MASK'S STORY

Part 1

Pair : Kageyama Tobio x Fem!Hinata Shouyou

Original Story : Haikyuu! By Furudate Haruichi

.

.

.

primroselin

.

.

enjoy

Nafasnya terhembus lepas. Ia melihat sinar matahari siang yang sudah mulai menguning. Mata birunya yang gelap segera melirik ke arah arloji yang melingkar di lengan. Sudah hampir pukul 2 sore, ya?

Kageyama berdiri dari tempat duduknya dan pergi ke arah kasir untuk membayar makan siangnya. Petugas kasir itu adalah seorang gadis, yang tentu saja, bereaksi sama dengan gadis-gadis lain yang sudah pernah melihat wajahnya.

"Se-semuanya 840 yen" katanya gugup dengan semburat merah di wajah dan sesekali bola matanya melirik ke arah Kageyama.

Sudah bukan hal yang asing lagi baginya, ketika banyak orang-orang, terutama para gadis, yang memandang dengan bibir terbuka karena terpesona dengan ketampanannya. Sudah bukan hal yang aneh lagi baginya, bila ada seseorang yang menawarinya pekerjaan untuk menjadi model atau bintang iklan. Dan sudah hal yang biasa baginya ketika mendadak ada seseorang yang mendekat untuk meminta nomor atau bahkan mengajaknya ke tempat sepi untuk merayunya, menyajikan diri mereka secara gratis, dan berharap sebuah sentuhan darinya. Dia sudah bosan akan semua hal itu, bahkan benci. Mereka hanya tertarik kepada wajahnya. Mereka sama sekali tidak tahu tentang Kageyama dari dalam. Hanya wajahnya lah yang ingin mereka miliki, bukan dirinya.

Oleh karena itu, sebuah masker selalu menggantung malas di lehernya yang jenjang. Untuk menghindari tatapan orang-orang yang mengganggu itu, dia harus repot-repot menutupnya. Walaupun mau tidak mau dia harus membukanya saat sedang bertansaksi sesuatu di toko atau di bank, paling tidak, cukup baginya untuk berjalan dengan normal di kota tanpa gangguan.

Kageyama bekerja di sebuah studio tattoo yang dibukanya sendiri sekitar 5 tahun yang lalu, semenjak dia lulus SMA. Dengan modal keterampilan seadanya dan mengambil sedikit keuntungan dari wajahnya yang tampan, usahanya lumayan laris di kalangan anak muda. Mulai dari jam 2 sore sampai jam 10 malam, dia menjalankan studionya sendirian. Dan tepat setelah dia mulai mentatto dengan menutup maskernya (setelah dirasa 'promosi'nya sudah cukup), sekitar 3 tahun yang lalu, gadis berisik itu mulai bekerja di sebelah studionya.

'Hinata', begitulah bunyi barisan huruf yang terpampang di seragam pelayannya. Sebelah studionya adalah sebuah tempat makan kecil yang dikelolah oleh lima orang. Sawamura-san, sang pemilik yang hanya pernah ditemui Kageyama lima - enam kali, Asahi-san, seorang koki yang bertubuh bongsor dan berwajah seram namun sedikit penakut, Ennoshita-san, seorang petugas khusus antar pesanan yang juga seorang pelayan, serta dua pelayan wanita tambahan yang masing-masing seorang gadis lembut berambut abu-abu bernama Sugawara-san dan Hinata sendiri.

Hinata bertubuh pendek, paling pendek dibanding empat orang lain yang bekerja di kedai tersebut. Dia berambut oranye dan berisik. Super berisik. Di hari pertama dia bekerja ke kedai itu, dia sudah mengganggu Kageyama dengan puluhan pertanyaan karena penasaran dengan pekerjaannya (yang dibalas ketus oleh Kageyama hingga membuat keduanya langsung bermusuhan). Tapi dilihat dari caranya berkomunikasi dengan pelanggan, Hinata terlihat sebagai orang yang mudah sekali bergaul dan mengambil hati seseorang. Tidak heran kalau ternyata nanti Kageyama mendapati kedai tersebut laris karena keramahan salah satu pelayannya.

.

.

.

.

Kageyama baru menyelesaikan tiga perempat dari desain tattonya saat ia melihat jam sudah menunjuk pukul 7 malam. Perutnya yang kosong sudah mulai mengeluarkan suara protes. Tanaka-san, pelanggannya yang sedang ditatto, tertawa mendengarnya.

"Kau lapar?"

"Kedengarannya begitu." Sahut Kageyama yang disambut oleh gelak tawa Tanaka selanjutnya.

"Makanlah dulu, Kageyama. Aku tidak buru-buru."

"Baik," Kageyama langsung mengambil ponsel, "Tanaka-san mau dipesankan juga?"

"Pesan di mana?"

"Kedai sebelah."

"Boleh, di sana masakkannya enak."

Kageyama mengambil ponsel. Sebuah suara lembut yang amat dikenalnya mengangkat panggilannya. Sugawara-san.

"Selamat malam, kedai Karasuno di sini. Ada yang bisa dibantu?"

"Ah, ini aku Kageyama, Sugawara-san."

"Oh, Kageyama. Mau pesan sesuatu?"

"Tolong Tonkotsu* untuk 2 orang. Bisa tolong antarkan?"

Terdengar Sugawara sedang menggumamkan nama Tonkotsu dan mengiyakan. Bisa Kageyama tebak dia sedang menulis pesanannya. Sebentar kemudian, dia kembali menyahut.

"Baik, ditunggu ya."

"Iya, terima kasih."

Tidak butuh waktu lama untuk keduanya menunggu hingga akhirnya pesanan diantarkan. Kageyama sedang memeriksa coil mesinnya saat pesanan itu datang, yang sialnya, bukan diantarkan oleh Ennoshita-san, tapi oleh si berisik Hinata.

"Whoaaa Tanaka-saan!" Teriakan cempreng Hinata dari kejauhan bahkan masih mampu membuat Kageyama kaget. Dia melihat gadis itu berjalan sedikit cepat ke arah mereka. Kuncirnya yang bergelombang bergerak-gerak semangat mengikuti setiap tapak kakinya. Decak sebal pun muncul dari bibir Kageyama.

Dia lagi.

Hinata datang dengan seragam pelayan dari kedai itu, sama seperti biasa. Sebuah baju berkerah berwarna oranye dan berkancing dua di dada, senada dengan rambut yang secerah matahari. Serta sebuah celemek berwarna hitam polos dengan tulisan Kedai Karasuno di dada sebelah kiri dan nama Hinata di sebelah kanan.

Diam-diam Kageyama melabeli bahwa seragam itu sangat cocok dengan si surai jeruk. Dengan tubuhnya yang mungil (hanya setinggi dada Kageyama) mau tidak mau Kageyama harus mengakui bahwa Hinata itu 'cute'. Kulitnya putih Asia timur dengan pipi empuk yang bersemu merah. Matanya yang lebar berwarna coklat karamel cerah dan senyumnya yang ramah dan tulus selalu menampakkan gigi yang putih bersih. Dia tidak terlalu cantik, tapi cukup untuk membuat Kageyama tertarik. Hanya saja, mulutnya terlalu menyebalkan dan itu membuat rasa tertariknya menguap tanpa sisa dalam waktu kurang dari satu jam setelah mereka bertemu untuk pertama kali.

Sepertinya akan mudah saja bagi Kageyama untuk mendapatkan Hinata, dengan bersenjatakan wajahnya. Tapi dia enggan didekati makhluk super berisik satu itu. Hinata belum pernah sekalipun melihat wajah Kageyama. Dan dia adalah orang paling terakhir di dunia yang ingin Kageyama beritahu.

"Oh! Hinata!"

"Sedang ditattoo ya?" Hinata memberikan mangkok pesanan Tanaka padanya. Dan begitu Kageyama mengadahkan tangan untuk menerima porsinya, Hinata malah menaruhnya ke atas meja.

"Ambil sendiri punyamu!" Kata si rambut jeruk dengan ketus, lalu membuang muka.

Alis Kageyama segera menukik tidak terima. Tapi dia sedang malas berdebat saat ada pelanggan begini, jadi dia hanya diam dan mengambil porsinya, meski dengan perasaan sebal. Dia bisa membalasnya lain kali.

"Tumben, mana Ennoshita? Bukannya dia yang biasanya mengantar pesanan begini?" Tanya Tanaka. Kageyama menanyakan hal yang sama dalam hati.

"Ah, dia sedang mengantar pesanan ke Jalan Wakano 3 Chome. Jadi terpaksa aku yang mengantar ke sini." Gadis mungil itu mencicit sambil mencoba menekankan kata 'terpaksa' dengan melirik sinis ke arah Kageyama.

Kageyama tidak menjawab. Lebih tepatnya, tidak memperhatikan. Dia lebih memilih segera memakan Tonkotsu-nya ketimbang meladeni Hinata, karena tidak akan ada untungnya. Ia sengaja memasang muka cuek untuk memberi kesan bahwa dia tidak peduli dengan kehadiran seorang pengganggu berambut senja di studionya yang nyaman. Dan ternyata cara ini cukup sukses, dari ujung matanya dia bisa melihat gadis itu segera terlihat mengkerutkan kening dan menggembungkan pipinya kesal karena tidak ditanggapi sama sekali.

Hinata berdiri cepat dan mengambil nampannya beberapa saat kemudian. Sepertinya sudah tidak tahan dengan ketidakpedulian Kageyama. "Nanti kembalikan mangkoknya ya, Tuan Tattoo-artist."

Hanya sebuah gumaman pelan yang muncul dari Kageyama. Dia kembali memfokuskan diri pada tattoo dan tonkotsunya.

Sesaat, Kageyama berharap kaki itu akan segera pergi dari studio. Tapi setelah agak lama, Hinata tak juga keluar ruangan. Kageyama melirik terganggu, dan dia mendapati Hinata sedang mengintip kecil pada tattoo yang dibuatnya di punggung Tanaka.

"Apa lihat-lihat?"

Hinata berjengit kaget,"Ti-tidak. Cuman lihat saja kok, memangnya tidak boleh? Barangkali saja nanti aku bisa mengakui karyamu dan-"

"Maaf saja ya, tapi aku tidak mau melukiskan mahakarya-ku ke atas kulitmu yang bersisik itu." Kageyama memotong cepat.

Sesuai dugaan Kageyama, mata karamel itu membola dengan cepat dan wajahnya berubah merah padam karena marah. Kageyama sadar pasti dia jadi makhluk hidup ter-menjengkelkan di dunia bagi Hinata, karena begitu pula sebaliknya.

"Oh ya, tentu saja! Memang aku baru saja memastikan gambarmu cocok atau tidak di kulitku, dan sudah kudapati kalau aku tidak akan bersedia mengorbankan kulit indahku untuk jadi kanvas MA-HA-KAR-YA-mu yang mirip ceker ayam itu!"

Hinata berbalik dengan muak dan meninggalkan Kageyama dan Tanaka begitu saja. Tapi baru beberapa langkah gadis itu berbalik dan berteiak kencang, "KAGEYAMA NO BAKA!" dan langsung kembali dengan setengah berlari ke kedainya sendiri.

Suasana membeku sesaat. Tanaka yang dari tadi terbengong-bengong melihat tingkah kedua manusia di depannya akhirnya mengeluarkan suara.

"Kalian…..akrab ya?"

.

.

.

.

Kageyama baru saja menapakkan beberapa langkah kakinya ke dalam kedai saat Hinata dan Sugawara terlihat membicarakan masalah serius di meja depan. Tampaknya mereka sedang bersih-bersih karena semuanya sudah tertata rapi.

"Lewat sana?" Sugawara mengkerutkan keningnya memandang Hinata, Hinata mengangguk cepat.

"Iya, barangkali Sugawara-san mau ke sana? Entah itu ke Supermarket Sakanoshita atau kemana begitu?"

"Tidak, Hinata. Aku ingin segera pulang, hari ini melelahkan sekali."

Hinata tampak menggumam kecewa. Sesaat dia melihat Kageyama. Entah kenapa, sikapnya terlihat biasa saja setelah pertengkaran mereka tadi. Dia berjalan dengan normal ke arah Kageyama dan mengambil mangkok dan uang dari tangannya.

"Tunggu sebentar, akan kuambilkan kembalian."

Tentu saja ini terasa agak aneh bagi Kageyama. Biasanya Hinata akan membuang muka benci dan bertingkah menyebalkan saat melihat Kageyama datang ke kedainya. Bahkan menolak berada di dekatnya dengan radius sampai lima meter lebih. Apa dia sebegitu marahnya sampai-sampai bersikap begitu normal? Atau dia ingin membalas sikap cuek Kageyama tadi?

"Kalau Asahi-san tidak ke sana?" Tanya Hinata.

Asahi yang sedang melepas celemeknya menoleh. Pria berjenggot itu tersenyum lembut dan meminta maaf seperti biasanya. "Maaf, Hinata. Tapi aku tidak ada perlu apa-apa ke sana."

"Memangnya kenapa, Hinata?" Tanya Sugawara dengan muka khawatir.

"Ah, ti-tidak. Hanya saja kalau ada yang ke sana kan enak bisa jalan bersama." Mungkin karena sadar sudah membuat orang lain khawatir, Hinata menerangkan maksudnya sambil menggaruk pipi yang Kageyama yakini, sebenarnya tidak gatal.

Kageyama menaikkan sebelah sekarang Hinata-lah yang khawatir. Tidak seperti dia yang biasanya sama sekali. Ada yang aneh dengan gadis pendek satu itu. Dugaan Kageyama menguat ketika Hinata salah mengambil jumlah kembalian untuknya. Sepertinya pertengkaran mereka hilang begitu saja dari benaknya. Digantikan oleh sesuatu yang membuatnya gusar. Entah apapun itu.

.

.

.

.

To be continued

Biarkan sekali-sekali Kageyama ganteng /yha

*(Tonkotsu= sejenis mie ramen yang dihidangkan dengan kuah dari tulang babi yang direbus berjam-jam dan disajikan dengan kuah + potongan daging babi di atasnya)