"Hyung, apa kau sudah gila?"
Jeon Wonwoo tersenyum tipis dan mengusap puncak kepala adiknya yang sedang menangis itu. "Berani sekali kau mengataiku gila? Aku cukup waras untuk melakukan hal ini. Tidak usah memikirkanku. Pikirkan sekolah dan juga kakek. Sepeninggalku dari sini, kau harus menjaganya, mengerti, Jungkook-ah?"
Jeon Jungkook menggeleng sembari menyedot ingusnya, "Hyung tidak boleh pergi! Aku lebih memilih tidak sekolah daripada harus menyerahkan hyung pada orang seperti Kim Mingyu!"
Wonwoo menarik napas, "Jangan keras kepala, Jungkook. Kau satu-satunya tulang punggung keluarga. Aku tidak berguna lagi bagi kalian. Kau satu-satunya yang bisa menjaga dan merawat kakek."
"Tapi, hyung—"
"Aku akan hidup baik. Aku janji."
Wonwoo bernapas dengan berat dalam tangkupan kedua tangannya. Saat ini ia sudah berada di salah satu kamar milik pengusaha kaya bernama Kim Mingyu itu. Menjual dirinya—menggantikan semua hutang-hutang keluarganya dengan dirinya.
Setidaknya, itu adalah hal terakhir yang bisa dilakukan Wonwoo untuk kakeknya dan Jungkook. Ia tidak ingin memberatkan mereka lagi. Sudah cukup selama ini keluarga Jeon merawatnya hingga tumbuh sebesar ini. Ia tidak sanggup merenggut hak Jungkook untuk sekolah. Uang kakek seharusnya digunakan untuk biaya pendidikan adiknya itu ketimbang membiayai pengobatannya.
Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka.
Wonwoo mendongak untuk melihat siapa yang datang.
"Tuan Kim sebentar lagi akan kesini, jadi bersiaplah." Itu adalah orang yang membawa Wonwoo kemari. Pria blasteran Korea-Amerika itu—menurut salah satu teman Wonwoo, Lee Seokmin—adalah tangan kanan Kim Mingyu. Namanya Choi Hansol, dan ia memang tampan seperti yang dikatakan Seokmin.
"Aku haus," ujar Wonwoo jujur. "bolehkah aku meminta segelas air?"
Hansol menatapnya dalam diam selama beberapa detik sebelum mengangguk. "Baiklah."
Pemuda itu kemudian pergi dan kembali beberapa saat setelahnya dengan segelas air di tangan. Wonwoo menerimanya sambil mengucapkan terima kasih.
"Kuperingatkan sekali lagi padamu bahwa melukai Kim Mingyu akan berakibat fatal. Kalau kau sampai melakukan sesuatu yang buruk pada Tuan Kim, kau bisa saja dibunuh."
Peringatan itu sudah berulang kali didengar Wonwoo. Ia paham akan hal itu dan juga ia tidak berniat mencari masalah. Wonwoo mengangguk sebagai balasan atas pernyataan Hansol. Pemuda blasteran itu kemudian pergi meninggalkannya.
Wonwoo menatap gelas di tangannya dan menarik napas. Ia mulai memejamkan mata dan berdoa dalam hati agar Tuhan selalu melindunginya dimanapun ia berada.