Gadis yang belum genap 15 tahun itu terus menangis. Langkahnya tak terarah. Niatnya berlibur bersama keluarganya berakhir manyedihkan seperti ini. Ditinggalkan.

Xi Luhan gadis itu. Ah, mungkin sekarang namanya hanyalah Luhan. Ayahnya dengan keras lantang meneriakkan didepan wajahnya bahwa ia tidak sudi jika Luhan menggunakan marganya.

Berlibur ke Korea yang di impikan Luhan hancur sangat hancur menjadi mengerikan seperti ini. Berawal saat sampai di Korea ia yang terus terusan merasa tak enak badan dan sering mual. Awalnya itu dianggap biasa oleh orang tua dan kakaknya, mungkin pengaruh perjalanan udara yang mereka tempuh. Namun hingga hari ke 5 Luhan masih merasakan hal yang sama. Khawatir tentu saja orang tua dan kakak Luhan rasakan. Hingga mereka membawa Luhan untuk memeriksakan diri di salah satu rumah sakit.

"Anak anda tengah mengandung, Tuan Nyonya" ucapan dokter dengan bahasa mandarin yang fasih seolah menghempas segalanya diatas kepala ayah dan ibu Luhan.

Dengan langkah tergesa tuan Xi memasuki kamar rawat Luhan, disana ia lihat putrinya tengah bercanda dengan sang kakak. Hingga...

PLAK

Sebuah tamparan keras mengenai pipi Luhan. Dari sang ayah. Luhan syok. Dan kakaknya berteriak marah pada sang ayah.

"Aku..Aku membesarkanmu dengan baik sebagai manusia Luhan..." ucap ayah Luhan dengan menuding tepat di depan wajah Luhan yang masih syok.

"Katakan! Apa pernah kami mengajarkan mu untuk menjadi jalang!" Teriak ayah Luhan.

"Ayah!" Kakak Luhan berteriak.

"Diam Yifan! Kau tidak tahu bahwa adik kecilmu ini telah menjadi jalang dan sekarang tengah mengandung 3 bulan" mata ayah Luhan memerah marah manatap Yifan -kakak Luhan.

Sedang Yifan blank. Matanya kemudian beralih pada Luhan yang bertambah syok mendengar ucapan ayahnya. Yifan kecewa. Ia memilih bejalan keluar menemukan ibunya menangis tanpa suara.

"Aku tidak sudi melihatmu. Kau bukan anakku! Aku tidak pernah membesarkan seorang jalang!" Ayah Luhan terus berteriak kepada sang putri.

Luhan menangis deras. "Ayah" lirihnya.

"Jangan pernah memanggilku ayah. Kau bukan putriku lagi" final ayah Luhan lalu beranjak keluar.

Luhan menangis. Tidak tidak tidak. Kepalanya terus menggeleng. Menarik paksa selang infus yang menempel pada tangannya.

"Ayah Ibu? Gege?" Luhan keluar untuk mencari keluarganya. Namun nihil.

Iya berlari menuju luar rumah sakit. Jauh disana ayah ibu dan kakaknya menaiki taksi. Kemudian pergi. Luhan mencoba menghentikan taksi untuk mengejar. Namun tak kunjung ada yang berhenti. Hingga ia memutuskan untuk berlari padahal ia tak menggunakan alas apapun. Tujuannya saat ini adalah hotel tempat mereka menginap.

Ia terus berlari mengejar taksi itu hingga kakinya sangat sakit terasa. Luhan menangis lagi, kakinya sungguh tak kuat belum lagi perutnya yang terasa seakan keram. Ia ingin berhenti, tapi jika ia berhenti maka ia akan kehilangan keluarganya. Kehilangan arahnya. Kehilangan segalanya.

Hingga ia benar benar tak bisa lagi untuk berlari. Luhan meraung ditepian jalan. Ia tak peduli tatapan orang orang.

Hingga sebuah tangan menyentuh bahunya.

"Nona anda tidak apa?"

Luhan menoleh mendapati seorang pria lanjut usia menatapnya cemas. Untunglah Luhan lumayan mengerti bahasa korea.

"Aku mengejar ... ayah ibuku tapi.. tapi aku tak kuat lagi... dan aku tak tahu lagi harus kearah mana..." kata Luhan terbata bata.

"Kau bukan orang Korea nona?" Tanya pria tua itu. Dan Luhan mengangguk.

"Chinese?"

Luhan mengannguk lagi.

"Kalau tau tujuannya, akan kuantarkan" tawar pria tua itu dengan bahasa mandarin.

Pria tua itu ternyata seorang supir taksi.

" tapi aku tidak memiliki uang saat in"

"Tak apa. Aku ikhlas menolongmu"

.

Luhan sampai di hotel tempat ia dan keluarganya menginap. Menuju lantai kamar yang mereka gunakan. Luhan segera mengetuk pintu 504 yang tadinya kamar yang digunakan orang tuanya. Namun saat dibuka bukan ayah dan ibunya yang ia dapati, melainkan orang asing. Luhan mengetuk kamar sebelahnya yang digunakan kakaknya. Lagi lagi orang asing yang membukakakn pintu.

Luhan menuju resepsionis dengan airmata yang bergulung dipelupuk matanya. Dan benar saja apa yang ia takutkan terjadi. Mereka telah check out dari hotel itu. Luhan berjalan keluar. Pria tua yang menolongnya tadi sudah tidak ada padahal ia belum berterimakasih.

Luhan berjalan tanpa arah.

.

Kini malam telah tiba. Gadis mungil yang hanya mengenakan kaos lengan panjang dan celana jeans dan tanpa alas kaki itu berjalan tanpa arah. Matanya bengkak karna terus menangis. Sekarang sesenggukannya pun masih terdengar.

Pasti orang tuanya sekarang sudah kembali ke negara mereka. Meninggalkannya disini tanpa belas kasih.

Luhan duduk bangku halte. Matanya kemudian tertuju pada perutnya. Matanya kembali berair.

Ia bodoh sekali.

Usianya belum genap 15 tahun. Hamil. Dibuang keluarganya sediri di negara orang. Ditinggalkan.

Berbanding terbalik dengan kedihdupannya sebelumnya. Penuh tawa, kasih sayang dan lainnya.

Kemudian ingatanya bergulir menuju akar semua kejadian ini dari satu nyawa yang kini ada di perutnya.

Beberapa bulan yang lalu sekolahnya kedatangan para mahasiswa magang. Beberapa mengajar dikelas Luhan. Singkat cerita Luhan menyukai salah satu dari mereka. Waktu demi waktu semakin dekat. Hingga suatu sore di ruang biologi dosa itu Luhan lakukan. Namun beberapa hari setelahnya para mahasiswa magang itu ternyata telah selesai waktunya untuk magang di sekolah Luhan. Luhan kecewa terlebih orang yang ia suka, orang yang ia beri harta berharganya tak terlihat sama sekali saat perpisahan dengan para murid.

Dan ini lah sekarang, hasil dari apa yang Luhan dan pria itu tabur.

Luhan menangis lagi. Andai waktu dapat diputar ia ingin mengapus sore itu. Tapi nasi telah menjadi bubur. Semua telah terlanjur.

TIIN TIIN

Suara klakson mobil menyadarkan Luhan. Pria tua yang tadi menolongnya. Luhan menangis lagi. Ia rindu ayahnya yang mengklaksonnya saat menjemputnya di sekolah.

.

"Silahkan masuk nak" pria tua itu mempersilahkan Luhan masuk.

Luhan memperhatikan interior dalam rumah itu, dipenuhi nuansa merah Jambu rumah itu terlihat sangat manis.

"dulu tempat ini digunakan anakku saat ia berkuliah di sini" ucap pria tua itu membawakan luhan teh hangat. Luhan duduk di sofa.

"Lalu kemana anak anda. Dan istri anda?" Tanya luhan.

"Istriku telah lama meninggal. Dan Putriku satu-satunya, telah menyusul ibunya ke surga satu tahun yang lalu. Aku berasal dari Bangkok, aku tinggal ke sini untuk mengenang anakku.. putri semata wayangku" ucap pria tua itu sambil memberikan luhan sebuah figura.

Luhan sedikit kaget.

"Mirip sekali bukan? Namanya Bebey. Itulah kenapa aku tanpa berpikir dua kali untuk menolongmu. Kalian benar benar mirip"

Sosok di figura itu sangatlah miri dengannya namun dalam versi yang lebih dewasa.

"saat melihatmu berlari di pinggir jalan. Aku seolah melihat Putriku terlahir kembali" pria tua itu menangis.

Luhan melihat kesedihan dimatanya.

"jika orang tuamu meninggalkanmu. Dan jika kau bersedia, aku akan merawatmu seperti anakku sendiri. Ini seolah seperti kesempatan kedua Untukku untuk merawat anakku lagi dengan baik sebaik-baiknya" pria tua itu berkata sambil menagis. Luhan juga menangis lalu menceritakkan segala kisahnya.

.

Beberapa bulan berlalu. Perut Luhan semakin membesar terhitung ini bulan ke 8 kehamilannya. Ayah angkatnya sangat baik padanya benar benar memperlakukan dirinya seperti anak sendiri. Hari hari Luhan lalui dengan bahagia, walau masih ada rasa sakit yang sangat di hatinya saat mengingat keluarganya. Namun tak dapat dipungkiri kasih sayang dari ayah angkatnya juga tak kalah besar. Luhan menghargai itu.

Namun sepertinya Luhan harus kembali menelan rasa sakit. Saat sebuah panggilan telpon dari rumah sakit mengabarkan padanya bahwa ayah angkatnya menjadi korban penusukan saat akan dirampok.

Lagi lagi orang yang ia Sayangi pergi meninggalkannya.

.

Belum genap seminggu masa berkabung. Luhan harus kembali dihadapkan tagihan dari tempat tinggal yang ia tempati bersama ayah angkatnya. Uang yang dirampok saat ayah angkatnya meninggal adalah uang yang seharusnya digunakan untuk membayar tagihan rumah dan biaya persalinan Luhan bulan ke depan.

Luhan meminta keringanan hingga satu bulan ke depan sampai ia melahirkan. Dan pemilik kontrakan pun luluh Ingnya memberikan keringanan kepada Luhan hingga ia melahirkan.

.

Luhan melahirkan. Bayinya seorang laki laki. Tak ada satupun bagian dari wajah anaknya yang menuruh darinya.

Saat kembali ke rumahnya luhan sudah ditunggu oleh pemilik tempat tinggalnya. Sesungguhnya pemilik rumah itu tak tega pada Luhan karena gadi situ baru saja melahirkan. Tapi ia benar benar harus meminta Luhan untuk meninggalkan rumahnya jika tidak bisa membayar tagihan nya karena ia saat ini juga tengah membutuhkan uang.

.

Luhan kembali merasakan kadaan tak tentu arah ini. Dengan bayi di gendongannya. Wajah tak berdosa itu tidur lelap. Luhan duduk di salah satu bangu didepan sebuah mini market. Ia berpikir bagaimana nasibnya kedepan dan juga anaknya. Tanpa di sadari air manya jatuh mengenai pipi merah bayinya, hinnga bayi kecil itu menggeliat.

"Ah maafkan mama ya sayang" luhan segera menhapuskan air matanya dari pipi anaknya.

Luhan menatap wajah bayinya. Mencium lama pipi gembul bayinya. "Mama menyayangimu. Ingatlah mama menyayangimu. Maafkan mama"

.

Luhan menatap dari kejauhan. Pintu rumah yang tadi ia datangi kini terbuka. Seorang wanita cantik dewasa keluar. Luhan masih memperhatikan. Hingga wanita itu melihat kesana kemari lalu membawa bayi yang tergeletak di depan rumahnya masuk.

Tubuh luhan merosot jatuh.

"Maafkan mama. Maafkan mama" kata maaf terus terucap dari bibirnya dan airmatanya yang telah berlomba lomba untuk jatuh.

"Kau harus hidup dengan baik sayang"

TBC