Pair : Sasuhina

Rate : M

Genre : Angst, Romance, Drama

warning : Typos, OC, Only for 18+, Full of Drama, etc


It Can't be

"Apa yang kau inginkan sekarang?".

"Aku ingin...". Bibir Sasuke terbuka sedikit demi sedikit dan pada akhirnya ia bisa mengatakan apa yang membuatnya frustasi sambil memperketat pelukan posesifnya di pinggang Hinata.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Membuatmu orgasme,".

"A-apa?". Jantung Hinata hampir saja berhenti berdetak. Itu sama sekali tidak masuk akal. Dia sudah mendapatkan apa yang dia inginkan, dan sampai sekarang dia sama sekali tidak mau meninggalkannya sendirian? "K-kau pasti bercanda,".

Bibir Sasuke melengkung membentuk seringaian menakutkan. Memang benar ia sudah mendapatkan tubuh sempurna Hinata yang sangat ia inginkan. Tapi masalahnya sekarang, ia merindukan tubuhnya lagi. Ia ingin merasakan tubuh sempurna itu gemetar di bawah tubuhnya. "Aku tidak pernah bercanda,".

Hinata melepaskan pelukan pria itu dan berbalik menatapnya. "A-apa yang sebenarnya kau inginkan? Semuanya sudah selesai…".

Sasuke tersenyum miring. "Bagian mana dari perkataanku yang membuatmu tidak mengerti?". Ia meletakkan kedua telapak tangannya di mobil Hinata dan memenjarakan gadis itu. "Tentu saja aku menginginkan tubuhmu,".

Hinata menatap Sasuke jijik. Ada yang salah dengan pria ini, pikirnya.

"Kau milikku sekarang,". Kata Sasuke yakin. "Kau bisa menyebutnya ego atau kesia-siaan… tapi aku perlu mendapatkannya darimu,". Lanjutnya dengan suara berat. Ia meyakinkan dirinya sendiri akan hal itu dan memang begitulah faktanya.

Hinata menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak…".

"Kenapa tidak?". Sasuke menatap Hinata kesal. Gadis konyol yang ada di hadapannya kini berhasil membuatnya tidak stabil. Hyuuga Hinata sudah lebih dari sekedar luka untuk harga dirinya, yang menyebabkan ia menurunkan harga dirinya sendiri sebagai pria. Ia baru saja dipukuli dan dipermalukan. Ia juga sedang frustasi dan kesal, tapi ia menyempatkan waktu untuk menunggunya dan menemuinya. Sungguh menggelikan untuk berpikir bahwa gadis kecil yang sama sekali tidak tertarik padanya berhasil membuatnya kehilangan akal sehat. Karena itulah ia menginginkan seluruh tubuhnya dan menikmatinya untuk dirinya sendiri.

"Ba-bagaimana kau bisa begitu kejam?".

Sasuke diam dan sepertinya sama sekali tidak terpengaruh dengan kekecewaannya.

"Ba-bagaimana kalian bisa begitu berbeda?".

Sasuke tersenyum kecut saat ia memahami kata-kata yang diucapkan Hinata. "Maksudmu si bodoh Naruto?". Ejeknya.

"Naruto-kun bukan orang bodoh,". Hinata menaikkan suaranya. "Dia adalah sahabatmu yang sudah menganggapmu sebagai saudaranya sendiri,".

"Naruto bukan sahabatku apalagi saudaraku,". Kata Sasuke dingin. Kamudian ia menyeringai saat mengingat sesuatu. "Aku penasaran, apa yang akan terjadi jika aku memberitahunya kalau aku sudah meniduri gadis yang ingin dijadikannya kekasih,". Ia sebenarnya tidak ingin mengancamnya lagi. Tapi ia tidak punya pilihan lain.

"A-apa?". Hinata merasa tubuhnya lumpuh seketika. Bagaimana bisa dia menggunakan cara rendahan untuk mengancamnya?

"Aku tidak peduli dengan apa yang kau pikirkan,". Sasuke meraih salah satu tangan Hinata.

"A-apa yang kau lakukan?". Hinata terkejut saat Sasuke menariknya bersamanya.

"Aku hanya ingin berduaan denganmu,".

Hinata menghempaskan tangan Sasuke kasar. "A-aku tidak mau,".

"Ayolah Hinata… Jangan memaksaku melakukan hal yang tidak pernah bisa kau bayangkan sebelumnya,".

'Melakukan hal yang tidak pernah bisa kubayangkan sebelumnya?'. Hinata bergidik ngeri dengan kalimat yang dilontarkan pria itu padanya. 'Apa dia akan membunuhku?'.

"Ck,". Sasuke sudah kehilangan kesabaran.

"Be-berhenti!". Hinata memperingatkannya saat melihat Sasuke mendekatkan wajahnya dan mencoba menciumnya. Ia mundur beberapa langkah dan kemudian mata mutiaranya menelusuri tempat parkir yang sepi. Meskipun tidak terlalu jelas, ia masih bisa mendengar suara langkah kaki seseorang mendekat.

"Kalau begitu, ikut aku!". Dengan tidak sabar Sasuke mencengkram tangan Hinata dan memaksanya untuk mengikutinya.

"Tu-tunggu… kau mau membawaku kemana?".

"Jangan banyak bertanya, Hinata!".

Hinata mengikuti langkah cepat Sasuke dengan masih melihat ke sekelilingnya. Masalah akan semakin runyam jika ada orang yang melihat mereka bersama lagi. Rumor yang sebelumnya saja masih santer dibicarakan. Tak beberapa lama Sasuke menghentikan langkahnya dan membuatnya juga berhenti. Ia menatap gugup ke depan. Ia tidak pernah mengira jika pria itu akan membawanya ke mobilnya. Dengan langkah pelan ia mundur, tapi cengkraman tangan Sasuke di tangannya semakin kuat.

Sasuke membuka pintu mobil dan memaksa Hinata masuk ke dalam dan duduk di kursi penumpang samping kemudi. "Jangan membuat keributan!". Setelah itu ia melumat bibir Hinata penuh nafsu sambil memasang sabuk pengaman padanya. Ia sungguh merindukannya. Ia sudah menahan diri untuk tidak menyentuhnya selama ia melihatnya. Jika sedikit saja ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri, ia bisa saja menyeret gadis itu paksa untuk pergi bersamanya saat gadis itu bersama dengan teman-temannya. Keinginannya untuk mendapatkan segala hal dari gadis itu melebihi batas kewajaran dan pikiran rasionalnya. 'Kuso… aku menginginkannya sampai ke tingkat itu?'. Ia terkejut dengan pemikirannya sendiri.

"Mphh". Hinata mendorong Sasuke untuk menghentikan ciuman sepihaknya.

"Ck, jika kau menurutiku… tidak ada hal buruk yang akan terjadi padamu,". Katanya pelan sebelum ia membanting pintu hingga tertutup rapat.

Jantung Hinata berdegup kencang. Semua yang dilakukan pria itu membingungkannya dan membuatnya takut. 'A-aku tidak bisa seperti ini…'. Ia mengusap bibirnya kasar, lalu melepaskan sabuk pengamannya lagi dan mencoba pergi. Ia tidak bisa terus-terusan bersama iblis itu.

"Sasuke!". Hinata tidak jadi membuka pintu mobil saat mendengar suara keras seseorang. Ia menoleh ke belakang dan terkejut dengan siluet sahabatnya. Dia akan menemukannya di sini, pikirnya.

"Apa yang kau inginkan?". Suara Sasuke terdengar lebih dingin dari beberapa saat lalu. Ia mendengus kesal saat gadis berambut merah muda itu tidak mengatakan apapun. "Jika kau tidak memiliki sesuatu untuk dikatakan, minggirlah! Aku akan pergi,". Katanya sambil membuka pintu mobil.

"Tunggu, Sasuke!". Sakura buru-buru mencegah Sasuke yang akan memasuki mobil dan mencoba melangkah mendekat. Tapi ekspresi dingin pria itu menghentikan langkahnya. "Aku… maksudku, apa kau baik-baik saja?". Gadis itu berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.

"Jangan ikut campur!". Kata Sasuke tajam. "Ini sama sekali bukan urusanmu,". Setelah itu ia masuk ke dalam mobil tanpa melihatnya.

Mata mutiara Hinata membelalak tidak percaya saat melihat pria itu masuk dan tanpa basa basi menyalakan mesin mobilnya tanpa menoleh ke belakang.

Sasuke menjalankan mobilnya tanpa mempedulikan gadis berambut merah muda yang masih terdiam dan berdiri di belakang mobilnya.

Hinata menoleh ke belakang untuk melihat sahabatnya, dan kemudian beralih menatap pria di sampingnya yang tetap fokus dengan jalan di depannya.

"Dia tidak melihatmu, jika memang itu yang kau khawatirkan,". Kata Sasuke seperti tahu apa yang dipikirkannya. "Pakai sabuk pengamanmu!". Lanjutnya tanpa melihat Hinata. Ia tahu jika gadis itu mencoba kabur sebelumnya.

Hinata memasang kembali sabuk pengamannya dan memangku ranselnya. "Ba-bagaimana mungkin kau bersikap kasar padanya?". Ia memberanikan diri untuk bertanya. Ini bukan pertama kalinya ia melihatnya bersikap seperti itu. Tapi tetap saja ia kecewa dengan perlakuan Sasuke pada Sakura. "Dia mencintaimu,"

Sasuke memutar matanya bosan. "Sakura tidak mencintaiku… dan kalaupun memang benar begitu, aku tidak peduli,".

"Ke-kenapa?".

"Itu bukan urusanmu,". Kata Sasuke datar. "Kunci mobilmu,". Ia mengulurkan salah satu tangannya.

Hinata memeluk ranselnya. "Apa?".

"Berikan kunci mobilmu padaku!". Perintah Sasuke dan menoleh menatapnya sekilas sebelum kembali fokus dengan jalanan.

"U-untuk apa?".

"Berikan padaku sekarang, Hinata!". Sasuke menekan setiap kata yang ia ucapkan. "Apa aku perlu mengambilnya paksa?".

Hinata ragu beberapa saat, tapi pada akhirnya ia memberikannya. Setelah itu, ia melihat Sasuke meraih ranselnya dari kursi belakang dan mengambil ponsel. Ia tidak yakin akan semua itu. Ia penasaran kemana dia membawanya pergi.

"Suigetsu,". Sasuke menyebutkan seseorang saat menempelkan ponselnya di telinganya.

'Hei, Sasuke… aneh sekali kalau kau menghubungiku lebih dulu… ada apa?'. Suara pria di seberang telepon terdengar antusias.

"Kau dimana?".

'Aku? Aku di apartemenku,'.

"Aku ingin kau membantuku… Tunggu aku di luar dalam sepuluh menit,". Sasuke langsung memutus sambungan telepon tanpa bicara lebih banyak lagi. Ia bisa mendengar pria di seberang telepon itu tergagap sebelum sambungan terputus.

Hinata dengan gugup melihat Sasuke menutup ponselnya, kemudian dengan cepat ia memalingkan wajahnya kembali. Ia meremas tangannya sambil masih memeluk ranselnya.

Sasuke melirik Hinata dari ekor matanya. Gadis itu tidak berani melihatnya dan tampak terpojok di sisi lain mobil. Sangat menyedihkan, pikirnya. Gadis manapun pasti akan memberikan setengah nyawa mereka untuk bisa bersamanya. Dan gadis ini? "Apa yang kau lihat dari Naruto?". Akhirnya ia menanyakan hal yang sangat mengganggunya. "Lagipula apa yang dia miliki?". Ungkapnya kesal.

Hinata terdiam cukup lama. Ia tidak tahu alasan pria itu menanyakan hal itu padanya. "A-aku tidak tahu…".

Sasuke tersenyum sinis. "Tentu saja… karena tidak ada yang istimewa darinya,".

Tentu saja Hinata tahu apa yang ia lihat dari Naruto. Naruto adalah orang yang baik, sederhana dan selalu mengutamakan sahabat-sahabatnya. Naruto jugalah yang menyelamatkannya dari kesendirian, membuatnya bisa diterima orang banyak dan mengubahnya menjadi seseorang yang lebih terbuka pada orang lain. Tapi untuk apa ia memberitahunya tentang itu. Ia sangat yakin pria itu hanya akan mengejeknya. "Ke-kenapa kau memukulnya?". Ia memberanikan diri bertanya. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana pria itu memukul Naruto dan bagaimana Naruto tetap mencoba tersenyum setelah mendapatkan pukulan dari Sasuke. Ia sedih melihatnya seperti itu.

"Karena dia terlalu banyak ikut campur dalam urusanku,". Kata Sasuke dingin.

"Tapi dia-".

"Aku tidak ingin lagi mendengar tentang dia yang merupakan sahabatku atau saudaraku,". Potongnya. "Dia dan Sakura adalah gangguan besar dalam hidupku,".

Hinata terdiam. Percuma saja jika dia membantah dan mencoba membela Naruto dan Sakura, karena pria itu tidak akan peduli. "Ke-kemana kau membawaku?". Ia mengganti topik pembicaraan dan mengeryit saat mobil yang mereka tumpangi melewati daerah kumuh.

"Kita akan pergi ke apartemenku, tapi terlebih dahulu kita akan berhenti di suatu tempat,".

"A-apartemenmu?"

"Sudah kubilang, aku ingin berduaan denganmu untuk beberapa saat,". Sasuke mengerutkan kening saat melihat gadis itu terlihat sangat cemas. "Tapi pertama-tama aku harus mengurus sesuatu,". Ia meningkatkan kecepatan laju mobilnya.

Hinata hanya menatapnya sekilas tanpa mengatakan apapun. Ia hanya berharap memiliki kesempatan untuk keluar dari mobil, karena ia takut dengan apa yang akan terjadi nanti.

Sasuke melirik Hinata lagi. Sangat tidak masuk akal bahwa setelah malam itu mereka bersama, dia masih sangat takut padanya. Ia menghentikan mobilnya di depan gedung tempat pria bergigi runcing itu tinggal.

Mata mutiara Hinata mengamati bangunan yang tidak lebih dari tujuh lantai di depannya. Seperti bangunan di sekitarnya, gedung itu juga terlihat kumuh. Ia bingung kenapa Sasuke membawanya ke tempat itu.

"Tunggu di sini!". Perintah Sasuke sambil membuka pintu mobil.

"A-aku lebih baik-". Hinata dengan cepat melepaskan sabuk pengamannya dan ikut membuka pintu dan turun dari mobil.

"Apa yang kau lakukan?". Sasuke mencoba menghentikannya, tapi gadis itu berhasil keluar.

"Hei, Sasuke…". Seorang pria yang tiba-tiba muncul berhasil menghentikan langkah Hinata.

"Kembali ke mobil, Hinata!". Perintah Sasuke dingin saat ia juga keluar dari mobilnya dan menyadari bahwa gadis itu tidak bergerak. "Hinata,". Panggilnya lagi dengan sedikit kesabaran.

'Pria itu…'. Hinata menatapnya terkejut.

"Hinata,". Suara kesal Sasuke berhasil menyadarkannya. "Masuk ke mobil!".

Hinata menatap pria itu beberapa saat sebelum akhirnya ia kembali masuk ke mobil. 'Dia pria yang malam itu…'. Ia teringat kembali pada mimpi buruknya. Tubuhnya gemetar. Pria itu adalah satu-satunya orang yang menjadi saksi kekejaman Uchiha Sasuke terhadapnya. Dan pria itu juga yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongnya.

"Ini,". Sasuke melempar kunci mobil Hinata pada Suigetsu. Ia mengambil selembar kertas dan pena untuk menulis Sesuatu.

"Sasuke… gadis itu…". Suara Suigetsu berubah menjadi lebih serius dengan nada khawatir.

"Bukan urusanmu,". Potong Sasuke. "Pergilah ke kampusku, cari mobil warna hitam dengan plat nomor ini dan bawa ke alamat yang sudah kutuliskan, lalu berikan kunci pada resepsionis tempat itu!". Perintahnya sambil memberikan kertas itu padanya.

"Eh? Apa?" Suigetsu bingung saat mengamati tulisan di kertas yang diberikan padanya. 'Apa ini mobil gadis itu?'.

"Lakukan seperti apa yang kutuliskan di kertas itu!". Setelah itu Sasuke kembali masuk ke mobil dan bergegas meninggalkannya.

Suigetsu mengernyit menatap kedua benda di tangannya. Dengan cepat ia berbalik memasuki gedung apartemennya untuk mengambil uang. Ia mengacak rambutnya frustasi saat menaiki tangga. Tentu saja ia penasaran mengenai hubungan Sasuke dengan gadis itu. 'Dia memanggilnya Hinata,'. Sasuke tidak pernah melakukan sesuatu seperti apa yang dia lakukan bersama gadis itu di malam festival. Jika dia masih bersamanya setelah apa yang terjadi, maka sudah pasti Sasuke tertarik padanya. Sedetik kemudian ia tersenyum miring. "Kau benar-benar dalam masalah, Sasuke…".

ooo

Hinata menelan ludah berat saat mobil yang mereka tumpangi sudah berada di tempat parkir bawah tanah yang agak gelap. Ia berencana keluar dan pergi setelah mobil berhenti. Salah satu tangannya berada di tombol untuk melepaskan sabuk pengamannya dan tangannya yang lain berada di pintu. Setelah pria itu memarkirkan mobilnya di antara dua mobil, dengan cepat ia melakukan rencananya.

"Kau mau kemana?". Sasuke berhasil menghentikannya dengan meraih lengan Hinata. "Tutup pintunya!". Perintahnya datar sambil melepas sabuk pengamannya.

"Tidak,". Hinata menolak dan mencoba melepaskan cengkraman di tangannya.

"Tutup pintunya atau aku bersumpah jika kau keluar, aku akan membawamu ke apartemenku sekarang dan aku akan melakukan sesuatu yang kau takuti,". Kata Sasuke dingin.

"Be-berjanjilah kalau kau tidak akan melakukan apapun…". Hinata mencari cara untuk menyembunyikan ketakutannya. "a-atau aku akan memanggil polisi,". Ia mengeluarkan ponsel dari ransel kecilnya untuk mengancamnya.

"Dan kau akan bilang kalau aku memperkosamu?". Sasuke menarik Hinata untuk lebih mendekat ke arahnya, sedangkan tangan lainnya membelai wajahnya dengan lembut. "Berapa kali? Apa menurutmu mereka benar-benar akan mempercayaimu?"

"A-aku tidak peduli,". Hinata menepis tangan Sasuke yang menyentuh wajahnya, lalu membuka ponselnya dan menekan beberapa digit angka.

Dengan cepat Sasuke meraih dagu Hinata dan menciumnya kasar. Kemudian ia menggeser tangannya yang ada di dagunya ke belakang leher gadis itu untuk memperdalam ciumannya. Ia tidak akan membiarkannya membuat masalah.

"Mphhh". Hinata melebarkan matanya terkejut. Hampir saja ia menjatuhkan ponselnya. Jantungnya terpacu kuat saat lidah Sasuke masuk ke dalam mulutnya. Ia bisa merasakan tangan pria itu melepaskan lengannya hanya untuk menyingkirkan ransel yang ada di pangkuannya dan melemparkannya ke kursi belakang. Ia tersentak saat merasakan tubuh Sasuke bergerak dan pindah tempat ke arahnya.

Sasuke menghentikan ciumannya dengan perlahan dan mengusap bibir Hinata yang basah karena saliva mereka. "Aku sudah bilang kalau aku ingin membuatmu orgasme,". Ucapnya serak. Ia mulai berlutut di depan Hinata, sementara kedua tangannya meraih lutut gadis itu dan mencoba membuka kedua kakinya.

Tentu saja Hinata menolak. Ia berusaha merapatkan kedua kakinya dengan kuat.

Sasuke menyeringai saat menyadari gadis itu tegang. Ia kemudian bangkit dan meletakkan tangannya di kursi yang Hinata duduki. Ia menatapnya intens. Gadis itu sepertinya sangat antisipasi dengan apa yang ia lakukan. Entah kenapa ia menikmati situasi seperti ini. Ia tidak akan membiarkannya keluar dari mobil dan membuatnya kehilangan kesempatan untuk memilikinya seperti sekarang. Hanya berdua, bersamanya.

"A-aku tidak mau,". Ucap Hinata takut.

"Aku tidak peduli,".

"A-apa?".

"Aku hanya peduli pada diriku sendiri,".

"Ah!". Hinata tersentak saat Sasuke menarik tuas untuk memundurkan kursi dan membaringkan sandaran kursi yang ia tempati.

"Dan aku sama sekali tidak peduli dengan apa yang kau rasakan tentangku,". Lanjut Sasuke yang kemudian memiringkan wajahnya dan menyapukan bibir dan lidahnya ke leher putih Hinata.

"ngghh". Hinata berusaha membungkam suara memalukannya sambil menempelkan tangannya ke dada bidang pria itu dengan salah satu tangannya masih menggenggam ponselnya. Ia berusaha menyingkirkannya.

Sasuke menindih Hinata dengan satu tangan memeluk pinggulnya erat dan menariknya ke arahnya sambil terus mencium, menjilat dan menghisap dagu, rahang, leher dan bahunya, sementara tangannya yang lain mulai turun untuk menyentuh payudaranya yang masih tertutup kain.

"Me-menyingkirlah… aahhh k-kau menyakitiku…". Hinata merasa sesak napas saat mencoba menahan tubuh Sasuke di atasnya. Posisinya sama sekali tidak menguntungkannya.

"Apa kau mau berhenti menolak?". Tanya Sasuke dengan suara serak saat Hinata menghentikan tangannya yang menyentuh payudaranya.

Hinata menggelengkan kepalanya. "Tidak,". Ia tidak bisa mengulangi kesalahannya.

"Kenapa?". Sasuke memaksanya menatap matanya. "Karena aku bukan Naruto?".

Hinata tidak bisa menjawab apapun. Pikirannya kosong saat tiba-tiba dia menyebutkan nama pria itu lagi.

"Karena itu?". Sasuke mendengus saat melihat kesedihan di matanya. Ia tersenyum kecut. "Terakhir kali kau mau melakukannya tanpa aku memaksamu,". Ia mengingatkannya kembali. "Kenapa sekarang tidak?".

"I-itu karena-".

"Aku hanya mencari cara untuk memilikimu,". Potong Sasuke cepat. "Dan aku tidak peduli jika untuk itu aku harus memberitahu Naruto tentang apa yang terjadi antara kau dan aku,". Ucapannya berhasil melumpuhkan Hinata. "Biarkan aku memiliki apa yang kuinginkan darimu…". Lanjutnya frustasi. "Jadilah milikku, Hinata". Pintanya.

Hinata menahan napas mendengar pengakuan itu. Pria itu menciumnya lagi lebih kasar dari sebelumnya dan meremas payudaranya yang masih tertutup pakaian. Kali ini ia menggenggam tangan Sasuke dengan kuat untuk menghentikannya. Ia memalingkan wajahnya untuk melepaskan ciuman mereka. "Ka-kau pasti sudah gila,".

Sasuke tersenyum ironis, kemudian membawa bibirnya ke leher Hinata dan membuat kissmark untuk menandainya. Tanda bahwa Hinata adalah miliknya.

Hinata tersentak merasakan gigitan-gigitan ringan di lehernya. Bahkan ia masih memiliki beberapa tanda di payudaranya, dan sekarang dia membuat tanda lagi. "Kenapa?".

"Aku menyukaimu,".

-Deg-

'Apa?'. Hinata kehilangan napasnya sesaat. Ia membuka mulutnya karena terkejut. Hampir saja jantungnya berhenti berdetak.

"Jika kau seperti gadis lain, kau akan menyukainya,".

"Ta-tapi ini tidak normal,".

-Drrtttt drrtttt-

Hinata kembali tersentak saat merasakan ponsel yang ia genggam bergetar. Kedua matanya melebar saat membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

"Mph… kenapa kau tidak menyingkirkan ini?". Sasuke meraih mantel yang Hinata pakai dan berusaha melepaskannya.

"Jangan lakukan itu,". Pinta Hinata saat menyadari apa yang pria itu inginkan. Sebagian wajah mereka diterangi oleh cahaya ponsel yang masih bergetar dan menampilkan nama Naruto di layarnya.

Sasuke menatap layar ponsel Hinata dan menyadari ketakutan lain yang di rasakan gadis itu. Ia menyeringai dan mencoba mengambil ponselnya.

"Apa yang kau lakukan?". Hinata panik saat Sasuke mencoba mengambil ponselnya. Semakin pria itu berusaha mengambil alih ponselnya, semakin kuat ia menggenggam dan menjauhkan ponselnya.

"Biar aku saja yang mengangkatnya,".

Hinata menggelengkan kepalanya. "Tidak".

"Kenapa tidak? Aku sudah bilang padamu kalau aku tidak peduli jika dia tahu,". Sasuke mengingatkannya lagi. Saat ia melihat Hinata yang lengah dan hanya fokus dengan ponselnya, ia menurunkan tangannya sampai ke pinggang gadis itu. Ia tidak menunda kesempatan menyelipkan tangannya ke dalam pakaiannya hingga naik ke bra halus yang Hinata pakai. Ia menyeringai dengan keberhasilannya. Ia sudah sangat yakin kalau Hinata tidak akan membiarkannya mengangkat telepon dari dobe. Dia terlalu peduli pada si idiot itu.

"Aahh". Hinata melenguh merasakan tangan besar Sasuke yang menyentuh kulitnya. Ia menggigit bibir bawahnya berusaha menahan lenguhannya.

"Angkatlah, Hinata…". Bisik Sasuke sambil menyelipkan tangannya yang lain ke celana dalam Hinata dan membelai kewanitaannya. "Biarkan dia mendengar apa yang kita lakukan…".

"Ah!". Hinata memekik merasakan jari Sasuke memasuki kewanitaannya. Ia sudah merasakan sakit bahkan sebelum invasinya. Ia tetap merapatkan kedua kakinya, tapi sama sekali tidak menghentikan pria itu untuk memasukkan jarinya lebih dalam.

"Shh". Sasuke membungkam mulut Hinata. Ia tidak ingin ada keributan. Dengan gesekan konstan yang ia lakukan, vagina Hinata mulai basah dan melumasi jarinya. Ia tidak bisa berhenti menusukkan jarinya ke liang kewanitaannya. Ia bahkan menambah satu jari lagi yang membuat Hinata meringis. "Kuso,". Ia mengumpat kesal. Hinata terlalu tegang untuk memuaskannya. Ia tidak tahan lagi untuk membuatnya orgasme. Ia perlahan menarik jemarinya dan membuka paksa kedua kaki Hinata dengan bantuan lututnya.

'Kami-sama,'. Hinata merasakan jantungnya semakin terpacu. Wajahnya memerah saat melihat Sasuke yang kemudian berlutut di antara dua kakinya yang terbuka dan menurunkan celana dalamnya. "He-hentikan!". Ia menahan tangan Sasuke dan berusaha merapatkan kakinya kembali lalu memundurkan tubuhnya.

"Ck,". Sasuke berdecak kesal dan menepis tangan Hinata. "Saat ini aku ingin melakukan hal yang lebih dari sekedar melihatmu,". Akunya tak tahu malu dan menarik pinggul Hinata untuk mendekat. Ia membuka paksa kedua kaki gadis itu yang tertutup rapat. Sejak tadi pagi saat melihatnya memakai rok di atas lutut dengan stoking hitam membungkus kaki hingga pahanya, membuat gairah seksualnya tiba-tiba muncul. Seingatnya, Hinata tidak pernah memakai pakaian seperti ini, pikirnya.

"Cu-cukup!".

"Aku belum mulai, Hinata,". Cara Sasuke memanggilnya membuat bulu kuduk Hinata berdiri. "Kali ini mungkin kau akan menyukainya,". Lanjutnya.

"I-itu tidak akan pernah terjadi,". Hinata menolak mempercayai perkataannya. Lagipula, bagaimana bisa ia menyukai hal yang tidak diinginkannya?

"Kita bisa mencari tahu,". Ejek Sasuke dengan senyuman sinis dan dengan cepat menindih Hinata. Satu tangannya memeluk pinggang Hinata sambil menghimpitnya dan tangannya yang lain ia masukkan ke dalam celana trainingnya untuk mengeluarkan penisnya yang sudah tegang. Kemudian ia menyikap rok Hinata dan menyelipkan kedua lututnya untuk menahan kaki Hinata tetap terbuka. Setelah itu ia buru-buru menggesekkan batang penisnya ke mulut vagina Hinata untuk membasahinya dengan cairan sutranya.

"Tu-tunggu… tidak… ja-jangan lakukan itu!". Hinata terlalu panik. Dengan satu tangannya ia mencoba menghentikan tangan Sasuke yang sedang menggesekkan kejantanannya di vaginanya. Tangannya yang lain masih menggenggam ponsel yang beberapa saat lalu berhenti bergetar dan berusaha mendorong tubuh Sasuke.

"Argh,". Erang Sasuke serak saat ia membimbing penisnya masuk ke vagina Hinata dan menekannya sedikit demi sedikit untuk melewatinya. Ia mengabaikan tangan Hinata yang mencoba menghentikannya. Jika Hinata adalah kekasihnya, dia akan meluangkan waktu untuk bermain dengannya seperti yang dia inginkan sekarang. Ia bisa memiliki tubuhnya dan bisa menikmatinya tanpa harus memaksanya. Tatapannya kemudian beralih ke tubuh Hinata yang masih tertutup pakaian. Ia mengangkat blus yang Hinata pakai dengan tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk memasukkan penisnya, kemudian mengangkat bra halusnya dan memperlihatkan bukit kembar yang sangat ia rindukan.

"Aahhh". Hinata mengangkat tubuhnya tanpa sadar dan mengerang kesakitan bersamaan saat Sasuke menggigit salah satu putingnya.

"Jangan terlalu banyak bergerak,". Pinta Sasuke sedikit kesusahan. Tapi pada saat bersamaan, beberapa pukulan di kaca jendela mobil mengusiknya.

Hinata membelalakkan matanya saat melihat ke arah jendela. Ada seorang pria yang mengetuk jendela mobil di sisi kemudi.

"Sialan, Itachi,". Geram Sasuke saat ia mengenali orang itu. Ia terpaksa menyudahi permainannya. Ia mengeluarkan penisnya yang bahkan belum masuk setengahnya, kemudian kembali ke kursi mengemudi sambil memasukkan penisnya ke dalam celananya. Ia menyandarkan kepalanya untuk mencoba tenang.

"A-akan lebih baik kalau aku pergi,". Hinata dengan cepat dan kikuk memperbaiki pakaiannya. Setelah itu ia mengambil ranselnya dan bergegas membuka pintu.

"Tunggu, Hinata,". Sasuke menghentikannya dengan meraih lengannya. "Aku akan mengantarmu,"

"Ti-dak perlu,".Hinata menghembuskan napas letih. "Be-berhentilah masuk ke dalam hidupku,". Mohonnya. "Kau sudah terlalu banyak menyulitkanku,". Akunya sebelum membuka pintu lebih lebar.

"Sialan,". Umpat Sasuke kesal. Ia juga harus turun.

Mata onyx lain terkejut melihat mata mutiara yang menatapnya takut.

"Su-sumimasen,". Kata Hinata pada pria yang menatapnya sebelum ia berlari dengan ransel di bahunya.

"Apa artinya ini, Sasuke?". Suara Itachi terdengar serius saat ia masih mengamati gadis itu pergi.

"Apa maumu, Itachi?".

"Aku yang bertanya lebih dulu,". Itachi tak habis pikir dengan kelakuan adiknya. "Aku juga tahu kau baru saja bertengar dengan seseorang di kampus,".

Sasuke memutar matanya. Ternyata ada seseorang di kampusnya yang menjadi mata-mata kakaknya. Bahkan belum ada dua jam berlalu dan Itachi sudah ada di depannya menuntut jawaban. "Hanya pertengkaran biasa,". Tatapannya tertuju pada pintu keluar dimana gadis itu pergi.

"Bagaimana dengan dia? Apa yang kau lakukan bersamanya di dalam mobil? Apa dia kekasihmu? Dan kenapa kau tidak mengundangnya saja ke apartemenmu, huh?". Itachi mencemoohnya terang-terangan karena mengetahui reaksi tubuh yang disebabkan gadis itu pada adiknya.

Sasuke mendengus kesal sambil menarik jaketnya untuk menyembunyikan ereksinya. "Dengan siapa dan apa yang kulakukan, itu bukan urusanmu,". Katanya kesal dan mengambil ranselnya sendiri dari kursi belakang, lalu mengunci mobilnya. Setelah itu ia berjalan menuju lift.

Itachi mendengus lelah. Dia tidak pernah tahu cara menakhlukkan adiknya. Ditambah lagi dengan masalah gadis itu yang membuatnya tidak bisa tenang. Keluarga mereka adalah saingan yang kuat. "Sebaiknya kau tinggalkan dia,". Sarannya. Dengan lelah ia mengikuti langkah Sasuke.

"Kenapa aku harus melakukannya?"

"Dia adalah Hyuuga,".

"Aku tidak peduli,". Sasuke sama sekali tidak tertarik. Yang ia harapkan adalah gadis itu bisa memuaskannya, itu saja.

"Gadis itu pasti sudah ditakdirkan untuk seseorang,". Itachi mencoba memberitahu Sasuke dan berhasil menghentikan langkah adiknya.

"Akan lebih baik jika kau pergi sekarang, Itachi!".


It Can't be

Saat sampai di gedung apartemennya, dengan tergesa-gesa Hinata masuk ke dalam dan berjalan cepat menuju lift. "Hinata-sama?". Suara resepsionis apartemen yang memanggilnya membuatnya terpaksa berhenti.

"Ha-hai?". Tanya Hinata saat resepsionis itu sudah ada di dekatnya.

"Ada seseorang yang menitipkan ini untuk anda,". Kata pria itu sambil menyodorkan set kunci. "Pemuda yang memberikan kunci ini mengatakan bahwa kekasih anda yang menyuruhnya mengembalikannya. Dan sebagai informasi, mobil anda sudah diparkirkan di basement,".

Hinata membulatkan matanya terkejut. "Ke-kasihku?".

Pria itu mengangguk. "Dia memberitahu saya nama kekasih anda…". Ia mencoba mengingat kembali. "Ah ya, namanya Uchiha Sasuke, dan dia adalah orang yang sama yang selama tiga malam terakhir ini datang kemari…".

'Kekasih?'. Hinata masih tidak percaya itu. 'Dia ke sini? Tiga malam terakhir?'

"Apakah ada yang salah?". Tanya pria itu khawatir saat melihat raut wajah Hinata yang terkejut. "Atau apakah saya yang salah?". Ia masih khawatir dan akhirnya memberitahunya tentang apa yang terjadi. "Sebenarnya saya juga pernah berbicara sekali dengan kekasih anda saat anda sedang tidak ada,".

"Be-benarkah?". Hinata mencoba tersenyum. "Ti-tidak… tidak ada yang salah…". Ia terpaksa berbohong. Ia tidak bisa memberitahunya jika sebenarnya pemuda itu bukan siapa-siapa. "Ba-baiklah… Arigatou,". Setelah itu ia bergegas menuju lift yang terbuka.

'Astaga… semoga tousan atau Neji-nii tidak tahu tentang ini,'. Ia akan berada dalam masalah serius jika itu terjadi. Ia sadar kalau pria bermata hitam pekat itu sudah terlalu jauh memasuki hidupnya. Dan sekarang ia tidak tahu bagaimana mengendalikan situasinya. 'Aku perlu mengakhiri ini…'. Jika ia memberitahu Naruto, mungkin ia bisa menyingkirkan Uchiha Sasuke dari hidupnya.


It Can't be

Hinata bermain dengan jari-jarinya gugup. 'Apakah dia akan mempercayainya? Apa yang harus kukatakan?'. Ia sedang berada di lantai satu gedung fakultasnya setelah ia berpisah dari dua sahabatnya. Ia melihat Naruto yang sedang duduk di dekat mesin minuman dengan minuman kaleng di tangannya. Naruto tidak akan percaya jika Sasuke melecehkannya dan bahkan memperkosanya. Ia tidak tahu bagaimana memberitahunya tentang pemerkosaan itu. Ia bahkan tidak memiliki bukti. Atau mungkin ia hanya harus memberitahunya dan membiarkan Naruto yang memutuskan untuk mempercayainya atau tidak. Ia memberanikan diri melangkah mendekat.

"Na-Naruto-kun?". Suara Hinata terlalu pelan. Ia sendiri bahkan tidak yakin Naruto mendengarnya.

"O-oh hei Hina-chan…". Naruto yang baru menyadari kedatangan Hinata langsung tersenyum canggung.

Hinata mengernyit saat menyadari keanehan dari Naruto. Pria itu memang tersenyum, tapi bukan senyuman seperti biasanya. Ia melihat senyuman kesedihan di wajahnya. "A-apa Naruto-kun baik-baik saja?". Tanyanya cemas sambil memberanikan diri duduk di sampingnya.

"Ah, tentu saja dattebayo~". Naruto menggaruk belakang kepalanya. "Hanya… hanya sedikit kesal dengan Sasuke,". Katanya pelan.

Hinata meremas tangannya. "Ke-kenapa?".

Naruto mendengus frustasi dan mengacak rambutnya. "Dia memang idiot… seharian ini dia menghindariku…". Ia menghela napas kesal. "Saat aku memaksanya untuk bicara, si brengsek itu hanya bilang jika aku hanya gangguan terbesar dalam hidupnya dan memintaku untuk pergi ke neraka, dattebayo~".

"Di-dia sangat kejam…". Ucap Hinata pelan tentang apa yang dipikirkannya tentang pria itu.

"Itu memang benar…". Naruto terkekeh mendengar Hinata mengatakannya. "Sikapnya memang buruk… tapi sebenarnya teme bukanlah orang jahat, dattebayo~".

"E-eh?". Hinata tidak percaya itu. Bagaimana dia bisa membelanya setelah pria itu mengatakan hal buruk padanya?

"Dia memiliki banyak dendam di dalam dirinya,". Naruto menghela napas lelah dan menunduk. "Dan di dalam hidupnya hanya ada lingkaran kebencian yang orang lain tidak akan mengerti…".

Hinata menelan ludah berat. "Mu-mungkin kau harus… mencoba berbicara dengannya sekali lagi…". Ia hanya asal bicara karena ia tidak tahu harus berkata apa.

Naruto tersenyum. "Teme bilang kalau aku adalah gangguan terbesarnya…. Tapi si idiot itu tidak tahu kalau aku bisa menjadi lebih buruk dari itu dattebayo~". Ia mencoba memulihkan semangatnya. "Ah, gomen karena aku mengatakan hal yang buruk tadi…". Ia merasa malu. "Tapi kau benar… jika dia yakin bahwa apa yang dia katakan benar, maka dia tidak mengenalku dengan baik…".

Hinata mengangguk dan tersenyum saat melihatnya pergi.

ooo

"Astaga, Hinata...". Gumamnya tak mampu mempercayai sejauh mana konsekuensi dari apa yang ia lakukan. Seharusnya ia tidak ikut campur. "Ini benar-benar buruk,". Katanya lagi saat ia berjalan menaiki tangga yang akan membawanya ke lantai empat dari gedung fakultasnya yang biasanya sangat sepi. Sebelum ia mempunyai teman atau untuk menjauh dari semua orang, ia akan pergi ke sana untuk menyendiri.

Beberapa menit berlalu dan akhirnya ia sampai di sana. Ada beberapa bangku kayu tebal bertebaran di sektor itu. Hinata menghela napas dengan menekan jari-jarinya sambil mengamati pemandangan kampus dari atas.

"Tidak semua hal akan berakhir dengan buruk, Hinata,". Gumamnya pada dirinya sendiri. Ia sudah berusaha.

"Orang-orang yang suka berbicara sendiri biasanya mendapat label sebagai orang gila,". Suara serak dan tenang dari seseorang mengejutkan Hinata.

"E-eh?". Hinata menoleh untuk melihat siapa yang berbicara. Seorang pemuda berambut merah terlihat sedang berbaring di salah satu bangku kayu yang ada di dekatnya. 'Kenapa aku tidak melihatnya di sana?'. "Sa-Sabaku-san?"

"Apa kau salah satunya?". Sela pemuda itu sambil mengubah posisinya menjadi duduk dan menghembuskan asap dari rokok yang dihisapnya.

"E-eh?". Hinata mengernyit tidak mengerti.

"Kubilang bahwa orang-orang yang berbicara sendiri biasa dilabeli sebagai orang gila,".

"Ti-tidak… aku tidak gila,". Hinata mengangkat suaranya dengan yakin.

Pemuda itu tersenyum saat menganalisa wajah Hinata. Sepertinya ia akan menarik kata-katanya.

Hinata sangat gugup saat ia baru sadar dengan pertemuan aneh mereka. Pemuda itu sudah memberitahunya jika dia harus berpura-pura tidak mengenalnya saat di kampus. "Ah, ma-maaf karena mengganggu,". Katanya kemudian sedikit membungkuk sebelum berbalik pergi. Tapi naas, saat ia mulai melangkah ia tersandung ubin di depannya

"Oi,". Dengan cepat Gaara meraih lengan Hinata dan menariknya ke pelukannya.

Hinata membuka matanya lebar karena masih sangat terkejut. "Go-gomenasai,".

"Apa kau baik-baik saja?". Pria itu masih memeluk dan menahan pinggang Hinata.

Hinata mengangguk pelan dan mengeluarkan napas beratnya. Ia mencoba menegakkan tubuhnya sambil meletakkan kedua tangannya di dada bidang pria itu untuk menjauh. "Go-gomenasai".

"Berapa kali kau akan mengatakan hal yang sama?".

Hinata membuka matanya heran. Sudah beberapa kali ayah dan sepupunya memberitahunya bahwa seorang Hyuuga tidak diperbolehkan meminta maaf berlebihan. Itu adalah hal yang sangat memalukan. "Ma-maksudku aku baik-baik saja… da-dan terima kasih,". Katanya saat ia berhasil berdiri tegak dan melepaskan diri dari pelukan Gaara.

Gaara tidak kehilangan detail dari berbagai hal yang menarik dari gadis itu. Tapi, ada sesuatu yang tidak kalah menarik adalah sepasang mata hitam yang cemburu melihat mereka dari kejauhan. Ia menyeringai saat menyadari itu.

-TBC-

A/N :
Semoga chapter sebelumnya dan chapter ini nggak terlalu mengecewakan. :)
Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang udah ngikutin ffn ini. Author sangat menghargai kalian semua. :)

Sampai jumpa semuanya... :) (Kalau ada waktu author akan update 1 chapter lagi).