For Us created by me, Miyoko Kimimori

Cover isnt mine, its belong to the artist

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Saya tidak menerima keuntungan apapun dari fanfiksi ini

NaruSaku. AU. Drama, Hurt/Comfort. T

Rekomendasi : dengerin Virgoun – Surat Cinta Untuk Starla

=0=0=0=

Chapter 1–

Kutuliskan kenangan tentang caraku menemukan dirimu… tentang apa yang membuatku mudah berikan hatiku padamu…

Mungkin waktu telah bergulir cukup lama namun perhatianku masih terfokus pada apa yang terjadi dulu. Orang bilang semuanya akan kembali seperti semula. Kehidupan yang kujalani akan kembali menemui kebaikan meskipun tanpa dia. Tapi kan mereka tidak tahu sekeras apa hantaman ini memukul diriku.

Untuk mendapatkan hatinya bukanlah hal yang mudah, tapi aku seolah melepaskan tangannya begitu saja. Bukan, ini tidak seperti yang kalian pikirkan. Aku tidak pernah bermaksud menyakitinya karena aku tahu seberat apa usaha yang kulakukan untuk meluluhkan hati sedingin es itu. Tidak, kami tidak putus hubungan. Kami tidak pernah putus meskipun dulu ia terus saja memintaku untuk pergi menjauh. Sesungguhnya alasan dibalik keinginannya itu malah membuatku ingin memeluknya semakin erat. Namun ternyata pelukanku telah membuat nafasnya terhenti.

Naruto sayangku… tolong maafkan aku…

=0=0=0=

"Naruto, ayo makan lagi. Ini belum habis." Aku menyodorkan sendok penuh makanan ke mulutnya. Namun lelaki di depanku malah berpaling muka. "Ayolaaaaah, kamu harus makan lebih banyak."

Naruto mulai menatapku dari ujung matanya. "Tapi sudah tiga suap. Aku sudah kenyang. Kalau aku makan lagi, aku bisa muntah, Sakura."

Mendengar hal itu, akupun menyerah. Padahal aku hanya ingin Naruto makan satu porsi saja tapi memang… dia akan muntah kalau aku memaksanya makan lagi. Tapi bayangkan saja, tiga suap dan dia kenyang? Oh Tuhan.

Aku segera membereskan perlengkapan makan Naruto karena ia sudah berkali-kali menolak makanan ini. Tak lama, aku kembali duduk di samping ranjang putih tempatnya berisitirahat selama 4 bulan terakhir. Ya, hari ini seperti biasa aku mengunjunginya di rumah sakit. Karena aku sedang libur kerja untuk dua minggu ke depan, aku bisa menjaga Naruto di sini. Setidaknya, aku ingin membantu Kakashi juga, omnya Naruto. Setiap hari dia menjaga Naruto sambil harus mengurus pekerjaannya yang begitu banyak di kantornya. Kali ini aku akan menggantikan Kakashi, toh dari awal, aku memang ingin… ingin sekali merawatnya.

"Harus sembuh, ya, demi kita," ucapku sambil meraih kedua tangannya.

Naruto menunjukkan cengirannya yang menurutku dipaksakan. "Iya, doakan aku terus ya, Sakura. Aku akan sembuh demi kita."

Dia merangkul pundakku dan memelukku erat. Sebenarnya kalau mengingat hal ini, aku merasa tidak tahan, air mataku kadang refleks mengalir. Namun aku ingat perkataan Kakashi, 'Kalau kau sedih, dari mana Naruto bisa mendapatkan semangat untuk tetap hidup? Cuma kamu yang membuatnya bertahan, Sakura'. Sejak itu aku berusaha menahan emosiku dan memikirkan hal-hal positif saat Naruto sembuh nanti. Aku yakin dia akan sembuh.

Ngomong-ngomong soal hubunganku dengan Naruto, aku sudah berpacaran dengannya selama tiga tahun. Aku mengenalnya sejak SMA, dulu dia sangat aktif, begitu ceria, berbeda ketika kami mulai menjadi mahasiswa. Naruto jadi lebih tertutup dan dingin.

Aku menyukai Naruto sejak kita pertama bertemu, dia begitu bersinar, selalu menebarkan senyuman, apalagi matanya yang secerah langit dan sebiru lautan, aku menyukainya. Namun saat itu aku belum berani mengatakan sesuatu yang mendiami hatiku ini. Tapi ternyata Naruto mendahuluiku untuk membuka suara saat kami memasuki perguruan tinggi yang sama. Dia mengatakan bahwa ia menyukaiku sejak lama saat kita akrab di bangku sekolah. Aku baru saja akan berteriak karena saking senangnya, namun itu tidak terjadi setelah Naruto mengaku ia tidak memintaku untuk menjadi pacarnya, ia hanya ingin mengungkapkan perasaannya, tidak lebih.

Sebagai seorang perempuan, aku mempertanyakan hal itu. Aku yakin Naruto bukanlah lelaki pemberi harapan palsu atau semacamnya, tapi apa yang ia katakan benar-benar membuatku merasa senang bercampur bingung. Dia suka padaku tapi tidak ingin menjalin hubungan? Lagi, aku yakin kata suka yang dia maksud bukanlah suka sebagai teman karena dari dulu kita sudah berteman dan malah sempat akrab, jadi untuk apa dia mengatakan suka kalau ujungnya berakhir di kata teman?

Saat itu Naruto sudah menunjukkan sisi dinginnya, jadi ketika aku mencoba menanyakan soal keseriusan perasaannya padaku, dia selalu menghindar. Sejak itulah aku mati-matian untuk meluluhkan hatinya, apalagi setelah aku tahu dia juga punya rasa yang sama. Meskipun aku belum tahu apa alasan yang membuatnya tidak mau menjalin hubungan denganku, aku tetap mendekatinya.

Di kampusku entah bagaimana Naruto menjadi terkenal, orang bilang dia keren dan tampan. Namun di mataku, Naruto telah banyak berubah, sinarnya terasa redup. Tak ada lagi senyuman, dia begitu dingin. Selama masa pendekatan yang aku lakukan, kadang aku diteriaki gadis lain, dicemooh, dibilang cari perhatian–ya, tidak ada yang salah dengan perkataan mereka, memang benar aku ingin menarik perhatian Naruto, salahkan dia yang sudah menyatakan perasaan tapi malah pergi begitu saja.

Terkadang aku juga dijahili. Seseorang selalu menyembunyikan barangku atau mejaku suka dicoret-coret. Mereka selalu melakukan itu saat Naruto tidak ada. Aku sih tak pernah menggubris perkataan orang-orang tentangku atau merasa pusing dengan hal-hal yang mereka lakukan, apalagi sampai mengadu pada Naruto. Kalau mereka tidak menyukaiku, itu urusan mereka. Kalau suatu saat mereka melakukan kekerasan fisik, aku bisa melaporkan mereka. Lalu, kalau mereka menganggapku rendahan karena terus-terusan mendekati orang yang cuek padaku, biarkan saja–sebelumnya aku memang berpikir seperti ini tapi…

"Bisa tidak kalian diam?"

Aku yang membuntuti Naruto sejak keluar dari kelas pertama agak tersentak mendengarnya berteriak agak kencang. Orang-orang yang meneriakiku seperti hari-hari sebelumnya mendadak bungkam. Semua orang di lobby lantas menatapku dan Naruto.

"Dengar ya, Sakura menggangguku itu bukan urusan kalian. Dia menggangguku, bukan mengganggu kalian. Aku tak pernah sedikit pun merasa terganggu karena dia selalu mengikuti."

Kulihat Naruto menunjukkan ekspresi marah tak seperti biasanya. Mendengarnya berkata seperti itu, entah kenapa membuatku tersenyum tipis. Namun aku terkejut ketika Naruto menarik lenganku dan langsung mendekapku di depan semua orang.

"Sakura ini pacarku. Berhenti menghinanya hanya karena kalian iri dia bisa berada di dekatku. Aku takkan memafkan siapa saja yang berani menghina atau menyakiti Sakura. Dan untuk kalian yang pernah membully-nya saat aku tidak ada, jangan pikir aku tidak tahu, lakukan itu sekali lagi pada Sakura dan aku akan menghajar kalian!"

Aku terdiam, masih dalam pelukan Naruto. Perlu beberapa detik untukku memahami apa yang dikatakan Naruto barusan karena jujur, fokusku hilang setelah mendengar kalimat pertamanya.

Sakura ini pacarku.

… ini pacarku.

… pacarku.

Naruto mulai menarikku pergi dari sana. Sebelah tangannya masih merangkul pundakku. Aku yang masih merasa terkejut dan agak bingung mulai melirik wajahnya. Ah, Naruto masih terlihat marah. Aku ingin menenangkannya, tapi mulutku rasanya kelu dan aku juga tidak bisa tenang karena sesuatu seolah menggelitik hatiku.

Saat kita berdua akhirnya duduk di kursi taman belakang kampus, aku seakan tak bisa berhenti menatap Naruto. Aku ingin bertanya, tapi tidak bisa. Nampaknya Naruto menyadari tingkahku karena ia lantas menghadapku dengan ekspresi lembut.

"Maaf ya, aku tidak pernah membantumu saat kamu dibully mereka. Maaf juga telah membuatmu jadi seperti ini. Aku harap setelah ini tidak ada lagi yang akan mengganggumu." Aku merasakan tangannya mengelus pipi kiriku lembut.

"Naruto… apa aku ini pacarmu?" tanyaku, tak melepaskan sedikit pun pandangan dari matanya.

Naruto tak menjawab. Ia hanya membalas pandanganku selama beberapa detik.

"Apakah boleh aku menganggapmu seperti itu, Sakura?" Tiba-tiba raut wajahnya berubah sendu. "Apa aku pantas untuk itu?"

Dahiku berkerut. "Apa maksudmu? Kenapa kamu berpikir seperti–"

Naruto kembali memelukku. Sebelumnya dapat kupastikan ada setetes cairan bening meluncur di pipinya. Dia terdiam seraya memelukku erat. Entah kenapa aku merasa sesuatu menekan ulu hatiku saat melihatnya seperti itu, sakit. Aku pun membalas pelukan Naruto tanpa berkata apapun.

"Aku mencintaimu Sakura, sangat," ucapnya pelan. "Tapi aku merasa tidak pantas untukmu."

"Kamu ini ngomong apa, sih, Naru? Aku malah merasa senang bisa bersamamu."

"Kamu tidak mengerti."

"Mana mungkin aku bisa mengerti kalau kamu tidak bilang apa alasannya," timpalku.

Naruto lekas melepas pelukannya dan mulai menatapku lekat. "Apa kamu mencintaiku, Sakura?"

Deg. Hatiku seolah berhenti. Bukan, aku tidak terkejut dengan pertanyaannya. Namun aku tidak tahan melihat wajahnya yang seperti mengulaskan kesedihan mendalam. Ada sesuatu yang membuat lelaki itu bersedih, tapi aku tidak tahu apa.

"Apa kamu benar-benar mau menerimaku yang seperti ini?" lanjutnya.

Lagi-lagi dahiku berkerut. Aku tidak mengerti, maksudnya 'seperti ini' itu bagaimana? Namun yang lantas muncul di kepalaku adalah, 'seperti ini' maksudnya Naruto yang bersifat dingin dan cuek. Mungkin dia takut kalau aku akan pergi karena dia cuek padaku. Aku pun tersenyum kecil. Lucu sekali, mana mungkin aku meninggalkanmu hanya karena hal itu, pikirku.

"Aku menerima kamu apa adanya, Naruto." Kuraih kedua tangannya dan menggenggamnya erat. "Seperti apapun kamu, aku tidak keberatan, aku tetap menyukaimu, jadi jangan khawatir, ya?"

Ia pun tersenyum. "Kalau begitu… bolehkah aku berada di sampingmu mulai saat ini, Sakura?"

Aku mengangguk pertanda setuju. Kulihat senyumnya semakin mengembang. Naruto mengelus puncak kepalaku lalu mempertemukan kening kita.

"Aku takkan membiarkanmu pergi dari sisiku. Aku mencintaimu, Sakura."

Sejak saat itu kita berdua resmi menjalin hubungan. Hari demi hari terus berganti, aku mulai melihat kembali Naruto sebagaimana dirinya yang dulu, bersinar dan penuh senyuman. Walaupun terkadang, dia tetap bersikap dingin pada orang lain dan begitu protektif jika ada seseorang yang berusaha menggangguku. Aku tidak menuntut Naruto untuk menjadi seperti apa, aku senang dengan dirinya yang sekarang. Kurasa, aku benar-benar jatuh cinta pada lelaki ini.

Tiga tahun hubungan kita berjalan layaknya sepasang kekasih lain, semuanya terasa sempurna. Tidak ada yang aneh dengan tingkah Naruto. Lelaki itu sangat tahu bagaimana membuatku jatuh cinta berkali-kali padanya. Setiap hal kecil yang ia lakukan selalu membuatku tersipu dan yang paling membuatku malu adalah caranya mencium keningku. Tapi ternyata semua kebahagiaan itu tidak bertahan lama, karena seketika aku merasa hancur saat Kakashi memberitahuku sesuatu.

"Sakura, apa kamu benar-benar mencintai Naruto?" ucapnya waktu itu.

Aku tertawa sepintas. "Tentu saja. Kenapa bertanya seperti itu? Om tahu sendiri kan bagaimana aku mengejar Naruto dulu? Hatinya itu susaaaaaah sekali untuk diluluhkan tapi untung saja–"

"Kamu tahu kenapa dulu Naruto yang periang jadi begitu dingin dan sulit membuka hati?"

"Hm? A… Aku tidak tahu. Sejujurnya aku juga penasaran, tapi aku takut bertanya padanya soal ini. Dia selalu kelihatan sedih kalau aku membahasnya."

Kulihat Kakashi menghela nafas, wajahnya berubah sendu. "Maafkan aku karena baru memberitahumu hal ini, tapi karena kulihat kamu begitu serius soal Naruto dan aku tak pernah melihat Naruto sebahagia itu sejak orang tuanya meninggal dulu, jadi… dengarkan aku Sakura…"

Saat itu nafasku tiba-tiba tertahan. Aku merasa hal buruk akan terucap dari bibir Kakashi. Namun aku berkali-kali menepis prasangka itu, hingga…

To Be Continue


Halo, guys-duh gue takut ditimpukin sumpah wkwk muncul ilang mulu

Well, gue balik ke ffn lagi bawa fic baru yang awalnya gue post di blog, tapi karena blognya udah ganti dan keknya agak gimana kalo double post (di blog dan di sini), gue pindahin sini aja kali ya sesuai saran dari orang-orang yg udah baca fic ini sebelumnya. Gue pernah bagiin link blog berisi fic ini di grup NS di FB, kalo kalian masuk grup situ, pasti udah tau. Bagi yg belum baca, monggo dibaca :D

Ah, iya, soal satu-satunya fic yg dulu gue publish tapi gue tinggal gitu aja, Tears of Snow, dulu sempet gue edit sodara-soadara. Yang mana gue lupa ngedit di ffn itu gimana wkwk jadinya malah tumpang tindih chapter dan gue gatau bakal ada notif masuk ke kalian. Alhasil, seudah edit, gue dapet beberapa email, review-an fic Tears of Snow yg nanyain chap barunya mana dan kenapa sama aja ceritanya hahaha ingin menggobloki diri sendiri rasanya duh. Buat fic itu kayanya bakal discontinue, gue lupa parah idenya apaan, entah bad atau happy ending. Begini ni kebiasaan, niat bikin oneshot, malah kelabasan bikin MC. Inget dulu tu nyari ref buat fic ToS niatnya cuma bikin oneshot doang, eh taunya... maafkan daku ;;

Kemudian ada yg nyeletuk, "Udah salah edit. fic discontinue, dateng-dateng bawa fic sedih begini, maunya apalah?" hahahahahhahahaha /kabor