Pertama-tama saya minta maaf karena datang tiba-tiba dengan keadaan seperti ini. Setelah berpikir berhari-hari saya putuskan Golden Magic akan mengalami remastered. Beberapa alur akan diubah dan yang paling penting sifat Naruto berubah drastis. Tidak ada lagi trauma dalam dirinya. Semoga kalian semua senang dengan character development baru di fic ini.
Golden Magic
Naruto © Masashi Kishimoto
High School DxD © Ichiei Ishibumi
Ditulis tanpa mengharapkan keuntungan materil sedikit pun
Warning: Alternate Universe, Out of Character, Over Power Naru!
Summary: Masa lalu kelam membuatnya berkepribadian seperti ini. Tumbuh dengan rasa benci dan dendam telah membangkitkan kekuatannya. Golden Magic, tipe elemen yang sangat jarang dimiliki orang membuatnya spesial. Selanjutnya ke mana arah tujuanmu, Naruto?
.
Remastered by
Fanfiction 2017/BijiBapakMu/Fanfiction 2017
.
Arc I: The Ten Grace of God
Chapter 1: Golden Element
~Opening Song: Blue Bird by Ikimono Gakari~
20 Tahun Lalu ….
Asap tebal mengepul. Ledakan terjadi secara beruntun. Lesatan-lesatan magic melengkapi pemandangan mengerikan di hutan belantara ini. Langit malam yang harusnya hitam kelam berubah menjadi merah darah setelah bulan kematian menampakkan dirinya.
Dari dalam hutan itu terdapat dua orang yang kelihatan sangat berantakan. Zirah perang mereka rusak parah. Balutan perban terlihat di beberapa bagian tubuh. Napas dari mereka berdua tak beraturan seakan memberitahukan bahwa mereka sedang dikejar oleh sesuatu.
Beginilah suasana medan perang. Tidak ada keindahan, yang ada hanya kehancuran.
Pria paruh baya yang terlihat sedang memeriksa keadaan di sekitar menghembuskan napas pelan. Sihir pendeteksinya memberitahukan bahwa orang-orang yang mengejar mereka kian menjauh.
Setelah mengambil beberapa napas, ia menatap serius pemuda di hadapannya. "Sepertinya waktuku tidak banyak lagi."
Pemuda yang menyadari makna di balik perkataan tuannya tersentak. "Tunggu dulu, Yang Mulia. Anda tidak boleh berkata seperti itu."
"Dengarkan aku, Minato."
Tangan pemuda bernama lengkap Namikaze Minato itu bergetar. Ia tidak mau mendengar lanjutan perkataan dari tuannya. Ini seperti pesan terakhir sebelum kematian menjemput.
"Tidak lama lagi pasukan musuh yang mengejar kita bertambah banyak. Berita buruknya adalah aku mendeteksi lonjakan Mana hebat dari beberapa orang. Kemungkinan besar mereka adalah kekuatan utama musuh, Seven Deadly Sins."
Minato terdiam kaget. Seluruh tubuhnya mati rasa hanya karena mendengar nama itu.
"Aku tidak yakin bisa mengalahkan mereka semua dengan kondisi seperti ini. Tapi, kabur pun percuma. Cepat atau lambat kita akan tertangkap. Seseorang harus mengalihkan perhatian mereka agar yang lainnya selamat."
"Kalau begitu biar aku saja yang menjadi umpan–"
"Tidak! Mereka hanya mengincar kepalaku. Aku yang akan menjadi umpan."
"Indra-sama …."
Ootsutsuki Indra tersenyum simpul. Ia menggenggam pundak Minato dan mengelusnya pelan. "Kau adalah satu-satunya prajurit yang kupercaya di Alvarez Kingdom. Jadi, teruslah hidup sebagai mataku untuk melihat masa depan."
"Tapi Indra-sama–"
"Ini adalah perintah, Minato!"
Pemuda yang baru berusia 20 tahun itu tertegun. Ia tidak bisa membalas tuannya yang sedang memasang wajah sangat serius, menandakan bahwa tekadnya sudah bulat. Minato hanya bisa menundukkan kepala sambil menahan tangis. Ia benci kenyataan bahwa ia tak bisa melindungi tuannya.
"Angkat kepalamu, aku akan memberikan sesuatu."
Minato mengangkat kepalanya dengan perasaan malu. Ia melihat Indra yang sedang memegang dadanya. Tak lama kemudian muncul batu berwarna hijau yang memancarkan sinar dari dada Indra. Minato yang tahu benda apa itu kembali dibuat terkejut.
"Indra-sama, itu …."
"Ini adalah salah satu dari Seven Magic Stone. Ayahku telah mewariskannya kepadaku dan sekarang aku akan mewariskan ini kepadamu."
"Tapi aku bukan berasal dari keluarga kerajaan."
"Tidak peduli kau berasal dari mana dan bagaimana latar belakangmu, selama kau orang yang kupercaya maka kau berhak menerima Magic Stone ini. Ambillah dan jaga baik-baik."
Minato menerima warisan dari tuannya dengan air mata yang bercucuran. Ia bersumpah akan menjaga dan mempergunakan Magic Stone ini dengan baik. Indra bisa bernapas lega sekarang. Ia sudah tak punya beban lagi. Ia kemudian berdiri dan mengatakan kalimat terakhir.
"Setelah aku mati maka adikku akan naik tahta. Aku bisa mempercayakan Alvarez kepadanya. Minato, dengarkan baik-baik pesan terakhirku. Ada yang ingin melakukan kudeta di dalam kerajaan."
"Selamat tinggal, wahai muridku."
5 Tahun Lalu ….
Putri kerajaan yang berumur 10 tahun terlihat sedang menunggu seseorang di dalam kamarnya. Ia memiliki paras yang cantik dengan rambut perak sebagai mahkota berharganya. Tak lama kemudian pintu terbuka dan masuklah orang yang sedari tadi ditunggu. Putri itu tersenyum lalu berlari kecil dan memeluk erat.
"Aku sangat merindukanmu, Okaa-sama."
Wanita paruh baya itu tersenyum lembut sambil mengelus ujung kepala anaknya. Mereka lalu menuju kasur. Sang putri berbaring di tempat tidurnya dengan senyum mengembang. Tak sabar ingin mendengar cerita dari ibu tersayang.
Ibu yang merupakan ratu Alvarez Kingdom mulai bercerita.
"Dahulu kala seseorang dengan kekuatan besar mendirikan kerajaan. Dengan kekuatannya ia membuat kerajaan kuat hanya dalam beberapa tahun. Tidak lama kemudian ia memiliki seorang istri dan anak. Kerajaan itu terus berkembang pesat dengan kekuatannya dan disegani oleh kerajaan tetangga. Beberapa puluh tahun kemudian ia mengekstrak kekuatannya sebelum ajal menjemput menjadi tujuh bagian yang disebut Seven Magic Stone. Seluruh Stone itu diwariskan dan hanya ahli waris saja yang mengetahui. Tidak ada orang lain yang mengetahui di mana keberadaan Stone itu kecuali ahli waris. Kemudian, generasi terus berubah dan semua Stone diwariskan secara turun-temurun hingga sekarang. Selesai."
Putri cantik itu memandang ibunya dengan mata berbinar. "Aku jadi ingin lihat Seven Magic Stone itu seperti apa."
Sang ibu yang semula tersenyum manis kini raut wajahnya jadi datar. Ia menatap serius anak kesayangannya. "Mungkin ini saatnya aku mewariskan itu padamu."
"Huh?"
"Sayangku, mendekatlah. Ibu akan memberikan sesuatu yang berharga. Berjanjilah kau akan menjaganya dengan taruhan nyawamu."
Masa Sekarang ….
Langkah pemuda itu berjalan pelan memasuki kawasan yang dipenuhi bangunan tinggi di bukit kota Kuoh. Pemuda itu baru saja melewati gerbang yang di atasnya bertuliskan Donquixote Academy. Rambut pirangnya menari pelan, pandangannya tertuju pada bangunan yang berada di puncak.
"Jadi ini sekolah sihir terbaik di Alvarez Kingdom?"
Pemuda itu menyudahi lirikkannya lalu berjalan kembali menuju ruang kepala sekolah untuk menyerahkan surat rekomendasi. Ya, ia telah direkomendasikan oleh ayahnya untuk belajar di sini, tentunya kepala sekolah menyetujui itu.
Perlu waktu cukup lama untuk sampai di ruang kepala sekolah karena gedungnya terletak di dekat bangunan yang ada di puncak bukit. Selama ia menyusuri jalanan, pemuda itu tidak menemukan satu pun murid yang berlalu-lalang. Mungkin karena sekarang belum masuk kalender sekolah.
Tubuh tegap itu berhenti di depan pintu yang memiliki papan pengenal bertuliskan ruang kepala sekolah. Ia mengetuk pintu beberapa kali sampai orang di dalam menyuruh masuk. Remaja pirang itu membuka pintu, masuk ke dalam dan melihat kepala sekolah yang sedang duduk sambil melihat tumpukan kertas di meja.
"Permisi, namaku Namikaze Naruto, aku murid yang direkomendasikan oleh Namikaze Minato," kata Naruto yang tadi sudah menutup pintu.
Kepala sekolah itu menatap Naruto yang berdiri di depan pintu, ia lalu menyuruhnya duduk sebelum memperkenalkan diri. "Pertama-tama perkenalkan namaku Azazel, aku menjabat sebagai kepala sekolah di sini dan kuucapkan selamat bergabung di Donquixote Academy."
"Terima kasih Azazel-sama. Jadi, aku berada di kelas mana?" tanya Naruto to the point.
"Jangan terburu-buru seperti itu. Pertama-tama kita akan menuju laboratorium untuk memeriksa seberapa besar Mana yang ada dalam dirimu."
Mana merupakan energi sihir yang ada dalam tubuh setiap orang. Mana adalah syarat penting untuk mengeluarkan sihir. Seseorang yang memiliki kapasitas Mana besar memungkinkan untuk menguasai teknik sihir kelas atas.
Umumnya orang-orang menilai kuat atau tidaknya seorang penyihir tergantung dari berapa besar Mana yang dimiliki.
"Bukannya di surat sudah tertuliskan jumlah Mana-ku? Kenapa harus memeriksanya lagi?" tanya Naruto.
"Kalau tidak salah itu adalah catatan Mana-mu sebulan lalu, 'kan?"
Naruto mengangguk.
"Kapasitas Mana akan berkembang seiring berjalannya waktu dan berlatih. Mungkin saja dalam sebulan terakhir ini Mana-mu bertambah cukup banyak. Aku ingin data yang akurat, karena itu aku ingin kau memeriksa Mana-mu lagi."
"Baiklah. Aku tidak memiliki wewenang untuk menolak perintah Anda, Azazel-sama."
"Bagus. Sekarang ikut aku ke laboratorium."
Laboratorium berada di tenggara sekolah. Dari luar tempat ini adalah gedung satu lantai yang memiliki banyak jendela. Bukan berarti tempat ini kecil, karena laboratorium berada di bawah tanah yang tentunya memiliki ruangan besar.
Naruto berjalan di belakang Azazel sambil memandang beberapa pekerja yang seluruhnya memakai pakaian putih. Mereka lalu memasuki ruang bawah tanah. Ia tak hanya melihat saja, melainkan mengobservasi.
Mereka berdua menghampiri seorang wanita berbadan ramping yang memiliki warna rambut sama seperti Naruto, hanya saja warna kuning rambut wanita itu lebih pucat. Wanita itu menoleh saat menyadari ada yang mendekat. Ia lalu membungkuk setelah tahu siapa yang menghampirinya.
"Naruto, kenalkan, wanita ini namanya Senju Tsunade, beliau adalah profesor yang memimpin unit pemeriksaan Mana di sekolah ini."
Naruto merendahkan badannya. "Salam kenal Profesor Tsunade, namaku Namikaze Naruto. Mohon kerja samanya untuk tiga tahun ke depan."
"Aku datang ke sini untuk memintamu memeriksa kapasitas Mana yang dimiliki oleh Naruto," kata Azazel.
"Akan kulaksanakan Azazel-sama. Naruto, ikuti aku!"
Tsunade lalu mengajak Naruto masuk ke ruangan serba putih yang di tengahnya terdapat sebuah altar. Tsunade menyuruh Naruto untuk berdiri di atas altar sambil mengeluarkan ledakan Mana sekuat yang ia bisa. Di tangan wanita pirang itu sudah ada sebuah tablet berukuran tidak terlalu besar yang akan menampilkan jumlah Mana Naruto.
"Kau sudah siap?" tanya Tsunade dari balik kaca yang menjadi pemisah antara mereka. Azazel berdiri di samping Tsunade.
Naruto mengangguk tanda sudah siap. Ia lalu berkonsentrasi membangunkan Mana-nya dan mengeluarkannya menjadi ledakan Mana.
Seketika setelah Naruto mengeluarkan ledakan Mana, seluruh tubuh remaja pirang itu terselimuti oleh aura emas pekat. Tablet yang berada di tangan Tsunade menunjukkan peningkatan angka dari 30-189-550-860 sampai berhenti di angka 1013.
Kapasitas Mana Naruto berjumlah 1013, angka yang sangat besar untuk ukuran murid kelas satu. Angka itu sudah cukup membuat Tsunade terbengong dengan mulut membuka. Baru kali ini ia menyaksikan remaja berumur 15 tahun dengan kapasitas Mana yang setara seorang guru di sini.
'Perkembangan Mana yang cukup pesat hanya dalam waktu sebulan. Terakhir kulihat di berkas itu Mana Naruto berada di angka 936. Dia pasti menjalani latihan yang berat setiap harinya,' batin Azazel tersenyum misterius.
'Sepertinya sekolah ini akan sangat menarik jika jajaran peringkat atas harga kepala akan kacau oleh kedatangan Naruto. Khu khu khu, ini adalah tiga tahun yang paling aku tunggu.'
Sesudah sesi tes selesai, Tsunade memberi tahu pada Naruto jumlah Mana yang ia miliki sekarang. Naruto sendiri terlihat kaget dengan perkembangan Mana yang meningkat cukup pesat.
"Pakailah ini!" kata Tsunade sambil menyodorkan sebuah gelang yang di tengahnya terdapat layar kecil berbentuk persegi panjang.
"Apa ini?" tanya Naruto yang tidak mengerti untuk apa gelang itu.
"Pakai saja dulu, kau akan tahu jika sudah memakainya."
Naruto menghela napas pelan lalu menuruti apa yang dikatakan Tsunade. Ia memakai gelang itu di tangan kanan. Sedetik setelah gelang itu dipakai muncul pancaran sinar terang dari gelang itu, meredup, lalu layar yang ada di sana menyala dan menampilkan angka 1.000.000.
"Satu juta?" bingung Naruto.
"Itu adalah harga kepalamu," jawab Azazel yang sama sekali tidak membuat Naruto mengerti.
"Memangnya aku buronan?"
Azazel terkekeh geli. "Aku akan menjelaskannya di perjalanan, sekarang ayo kita kembali ke ruanganku."
"Baiklah. Tsunade-sensei, terima kasih atas bantuannya."
"Kau tidak perlu berterima kasih, ini sudah menjadi tugasku."
Setelah berpamitan kepada Tsunade, mereka berdua kembali menuju ruangan Azazel. Di perjalanan pria dengan poni berwarna kuning itu menjelaskan tentang sistem yang ada di sekolah ini. Dimulai dari harga kepala.
Bounty atau harga kepala adalah acuan untuk menentukan peringkat setiap murid. Umumnya di sekolah sihir lain acuan itu memakai jumlah Mana. Azazel sebagai pendiri sekolah ini menyadari bahwa menentukan suatu peringkat berdasarkan jumlah Mana kurang adil. Itu hanya akan menguntungkan untuk yang memiliki kapasitas besar.
Jadi ia berinisiatif mengubah acuan itu. Bounty adalah pilihannya, sejak dulu ia sudah tertarik melihat poster buronan penjahat di kantornya–Azazel adalah mantan ksatria sihir kelas atas yang pensiun dini dan mendirikan sekolah sihir–tempat ia bekerja.
Acuan bounty menjadikan seluruh murid sama rata, tinggal bagaimana usaha mereka untuk sampai di peringkat teratas dan menjadi yang terkuat dengan adil.
Kedua, masih menyangkut tentang peringkat. Di sekolah ini murid yang menempati 10 peringkat teratas dinamakan The Ten Grace of God atau 10 Anugerah Tuhan. 10 murid itu akan mendapatkan hak istimewa dan wajib mendirikan guild sebagai bentuk pengabdiannya kepada sekolah.
Ketenaran, kekuasaan, pangkat, kebanggaan, akan didapatkan dengan mudah tapi sebagai gantinya mereka memiliki tanggung jawab besar pada masa depan sekolah.
Ada dua cara untuk masuk ke The Ten Grace of God, cara umum adalah dengan mengikuti seleksi yang akan diadakan saat kenaikan kelas, perlu diingat bahwa kelas 1 saja yang bisa mengikuti. Jika seseorang gagal maka tidak ada kesempatan lagi.
Cara kedua–bisa dibilang cara yang nekat–adalah dengan menantang salah satu 10 murid tertinggi itu dalam Battle of Honor. Namun perlu taruhan yang setara dengan kursi The Ten Grace of God dan juga jika murid yang ditantang menyetujui.
Penjelasan sistem sekolah yang panjang lebar itu terhenti karena mereka mendengar teriakkan wanita, asalnya dari dalam hutan yang ada di pesisir jalan.
"Sepertinya ada yang sedang memohon ampun."
"Biarkan saja, itu merupakan bagian dari sistem sekolah." Azazel mengacuhkan teriakkan itu dan menyuruh Naruto untuk melanjutkan perjalanan karena hari mulai sore.
Sebagai orang yang memiliki penasaran tingkat tinggi, Naruto tidak menuruti perkataan Azazel dan memilih untuk mendekati sumber suara. Saat sampai, kedua matanya membulat ketika ia melihat bagaimana kejamnya seorang lelaki menjambak rambut wanita. Parahnya lagi ia mencium leher wanita itu dengan nafsu hewan.
Matanya yang tadi membulat kini berubah menjadi datar dan dingin. Raut wajah yang sedari tadi ia pasang kini berubah. Bibirnya membentuk seringai. Ia tak menduga akan melihat adegan pemerkosaan di hari pertamanya ia menginjakkan kaki di sini. Menarik. Ia ingin melihat lebih jauh tapi rencana itu batal karena Naruto merasakan aura Azazel yang mendekat.
Dalam beberapa detik itu otaknya berputar dengan cepat. Memikirkan apa keuntungannya dari kejadian yang ada di depan. Pertama, sudah menjadi rencananya sejak awal bahwa ia akan berpura-pura bersifat selayaknya murid biasa. Jika bisa ia ingin mencari perhatian di depan Azazel.
Kejadian pemerkosaan ini akan ia manfaatkan untuk mencari muka di depan Azazel. Sebagai murid baru ia harus bersikap baik dan menolong orang.
Dengan timing yang pas Naruto menciptakan lingkaran sihir di depannya, dari sana muncul pedang emas yang melesat menuju kepala orang itu.
Insting yang seakan berteriak jika bahaya mendekat membuat remaja itu dengan refleks memiringkan kepala. Pada kecepatan yang tak bisa dijangkau mata ia samar-samar melihat pedang emas melesat menuju kepalanya.
Beruntung instingnya sudah terasah, ia dapat menghindari serangan itu dan hanya menimbulkan luka gores di pipi.
"KEPARAT! SIAPA YANG BERANI MELAKUKAN ITU KEPADAKU?" teriak laki-laki tadi melihat ke sana-sini lalu pandangannya terkunci pada Naruto. "Jadi kau orangnya? Bersiaplah untuk menerima penderitaan seumur hidup."
Luka yang diterima laki-laki itu perlahan sembuh sampai tidak membekas sedikit pun. Ia dengan cepat menghilang dan muncul di belakang Naruto, tangannya sudah terlapisi api membara dan sukses mengenai pipi Naruto saat remaja itu hendak menoleh.
Naruto terdorong ke depan sampai menabrak wanita yang menjadi korban kekerasan seksual, ia meringis sakit. Belum berhenti sampai di sana, ketika Naruto menoleh bola api sudah melesat hendak melahap dirinya tanpa ampun. Naruto menghentakkan kedua tangannya ke permukaan tanah.
[Golden Element: Golden Wall]
Dinding setebal 1 meter dan tingginya 5 meter sukses menghentikan laju bola api panas tersebut. Meskipun begitu dinding emas Naruto terlihat meleleh beberapa detik kemudian. Akibatnya emas cari sempat mengenai kaki wanita itu.
Meski ia meringis kesakitan dan terdapat sedikit luka bakar di pipinya, Naruto membuat senyum. Sedari awal ia memang tak berniat menghindari pukulan laki-laki di depannya meski tahu laki-laki itu akan menyerang dari belakang. Timing yang sangat pas dengan kemunculan Azazel tidak jauh di belakangnya. Tentu saja Azazel akan melihatnya yang sedang dipukul.
"Kau tidak apa-apa?" buru-buru Naruto menggendong wanita itu dan menjauh dari sana.
"Tidak apa-apa."
"Hoy kau! Aku tidak pernah melihat wajahmu sebelumnya, siapa kau?" laki-laki brengsek itu menyiapkan lingkaran sihir berwarna orange.
"Aku hanya murid baru di sini. Senpai, kenapa kau melakukan hal sekeji itu kepada dia?" tanya Naruto sambil menunjuk wanita di sampingnya yang memiliki warna rambut senada dengan dirinya, juga laki-laki itu.
Orang yang ditanya menunjukkan seringainya. "Hoho, murid baru ya … berarti kau belum tahu apa-apa tentang sekolah ini. Kuberi tahu, dia adalah seorang BUDAK!"
"Budak? Kata itu sudah dihapuskan dari dunia ini! Perbudakkan tidak ada lagi!" bantah Naruto.
"Terserah katamu bocah, kau sudah melakukan dua kesalahan. Pertama kau mengganggu kesenanganku, dan kedua kau sudah berani memukul orang peringkat tujuh sepertiku!"
"Peringkat tujuh? Jangan-jangan Senpai adalah The Ten Grace of God?"
"Benar! Rupanya kau sudah memahami situasi ini, maka dari itu diamlah dan aku akan menyiksamu sampai puas."
'Jackpot.'
Naruto menyeringai dalam hati. Tak disangka ia akan bertemu dengan salah satu dari The Ten Grace of God secepat ini. Inilah yang dinamakan keberuntungan beruntun.
Laki-laki brengsek itu mengeluarkan bola api berukuran sangat besar dari lingkaran sihirnya. Naruto menatap horror dengan keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya. Ia bahkan bisa merasakan hawa panas dari bola api itu meskipun jarak dirinya dengan musuh terpaut 20 meter.
Bola api itu melesat namun lebih lambat dari sebelumnya karena ukurannya yang besar. Pohon-pohon yang berdiri di sekitar laju api itu langsung hangus akibat hawa panas. Kalau tidak segera diantisipasi dapat dipastikan Naruto dan wanita itu akan mati. Di sisi lain laki-laki itu menyeringai senang.
Saat bola api itu berjarak kurang dari 5 meter menuju tempat Naruto, ribuan partikel cahaya yang membentuk laser besar menghantam bola api itu hingga tak tersisa. Kepulan asap menyelimuti hutan itu, setelah reda terlihat Azazel berdiri tegap. Di depannya terdapat kawah hasil benturan dua elemen berbeda.
"Azazel-sama!" kaget Naruto dan dua orang lainnya.
"Yare yare, apa kau ingin membakar hangus hutan ini, Riser-kun?" tanya Azazel santai.
Laki-laki brengsek yang bernama Riser Phenex itu tersentak kecil lalu menundukkan kepalanya dengan bulir keringat dingin berjatuhan.
"T-tentu saja tidak, Azazel-sama. Aku hanya ingin memberikan pelajaran pada anak tidak tahu diri itu."
"Begitukah? Memang apa masalahnya?"
Bukan Riser yang menjawab, melainkan Naruto. "Dia telah melakukan kekerasan seksual kepada wanita ini, Azazel-sensei. Senpai seperti dia harus dihukum."
Azazel memandang wanita yang duduk lemah di belakang Naruto. Ia menyipitkan mata ketika melihat kalung–yang digunakan sebagai tanda bukti bahwa ia adalah budak–terpajang manis di lehernya.
Azazel menghelan napas pelan. "Maaf Naruto-kun, aku tidak bisa melakukan apa yang kau katakan."
"Apa maksud Anda?"
"Seperti yang Riser-kun bilang tadi, wanita itu seorang budak, jadi dia berhak diperlakukan seperti apapun. Dalam masalah ini Riser-kun tidak salah, dan kau juga tidak salah."
"Izinkan saya memberi pelajaran pada bocah tengik itu, Azazel-sama," geram Riser.
Melihat reaksir Riser, Azazel menyeringai tipis, sangat tipis sampai tidak disadari oleh siapa pun. Ini adalah kesempatan emas untuk membuat sekolah menjadi menarik dengan kehadiran Naruto.
"Kau ingin memberi dia pelajaran? Kalau begitu bagaimana jika kalian berdua melakukan Battle of Honor?"
Seketika Naruto dan Riser tersentak kaget.
"JANGAN BERKATA BODOH! AKU MANA MUNGKIN MENYETUJUI ITU HANYA KARENA BOCAH TENGIK YANG TAK TAHU APA-APA!" tolak Riser keras.
"Hoho, jangan bilang kalau orang yang menduduki kursi ketujuh takut oleh anak baru seperti Naruto-kun." Azazel terus memanasi Riser.
Perkataannya sukses membuat Riser geram dalam diamnya, kalau sudah begini umpan yang dilempar Azazel pasti dimakan oleh Riser. Baginya yang sudah mengalami ratusan pertempuran, hal pertama yang harus dilakukan adalah memancing emosi lawan. Terlebih orang yang memiliki harga diri tinggi, sangat mudah untuk memancing emosinya.
Benar saja, Riser dengan mudah termakan omongan Azazel dan menyetujui Battle of Honor.
"Naruto-kun, apa kau setuju dengan pertandingan ini?" tanya Azazel.
Remaja pirang itu tidak langsung menjawab. Ia memasang wajah selayaknya murid biasa yang dihadapkan dengan kondisi seperti ini. Namun, jauh dalam dirinya ia menyeringai senang. Tak disangkah Azazel memiliki pemikiran yang sejalan dengannya. Ia juga berterima kasih karena Azazel memiliki niatan untuk memberi Naruto panggung di sekolah ini.
Rencananya terlalu berjalan lancar.
"Kau tidak harus menerima pertarungan itu. Kau masih memiliki masa depan di sekolah ini. Jadi jangan khawatirkan aku," kata wanita itu.
"Jadi bagaimana?" Azazel menuntut jawab.
"Aku terima."
"Yosh, kedua belah pihak sudah menyetujui Battle of Honor. Riser-kun, silahkan beritahu taruhanmu."
"Hn. Aku akan mempertaruhkan kursi ketujuh dan juga semua harga kepala yang kumiliki!" jawab Riser dengan bangga, dan sombong.
"Naruto-kun?"
"Aku akan mempertaruhkan semua yang kumiliki, harga diri, tubuh, semuanya. Jika aku kalah aku akan menajdi budakmu seumur hidup. Tapi sebagai gantinya Senpai jangan pernah menyentuh wanita ini lagi."
"Cukup sepadan. Apa kalian menyetujui taruhan lawan masing-masing?"
"Aku setuju," jawab Naruto dan Riser bersamaan, tentunya dengan nada yang berbeda.
"Baiklah, Battle of Honor akan diadakan setelah matahari terbenam di Colosseum. Kalian memiliki waktu 3 jam untuk bersiap-siap."
"Hn. Kali ini aku akan benar-benar menghancurkanmu, bocah tengik!" Riser mengintimidasi lalu menghilang dengan sihir teleportasinya.
"Kalau begitu aku pergi dulu untuk mempersiapkan pertarunganmu, sampai jumpa."
Setelah semuanya pergi wanita itu mengajak Naruto ke asramanya, asrama para budak.
"Sekali lagi aku ucapkan terima kasih banyak karena sudah menolongku. Aku tidak tahu bagaimana jadinya jika kau tidak ada. Mungkin kesucianku akan direnggut," ucap wanita itu sambil bersujud seakan sangat besyukur kepada Naruto.
Wanita itu menegakkan kepalanya. "Namaku Coriana Andrealphus dari kelas 3-E. Aku rela jika Naruto-san ingin berbuat sesuatu padaku. Anggap saja itu sebagai hutang budiku."
Mereka saat ini berada di kamar Coriana. Kamar yang terlihat tidak layak huni. Bayangkan saja, kamar ini hanya memiliki luas 3x4 meter dengan satu kasur khusus seorang. Penerangan di kamar ini juga kurang dan ia hanya melihat 1 lemari bobrok sebagai perabotnya. Kamar ini seperti penjara.
Naruto yang duduk di sisi kasur tersenyum canggung melihat seniornya bersujud di lantai.
"Tolong jangan berkata seperti itu Senpai, kelihatannya aku seperti orang tidak bermoral yang memanfaatkan hutang budi. Sini, duduk di sebelahku. Tidak enak aku duduk seorang diri di atas sedangkan Senpai adalah pemilik kamar ini."
"Baiklah." Coriana duduk di sebelah Naruto.
Wanita yang memiliki rambut pirang panjang itu melihat luka bakar di pipi Naruto. Ia sudah menduga bahwa penyelamatnya sedari tadi menahan sakit. Coriana akan berusaha membantu Naruto semampunya, kebetulan ia memiliki sihir penyembuh yang unik.
"Oh ya, aku lupa memperkenalkan nama lengkapku. Perkenalkan, namaku Namikaze Naruto. salam kenal Senpai."
Coriana mengangguk. "Naruto-kun, apa aku boleh memanggilmu seperti itu?"
Naruto mengangguk singkat. "Tentu."
"Apa luka bakarmu baik-baik saja? Luka itu cukup serius. Kalau dibiarkan terus akan berdampak buruk pada wajahmu."
"Tidak apa-apa. Nanti setelah pertarungan aku akan pergi ke UKS."
"Kalau boleh biarkan aku menyembuhkan lukamu," tawar gadis itu dengan pipi memerah menahan malu.
"Memangnya Coriana-senpai menguasai sihir penyembuh?"
Coriana mengangguk kecil. "S-sebenarnya ini adalah sihir turun temurun dari keluargaku."
Naruto tersenyum senang. "Kalau begitu terima kasih. Aku sangat senang kalau Coriana-senpai yang menyembuhkanku."
"A-aku menghargainya. Tapi cara kerja sihirku bukan seperti sihir penyembuh biasa."
"Terus bagaimana cara kerjanya?"
"Mana yang berada di dalam tubuhku harus ditransfer ke orang yang akan disembuhkan. Tapi masalahnya, satu-satunya cara yang efektif adalah dengan melakukan kontak bibir, a-artinya ciuman," kata Coriana dengan wajah yang sudah memerah padam.
Naruto mematung di tempat lalu memalingkan wajah yang sudah memerah itu. "I-itu gawat."
"A-aku akan melakukannya! Apa pun akan kulakukan untuk penyelamatku, meskipun ini pertama kalinya aku menyembuhkan orang menggunakan sihir warisan keluargaku."
"Eh? Senpai tidak keberatan?"
"Tidak. S-sekarang Naruto-kun tutup mata."
Sesuai perintah, Naruto menutup mata.
Dengan hati yang sudah mantap, Coriana mulai melakukan proses menyembuhan sekaligus memberikan ciuman pertamanya pada Naruto. Kedua bibir itu bertemu dengan lembut. Naruto bisa merasakan sejumlah Mana masuk melalui mulutnya bersamaan dengan luka yang perlahan sembuh.
Durasi ciuman itu berlangsung selama 2 menit untuk penyembuhan total. Coriana menyudahi ciumannya dan memalingan wajah karena malu.
"T-terima kasih," ucap Naruto.
"Sama-sama."
Ada keheningan beberapa menit sebelum Coriana menanyakan tentang pertarungan Naruto melawan pemilik kursi ketujuh dalam jajaran The Ten Grace of God. Ia khawatir Naruto tidak bisa mengalahkan Riser dan menjadi budak selamanya. Itu adalah takdir yang lebih buruk dari dirinya sekarang.
"Aku sudah membuat keputusan, Senpai. Aku akan mengalahkan orang itu," ucap Naruto penuh keyakinan.
"Tapi kau sudah lihat 'kan kekuatan Riser Phenex tadi, bahkan kita hampir mati oleh salah satu sihir apinya."
Coriana lalu memberitahukan semua informasi Riser Phenex beserta kemampuannya yang ia ketahui.
Nama Riser Phenex dari kelas 2-A.
Kursi ke-7 dari jajaran 10 Anugerah Tuhan.
Menyandang julukan anugerah immortal karena sihir regenerasinya yang hebat.
Memiliki kapasitas Mana 1400.
Ketua dari guild Steam Devil.
Orang yang memiliki harga kepala 320.000.000.
Naruto meneguk ludah susah payah ketika mengetahui detail tentang lawan tandingnya. "Aku hanya harus bertarung sebaik mungkin, dan menang."
Matahari hampir terbenam menandakan sebentar lagi pertarungan dimulai. Azazel yang sudah sampai di Colosseum menunggu pertandingan ini dengan antusias. Ia tentu saja berharap Naruto yang memenangkan pertandingan ini. Coriana juga sudah ada tepat di samping Azazel. Dengan tangan yang menyatu ia berdoa agar Naruto memenangkan pertandingan ini.
Sementara di dalam Colosseum, langkah kaki pelan menggema di sepanjang lorong minim cahaya itu, menuju satu-satunya sumber cahaya besar di ujung sana. Naruto hanya terlihat seperti berjalan pelan, tapi setiap langkah itu memiliki hawa berat.
Ia menjilat bibirnya dengan lidahnya sendiri dan berkata, "Manis."
Seringai tak pernah luntur dari wajahnya. Ia tak menyangka akan mendapatkan ciuman dari seorang wanita. Hari ini Naruto benar-benar beruntung.
"The Ten Grace of God … aku akan menjadi salah satu dari mereka!"
Memandang ke belakang, bayangan yang berbentuk tubuh Naruto mulai berubah menjadi sosok yang memiliki banyak ekor persegi.
"Saa, saatnya menghancurkan bajingan itu!"
Bersambung
~Ending Song: HYDRA by MITH & ROID~
AN: Tidak ada kata-kata dulu dari saya, coba berikan pendapatnya tentang sifat Naruto yang baru. Yah mungkin masih terlalu dini untuk menilai bagaimana sifatnya karena belum terlihat banyak.
Chapter depan pertarungan Naruto vs Riser akan saya rombak total, biar tidak bosan.
[14/03/2020] Remastered!