Di suatu tempat antara di sini dan surga,

Di suatu tempat di antara dimana dan mengapa,

Di suatu tempat di dimensi lain,

Aku bisa mendengarmu bertanya padaku mengapa.

Mengapa...

Katakan padaku kau bisa mendengar ku, aku memanggilmu.

Katakan padaku kau bisa mendengarku, jangan menangis.

Katakan padaku kau tak merasa kesepian.

Di suatu tempat di antara dimana dan mengapa...

Aku akan menunggumu,

Akankah kau menungguku?

(Potongan lagu The Cranberries - Why)

.

.

.

.

.

A NaruHina Fanfiction

Naruto (c) Masashi Kishimoto—story by Me

Warning! Mature for lime or lemon scene.

Please be a smart reader.

DLDR, enjoy!!!

.

.

.

.

Denting suara piano mengiringi langkah sang mempelai wanita, menuju lelakinya.

Berpasang-pasang mata memandang takjub penampilan wanita itu, yang tampak memesona dalam balutan gaun pengantin satin berwarna putih.

Tersenyum bahagia mengagumi pukau wanitanya, Hyuuga Hiashi mengulurkan tangan guna menyongsong kemunculan sang pendamping.

"Kau cantik." Pujinya berhasil memunculkan semburat di kedua pipi pualam itu.

Sekejap mereka berbagi cinta lewat pandangan, tetapi kembali fokus saat Pendeta memulai proses pemberkatan.

Namun seumpama pernikahan pada umumnya, ada saja pihak yang merasa dirugikan.

Diantara pandangan bahagian tamu undangan, terselip amarah dan kekecewaan dalam sepasang permata safir.

Mengenakan premium midnight blue tuxedo, Namikaze Naruto terlihat gagah pun cukup menarik perhatian meski ia berdiri disudut ruangan.

Raut wajahnya kentara menahan kesal, hingga menimbulkan kernyitan samar di dahi.

"Cih... memuakkan!" Serunya, merasa risih.

Bosan menonton kemesraan pasangan tua di atas altar, Naruto memilih mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan.

Sesaat, memang tak ada satu entitas pun yang berhasil menarik minat lelaki berusia 27 tahun itu.

Sampai ketika safir jernihnya menemukan sosok jelita berbusana wrap dress biru terang dengan hiasan pita besar di pinggangnya, barulah ia sedikit merasa terhibur.

"Gadis yang menarik," gumam Naruto kala tak sengaja beradu pandang dengan sosok yang dimaksud.

Diperhatikannya lekat-lekat rupa si gadis yang tampak memikat, Naruto malah menyeringai ketika kegiatannya tertangkap basah oleh sosok yang menjadi sasaran.

Tak ia duga sejemang ide nakal melintasi pikirannya.

Sedikit permainan panas, mungkin dapat menghilangkan jenuh dan penat yang merundung.

Melangkah tenang tanpa melepas mata dari target yang ditetapkan, Naruto menyelinap mendekati gadis yang berhasil menarik afeksinya.

Menyeringai sesaat ketika sadar bahwa gadis bodoh itu tidak menyadari pergerakannya, Naruto terus saja mengikis jarak yang perlahan tak kentara.

Begitu ia tiba dibelakang tubuh si gadis, Naruto tak langsung main sentuh.

Gegabah sedikit, maka prahara yang ia cipta.

Dari itulah Naruto memantau situasi sekitar dahulu, sebelum melanjutkan berbagai hal yang kini sedang dipikirkannya.

Tersenyum culas begitu tahu bahwa keberadaan mereka sedikit dihalau jejeran tangkai bunga dan pita berukuran besar, netra safir Naruto dengan lancang memandangi lekuk tubuh sang adik tiri.

Seksi dan montok, itu yang ia temukan.

Tanpa merasa ragu lagi, Naruto melangkah untuk menempelkan tubuhnya di belakang gadis itu, dan melingkari pinggang rampingnya mesra.

"Hai, manis." Bisik Naruto, sensual.

"Mau bermain dengan kakak?" Lanjutnya lagi, sepintas meniup cuping telinga sang gadis.

Dapat ia rasakan tubuh gadis itu tersentak dan mengeras menahan kejutan.

Meski rontaan tanpa daya didapatnya, Naruto tidak berniat melepas lilitan kedua lengan kekarnya.

"Kenapa diam?"

Tanya Naruto dengan wajah polos, namun setelah itu ia tersenyum mengejek.

"Keh, aku lupa kalau kau cacat." Ucapnya dengan nada merendahkan.

Menumpu dagu pada pundak kiri sang gadis, safir Naruto bergerak melirik wajah manis yang mulai kehilangan rona.

Tidak ada kebaikan, apalagi kata menghargai dalam setiap pergerakan jemari Naruto.

Lancang tanpa merasa bersalah, tangan nakalnya mulai menjamah tubuh Hinata.

Mengabaikan lantunan doa yang sedang dikumandangkan oleh Pendeta, Naruto menyeret gadis itu menuju pintu keluar.

"Ayo ke mobilku," bisiknya seraya melangkah menuju satu tujuan, mobil dan sepi.

.

.

.

.

.

Tak pernah Hinata merasa se-resah ini.

Menjadi pusat perhatian Naruto sang kakak tiri, adalah keadaan tidak terduga bagi Hinata.

Semenjak tadi tak sengaja beradu pandang, lelaki itu terang-terangan menatapnya sembari menyeringai.

Tentu Hinata merasa gelisah.

Baru sehari mereka bertemu—karena Naruto yang memilih hidup di negeri Paman Sam, tapi Hinata berkesimpulan bahwa pria itu adalah pribadi misterius yang sukar untuk didekati.

Naruto sudah pasti tahu bahwa Hinata adalah seorang berkekurangan.

Gadis cacat atau perempuan bisu, merupakan ejekan yang acap diterimanya.

Diskriminasi bahkan kerap ia rasakan, tak terkecuali pelecehan seksual yang sebentar lagi dialaminya.

"Hai, manis."

Bisikan halus lelaki itu terdengar tepat ditelinga sensitifnya.

Tubuh Hinata tersentak kaget, karena hembusan napas hangat yang menggelitik cuping dan tengkuknya.

Menundukkan kepala seraya mencengkram tepian dress-nya, Hinata menyesal menyanggul rambut hingga tengkuknya terpampang bebas.

Entah sejak kapan Naruto sudah berada di belakang tubuhnya, tapi satu yang Hinata tahu, jika ia harus menjauhi lelaki itu.

"Mau bermain dengan kakak?"

Hinata sedikit linglung ketika mendengar ucapan kakak tirinya, yang malah mengajak ia bermain.

"Kenapa diam? Keh, aku lupa kalau kau cacat." Masih menempel di belakang Hinata, sang kakak mulai mengintimidasi.

Tangan kiri lelaki itu perlahan merayap menuju dress sebatas paha Hinata, dan menyingkap sedikit ujung gaunnya.

"Ssstttt... tenanglah," bisikan yang terdengar mendayu, saat Hinata bergerak mencoba melepaskan diri.

Tangan kiri lelaki itu bahkan sudah naik turun membelai kulit paha Hinata, dan makin kurang ajar disetiap detik jam berlalu.

Beruntung baginya, Hinata berada seorang diri di pojok kanan ruangan.

Ia cacat, dan Naruto pastinya senang akan keberadaan rangkaian bunga yang menutup aksinya.

Sesaat Hinata merasa lega karena gerakan jemari kakaknya berhenti bergerak.

Namun seperti mendung yang menandakan kedatangan badai, tubuh Hinata membeku begitu mendengar untaian kata yang diucap Naruto.

"Ayo ke mobilku," itu yang Hinata dengar, sebelum kemudian dirinya ditarik menuju pintu keluar.

.

.

.

.

.

Janji suci yang sedang berlangsung di dalam Gereja terabaikan.

Hinata, ditarik paksa menuju mobil hitam yang terparkir di bawah pohon Ginkgo.

Tubuh mungil nya terseret, sesekali pula mendapat bisikan berupa gertakan jika ia mencoba melakukan perlawanan.

Pun karena kekurangannya dalam hal berbicara, yang bisa Hinata lakukan hanya mencucurkan air mata.

Bukannya tidak ingin berteriak, namun nyali yang hanya sepadi, tidak mengizinkan mulutnya terbuka sekadar untuk menjerit.

Bahkan, lenggangnya halaman sekitar, cukup memuluskan aksi penculikan yang sedang dilakukan Naruto.

Memang ada beberapa orang yang sempat menghalangi langkah mereka, tapi dijawab fasih oleh Naruto yang wajahnya sedikit memerah.

"Dia menangis di dalam sana. Aku khawatir, tangis nya akan mengganggu proses pernikahan. Maka dari itu aku berniat membawanya ke mobil. Kalian tau 'kan kalau dia sedikit kelainan?"

Begitu, dusta Naruto ketika ditanya perihal kenapa, dan akan dibawa pergi ke mana dirinya.

"Masuk!"

Tanpa perduli jika kepala Hinata terantuk pintu, Naruto mendorong paksa gadis itu ke dalam mobil.

Menutup pintunya kuat, Naruto sedikit berlari menuju sisi kemudi.

"Jangan menangis, sialan!" Katanya kesal, saat Hinata mulai menangis.

Ia memperhatikan air muka gadis itu, lebih tertarik pada bibir bawahnya yang ia gigit sebagai pelampiasan.

"Tidak disini..."

Nyaris Naruto hilang kendali, ketika melihat tingkah Hinata yang seperti merayunya.

Namun sadar jika ada beberapa orang yang mencoba mengintipnya dari seberang jalan, Naruto memilih melajukan mobil nya ugal-ugalan, menuju area pemakaman umum di belakang gedung Gereja.

Rumah terakhir bagi mereka yang sudah dijemput maut itu, terasa pas untuk melakukan eksekusi.

Dirinya, tak tahan lagi ingin menggarap Hinata.

"Jangan takut, manis." Ucap Naruto, terkekeh.

"Sebentar lagi, akan kuajarkan nikmatnya dunia orang dewasa." Katanya sembari memacu mobilnya cepat, dan melupakan fakta bahwa mereka tidak memakai sabuk pengaman.

Bersambung...