Chapter 1 ~Shinori~
Disclaimer : ©Masashi Kishimoto
Pairing : NaruSasu (Naruto x Sasuke)
Genre : Romance, Drama, Tragedy, Fantasy, Friendship, Yaoi, Shounen Ai
Warning : Canon, Multi chapters, Gaje, Typo, OOC, yaoi, dan hal absurd lainnya.
Note : If you dont like or hate this fanfic, Dont read!
.
.
.
.
"Aku bawakan kopi. Minumlah."
Shikamaru meletakan gelas kertas yang berisi kopi hitam di atas meja kerja Naruto. Meja kerja itu sangat padat akan tumpukan kertas - kertas berkas ataupun surat izin misi yang sangat berserakan di atas meja Sang Hokage ke Tujuh di Konohaegakure.
"Terimakasih."
Naruto melemaskan badan di kursi kerjanya dan memejamkan mata sejenak. Beberapa hari ini ia selalu kerja lembur. Karena ada masalah yang beberapa hari ini sedang menimpa negaranya. Naruto sebelumnya sedang mengadakan pertemuan sekaligus rapat dengan para 4 Kage lainnya membahas masalah yang menimpa Konohagakure.
Naruto terpaksa meminta bantuan pada para Kage agar masalah yang menimpa Negaranya bisa cepat teratasi. Naruto sudah tidak tahu bagaimana lagi mengatasinya. Ia juga tidak menyangka jika rapat ini ternyata memakan banyak waktu. Tetapi akar masalah tidak juga di temukan.
Beberapa hari yang lalu, Konoha diserang oleh sesuatu yang tidak tahu dari mana asalnya, bentuknya, baunya, warnanya, ataupun sebenarnya itu makhluk hidup atau benda mati. Naruto bingung setengah mati. Ia mengkhawatirkan warga - warganya yang terus menghilang.
Yang hanya Naruto ketahui dari saksi mata yang kebetulan melihat kejadian itu, awalnya 'si saksi mata' sedang menunggu dua rekan timnya untuk berlatih Taijutsu bersama di pinggir hutan. Tetapi mereka berjanji akan bertemu di Konbini.
Ketika 'si saksi mata' tengah menunggu dua rekannya di depan konbini, 'si saksi mata' melihat dua rekannya sedang berjalan kearah gang sempit. Dia yang merasa aneh akan kedua rekannya itu, berlari menghampiri temannya.
Ketika sudah dihampiri, dua rekannya itu seperti melihat kedepan dengan wajah yang seperti terharu. Air mata mengucur dan tertawa di saat yang bersamaan. Mereka berdua terus berjalan memasuki gang sempit itu. 'si saksi mata' tidak melihat adanya apa - apa di dalam gang sempit itu, tetapi dua rekannya seperti menemukan sesuatu yang membuatnya tidak bisa berpaling.
Ketika 'si saksi mata' mulai mengikuti kedua rekannya memasuki gang sempit itu, tiba - tiba ia terlempar kebelakang dengan cahaya putih yang sangat menyilaukan. Seketika matanya tidak bisa melihat dengan benar karena efek cahaya itu. Setelah matanya kembali berfungsi, dia tidak melihat dua rekan timnya ada di gang itu. Padahal 'si saksi mata' benar - benar melihat dua rekannya masuk kedalam gang sempit itu.
Awalnya ia tidak mengetahui apa - apa. Ia hanya berfikir jika kedua temannya sedang mengerjainya, maka dari itu ia mencari dua rekannya di seluruh Konoha sampai malam hari. Hasilnya nihil. Mereka berdua tidak ditemukan.
'si saksi mata' kembali mencari keesokan harinya dibatu oleh kerabatnya dan keluarga dua rekan timnya. Mereka mencari keseluruh Konoha tetapi hasilnya tetap sama.
Semenjak hari itu, setiap hari, setidaknya ada dua orang dalam satu hari yang selalu menghilang tanpa sebab.
Yang membuat kasus ini aneh adalah, mengapa harus dua orang? Entah itu dua laki - laki, dua perempuan, atau laki - laki dan perempuan. Mereka yang sedang jalan berdua pasti menghilang.
Kasus ini sudah terjadi tujuh hari yang lalu. Yang berarti sudah ada 14 orang hilang. Itu yang Naruto terima sebagai laporan orang hilang. Naruto berasumsi jika hilangnya warga mereka selama tujuh hari berturut - turut adalah kasus yang sama.
Nanadaime mengeluarkan pengumuman agar warganya tidak sedang jalan berdua di luar rumah. Biasanya, kasus ini terjadi kala korban berada di luar rumah. Tetapi Nanadaime mengingatkan untuk berjaga - jaga. Bisa saja kalian akan menghilang walaupun ada di dalam rumah.
Maka dari itu, Nanadaime menghimbau jika warganya yang hanya tinggal berdua, diwajibkan untuk mengungsi di rumah kerabatnya atau seseorang yang tinggal sendiri. Dengan begitu, akan meminimalisirkan kejadian hilangnya warga oleh sesuatu yang tak jelas.
Walapun Nanadaime sudah mengeluarkan pengumuman ini, ada saja yang menghilang. Gosip dari 'si saksi mata' menyebar luas. Mereka menyebut sesuatu yang menghilangkan atau menculik warga di Konoha selama ini adalah Shinori.
Shiro no Hikari. Cahaya putih.
Karena Cahaya putih yang menyilaukan itu selalu muncul ketika dua orang warga menghilang. Entah kenapa, ketika ada yang menghilang, selalu ada saksi mata.
Naruto mendesah lelah memikirkan kasus yang sedang menimpa Negaranya ini. Keempat kage lainnya, termasuk Gaara sahabatnya, hanya bisa menggeleng pasrah. Tetapi sebagai Kage mereka tidak boleh menyerah. Masalah seperti ini juga adalah tanggung jawab seorang Kage.
Maka dari itu, para Kage mengatakan untuk jangan khawatir. Cepat atau lambat, Shinori akan terungkap.
"Pekerjaan yang lain menunggumu untuk di selesaikan. Jangan memikirkan masalah Shinori terus. Para Kage juga sedang membantumu, kau bisa tenang sebentar, Naruto. Kau kelelahan. Pulanglah! Aku yang akan membereskan kekacauan di mejamu itu."
Naruto melirik meja kerjanya yang belum dibersihkan dengan kekacauan yang ia ciptakan. Naruto berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.
"Aku tertolong. Shikamaru, mohon bantuannya."
Shikamaru mengangguk setelah mengucapkan hati - hati di jalan pada orang nomor satu seKonoha itu. Jika sendirian itu bukan masalah, karena Shinori hanya akan menculik warganya ketika seseorang yang tengah berdua.
Kadang kala Shikamaru berfikir, apa para warga yang di culik oleh Shinori masih hidup ya?
.
.
.
.
.
Naruto berjalan masuk menuju rumahnya. Membuka pagar di halaman depan dan mengunci pagar rumah. Setelah itu ia berjalan menuju rumahnya dan membuka pintu rumah dengan jalan yang sempoyongan. Berpikir keras setiap hari memang membuatmu lelah.
"Tadaima." Ucap Naruto sambil melepas sepatunya. Merenggangkan punggungnya sejenak dan berjalan menuju meja makan. "Okaeri." Hinata yang berdiri dibalik country di dapur menjawab salam Naruto.
Di meja makan, Naruto melihat Boruto dan Himawari masih ada di meja makan yang sepertinya tengah mengobrol dengan serius. Sepertinya mereka berdua belum sadar jika Ayah mereka telah pulang dan sudah ada di meja makan. Sepenting itukah obrolan mereka sampai tidak menyadari kehadiran Naruto?
Naruto menyeritkan keningnya ketika sadar jika kedua anaknya masih belum ada yang tidur. Naruto mendudukan diri di kursi meja makan dan meminum teh hangat yang sebelumnya telah Hinata siapkan.
"Kalian berdua kenapa belum tidur?" Boruto dan Himawari tersentak ketika mendengar suara Naruto. Boruto dan Himawari berteriak memanggil Naruto turun dari kursinya dan memutari meja makan bermaksud untuk menghadap Sang Ayah.
"Ayah!" Naruto memasang ekspresi marah mendengar suara berisik kedua anaknya.
"Ini sudah malam. Jangan teriak - teriak! Tetangga bisa mendengar suara kalian. Lagipula kenapa kalian berdua belum tidur? Ini sudah jam 12 malam. Boruto! Jangan mentang - mentang besok tidak ada misi kau mengajak Himawari tidur larut malam." Ucap Naruto memarahi Boruto.
Boruto dan Himawari menggeleng keras.
"Itu tidak penting. Ada yang lebih penting dari apapun." Himawari mengangguk menyetujui kata - kata kakaknya.
"Aku sudah dari tadi menyuruh mereka tidur ketika mereka berdua pulang dari rumah Sarada. Tetapi mereka mereka tidak meu tidur dan keukeuh menunggumu pulang untuk membicarakan sesuatu. Aku tidak tahu apa yang ingin mereka bicarakan." Naruto mengalihkan pandangannya dari Hinata sesaat dia tengah menjelaskan alasan mengapa kedua anaknya belum tertidur.
Naruto menatap kedua mata anaknya yang sangat berbinar penuh semangat. Naruto menghela nafas pasrahnya dan membiarkan Boruto dan Himawari mengatakan apa yang ingin mereka bicarakan pada Naruto.
"Ada apa?" Tanya Naruto.
"Kami melihatnya!" Ucap Boruto dan Himawari secara bersamaan. Naruto mengangkat sebelah alisnya.
"Melihat apa?"
"Shinori!" Mata Naruto dan Hinata melebar mendengar anak mereka mengatakan hal yang sangat dihindari para warganya, ternyata menampakan diri di hadapan kedua anaknya.
"Apa?! Apa kalian jalan berdua?" Tanya Naruto memegang satu pundak Boruto dan Himawari. Mereka menggeleng.
"Tidak! Kami pulang bersama Sarada. Kami bertiga. Ketika Sarada mengantar kami sampai kerumah, kita bertiga melihat Shinori. Aku belum pernah melihatnya tapi aku pernah mendengar gosip itu. Ternyata apa yang dibicarakan oleh orang - orang benar adanya. Mereka seperti menghisap dua orang itu dan setelah itu mereka menghilang." Jelas Boruto dan mendapat anggukan dari Himawari.
"Kejadian itu terjadi didepan rumah kita. Korbannya adalah teman sekelasku di akademi dan seorang anak kecil laki - laki, mungkin berusia lima tahun, sepertinya itu adiknya. Aku menyuruh Sarada untuk pulang dan memberi tahukan pada Ayahnya dirumah." Jelas Boruto. Naruto tersentak ketika mendengar jika Sasuke ada di rumahnya.
"Sasuke dirumah? Dirumah ada Sakura juga kan? Itu berarti mereka dirumah berdua?" Tanya Naruto sambil menggoyang - goyangkan badan Boruto. Boruto mengangguk dan merasa pusing ketika Naruto baru berhenti membuat tubuhnya terguncang - guncang.
"Tapi Paman Sasuke bilang tidak perlu khawatir. Maka dari itu Sarada mengartar kami." Jawab Boruto. Naruto memijat pangkal hidungnya lelah. Ini hari kedelapan dan dua korban telah menghilang. Untuk saat ini berarti telah ada 16 korban.
"Apa kau tidak bisa mencegah mereka berdua?" Tanya Naruto. Boruto menggeleng.
"Ketika kami ingin menghampiri mereka, seakan ada sinar terang yang menusuk mata kami. Ketika kami membuka mata, mereka sudah menghilang." Ucap Boruto.
Naruto mengangguk dan menyuruh Boruto dan Himawari untuk tidur. Mereka berdua naik keatas dan menuju kamarnya masing - masing. Hinata pamit untuk tidur pada Naruto dan menuju Kamar mereka yang berada di lantai satu. Naruto menyuruh mereka agar tidur sendiri - sendiri karena itu agar lebih aman.
Hari ini Naruto kembali tidur di sofa ruang depan. Kalau kasus ini bisa cepat terselesaikan, pasti Naruto akan kembali tidur di kamar dan sekasur berama Hinata. Naruto menghela nafasnya lelah dan mulai memejamkan mata setelah ia menarik selimut coklatnya.
Sejenak pikirannya melayang pada Sasuke. Sasuke telah pulang ke Konoha, karena misi yang dia jalani sendiri telah selesai. Misi melawan Kaguya waktu itu juga ada hubungannya ketika Sasuke memutuskan untuk menjalani misi ini sendirian.
Awalnya, tentu saja Naruto menolak. Tapi melihat keyakinan Sasuke untuk menjalani misi ini sendiri, apalagi alasannya karena ingin melindungi Desa ini, Naruto tidak bisa menghentikan Sasuke pergi untuk menjalankan misinya.
Tetapi sekarang Sasuke sudah pulang. Naruto memberikan pekerjaan yang sekiranya Sasuke bisa lakukan untuk membantunya mengurus Negara. Lagipula Sasuke telah menjadi guru pribadi Boruto.
Naruto mengusap wajahnya kasar ketika sadar apa yang tengah ia pikirkan. Memikirkan Sasuke sebelum tidur adalah aktifitasnya setiap hari sejak dari dulu. Bahkah ketika ia sudah menikah dan punya dua anak. Kebiasaan gila ini belum juga hilang. Apalagi melihat Sasuke yang telah kembali ke Desa.
Tidak melihat Sasuke sejak lama membuat Naruto jadi berpikir yang tidak - tidak. Tapi, jika tidak memikirkan Sasuke, ia tidak bisa terridur dengan nyenyak malam ini.
Biarlah. Tidak ada yang tahu ini.
.
.
.
.
.
Pagi ini Naruto berangkat ke kantor Hokage seperti biasa. Masih ada bayak hal yang harus di kerjakan. Naruto melihat Boruto yang keluar dengan semangat. Katanya ada janji berlatih bersama Sasuke. Boruto mengajak Mitsuki agar mereka tidak berdua. Sedangkan Hinata dan Himawari memutuskan untuk pergi kerumah Sakura.
Didalam ruang kantor Hokagenya, meja itu sudah terlihat lebih rapi dari yang sebelumnya. Shikamaru memang bisa diandalkan. Didalam dus kecil di atas meja yang biasa ditaruh untuk mengisi berkas - berkas yang perlu disetujui oleh Hokage, Naruto melihat sudah ada beberapa lembar kertas disana.
Ada beberapa permintaan misi yang harus dijalani oleh beberapa tim Genin dan Chunin. Naruto menorehkan tanda tangannya diatas kertas menerima misi dari klien. Mulai menyalakan komputernya dan membuat daftar tim yang akan menjalani misi selanjutnya.
Ditengah - tengah kesibukan, telepon berdering, Naruto menekan tombol speaker dan jarinya kembali menari diatas keyboard melanjutkan pekerjaannya.
"Ada apa?" Kata Naruto. Terdengar suara wanita yang memberi salam kepada Naruto terlebih dahulu dan mengatakan jika ada dua orang hilang kemarin. Anak perempuan berusia 12 tahun dan anak laki - laki berusia 5 tahun. Mereka berdua adalah saudara sekandung. Sepertinya dua anak itu yang Boruto, Himawari, dan Sarada lihat.
Naruto menghela nafas dan meminta laporan dibawakan padanya ke kantor dan wanita itu memberikan salam sebelum menutup teloponnya. Naruto tidak ingin berpikiran negatif, tetapi sepertinya akan ada korban lagi hari ini. Naruto mengehela nafas sekali lagi dan bangkit menuju ruang rapat untuk membahas masalah Shinori dengan para tetua yang sudah di rencanakan kemarin hari.
Semoga rapat yang keberapa kalinya ini ada hasilnya.
.
.
.
.
.
Boruto melempar Shuriken ke udara bersamaan dengan lemparan dari Mitsuki. Shuriken Mitsuki menancap tepat pada lingkaran kecil di papan bundar yang disangkutkan pada pohon pada ketinggian 3 meter. Sedangkan Shuriken Boruto hanya tertancap pada lingkaran ke tiga saja.
"Lumayan. Kau sudah ada peningkatan." Komentar Sasuke yang sedari tadi melihat dua anak manusia ini saling adu. Tapi, yang namanya Boruto memang tidak ingin kalah dari siapapun. Boruto menatap tajam Mitsuki yang hanya terkekeh saja menanggapi tingkah Boruto.
"Masih belum. Tidak ada peningkatan sama sekali. Uuhhh.. Menyebalkan!" Boruto memanjat pohon keatas dan mengambil Shurikennya yang tertancap papan kayu di atas itu. Sasuke menghela nafas ketika mengingat tingkah anak temannya. Sama persis. Tidak mau kalah. Meningatkan Sasuke akan Naruto yang tidak pernah menyerah dalam mengernya untuk kembali ke Konoha. Sesaat Sasuke tersenyum dalam hati mengingat masa lalu.
Sasuke memutuskan untuk beristirahat sejenak. Berjalan menuju batang pohon yang tertidur—seperti habis tumbang—dan duduk di atasnya. Meraih botol minum itu dan menegaknya perlahan. Melihat Boruto yang marah - marah tak jelas pada Mitsuki sambil memperhatikan lemparan Shuriken Boruto yang lagi - lagi gagal.
Setelah ketahuan curang oleh Ayahnya di ujian Final Chunin, Boruto memutuskan untuk berlarih lebih keras agar suatu saat bisa melampaui Ayahnya. Tapi Sasuke tidak yakin kalau kerjaannya Boruto hanya mencak - mencak tak jelas dan tidak serius.
Sasuke mengedarkan pandangan ke sekeliling hutan. Hijau dan udara yang menyejukan. Tetapi mata Sasuke berhenti kepada sepasang anak manusia yang seperrinya memasuki hutan lebih dalam. Sasuke menghampiri Mitsuki dan Boruto untuk menghentikan latihannya.
"Ikut aku!" Kata Sasuke. Mitsuki dan Boruto mengikuti Sasuke yang berjalan memasuki hutan lebih dalam.
"Ada apa paman?" Tanya Mitsuki.
"Lihat dua orang laki - laki disana. Berbahaya jika mereka hanya berdua. Aku berniat menghampiri mereka." Ucap Sasuke. Boruto dan Mitsuki melihat dua orang laki - laki yang berjalan di depan dan mengangguk paham.
"Sepertinya itu Rei dan Rai." Ucap Boruto. Sasuke mendelik sebentar dan kembali memperhatikan kedua orang itu.
"Kau mengenalnya?" Tanya Sasuke.
"Mereka Si kembar Rei dan Rai dan mereka Chunin." Jelas Boruto.
"Ah.. Aku juga tau mereka. Mereka yang selalu berdua kemana - mana, tidak punya teman dan selalu memyendiri. Tetapi mereka punya tim. Mereka hanya akan bersama timnya ketika ada misi, setelah itu mereka berdua bersama kembali." Jelas Mitsuki lebih panjang.
"Sial! Apa mereka tidak mendengar pengumuman dari Hokage? Bisa - bisa mereka diculik oleh Shinori." Sasuke berucap dan makin melajukan langkahnya setengah berlari. Menghampiri si kembar. Boruto dan Mitsuki mengikuti Sasuke dari belakang.
Ketika si kembar sudah mulai berada dalam jangkauan, cahaya putih yang terang itu muncul. Jadi ini yang namanya Shinori? Sasuke baru pertama kali melihat ini.
"I—itu. Itu Shinori." Teriak Boruto. Mitsuki memanjangkan kedua lengannya dan mulai melilitkan pada tubuh Si kembar. Mitsuki mulai menarik mereka, tetapi tubuh Mitsuki terseret. Si kembar seperti tidak ingin berhenti melangkah memasuki Shinori itu.
Sasuke mencoba melangkah memasuki Shinori, tetapi tubuh Sasuke menembusnya. Sasuke kembali pada Si kembar dan mulai menariknya. Tidak berhasil. Sangat berat.
Sasuke melihat kedua matanya mengalirkan air mata. Sama seperti gosip - gosip yang beredar tentang Shinori. Seketika mereka bertiga terlempar kebelakang dan sinar terang itu keluar. Membutakan sejenak mata mereka.
Setelah mata mereka membiasakan untuk kembali melihat, mereka tidak melihat Si kembar dimana - mana. Sasuke mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa menghentikan Si kembar.
"Apa Shinori tidak dapat dihentikan? Paman?" Mitsuki bertanya pada Sasuke. Sasuke berdiri dari duduknya dan membersihkan jubahnya yang terkena tanah karena sempat terguling - guling tadi.
"Aku tidak tahu." Kata Sasuke. "Yang pasti aku akan melaporkan ini pada Naruto. Kalian berdua ikut aku. Kita akan jadi saksi. Aku mendapatkan informasi dari Shinori yang aku lihat."
Keduanya mengangguk dan berjalan keluar dari hutan tempat mereka berlatih melempat Shuriken. Mengikuti Sasuke agar sampai ke kantor Hokage.
.
.
.
.
.
Kakashi dan Shikamaru mengikuti Naruto memasuki ruang Hokagenya dengan tampang marah. Naruto yang begitu seriusnya menanggapi kasus Shinori ini hanya mendapat tanggapan biasa dari para tetua. Naruto bahkan sedikit membentak ketika berbicara kepada mereka.
Para tetua sialan itu sepertinya tidak mau pusing dan meyerahkan semuanya pada Hokage. Naruto hanya ingin kerja samanya untuk melindungi Negaranya, karena semakin hari semakin memprihatinkan. Mereka bilang, jika mereka hanya menghindari berdua dengan seseorang, mereka sudah bisa menghindari Shinori. Bisa menghindari Shinori bukan berarti bisa menemukan para korban kan?
Naruto meninggalkan rapat dengan kasar, membuat semua tetua kaget melihat Hokage ke Tujuh ternyata marah dengan pendapat mereka. Hokage pun meninggalkan rapat tanpa ada salam penutup. Para tetua sedikitnya merasa bersalah pada Hokage karena telah membuat kesimpulan yang seperti dan membuat Hokage marah.
Naruto duduk di meja kerjanya dan mulai menghidupkan komputernya masih dengan tampang kesal. Naruto benar - benar tidak habis pikir dengan pemikiran orang - orang yang bertanggung jawab juga pada Desanya.
"Naruto. Kalau kau memasang wajah galak seperti itu, kau akan ditakuti oleh anak - anak, loh!" Shikamaru mendelik sebal mendengar ucapan dari Kakashi yang sepertinya tidak akan membuat Naruto terhibur. Buktinya Naruto tidak menanggapi kata - kata dari Kakashi.
"Aku tahu kau marah, aku pun juga marah. Tapi kalau kau begini, masalah tidak akan selesai." Shikamaru berucap dan mendapat respon dari Naruto.
"Aku—" Naruto menatap wajah Shikamaru masih dengan tampang marahnya. Naruto menghel nafas dan memperbaiki emosinya yang tadi sempat keluar.
"Aku hanya berpikir jika kita tidak punya banyak waktu. Aku harus menemukan apa itu Shinori dan menemukan para korban. Aku tidak bisa diam saja." Lanjut Naruto dan kembali menarikan jari - jarinya di atas keyboard.
Shikamaru menghela nafas dan mulai mengerjakan pekerjaan yang harus ia kerjakan.
.
.
.
.
.
Sasuke, Boruto, dan Mitsuki tengah berjalan di tengah kota menuju kantor Hokage. Berjalan di tengah kota seperti ini membuat mata Boruto tidak tahan untuk tidak melihat - lihat. Beberapa toko yang berjualan membuat perhatian Boruto tetalihkan. Tak teekecuali Mitsuki.
Ketika kepala Boruto tengah menengok ke kiri, ia melihat kaset DVD game yang ia cari. Boruto berlari menempelkan seluruh badannya pada kaca di toko itu. Itu adalah Game yang sangat ingin Boruto beli. Boruto lupa jika hari ini perilisannya dan mulai dijual di toko - toko game.
"Paman Sasuke!" Teriak Boruto. Sasuke yang berjalan mendahului Boruto, menengok kebelakang ketika mendengar suara Boruto memanggil. Saat itu ia melihat Boruto tengah menempelkan badannya di kaca depan toko. Dasar! Tidak Bapak tidak Anak sama - sama memalukan.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Sasuke. Boruto menengok kearah Sasuks dengan mata berbinar - binar. Mitsuki menghampiri Boruto dan melihat apa yang tengan Boruto lihat.
Ah.. Ternyata Game ya? Mitsuki tahu game itu karena Boruto pernah mengajaKnya bermain. Game itu adalah seri ke 3, bagian klimaks nya ada di sana. Wajar jika Boruto sangat menginginkannya. Sebenarnya Mitsuki juga sangat menginginkannya.
"Paman Sasuke, tunggu dulu ya. Aku ingin membeli sesuatu. Sebentar saja. Yah? Yah?" Sasuke memutar matanya dan mengangguk. Setelah berpesan jangan lama - lama, Boruto bersorak dan memasuki toko itu bersama Mitsuki.
Setelah menunggu, Boruto dan Mitsuki keluar dengan bungkusan yang ada di tangan Boruto. Sasuke kembali berjalan diikuti Boruto dan Mitsuki di belakannya.
"Aku tidak tahu kalau harganya semahal itu. Untung ada kau, Mitsuki. Kita bisa patungan." Mitsuki mengangguk menyetujui. Kalau patungan begini, Mitsuki bisa bermain bersama Boruto lebih lama.
"Oni-Chan!" Suara yang terdengar lirih itu seperti di teriakan tetapi pada tempat yang sangat jauh, terdengar ke kuping Boruto. Tetapi Boruto tidak menanggapi dengan serius.
"Oni-Chan!" Suara itu terdengar lagi, tapi lebih jelas. Boruto masih tidak menanggapi panggilan itu, bisa saja itu untuk orang lain, lagipula kalau ini suara Himawari, ia sungguh hapal suara imut adiknya itu. Bukan seperti suara yang terdengar seperti bocah bandel yang dilepas orang tuanya.
"Naruto Oni-Chan!" Ah.. Suara itu sekarang terdengar sangat jelas. Seperti teriakan bocah—eh?
Tunggu!
Apa tadi?
Naruto?
Ayahnya?
Boruto membalikan badannya melihat siapa yang berani - beraninya memanggil nama Ayahnya dengan embel - embel Oni-Chan. Harusnya mereka memanggil Ayahnya Hokage-sama atau Nanadaime-sama. Bukan Oni-Chan seperti itu.
Sasuke dan Mitsuki yang mendengar teriakan melengking itu juga ikut menoleh. Penasaran, siapa orang yang memanggil Naruto dengan sebutan Oni-Chan tersebut.
Tiba - tiba seorang anak kecil kira kira berusia 6-7 tahun memeluk Boruto dan menenggelamkan kepalannya pada dada Boruto dan sepertinya, menangis?
"Akhirnya ketemu!" Teriak anak itu di dada Boruto. Boruto yang tiba - tiba mendapat pelukan maut dari bocah laki - laki tak dikenal ini hanya bisa menatap Mitsuki dan Sasuke secara bergantian. Berharap mendapatkan pertolongan dari kedua orang yang sedaritadi hanya memperhatikannya.
Bocah itu melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya menggunakan tangan kecilnya. Menunjuk Boruto menggunakan tangan kecilnya di depan wajah Boruto.
"Naruto Oni-Chan akhirnya ketemu! Kalau mau pergi bilang - bilang dong—" Bocah itu berhenti bicara ketika melihat Boruto dengan jelas.
"Are?" Bocah itu memiringkan kepalanya. "Naruto Oni-Chan, bukan ya?" Bocah itu melanjutkan kata - katanya. Ketika sadar yang di peluknya tadi bukan orang yang dicari, bocah itu kembali memasang ekspresi ingin menangis. Telunjuknya turun dan memandang Boruto penuh sesal.
"Naruto Oni-Chan dimana?" Tanya bocah itu sambil meremas baju yang ia pakai. Sasuke yang terus memperhatikan bocah itu menyipitkan matanya. Berusaha melihat dan mengingat dengan jelas bocah yang mulai terisak itu. Sasuke sepertinya pernah lihat, tapi dimana ya?
Mitsuki menghampiri bocah itu dan berjongkok agar tinggi badannya menyamai tingginya. "Kau hilang dari kakakmu ya?" Bocah yang tadi terisak mulai kembali menghapus matanya dan mengangguk cepat.
"Aku hanya pergi sebentar untuk melihat Kunai di toko sana—" Bocah itu menunjuk dengan tangan kecilnya kebelakang. "—Tapi saat aku kembali, mereka tidak ada. Mereka pasti meninggalkanku. Maka dari itu aku pergi mencarinya." Lanjut Bocah itu.
"Mereka? Kakakmu banyak?" Tanya Mitsuki. Bocah itu menggeleng.
"Bukan. Aku tidak punya kakak, sebenarnya. Mereka teman - temanku."
Mitsuki mengangguk paham. "Kalau begitu, teman - temanmu ada berapa?" Tanya Mitsuki. Bocah itu terlihat bingung dan mulai mengeluarkan jarinya, sepertinya ia menghitung teman - temannya.
"Ada dua belas." Kata bocah itu. Mitsuki dan Boruto yang mendengar bahwa temannya ada dua belas tersentak dan tertawa.
"Hee.. Temanmu banyak juga." Bocah itu mengangguk. "Kalau menurutku, mereka tidak meninggalkamu. Mungkin saja mereka mencarimu karena kau tiba - tiba menghilang dari rombongan mereka." Bocah itu mengangguk paham.
"Ternyata begitu. Sudah kuduga. Naruto Oni-Chan tidak akan meninggalkanku. Soalnya dia orang baik." Mitsuki mulai berdiri dan menggandeng tangan Bocah itu.
"Haruskah kita membawanya?" Tanya Mitsuki pada Sasuke. Sasuke berjalan dan berjongkok menyamai tinggi badan bocah itu.
"Apa kau punya nomor handphone orang tuamu?" Tanya Sasuke.
"Nomor Handphone?" Bocah itu memiringkan kepalanya pertanda tidak tahu apa yang dimaksud oleh Sasuke. Sasuke menghela nafasnya.
"Kamu mau ikut kami? Kami akan mencari teman - temanmu." Bocah itu mengangguk. Sasuke dan yang lainnya kembali berjalan menuju Kantor Hokage. Sepanjang jalan Bocah itu terus memandangi Boruto. Boruto yang risih dipandangin seperti itu juga merasa kesal.
"Kenapa kau memandangiku begitu?" Bocah itu tersentak kemudian tertawa menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Yahh.. Aku pikir kau sangat mirip dengan Naruto Oni-Chan, begitu." Boruto memutar matanya.
"Ngomong - ngomong siapa namamu?" Tanya Mitsuki sambil tersenyum manis. Bocah itu mengalihkan pandangannya dari Boruto dan mulai menatap Mitsuki.
"Ah.. Namaku—"
"KONOHAMARU!" Teriakan itu terdengar oleh kuping Bocah itu, Mitsuki, Boruto, dan juga Sasuke. Mereka menoleh kearah kanan dan melihat beberapa anak yang berusaha menyeberangi jalan.
"Naruto Oni-Chan!" Teriak bocah itu. Ketika semua telah sampai disebrang, mereka berlari menghampiri Sasuke, Boruto, dan Mitsuki. Menatap Bocah itu dengan senyuman—
PTAKK!
"Aduhhh!" Bocah itu mengaduh merasakan sakit yang menyerang kepalanya. Memegang mengelus - elus kepalanya.
"Naruto Oni-Chan! Sakit!" Bentak bocah itu pada Si Anak Pirang itu.
"Bodoh! Kau pergi kemana saja, huh? Kami semua mencarimu!" Anak yang dipanggil 'Naruto' itu mengepalkan tangannya dengan marah.
"Aku tahu! Kau tak perlu memukulku. Sakit tahu!" Bocah itu membentak kembali orang yang lebih tua darinya itu.
PTAKK!
Suara jitakan itu terdengar lagi. Tetapi asalnya dari Si Anak Perempuan yang menjitak kepala Bocah Pirang yang tadi menjitak Bocah yang dipanggil Konohamaru. Boruto dan Mitsuki tersentak ketika mendengar suara jitakan yang lumayan keras itu.
"Baka Naruto! Dia hanyalah anak kecil. Kau tidak perlu membentaknya seperti itu!" Si Anak berambut merah muda itu mengepalkan tangannya setelah menjitak anak yang di panggil Naruto itu.
"Aduh.. Sakit, Sakura-Chan." Si pirang mengaduh kesakitan ketika kepalanya di jitak oleh Si rambut merah muda itu. Anak yang di panggil Konohamaru itu ikut menunjuk ke arah Anak pirang yang dijitak tadi.
"Itu benar! Aku hanyalah anak kecil yang tidak perlu dijitak." Anak yang dipanggil Naruto itu mengepalkan kedua tangannya dan mengeluarkan suara mengedan geregetan.
"Uuuugghhh... Kau bocah kecil menyebalkan! Kalau kau terus menyebalkan seperti ini, kau tidak akan jadi Hokage." Naruto membalas menunjuk Konohamaru dengan telunjuknya di depan wajah Konohamaru. Konohamaru yang tidak terima ditunjuk - tunjuk seperti itu, menepis kasar tangan Naruto dan mereka berdua memulai adu tatap. Terlihat sengatan listrik mengalis di kedua mata mereka.
"Kalau kau kekanak - kanakan begitu, malah kau yang tidak akan bisa jadi Hokage, Dobe! Yah.. Walau kau berusaha kau tidak akan jadi Hokage karena kau Dobe!" Anak lelaki yang mempunyai model seperti buntut ayam itu mulai mengomentari kata - kata dari Si Bocah Naruto. Naruto mengalihkan pandangannya dari Konohamaru ke Anak laki - laki berambut raven itu.
"Sasuke, Teme! Jangan asal bicara! Kau tidak tahu masa depan kan? Siapa tahu aku akan jadi Hokage di masa depan." Ucap Si Pirang Naruto yang mulai menatap tajam pada Si Raven yang dipanggil Sasuke ini.
"Hah? Kalau orang Dobe sepertimu menjadi Hokage, akan hancur Negeri ini nanti, dasar dobe!" Si Raven Sasuke membalas tatapan death glare andalannya pada Naruto, walau Naruto tak bisa mati dengan tatapan seperti itu. Mereka mulai bertatap - tatapan menyalurkan rasa kebencian mereka satu sama lain.
"Hah? Kau ini suka sekali cari ribut ya, Teme!"
"Yang cari ribut duluan itu kau, Dobe!"
"Itu karena kau menyebalkan, Teme!"
"Kau lebih menyebalkan, Dobe!"
"Bisakah kau tidak memanggilku Dobe, Teme?!"
"Aku akan tetap memanggilmu Dobe, Dobe!"
"Gyaahhh... Kau memanggilku Dobe dua kali, kau ini cari mati ya?!"
"Kau ingin aku membunuhmu disini, hah?"
"Kau ingin aku dan kau bertarung? Oke.. Akan aku lakukan, Teme!"
"Majulah kalau kau memang berani, Usuratonkachi!"
"STOP!" Sasuke menghentikan pertarungan yang sebentar lagi akan berlangsung. Tangan Sasuke menarik kerah Naruto kecil menjauhi Sasuke kecil. Dengan begitu mereka tidak akan ribut. Tapi sebelum itu, izinkan Sasuke berteriak dalam hati.
APA - APAAN INI!?
Boruto dan Mitsuki hanya bisa mematung sedari tadi. Ketika melihat orang - orang ini Boruto dan Mitsuki sudah mematung bingung dan shock.
Boruto melihat Ayah kecilnya. Ia yakin itu Ayahnya karena Boruto pernah melihat foto Ayahnya waktu kecil. Lalu ada Paman Sasuke kecil dan Bibi Sakura kecil. Boruto melihat mereka bertiga di foto itu ketika Ayahnya dan Paman Sasuke juga Bibi Sakura masih menjadi tim sewaktu mereka Genin. Tapi apa - apaan ini?
Mitsuki dan Boruto tidak bisa berkata apa - apa. Ia juga melihat bocah kecil yang tadi sempat memeluk Boruto di panggil Konohamaru oleh Ayahnya. Apa dia Konohamaru Sensei? Bocah kecil bopung dekil yang memakai syal kepanjangan ini Konohamaru Sensei?
Boruto, Mitsuki, dan Sasuke bisa pingsan ditempat karena kejadian absrud ini.
Sasuke tersentak sadar dari keterkejutannya melihat pemandangan diluar logikannya dan mulai mengambil tindakan.
"Kalian semua kemari. Ikut aku!" Sasuke berjalan menjauhi jalanan. Sasuke yang masih memegang kerah Naruto mulai menyeret Naruto sambil memberontak mengatakan lehernya sakit dan mengaduh. Semuanya saling menatap heran dan akhirnya mengikuti Sasuke juga.
Boruto dan Mitsuki yang baru sadar Sasuke telah pergi, akhirnya mengikuti Sasuke dari belakang.
.
.
.
.
.
Shikamaru dan Kakashi duduk di kursi bersebrangan di depan meja dengan Naruto yang duduk di kursi kerjanya. Kakashi yang awalnya meminta pada Naruto agar bisa mendiskusikan masalah Shinori ini bersama Shikamaru Hanya bertiga. Lagipula ini juga untuk menghindari Shinori ini.
Naruto yang memegang kertas yang ada di tangan mulai membaca kembali dan melemaskan tubuhnya bersender kebelakang di kursi kerjanya. Memutar tubunya 180° dan menghadap keluar jendela. Mengistirahatkan sejenak otak yang sudah mengepul mengeluarkan asap dengan melihat pemandangan di luar.
Shikamaru dan Kakashi sangat mengerti perasaan Naruto. Jiwa sosialnya yang tinggi dan kecintaan akan warganya membuatnya menemukan segala cara agar bisa menghentikan Shinori ini. Mereka juga harus bisa menghentikan Shinori sebelum makin banyak korban yang berjatuhan.
"Aku sudah menyeleksi semua ninja untuk misi selanjutnya." Ucap Shikamaru memberi laporan.
"Aku tertolong, Shika. Kalau tidak ada dirimu, entah bagaimana diriku ini." Ucap Naruto masih dengan memandang ke luar jendela.
"Ini mudah. Kau bisa memintaku mengerjakan apa saja, agar kau bisa lebih fokus pada Shinori." Naruto mengangguk yang tidak bisa dilihat oleh Shikamaru karena kursi kerja Naruto yang tinggi dan lebar. Shikamaru sedang mengerjakan laporan keuangan yang telah dikeluarkan untuk menyelidiki Shinori.
"Aku akan menggunakan dana lebih dari kemarin untuk meningkatkan penyelidikan tentang Shinori. Bagaimana menurutmu, Naruto?" Tanya Kakashi yang masih menggenggam kalkulator.
"Ah.. Itu juga boleh." Ucap Naruto membalikan badannya dan mengambil kertas yang telah disodorkan pada kakashi dan menorehkan tanda tangannya keatas kertas putih itu.
"Walaupun aku tidak tahu ini ada gunanya." Naruto terkekeh dan kembali menatap komputer di depannya. Meraih mouse di samping monitor dan kembali mengerjakan pekerjaannya.
"Kau akan menyerah, Naruto?" Tanya Shikamaru. Naruto melirik sejenak kearah Shikamaru dan merentangkan tangannya keatas. Merenggangkan seluruh otot tubuh yang terasa kaku. Menaruh kedua tangannya ke belakang kepalanya sebagai bantalan.
"Aku hanya putus asa, Shika. Aku tidak tahu apa tindakanku itu sekarang benar atau salah. Aku tidak bisa menolong wargaku yang ingin kulakukan. Aku tidak tahu apa yang benar - benar harus kulakukan." Ucapnya sambil memutar - mutar kursi kerjanya.
"Aku bingung." Lanjutnya.
Shikamaru dan Kakashi menghela nafas. Mereka berdua jelas tahu apa yang sedang menimpa Desa mereka. Tetapi mereka juga sebenarnya bingung. Selama ini yang mereka lakukan, akan ada hasilnya ataukan ini semua sia - sia? Mereka bertiga sedang putus asa.
Naruto kembali memandang pemandangan luar dari jendela. Menatap patung wajah Ayahnya di luar dengan tatapan sedih.
'Ayah. Apa yang harus aku lakukan?'
.
.
.
.
.
Sasuke menyeret kerah Naruto kecil kesebuah Gang yang lumayan besar. Mereka semua masuk ke gang gelap itu karena mengikuti Sasuke. Setelah masuk cukup dalam, Sasuke melepaskan eratannya pada kerah Naruto kecil lalu terbatuk - batuk kecil setelah ia berteriak - teriak minta di lepaskan.
"Hei! Apa yang kau lakukan padaku?! Kalau aku mati bagaimana?!" Tunjuk Naruto kecil pada Sasuke dengan tidak sopannya. Sasuke kecil terkekeh dan tersenyum yang menurut Naruto itu sombong dan sangat sok.
"Kalau kau mati itu sebuah anugrah, Dobe!" Kata Sasuke kecil.
"Apa?! Kau mau cari mati hah?" Tanya Naruto kecil pada Sasuke kecil sambil mengeluarkan asap dari hidungnya.
"Kau malah yang akan mati." Ucap Sasuke kecil yang sama - sama menatap tajam Naruto.
"Bisakah kalian berdua berhenti bertengkar?" Ucap Shikamaru kecil mengorek telinganya dengan kelingking kirinya. Boruto yang baru tahu, ternyata persahabatan Ayahnya dan Paman Sasuke seperti ini. Unik sekali.
"Dia benar. Kalian berdua harus berhenti bertengkar." Semua anak yang ada di sana mulai memperhatikan orang dewasa yang wajahnya sedikit familiar di kepala mereka. Orang dewasa satu - satunya disini terlihat menarik nafas kemudian membuangnya secara perlahan.
"Oke. Pertama - tama, kenapa kalian bisa ada disini?" Tanya Sasuke. Semuanya saling menatap seperti mengatakan jika harus ada yang berbicara.
"Ini semua salah dia." Tunjuk Sasuke kecil pada Naruto kecil. Naruto kecil yang merasa ridak terima mulai meremas telunjuk Sasuke kecil yang mengarah pada wajahnya.
"Hah? Apa - apaan kau?" Kata Naruto kecil.
"Lagipula, kenapa kau bertanya seperti itu pada kami?" Tanya Neji.
"Ya! Seperti kau tahu kalau kami bukan dari sini!" Lanjut Ino.
Sasuke menghela nafas. Mulai menunjukan satu - satu wajah yang ada di hadapannya.
"Kau, Uchiha Sasuke, Uzumaki Naruto, Haruno Sakura, Nara Shikamaru, Yamanaka Ino, Akimichi Chouji, Inuzuka Kiba, Aburame Shino, Hyuga Hinata, Hyuga Neji, Tenten, Rock Lee, dan kau Sarutobi Konohamaru. Apa aku salah?" Tanya Sasuke membuat semua yang ada di sana melongo.
"Ke—kenapa kau tahu kami?" Tanya Tenten kecil.
"Sekarang jawab pertanyaanku dulu, bagaimana bisa kau ada di sini?" Tanya Sasuke.
"Kami waktu itu sedang berkumpul, tetapi Si Naruto Dobe ini malah mengikuti cahaya yang mencurigakan." Jelas Sasuke kecil. Sasuke melebarkan matanya mendengar penjelasan dari Sasuke kecil.
"Bagaimana bentuknya?" Tanyanya kembali.
"Seperti portal? Berbentuk oval tapi terang." Kali ini Neji yang menjawab.
"Apa kalian memasuki portal itu dengan sengaja?" Tanya Sasuke. Semuanya mengangguk.
"Portal itu terbang dan menuju hutan, Naruto mengejarnya lalu kami mengikutinya. Ketika Naruto masuk portal itu, kami mengikutinya masuk ke dalam portal itu. Lalu kami semua berada disini" Jelas Tenten. Naruto yang baru ingat ada Konohamaru langsung menoyor kepala Konohamaru.
"Hei, kau! Aku bilang kan, kau kusuruh tunggu di tempat biasa. Kenapa kau mengikutiku kesini, huh?" Ucap Naruto berdecak. Konohamaru kecil hanya bisa mengelus - eluskan kepalanya yang menjadi korban kekerasan dari Naruto kecil.
"Aku melihat Naruto Oni-Chan berlari mengejar sesuatu yang berwarna putih itu, dan aku mengikutimu. Aku menyuruh Udon dan moegi untuk menunggu disana."
.
.
Suara jangkrik musim panas terdengar di telinga dua anak kecil yang tengah duduk di atas kayu pohon di pinggiran hutan.
"Konohamaru lama sekali." Ucap Udon.
"Kau benar." Ucap Moegi.
Kemudian suara gagak lewat pun terdengar.
.
.
"Tidak mungkin. Ketika aku mencoba masuk, tubuhku malah menembus cahaya itu." Ucap Sasuke berbicara sendiri.
"Paman benar. Lagipula cahaya itu tidak terbang." Lanjut Boruto.
"Mungkinkan itu Shinori yang lain?" Ucap Mitsuki berspekulasi.
"Bisa saja." Ucap Sasuke. "Yang pasti kita harus membawa kalian semua kehadapan Hokage."
"Tunggu dulu! Kau belum menjawab pertanyaanku. Sebenarnya kalian siapa?" Potong Tenten. Sasuke membawa Boruto kehadapan semuanya dan meremas pelan pundak kanan Boruto.
"Apa kalian tidak merasa familiar dengan wajah kami?" Tanya Sasuke. Semuanya memperhatikan dengan seksama wajah keduanya.
"Yah kalau diperhatikan, bukankah wajah paman mirip Sasuke? Lalu anak ini mirip Naruto?" Tanya Lee yang menyentuh dagunya sambil berfikir.
"Kau benar. Aku, Uchiha Sasuke." Semua tersentak tak terkecuali Sasuke yang juga ikut kaget.
"Lalu ini, Boruto. Uzumaki Boruto. Anak dari Naruto. Uzumaki Naruto." Semua menatap Boruto dengan mulut yang menganga. Terlebih Naruto kecil sendiri yang belum bisa menerima jika anak yang didepannya bernama Boruto ini menjadi anaknya.
"E—EEEEEHHHHHHH?!" Ketiga belas anak - anak yang sepertinya datang dari masa lalu dan terbang ke masa depan, akan menjadi kisah yang sulit.
Sulit untuk menerima keadaan mereka dimasa depan.
Termasuk untuk keduanya, Naruto dan Sasuke.
.
.
.
.
.
Tsuzuku .
Minna... Ketemu lagi bareng fanfic gak jelas ini *wakss Aku buat fanfic kedua aku. Aku gak nyangka sih buat fic pertamaku, ternyata ada yang ngedukung aku buat terus nulis, maka dari itu aku akan buat fic kedua aku bertema ninja ninjaan. Tapi ini ada dramanya sedikit. Nanti ketemu beberapa chapter kedepan. Maapkeun kalo chapter satunya kepanjangan, kalo begitu minna.. Tanoshi ne 😻😻