dan sunyi, karena Naruto memang tinggal sendiri.

Seperti biasa, Naruto mandi sambil menyanyikan lagu favoritnya.

Tiba-tiba pintu kamar mandi itu digedor dengan keras, disusul teriakan wanita yang tampak marah. "Berhenti bernyanyi! Suaramu jelek!"

Naruto mengelus dadanya, gedoran pintu itu membuatnya kaget. "Oh, maaf!" jawab Naruto spontan, kemudian ia melanjutkan acara mandinya yang belum selesai.

Naruto mendengus kesal karena ada yang memprotes suaranya. Yaaa, dia akui suaranya memang tidak terlalu bagus. Tapi baru kali ini ada yang protes ketika ia bernyanyi di kamar mandi apartemennya.

.

05

Naruto berjalan dengan tergesa-gesa.

"Sabar, Naruto, tahan. Sebentar lagi sampai di rumah," gumam Naruto sambil meremas ujung jaketnya. Pemuda itu sedang diperjalanan pulang dari kampus ketika tiba-tiba perutnya terasa sakit. Biasa, "panggilan alam".

Naruto mendesah lega ketika akhirnya dia sampai di rumah. Dia melepas sepatunya dengan asal, lalu berlari masuk tanpa mengucap salam.

"Ibu, aku pulang!" seru Naruto asal, ketika ia melihat ibunya sedang duduk di sofa ruang tamu, entah sedang melakukan apa. Pemuda itu tidak sempat menegur ibunya karena keinginannya untuk buang air benar-benar tidak bisa ditahan.

Ketika Naruto sedang asyik di toilet, tiba-tiba ponsel yang ada di dalam tasnya berdering. Naruto tidak sadar membawa tasnya ke dalam toilet. Kening pemuda itu berkerut ketika ia membaca nama ibunya terpampang di layar ponselnya.

"Kenapa ibu meneleponku?" gumamnya. "Halo, ada apa, Ibu?"

"Naruto, Ibu tidak bisa pulang malam ini, Ibu harus pergi ke Konoha. Kakekmu sakit," kata sang ibu diseberang telepon.

Naruto tambah bingung ketika ia mendengar suara bising di seberang telepon. "Ibu sekarang ada di mana?" tanya Naruto.

"Ibu masih di kantor," jawabnya. "Kau sendirian di rumah, tidak apa-apa, kan?"

Naruto membeku. Kenapa ibunya ada di kantor? Bukankah ibunya ada di rumah? Perasaan Naruto berubah tidak enak. "B-ba-baik, Ibu. Aku akan baik-baik saja," jawab Naruto terbata-bata.

"Baiklah kalau begitu," kata sang ibu, kemudian mengakhiri panggilan.

Naruto meremas ponsel di tangannya. Semoga ketika "panggilan alam"-nya selesai, "ibu" yang ada di ruang tamu tadi sudah pergi.

.

.

FIN

.

.

Kurang serem, ya? Tapi sebagian dari cerita di atas terinspirasi dari kisah nyata loh, aku sendiri yang ngalamin (tentunya dengan sedikit penyesuaian di sana-sini). Mau lagi yang kaya gini gak? Kalo enggak ya cukup sampai di sini. Kalo mau nanti aku bikin lagi lanjutannya kalo ada yang minat.

Kenapa aku kasih judul "WHAT WAS THAT?" karena setiap kali aku ngalamin hal-hal gak masuk akal, aku selalu diem, mikir, dan akhirnya bilang, "tadi itu apa?"

Oh iya, mau nanya, what was that itu kalo buat judul, nulisnya yang bener gimana sih? What Was That, What was that, atau What was That? #seriustanya