Pada saat itu, Kuroko memang tidak mengatakan apa pun tentang ia yang telah berhenti dari pekerjaannya di Tokyo, terutama karena Kuroko merasa akan sangat memalukan jika ia tiba-tiba menemui Akashi dan mengatakan kepadanya, "Aku berhenti dari pekerjaanku karena aku ingin bersamamu di Kyoto."
Baru setelah Kuroko tiba di Kyoto, ia akhirnya memutuskan untuk menelpon Akashi. Pria itu berpikir kalau Kuroko ada di sana karena perjalanan bisnis, dan mengatur pertemuan mereka di akhir pekan.
Sebelum Kuroko tiba di Kyoto, ia telah lebih dulu menemukan apartemen dari pencarian di Internet, Kuroko pun segera pindah pada malam ia tiba di kota itu. Karena usia mudanya, Kuroko tidak memiliki pengalaman dalam hal menyewa tempat tinggal dari orang lain, sehingga tak pernah terpikirkan olehnya untuk memeriksa surat izin perumahan pada si pemilik apartemen. Tak lama setelah itu, Kuroko mengetahui jika 'pemilik apartemen' yang ia temui sebenarnya hanya seorang penyewa. Orang itu menyewakan apartemen dengan harga tinggi dan pergi entah kemana. Karena Kuroko sudah tak memiliki uang lebih untuk membayar uang sewa ia ditendang keluar dari apartemen itu oleh si pemilik asli.
Saat itu pukul 12 malam, Kuroko berdiri di pinggir jalan dengan dua koper besar, benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Kuroko akhirnya terpaksa menghubungi Akashi. Pria itu segera menjemputnya, ketika dia melihat Kuroko yang terlihat tersesat sambil menyeret barang bawaannya, kemarahan Akashi tak bisa dibendung lagi.
"Kenapa kau memutuskan untuk menyewa apartemen?"
Baru saat itulah Kuroko mengatakan yang sebenarnya. "Aku keluar dari pekerjaanku."
"Kapan?"
"Minggu lalu."
"Kenapa kau berhenti dari pekerjaanmu?"
"Aku hanya... tidak ingin bekerja di sana lagi."
"Kau ingin tinggal di Kyoto?"
"Ya."
"Apa kau sudah punya rencana?"
Kuroko menggelengkan kepala.
"Sudah menemukan pekerjaan yang kau inginkan? Mengirimkan resume? Apa bosmu sebelumnya bisa membantu menulis beberapa surat rekomendasi untukmu?"
Akashi adalah orang yang sangat logis dan rasional. Sebelum memutuskan sesuatu, dia akan membuat Rencana A, Rencana B, dan Rencana C dengan sangat rinci, yang merupakan kebalikan dari apa yang Kuroko lakukan. Kuroko menggelengkan kepala dengan polos, dan mengatakan bahwa ia tidak memikirkan rencana apa pun.
Ketika Akashi mendengarnya, dia jadi bertambah marah, "Kalau begitu kenapa kau datang kesini?! Tidakkah kau tahu bagaimana merencanakan masa depanmu? Kau memiliki pekerjaan bagus, tapi kau malah menyia-nyiakannya. Apa yang sebenarnya kau pikirkan?!"
Kuroko yang ikut emosi tanpa sadar mengatakan yang sebenarnya, "Aku sedang memikirkanmu! Kenapa lagi aku datang ke Kyoto?!"
Begitu kata-kata itu keluar dari mulut Kuroko, mereka berdua tercengang. Kuroko merasa sangat gugup dan mencoba meredakan situasi dengan menyeret barang bawaannya lalu berjalan pergi.
"Bagaimanapun, aku sudah memutuskan untuk tinggal di sini. Aku akan mencari pekerjaan, jadi kau tidak perlu khawatir padaku."
Akashi menyusulnya, lalu diam-diam meraih barang bawaan Kuroko dan berjalan menuju ke tempat mobilnya terparkir. Kuroko masih merasa agak kesal, tapi tiba-tiba ia menahan tertawa saat perlahan-lahan mendekati Akashi.
"Akashi-kun, kenapa mukamu memerah?"
"Diamlah, kau." Akashi memalingkan muka, suaranya teredam suara mobil yang melintas.