Disclaimer

Naruto and High School DxD are not mine. I just made their fanfiction story just because I'm a fan of their fictional fan story series on the existing website. They still belong to the respectable Owners who have gone to great lengths to make them. It's just a pure fanfiction story of its own without any intention of taking any profit.

Alternate Universe and Reality, Out of Character Naruto, Bad Grammar and still have many Typo.

Jika suka maka berikan komentar dan review yang terus mendukungku untuk melanjutkan cerita ini. Aku akan sangat menghargai kalian apabila kalian mau dengan sopan memberikan review dan masukan apa saja yang kurang dalam hal penulisan. Usahakan me-review dengan sopan agar aku bisa membalas review kalian di chapter yang akan datang dengan sopan pula dan aku juga menerima flame yang kalian berikan dengan senang hati.

[Bagian 1]

Api…

Apa yang kulihat malam itu adalah api yang berkobar di di desa.

Asap hitam pekat membumbung begitu tinggi dan sebagian mengelilingi desa, asap hitam yang begitu menyesakkan nafas.

Api… Api… Api berada di manapun… Membakar apapun yang ada di area desa bagai seluruh desa ditumpahi minyak.

Bangunan-bangunan besar, dan segala rumah yang mengelilingi segalanya, yang terbuat dari batu bata, semen, dan besi, semua runtuh oleh panasnya api yang memakan segalanya.

Bahkan teriakan kesakitan, teriakan penuh penderitaan terdengar di penjuru desa.

Api membakar rumah, membakar halaman, membakar orang-orang. tidak peduli mereka tidur atau bangun dan mencoba menyelamatkan diri, api tetap membakar mereka tanpa ampun.

Api mengubah orang-orang yang aku kenali di desa menjadi mayat hitam yang terbakar. Hanya api dan teriakan yang terdengar dan aku terus berjalan di api yang bagaikan lautan ini yang tengah menari dengan senangnya melahap apapun yang ada. Asap hitam masuk ke paru-paru, membuatku batuk terus menerus hingga air mata keluar. Panas dari api terasa seperti membakar diriku dan yang bisa kulakukan hanyalah terus berjalan.

Langkah kaki kecilku terus berjalan. Aku hanya ingin selamat dari sini, aku tidak tahu lagi apa yang harus kuperbuat, aku ingin hidup, aku ingin hidup.

Aku mengabaikan teriakan yang ada, mengabaikan dengan mencoba menutup telinga, tapi suara itu malah semakin terdengar nyaring di telingaku. Suara teriakan kesakitan dan kepedihan yang menaungi malam yang gelap ini.

Karena setiap aku melihat ke arah lain, yang kulihat hanya api, hanya api yang memakan orang-orang yang ada, bahkan ada yang berlari dengan tubuh berkobar api sambil berteriak kesakitan. Sedangkan mereka yang sudah tumbang mencoba untuk menggapai diriku, seakan meminta pertolongan pada bocah yang baru berumur delapan tahun ini.

Namun aku tidak bisa membantu mereka, aku juga ingin hidup. Aku juga ingin selamat, jadi aku mengabaikan mereka. Mengabaikan teriakan mereka sekuat yang aku bisa dan terus saja berjalan di neraka yang pertama kali kulihat ini. Ini begitu menakutkan hingga aku tidak ingat lagi, bagaimanakah ayah dan ibuku. Apakah mereka juga selamat, atau ikut terbakar, aku tidak tahu, yang aku tahu, aku mulai lelah berjalan.

Tubuhku mulai lemah, tapi sisa insting bertahan hidup membuat kaki kecilku terus berjalan. Aku akan keluar dari neraka ini.

Hingga batas terakhir yang bisa kucapai membuatku harus ambruk dan jatuh, menatap langit malam dimana aku melihat ada banyak siluet orang diatas yang mempunyai sayap, mengamati yang ada di bawah tanpa berniat sekalipun membantu kami yang berteriak kesakitan di bawah. Aku melihat secara samar mereka dengan sayap hitam seperti burung dan ada juga sayap seperti hewan kelelawar di atas sana.

Apa mereka penyebab semua ini? Penyebab dari neraka ini? Apa mereka tidak punya rasa kasihan pada kami dan berniat ke sini untuk membantu?

Ribuan pertanyaan bermunculan dari kepalaku. Bahkan aku mengira mereka adalah malaikat. Bukankah hanya malaikat saja yang punya sayap? Dan harusnya mereka baik bukan? Tapi kenapa mereka tidak menolong kami? Apa ini hukuman bagi kami? Tapi apa salah kami? Apa kesalahanku? Apa karena aku kemarin berbuat satu kenakalan hingga aku harus merasakan ini semua? Merasakan neraka yang sangat pedih ini? Apa ini balasan dari kenakalan yang aku lakukan kemarin dengan berbuat jahil pada temanku dengan menaruh permen karet di bangku tempat duduknya?

Dan semua yang terjadi malam ini, membuatku menangis, aku menangis sangat keras, menangis dengan teriakan keras, mengabaikan api yang mulai menjalar di tubuhku dan membuatku merasakan rasa sakit yang tidak terkira, aku tetap berteriak meski suaraku lemah dan semakin mengecil, aku bahkan melihat sebuah bangunan tiba-tiba rubuh menuju tempatku terbaring dan aku masih berteriak kemudian.

Dan semua menjadi gelap, aku tertimbun bangunan rubuh itu di antara rongga yang ada. Hanya kegelapan yang kulihat di rongga timbunan bangunan ini dimana aku masih hidup di dalamnya dan aku masih sayup-sayup mendengar suara teriakan yang ada.

Apa aku akan mati?

Apa ini artinya aku akan mati?

Dan jika mati, apa aku akan pergi ke surga? Ibu bilang jika kita berbuat baik selama kita hidup, jika kita mati, maka kita akan pergi ke surga. Aku sudah menjadi anak baik bukan selama ini? Walau aku terkadang nakal, tapi aku selalu berusaha berbuat baik bukan?

Lalu jika aku mati sekarang, apa aku bisa bertemu ayah dan ibu nanti di surga? Apa mereka berdua sudah pergi ke surga lebih dulu dan kini menungguku di sana?

Aku berpikir banyak, berandai banyak, banyak sekali hingga mataku rasanya sudah mau terpejam secara perlahan. Aku berpikir, inilah waktunya aku mati karena sayup-sayup teriakan mulai tidak terdengar ditelingaku. Suara teriakan itu mulai memudar.

"Ah … apa kau ingin mati dengan segera bocah?"

Aku terkesiap … sebuah suara lain terdengar di telingaku. Begitu berat suara itu terdengar, lebih tepatnya suara tersebut seperti geraman. Apa ini imajinasiku yang bermain saat aku akan mati?

"Apa kau akan menyerah disini? Menyerah ketika kau ternyata masih hidup dan terlindungi dari api di luar dengan terkubur di rongga bangunan ini?"

Aku terdiam… apa yang harus kujawab? Tentu saja aku masih ingin hidup tahu! Aku masih ingin melihat dunia! Aku masih ingin menikmati rasa teh yang pahit, mencium hawa segar pagi hari, merasakan bermain sampai puas, membantu orang yang membutuhkan bantuanku dan… dan… dan mungkin menjadi seseorang yang bisa menolong orang-orang yang terbakar tadi… Aku masih ingin hidup!, tapi bagaimana aku bisa hidup jika aku terkubur di rongga seperti ini?! Bagaimana?!

"Dasar bocah … jalanmu masih panjang, kau tidak bisa begitu saja mati disini, tidak ketika kau melihat apa yang sudah diperbuat mereka yang melayang di atas langit sana yang hanya melihatmu saja tanpa membantu apapun." Suara itu kembali terdengar di telingaku. Aku berniat berucap untuk membalasnya, setidaknya cukup satu kata untuk meneriakkan bahwa aku ingin hidup, tapi aku tidak punya cukup tenaga untuk itu, aku hampir tidak kuat lagi menahan matidaku untuk tidak terpejam. "Kau akan selamat bocah … Kau akan selamat dari sini. Aku tidak akan kehilangan host-ku begitu saja, tidak ketika aku baru saja terbangun. Kau akan mempelajari sesuatu ketika kau selamat dari sini di bawah pengajaranku nantinya dan akan melihat bahwa dunia ini tidaklah selalu hitam dan putih. Kau akan selamat bocah…"

Suara itu terjeda sejenak.

"…Dan saat kau hidup, kau akan tunjukkan pada ketiga fraksi yang ada betapa seorang naga adalah sesuatu yang harusnya tidak harus boleh di-usik sama sekali…"

Selepas mendengar suara itu bicara, aku kemudian kehilangan penglihatanku dan semua kemudian memudar…

[Bagian 2]

Sembilan tahun kemudian,

Seorang pemuda tengah berlari dengan kencang, sebuah roti tawar terlihat masi berada di mulutnya dan dia berlari dengan sangat tergesa-gesa. Sesekali bahkan menghindari orang di jalan yang hampir dia tabrak dan meminta maaf sambil terus berlari mengejar waktu.

'Telat! Telat! Telat! Telat! Telat! Telat'

Aku terus mengulang kata tersebut di pikiranku bagaikan sebuah mantra. tidak kusangka sama sekali bahwa aku mengambil lembur sampai shift malam di cafe bisa membuatku telat tidur dan terbangun di pukul setengah delapan. Dan itu tentu membuatku kalang kabut! Akademi dimulai pukul 8 dan aku hanya punya waktu setengah jam untuk mandi dan sarapan kalau sempat walau sekarang persetan dengan sarapan karena aku saat ini tengah berlari sekuat tenaga sambil memakan sehelai roti tawar sebagai sarapan menuju ke akademi tempatku bersekolah.

Sial! Kalau saja temanku tidak sakit, dan bos memintaku lembur dengan iming-iming tambahan yang menarik, tentu saja aku tidak akan seperti ini sekarang, berlari mengejar waktu agar tidak telat ke akademi. Aku bahkan tidak mau telat ke akademi jika tahu para anggota OSIS kejam terutama ketua-nya yang terkenal tegas tidak kenal ampun sama sekali soal pelanggaran. Lagipula aku sudah masuk daftar hitam milik ketua OSIS mengerikan itu.

Kuoh akademi, itu adalah sebuah sekolah privat yang aku hadiri,

Walau sekarang menjadi sebuah sekolah campuran, tapi sebelumnya itu adalah sekolah khusus perempuan beberapa tahun lalu, jadi garis besarnya, ada lebih banyak anak gadis di sana daripada anak laki-laki, walau jumlah laki-laki terus meningkat setiap tahun, tapi mayoritas sekolah masih dihuni oleh para gadis remaja.

Aku sendiri berada di kelas dua. Rasio perbandingan anak gadis dan anak laki-laki di kelasku adalah 7:3, sedangkan kelas tiga sendiri adalah 8:2. Dengan anak gadis yang banyak akademi ini, tentu saja otoritas kekuatan dan kekuasaan masih dikuasai para anak gadis. Kami laki-laki di sekolah ini tidak bisa berdiri cukup tinggi, walau kupikir itu akan berubah dalam beberapa tahun ke depan nanti.

Lalu kenapa aku masuk akademi ini? Well… untuk sekolah yang mahal berani memberi beasiswa pada keluarga rata-rata itu sangat baik dan sulit di jaman sekarang kalian tahu. Aku masuk ke akademi ini sendiri melalui jalur beasiswa dimana aku mendapat beasiswa penuh selama bersekolah disini.

Tingkatan prestasiku juga baik selama ini dengan aku masih menempati peringkat satu akademi bersaing dengan si ketua OSIS tegas dan datar, Souna Shitori.

Aku kemudian melihat gerbang masuk akademi disana. Tapi yang kulihat kemudian membuatku membulatkan mata, dimana gerbang sekolah mulai menutup secara perlahan disana. Tidak! Dengan lekas, aku mempercepat lariku sambil menelan sisa roti tawar yang masih tersisa di mulut.

Ada alasan kenapa aku tak pernah mau telat, aku tak ingin membuat cacatan buruk dengan berakhir di ruang persidangan kantor OSIS dan berhadapan dengan Souna Shitori lalu membuat aku mendapat nilai buruk di absensi. Sungguh itu sangat menyeramkan dimana aku hampir bisa masuk rekor untuk telat,- well, sebenarnya dalam artian hampir saja.

'YESSSS!… BERHASIL!"

aku berteriak penuh kegirangan ketika melewati gerbang tepat sebelum ditutup. Aku kemudian menoleh ke belakang dan melihat pak penjaga gerbang tampak memberikan tatapan geli sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuanku. Aku kemudian tertawa kecil sambil melambaikan tanganku kemudian membuat gerakan menyapa. Sungguh, ini membuat rekor telatku hampir mencapai-

"Hampir telat yang ke 56 kali dalam kurun waktu satu tahun, Uzumaki-san?"

Aku langsung membeku ketika mendengar suara manis di belakangku. Membuatku berbalik untuk melihat pemilik dari suara manis yang berkata barusan.

Dia berdiri disana. Satu tangan berada di bawah dada dengan satu tangan lagi yang jari telunjuknya berada di tengah gagang kacamata terlihat seperti membenarkam kacamata miliknya yang hampir jatuh. Wajah datar dan tegas yang menghiasi wajahnya sudah menjadi ciri khas yang hampir dikenali murid-murid di akademi.

Nampaknya Souna Shitori seperti terlihat menungguku untuk telat hari ini. Yah, itu terlihat jelas dari wajah yang dia tampakkan memandangku dengan pandangan seseorang atasan yang berharap anak buahnya berbuat kesalahan agar dia bisa dihukum.

"Lalu itu bisa dikategorikan sebagai sebuah rekor bukan, Kaichou?…" aku berucap dengan sebuah cengiran kecil padanya.

Kaichou, atau ketua OSIS adalah sesosok gadis belia yang berada di kelas tiga saat ini. Dengan tubuh ramping, mata violet juga rambut sebahu. Banyak yang berkata bahwa Kaichou adalah gadis cantik dan aku tak menyangkal hal itu, dia memang terlihat cantik walau dengan tubuh kecilnya. Jangan lupakan fakta bahwa dia merupakan gadis peringkat tiga paling populer di akademi walau dengan gaya ala bos miliknya dan wajah tegas.

Meskipun aku berniat membuat candaan di pagi hari, sepertinya, sang Kaichou malah tak berniat meladeni candaan yang kubuat dan malah berujar…

"Itu bukan sesuatu yang bisa dibanggakan, Uzumaki-san…" dia berkata tegas.

"Tapi bukankah itu termasuk sesuatu yang epik? Maksudku, itu bisa termasuk dalam suatu rekor dunia ba-..."

"Aku tak peduli" dia memotong ucapanku. Masih dengan gaya ala bos miliknya, dia memandangku tajam. "Disini ada peraturan dan aku mau kau mematuhinya, Uzumaki-san"

Aku menghela nafas ringan. Menghadapi Kaichou yang seperti ini memang tak selalu mudah. "Sebenarnya,..." aku berujar membalas ucapannya. "Aku tak pernah melanggar peraturan apapun Kaichou. Aku tidak terlambat dan masih masuk kategori hampir…"

Souna terlihat membuka mulutnya, mencoba untuk membantah apa yang akan aku ucapkan sebelum menutupnya lagi karena tidak jadi mengucapkan sepatah kata apapun saat mengetahui bahwa argumen yang kuucapkan benar adanya. Dia menutup matanya dan aku bisa melihatnya jengkel sekarang.

"Pergi saja sekarang ke kelasmu, Uzumaki-san" dia mengeluarkan nafas sembari memberikan tanda mengalah.

"Tentu!" aku menjawab dengan nada sombong sambik berlalu berjalan meninggalkan dirinya. Terus berjalan sendiri menuju ke ruang kelas.

Wajahku kemudian berubah menjadi datar ketika aku sudah menjauh darinya dan berjalan di lorong kelas.

"Kau berbincang lagi dengan mereka?"

Sebuah suara terdengar di kepalaku.

'Hanya menjawab apa yang seharusnya kujawab, Draig…' batinku menjawab ucapannya 'Dan seperti biasa segera mengakhiri berbicara jika mereka memulai percakapan. Aku tak ingin berhubungan terlalu dekat dengan mereka'

"Itu tindakan bagus Naruto. Mereka tak tahu tentang kau yang memiliki diriku di dalammu karena kau menyamarkan aura sacred gear dan juga aura dirimu sendiri ke aura manusia. Bahkan kucing dari keluarga Gremory itu tak akan pernah bisa mengendus keberadaan sacred gear dan auramu sesungguhnya."

'Jika aku tak melakukannya, mereka akan menggunakan segala cara untuk mencoba merekrutku bukan? Terutama gadis merah dari Gremory tersebut yang tengah mengincar bocah mesum yang punya sacred gear di tubuhnya. Lagipula kau mengajarkan ini semua padaku juga kan...'

"Kau memata-matai mereka?"

'Hanya untuk antisipasi bahwa aku tidak terlibat di dalamnya. Aku akan menunjukkan eksistensi kita nantinya di dunia abu-abu itu, tapi tidak sekarang. Tidak saat aku masih merasa belum perlu.' batinku membalas lagi suara Draig di kepalaku. 'Tapi aku tak menyangka ternyata iblis juga ada di akademi ini saat aku pertama kali masuk kesini. Mereka menguasai banyak sektor di dunia manusia huh?'

"Para tiga fraksi hidup sangat lama, Naruto. Apalagi para dewa yang sudah ada semenjak dulu sekali sebelum fraksi Injil merebak. Secara garis besar, mereka juga sudah terlibat banyak dalam urusan manusia sepanjang sejarah yang ada."

'Mereka benar-benar seperti mempermainkan kita dari bayangan bukan, Draig? Maksudku, ketiga fraksi di Injil kini itu seperti menganggap para manusia seperti binatang perah bukan? Apalagi setelah evil piece diciptakan. Kita tinggal menunggu saja hingga para malaikat dan malaikat jatuh menemukan hal yang sama untuk menambah ras populasi mereka bukan?'

"Kau benar, Naruto. Jadi apa rencanamu saat ini?"

'Kita akan melihat dulu dan mengamati lebih lanjut lagi sebelum akhirnya kita bertindak, Draig. Untuk saat ini, nikmati saja hidup sekarang…'

[Bagian 3]

"Hampir telat lagi, Naruto?"

Ini diwaktu makan siang. Aku berada di cafetaria yang ada di akademi sembari duduk sendirian dan memakan makanan milikku dengan tenang. Sejujurnya, aku bukanlah seirang anti sosial. Bukan. Aku hanya senang saja menikmati waktu makanku dalam sendirian karena aku bisa merasakan rasa makanan dengan tenang jika aku sendirian.

Tapi terkadang itu tak akan bisa kudapatkan ketika gadis ini berulang kali menghampiriku saat aku sedang makan.

"Murayama-san…" Aku menyapanya sambil mengangguk, "Yeah, rekor baru dalam hampir telat…"

"Sudah kubilang bukan, panggil namaku, Naruto…" dia membalas dengan wajah cemberut. "Dan sungguh? Kau hampir saja selalu telat. Apa yang sebenarnya kau lakukan tiap malam, Naruto?" dia bertanya sambil duduk berlawanan denganku.

"Kerja…" jawabku sambil mengunyah salad yang kupesan untuk menu makan siang. "Kemarin aku mengambil lembur karena temanku sakit dan bos memintaku untuk lembur. Tak mungkin kutolak mengingat dia memberikan tambahan gaji saat lembur…" balasku kemudian pada gadis berambut ikat dua atau twintail warna coklat dengan pita merah yang mengikat ikatan twintail miliknya dengan warna mata coklat kekuningan cerah ini. Perlu diketahui, walau tubuhnya hampir sama rata dengan semua perempuan di sini yang rata-rata tingginya 5 kaki 5 inchi, tapi jangan sekali sekali mencoba melawannya. Dia termasuk dalam klub anggota kendo yang akan terpilih sebagai ketua bulan ini. Aku dan dia kenal sejak tahun pertama kami di sini, dan bisa kubilang bahwa dia setidaknya berani kusebut sebagai seorang teman baik bagiku. Nama lengkapnya adalah Murayama Rin. Murayama adalah marga miliknya, jadi nama miliknya yang sebenarnya adalah Rin

"Harusnya kau tak menerimanya, Naruto… " Murayama-san masih memberikan wajah cemberut walau kini terlihat ringan dimataku.

"Dan melepaskan uang yang bisa kudapatkan?" ujarku meminum milkshake setelah salad yang kumakan habis. "Tak sepertimu, Murayama-san, aku hidup sendiri setelah orang tuaku tiada. Jadi aku harus bekerja keras mengumpulkan uang agar bisa tetap hidup dan bila uangku cukup maka aku bisa melanjutkan pendidikan nantinya."

"Maaf, aku tak bermaksud menyinggungmu, Naruto…" dia kini menundukkan wajah ketika aku menyebut orang tuaku yang telah tiada. Aku yang melihatnya hanya tersenyum kecil dan mengelus kepalanya.

"Rin…" panggilku padanya menggunakan nama miliknya bukan nama marga keluarga. Dia kemudian mengangkat wajahnya menatap ke arahku. "Tidak apa-apa. Aku tahu kau tak bermaksud untuk itu…" tambahku sambil menyudahi elusanku di kepalanya. "Jadi… bagaimana dengan klub?" tanyaku mencoba mengalihkan topik yang ada.

"Semuanya baik-baik saja, Naruto…" katanya sambil ikut meminum jus jeruk yang dia beli. "Tapi ketiga pemuda mesum itu mulai berulah lagi setelah kau keluar dari klub. Mereka bahkan mulai mengintip kembali anak kelas satu."

"Eh, benarkah?!" ujarku terkejut. "Apa perlu aku menjahili lagi mereka hingga mereka kapok mengintip lagi?"

Perlu diketahui, aku sangat benci orang mesum dan ketika aku masuk klub kendo pada kelas satu, aku menjahili trio mesum itu hingga mereka kapok. Warna rambut yang di cat pink, gas air mata, dan obat sakit perut, aku berikan kepada mereka disertai ancaman agar mereka tak mengintip lagi klub kendo lewat surat hingga mereka benar-benar minta ampun dan berjanji untuk tidak mengintip lagi. Tentu saja yang tahu itu semua hanyalah Rin semata. Lalu aku kemudian keluar dari klub itu setelah menginjak kelas dua. Alasannya, aku butuh uang banyak dan waktuku bekerja juga menambah hingga aku tak punya waktu untuk kegiatan klub saat ini.

"Kurasa tak usah Naruto" balas Rin kemudian dengan mengibaskan tangan miliknya yang bebas. "Kami di klub kendo bisa mengatasi mereka. Aku bahkan menyarankan klub kendo untuk berjaga bergantian dan menyuruh menembakkan peluru gas air mata yang kau berikan kepada mereka jika mereka sampai ketahuan mengintip." dia tertawa kecil kemudian. "Dan itu berhasil."

"Sudah kubilang itu manjur bukan untuk menjauhkan mata mesum mereka dari klub"

"Yah, itu benar…" jawabnya dengan menyedot kembali jus jeruk yang ada di tanganya.

Sebelum kami sempat melanjutkan kembali percakapan kami, sebuah kejadian menghentikan diriku untuk bicara.

Teriakan kecil dari satu grup gadis yang ada membuatku menoleh, melihat sumber dari suara itu dan aku pun menemukannya.

Mereka berdua berjalan disana. Dua gadis paling populer di akademi, Rias Gremory dan Himejima Akeno. Sang duo Onee-sama yang menjadi contoh gadis-gadis di akademi agar bersikap seperti mereka. Kecantikan mereka berdua lebih dari segalanya di akademi, apalagi proposi tubuh mereka yang menurutku malah terlalu berlebih dalam istilah 'dihadiahi' yang menurutku sangat tak wajar untuk ukuran seorang gadis sekolah SMA, maksudku, lihat kedua tubuh mereka yang seperti kelebihan buah dada di depan. Apa mereka tidak pegal dengan buah dada sebesar itu?

Mereka berdua adalah murid kelas tiga. Jadi itu membuat mereka secara langsung sebagai kakak kelas bagiku. Dan reaksi yang kulihat ini selalu terjadi setiap kali mereka berdua lewat. Semuanya melihat mereka ketika mereka melewati yang lain, yang sedang berbicara juga bahkan menghentikan pembicaraan mereka untuk sekedar melihat duo populer akademi.

Aku kembali menyedot milkshake milikku sambil melihat mereka berdua berjalan. Yep, mereka berdua masih sama mengeluarkan aura iblis mereka. Apalagi si gadis berambut merah itu yang memiliki nama belakang dari salah satu pillar iblis di buku sihir Solomon. Lagipula Gremory bukanlah sebuah nama yang lazim digunakan di dataran Eropa sekalipun. Astaga, setidaknya bahkan iblis dari keluarga Sitri terlihat jauh lebih pintar dalam menyembunyikan namanya.

Aku tak menyalahkan hal tersebut. Aku sudah memata-matai para iblis sejak aku masuk ke akademi ini. Dan yah, mereka menurutku sendiri masih dalam tingkatan normal dan lebih bersifat manusiawi? Entahlah aku tak tahu, tapi asumsi yang diberikan Draig padaku menunjukkan bahwa iblis yang dia tahu berubah banyak sekali sejak terakhir kali mereka berperang dalam perang saudara.

Bahkan Rin yang ikut duduk di sampingku dan kini ikut melihat duo populer akademi itu berjalan memandang takjub juga. Erm… lebih tepatnya, Rin menunjukkan sikap seorang fangirl dan dia itu gadis! Gadis! Harusnya gadis itu menunjukkan sifat fangirl mereka pada laki-laki tampan bukan? Tapi malah kenapa menunjukkan ini kepada sesama gadis? … Apa dia penggemar Yuri* juga tau hal ...

Hingga akhirnya pada point ini aku berhenti berpikir tentang ini. Karena kalau dilanjut, aku tahu otakku akan mengalami reboot yang ada. Pemikiran ini terlalu berat untuk otakku yang normal. Bisa-bisa yang ada jika terlalu memikirkan hal ini, kejeniusan otak milikku bisa berkurang.

"Yeah, Fangirl adalah musuh besar juga di dunia supernatural …"

'Apa maksudmu Draig?'

"Well, kekuatan selalu menarik kekuatan bukan? Dan kekuatan juga menarik lawan jenis. Semakin kau kuat, semakin ada banyak nantinya lawan jenis di dunia supernatural yang akan tertarik padamu jika kau sudah masuk ke dalamnya"

'Woa?... Benarkah? Bukankah itu artinya menyusahkan?'

"Benar…" balas Draig dengan nada yang terdengar bosan di dalam sana. "Host-ku yang sebelumnya juga begitu… Sikap senang Harem atau istilahnya di kalian manusia itu banyak cinta sangat menyusahkan dan terkadang membuatku jengkel. Dia bahkan bercinta dengan salah satu dewi Yunani, Aphrodite. Kuharap kau tak menemui dewi wanita itu nanti saat kita terlibat di dunia supernatural. Dia wanita yang mengerikan"

'Ah…' batinku lagi 'Tak ada yang normal lagi berarti setelah kita masuk ke dalam dunia menyusahkan itu ya'

"Secara garis besar, kau sudah tak bisa hidup normal begitu aku terlahir denganmu, Naruto… Apalagi jiwa kita sudah sepenuhnya menyatu setelah aku mengubah paksa dirimu menjadi setengah naga-setengah manusia."

'Aku sudah tahu itu sejak awal sejak kau memperkenalkan dirimu padaku.' batinku lagi sambil tersenyum. 'Aku merasakan aktifitas dari para malaikat jatuh mulai terasa di sekitaran kota. Kita akan keluar nanti malam untuk melihatnya, Draig. Mungkin nanti kita akan dapat tontonan yang menarik…'

"Kuharap juga begitu. Setidaknya itu nanti bisa mengurangi rasa bosanku. Bangunkan aku jika kau sudah mau pergi, Naruto. Aku mau tidur"

'Ha'i, ha'i pemalas….' batinku dengan sweatdrop ria menghiasi kepalaku. Aku kemudian memotong pembicaraanku dengan Draig dan mendapati bahwa dua iblis yang lewat tadi sudah pergi jauh.

Aku bahkan tak menyadari bahwa milkshake yang kuminum sudah habis padahal aku masih haus. Dengan berdiri pelan, aku kemudian pergi melangkah ke arah penjualan cafetaria.

"Naruto kau mau kemana?" panggil Rin ketika aku berjalan menjauh dari bangku cafetaria yang kami duduki.

"Mau beli minum. Milkshake habis" balasku tanpa berbalik dan hanya menunjukkan wadah milkshake milikku ke samping.

[Bagian 4]

Hyoudou Issei tak percaya ini. Dia akhirnya mendapatkan seorang pacar! Bukan pacar virtual dari permainan game galge*, bukan! Tapi kali ini pacar sungguhan, gadis sungguhan.

Gadis cantik dengan rambut lurus hitam panjang sepinggang, mata violet cantiknya. Uohh…! Issei benar-benar seperti sedang ketiban rejeki nomplok.

Amano Yuuma.

Itu adalah nama pacarnya yang sekarang berjalan dengannya menuju taman. Hari ini hari libur dan dia kini tengah berkencan dengan pacar barunya.

Mereka pergi ke berbagai tempat hari ini. Berkencan layaknya muda-mudi biasanya dengan penuh keceriaan yang ada. Apalagi pacarnya ini suka sekali tersenyum kepadanya.

Dia sesekali tersenyum sambil mengingat bagaimana pertemuan dirinya dengan Yuuma. Saat itu dia pulang dan lewat sebuah jembatan. Dan disanalah dia, Yuuma menunggu-nya untuk menyatakan pernyataan cinta pada dirinya.

Maksudnya, dia benar-benar menyatakan cinta pada dirinya, pemuda mesum yang terkenal di akademi. Awalnya dia bahkan berpikir ini adalah gurauan yang di mainkan oleh teman-teman untuk mengerjai dirinya. Tapi mau bagaimana lagi? Dia tetap saja menerimanya dan tak peduli apakah itu kejahilan atau tidak. Lagipula siapa yang mau menolak gadis manis dengan tubuh langsing seperti Yuuma?

Dia bahkan mengenalkan pacar barunya itu pada dua temannya, Motohama dan Matsuda. Bahkan kedua temannya itu seperti tak terima saat dia mengenalkan Yuuma ke hadapan kedua temannya dan dia bisa merasakan tatapan iri mereka. Hohoho… melihat tatapan iri mereka berdua membuat Issei sangat senang dan juga bangga.

Mereka berdua berkencan dengan pergi ke berbagai toko yang ada. Mengunjungi pula taman hiburan hingga dia tak sadar hari sudah sore dan dia kini berjalan dengan Yuuma ke sebuah taman. Langit Kuoh sudah mulai gelap. Dia berpikir kemudian. Apa dia akan dihadiahi ciuman sebelum pulang?!...

Issei bahkan tidak sadar bahwa keadaan di taman sudah sepi dan tidak ada orang sekalipun. Dia kemudian melihat Yuuma berada di depan air mancur di sana, dengan tersenyum ke arahnya.

"Hari ini sangat menyenangkan"

Yuuma berujar kepada Issei dengan senyum manis di sana. Membuat Issei sangat senang melihat senyum manis gadis tersebut.

"Hey, Ise-kun…"

"Ada apa Yuuma-chan?"

"Aku ingin memperingati hari spesial kencan pertama ini dengan memberimu sesuatu…"

Jantung Issei berdegup kencang ketika Yuuma berkata seperti itu, dia bahkan sudag memikirkan banyak hal kotor yang akan diberikan Yuuma pada-nya. Apa sebuah ciuman? Atau sebuah hal lain? Ahh…! Pikirannya benar-benar penuh dengan imajinasi yang sangat liar!

"Apa yang mau kau berikan padaku, Yuuma-chan?"

Yuuma tak segera menjawab. Dia hanya berjalan maju ke arah Issei dan kemudian ketika dia telah berada di tepat di depan Issei, wajahnya maju ke depan dan dia berbisik tepat di telinga pemuda berambut coklat jabrik itu dengan sangat lembut.

"Nee, Issei…" bisik Yuuma kemudian, membuat Issei merinding begitu mendengar nada yang terdengar sensual di telinga miliknya.

"Maukah kau mati untuk-ku?"

"Huh?!"

Jleb!

Dia melihat Yuuma yang masih tersenyum disana sebelum kemudian sesuatu dirasa mengenai tubuhnya. Dan yang terlihat di mata Issei kemudian saat dia melihat ke arah bawah tubuhnya yang rasanya seperti tertusuk sesuatu, sesuatu cairan merah keluar dari perutnya dan pandangan miliknya memburam.