Gelombang pertarungan menderu di langit-langit malam, dua kilatan saling bentrok dan berrtabrakan mencoba mendominasi satu sama lain.

Hatake mengalihkan perhatiannya menatap Sakura yang duduk bersimpuh disampingnya. Matanya berair menangisi seorang pemuda tak bernyawa yang ada di pangkuannya, sesekali dia mengalirkan Jutsu medisnya. Namun dia kembali menangis semakin kencang disaat harapannya itu tak terjawab oleh respon pemuda yang tak kunjung bangun membuka matanya.

Kakashi memandang sendu. "Kendalikan dirimu, Sakura! Tidak ada waktu untuk menangisi yang sudah mati, karena kita harus bersiap untuk kemungkinan paling buruk jika Naruto juga sampai kalah oleh Madara!"

Sakura mengusap airmatanya, setelah itu dia mengalihkan perhatiannya kearah langit untuk menatap suasana pertarungan yang tengah dilakukan oleh teman tersisanya.

"Naruto..." Dia meremat kedua tangannya di depan dada, berdoa untuk keselamatan temannya itu.

"Pikiranku berteriak memerintahkanku untuk pergi membantunya..." Kakashi bergumam sambil menatap pertarungan Naruto dengan mengepalkan tangannya erat. "...Tapi dengan keadaan tubuh serta Chakraku yang telah menipis, aku tidak bisa, aku hanya akan merepotkan Naruto!" Katanya dengan nada penuh penyesalan.

Bibir Sakura bergetar, dia juga tahu maksud Kakashi mengatakan itu. Diapun mengalami hal yang sama, dan seharusnya tadi dia tak perlu membuang Chakranya untuk orang yang sudah dipastikan telah mati. Dia seharusnya bersiap untuk kepentingan terburuk dalam pertarungan itu, Chakranya akan sangat membantu untuk mendukung dan menyembuhkan Naruto.

"Hmmm, jadi nasib dunia ini berada di tangan kedua orang itu?" Sebuah suara terdengar dari belakang mereka membuat ereka menoleh hanya untuk menemukan seorang pria tua mengapung di udara. Dia memiliki pakaian serba putih, tanduk dan sepasang mata ungu yang sangat familiar.

Kakashi tersentak. "Rinnegan?! Siapa kau?!"

"Otsutsuki Hagoromo, generasi masa ini mengenal aku sebagai Rikudou Sennin!"

"Rikudou Sennin?" Kakashi bertanya dengan takjub, di sisi lain Sakura hanya tersenyum tanpa ekspresi. "Jadi anda bukan hanya mitos..."

Hagoromo hanya tersenyum dan mengalihkan perhatiannya kearah Sasuke. "Sepertinya jalan Indra sudah berubah, dia memilih untuk menyerahkan nyawanya demi nasib dunia ini."

"Indra? Maksud anda, Rikudou-sama?" Kakashi bertanya dengan hormat, dia nampak sangat penasaran dengan apa yang di katakan oleh Rikudou sebelumnya.

"Mereka... Naruto dan Sasuke adalah renkarnasi dari kedua putraku. Ketika aku menemui mereka di alam bawah sadarnya, aku mengaktifkan kekuatan yang terpendam di dalam diri mereka, Asyura dan Indra. Aku bertanya kepada Naruto tentang apa yang akan dia lakukan dengan kekuatan itu (?). Dia menjawab seperti yang aku harapkan..." Hagoromo berkata dengan senyum simpul menghiasi wajah tuanya. Dia memandang ke langit, menatap Naruto yang sedang bertarung sekuat tenaga dengan Madara.

"Dia menjawab untuk melindungi semua orang kan, Rikudou-sama?"

"Kau tampak mengenalnya dengan baik."

"Apa yang bisa kukatakan?" Kakashi menanggapi sambil tersenyum. "Dia adalah muridku."

"Mungkin keduanya adalah muridmu, namun mereka memiliki ideologis yang berbeda layaknya kedua putraku itu." Hagoromo menatap lubang besar di dada Sasuke. "Di sisi lain, Sasuke ingin menghancurkan segalanya. Dia ingin menghapus konsep Shinobi dan membangun dunia baru di bawah genggaman tangannya, dia tidak ingin adanya peperangan di masa mendatang dengan cara menguasai segalanya. Sayang sekali, Ideologinya menuruti apa yang telah Ibuku lakukan sebelumnya." Hagoromo menjelaskannya dengan sendu.

Kakashi tercekat, dia memandang tubuh tak bernyawa Sasuke dengan ekspresi kosong. "Dia... Aku sama sekali tidak pernah mengerti dengan jalan pikirannya."

"Melihat Sasuke mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan Naruto, aku rasa sesuatu yang positif telah terjadi selama pertempuran ini." Hagoromo mengatakan dengan senyum simpul. "Bukan berarti aku menginginkan Sasuke untuk berakhir seperti ini, tapi kita tahu bahwa dunia ini tidak membutuhkan ideologis lainnya yang serupa dengan Ibuku. Jadi, membiarkannya beristirahat dengan tenang adalah satu pilihan paling tepat untuknya."

"Meskipun saya belum mengerti dengan apa yang anda maksudkan, tapi saya setuju jika kenyataannya memang begitu." Kakashi menganggukan kepalanya setuju. "Tapi bagaimana dengan Naruto?"

"Karena kematian tuannya, Chakra Indra nampaknya mulai bereaksi terhadap Naruto. Indra sekarang sedang mencoba masuk dan bergabung dengan Chakra Asyura di dalam tubuh Naruto." Hagoromo berkata sambil memicingkan matanya menatap tangan kiri Naruto yang memiliki cahaya ungu berkedip-kedip. "Asyura dan Indra adalah entitas yang saling berlawanan, entah apa yang mendasari Indra untuk mencoba menyelinap masuk ke tempat saudaranya berada." "Tidak bisakah anda pergi dan membantu Naruto, Rikudou-sama?" Sakura yang sedari tadi terdiam mengangkat suaranya.

"Tidak bisa." Hagoromo menggelengkan kepalanya. "Aku yang saat ini hanyalah sisa Chakra masa lalu, aku hanyalah seorang pria tua yang selalu khawatir dengan dunia yang aku dan saudaraku ciptakan ini."

Kakashi tertunduk. "Anda saat ini pasti merasa sangat kecewa ketika melihat warisan yang anda miliki ternodai oleh tingkah kami. Ajaran yang anda tinggalkan hanya menjadi sebuah alat perang oleh kami, warisan anda juga telah kami salah gunakan untuk mengambil dan merampas nyawa satu sama lain."

"Itulah yang pertama aku pikirkan." Hagoromo menjawab lugas. "Namun, melihat kalian yang saling bekerja-sama untuk mengusir ancaman untuk dunia ini... Aku merasa bangga telah mewariskan ajaranku untuk kalian semua." Dia tersenyum menatap langsung mata Kakashi. "Semua harapanku kini bergantung pada Naruto, dia adalah anak ramalan yang akan membawa cahaya untuk era Shinobi masa ini!" Hagoromo menyatakan keyakinannya untuk Naruto yang masih bertarung dengan Madara. "Selain itu, aku ingin meminta kalian untuk melakukan sesuatu yang akan mencegah kebangkitan Ibuku!"

Kakashi memasang wajah seurius. "Kami mendengarkan!"

Hagoromo tersenyum tulus, kemudian dia memanggil sebuah kendi raksasa dengan tali putih dibagian bawah penutup kendinya. "Carilah Zetsu hitam dan segel dia kedalam Kohaku no Johei! 873 tahun mengamati dunia ini, aku menyadari bahwa aku sendirilah yang bersalah atas kebobrokan dunia ini. Sebelum berhasil menyegel Ibu, kami tidak menyadari bahwa dia telah melepaskan kejahatannya."

0-o

Naruto terbatuk darah, dia mencoba berdiri dengan kedua tangannya menyanggah lutut menahannya dari ambruk.

"Tubuhmu sudah diambang batas!" Madara bergumam dengan sikap apatis, menatap Naruto yang melihat ke arahnya dengan pandangan menantang. "Aku tidak akan membuang waktu lagi!" Madara mengangkat tangan kanannya keatas, bersamaan dengan semua Gudoudamanya bergabung menjadi satu. "Aku akan memenjarakanmu disebuah dimensi kosong, membunuhmu dengan cara mengikis semua energy kehidupanmu!"

Naruto tersentak, dia hampir limbung terjatuh ke belakang karena terkejut ketika sebuah suara terdengar berbisik di kepalanya.

Naruto mengangkat tangan kirinya keatas, dia melihat telapak tangan kirinya yang berkedip ungu merespon sinar cahaya kuning yang juga berkedip di tangan kanannya.

"Indra?" Gumam Naruto, dia mendengar sebuah bisikan yang memperkenalkan dirinya sebagai Indra.

Dia merasa sempurna...

...Naruto merasakan sebuah dorongan yang membuat Chakranya kini seakan ingin berkobar.

Dengan ledakan kekuatan asing yang memasuki tubuhnya, dengan mode Biijunya Naruto melesat ke tempat Madara. Dia menghilang dan hanya butuh sepersekian detik untuk dia kini berada tepat di depan Madara yang masih pokus mempersiapkan Jutsunya itu.

Kedua mata Madara melebar melihat kemunculan tiba-tiba Naruto, dia mulai panik ketika Naruto memanggil 9 Bunshin dan mulai membuat Rasenshuriken berbagai bentuk.

Sembilan Bunshinnya itu membuat satu Rasenshuriken yang di jiwai kesembilan Biiju. Sedangkan untuk dirinya sendiri, Naruto membuat dua buah Rasenshuriken berbeda warna, kuning dan ungu.

"Bodoh! Hentikan itu!" Madara meraung, dia seakan bisa menebak apa yang akan dilakukan Naruto dengan ke 8 Bunshinnya itu.

"SENPO..." Kesembilan Bunshin berseru. "...CHO BIIJU RASENSHURIKEN!"

Kesembilan Bunshin itu melemparkan Rasenshurikennya menuju Gudoudama Madara. Sedangkan untuk Naruto asli...

"AKU BELUM PUNYA NAMA UNTUK MEREKA!"

...Naruto melemparkannya langsung menuju tubuh Madara.

KAAA...

...BOOOMMM!

Hasil dari serangan Naruto dan sembilan Bunshinnya menciptakan sebuah ledakan yang nampak seperti sebuah awal dari sebuah kiamat.

Permukaan tanah yang dihantam ledakan itu berhamburan kelangit, setelah itu berjatuhan menghujani seluruh daratan lainnya seolah-olah sebuah meteor yang terbuat dari puing reruntuhan tanah yang terbakar oleh Api yang berkobar panas.

Namun, sebuah kejutan nampaknya menunggu untuk disaksikan oleh Naruto dan Madara.

Gudoudama Madara meledak menciptakan sebuah lubang hitam yang menarik apapun yang ada disekitarnya. Puing-puing, pepohonan bahkan sebuah gunung ditarik kedalam lubang hitam tersebut.

Kedua mata Naruto melebar ketika melihat Madara yang berusaha meronta-ronta mencoba melepaskan diri dari tarikan lubang hitam itu. Namun karena tarikannya yang begitu kuat, Madara tak kuasa dan akhirnya tertelan kedalamnya.

"Sialan!" Naruto mendengus. Dia menyebarkan 9 tangan Chakranya untuk bertahan dari tarikan lubang hitam, namun seakan sudah digariskan, akhirnya dia juga menyusul Madara untuk masuk kedalam lubang hitam.

0-o

"Apa yang terjadi?" Kakashi berusaha melompat menghindari sebuah retakan gempa yang tercipta dibawah kakinya, seluruh dunia mulai bergetar dan seolah-olah akan runtuh dalam sekejap.

"Dunia ini sudah kehilangan Chakra Biiju yang terakhir." Sahut Rikudou.

"Apa maksudmu? Dimana NARUTO?" Sakura berteriak hawatir, dia mengabaikan kesopanannya.

"Naruto dan Madara menciptakan kekosongan dimensi, mereka terbawa kesana dengan membawa salah-satu Chakra tersisa dari kesembilan Biiju." Jawab Rikudou memicingkan matanya menatap lubang hitam yang perlahan meredup.

"Apakah dia baik-baik saja?" Tanya Sakura gemetar.

"Dimensi kosong akan melahap apapun yang ada di dalamnya, mereka tidak akan bertahan!" Jawab Rikudou sendu.

"Tidak!" Sakura menggelengkan kepalanya, dia runtuh berlutut dan mulai menangis. "NARUTO!"

"Sakura!" Kakashi menghampiri tempat Sakura, dia membelokan salah-satu petir yang akan menyambar Sakura dengan Chidorinya.

"Tidak ada waktu untuk meratapi kesedihan!" Rikudou melayang melewati Sakura. "Aku harus segera melepaskan kedelapan Biiju dan Chakra Kurama yang disegel di Gedou Mazou." Kata Rikudou tanpa menatap Sakura dan Kakashi. "Ingatlah dia! Kenanglah dia dan jagalah kedamaian yang dia ciptakan ini!"

Rikudou memanggil Gedou Mazou. "Biijutsu Ougi!" Kata Rikudou dengan menyatukan kedua tangannya.

Dalam waktu bersamaan dengan kesembilan Biiju dibebaskan, seluruh dunia berhenti bergetar menandakan bahwa keseimbangan dunia telah kembali.

Line Break-o

Naruto tersentak langsung membuka kelopak matanya, menoleh kesana-kemari dan berkerut bingung mendapati dirinya terbaring ditempat yang sangat asing.

"Kau sudah bangun, anak muda?"

Naruto melihat seorang wanita berambut putih efek tua menghampirinya, duduk disamping ranjang dan tersenyum lembut menatap Naruto.

Naruto menganggukan kepalanya, hendak bangkit namun wanita itu mencegah sambil menggelengkan kepalanya.

"Beristirahatlah, tubuhmu masih lemah!" Kata wanita itu sambil mengusap dahi Naruto dengan kain hangat yang dia dapatkan dari baskom Air hangat diatas meja samping ranjangnya.

"Aku baik-baik saja!" Mengabaikan itu, Naruto lekas duduk menyenderkan punggungnya dikepala ranjang. "Dimana aku?" Tanya Naruto dengan suara yang tercekat.

"Minumlah dulu!" Wanita tua meberikan segelas Air yang langsung diterima oleh Naruto.

"Terimakasih!" Ucap Naruto setelah meminum Air yang wanita itu berikan kepadanya.

"Kau berada di desa Tanigakure, aku menemukanmu hanyut terbawa arus sungai." Jawab wanita tua itu.

'Aku masih berada dielemental,,,' Naruto terhenyak atas jawabannya. Dia tahu desa Tanigakure, dia sekarang berada di hulu sungai yang menyambungkan antara Moyagakure dan Takigakure. ',,,Apakah aku berhasil lolos dan meninggalkan Madara sendirian di dimensi kosong?' Dia bertanya pada dirinya sendiri dengan perasaan senang bahwa dia telah selamat dan otomatis dia juga telah berhasil mengalahkan Madara.

"Berbicara tentang lukamu, apakah kau seorang Ninja?" Wajar wanita itu bertanya seperti itu, mengingat ketika dia menemukan Naruto dengan tubuh penuh luka. "Apakah itu juga milikmu?" Tunjuknya pada sebuah kipas raksasa yang disenderkan didinding kamar.

"Gunbai?" Naruto berkerut bingung, menoleh kearah yang ditunjukan sontak kedua matanya langsung membelakak. 'Tidak mungkin!' Dia terkejut mendapati senjata andalan Uchiha Madara teronggok didekatnya. Jika senjatanya ada disini, itu berarti Madara,,,

"Apakah kau menemukan atau melihat seseorang selain aku disana?" Naruto bertanya panik, otaknya memikirkan kembali kemungkinan Madara yang berhasil lolos.

"Tidak, aku hanya menemukanmu sendiri dengan kipas raksasa itu yang menempel dipunggungmu!" Jawab wanita tua itu sambil menggelengkan kepalanya.

'Dimana Madara?' Dengan tergesa Naruto bangkit dari ranjangnya, dia hendak berjalan keluar kamar.

"Anak muda, kau mau pergi kemana?" Wanita tua itu terbawa panik, dia lekas berdiri dan berusaha mengejar Naruto untuk menghentikannya.

Naruto acuh dan terus berjalan, namun ditengah perjalanan dia berhenti tepat didepan cermin yang ada disamping lemari pakaian.

"A- apaan,,," Dia terguncang, kedua mata birunya menatap penuh syok bayangannya yang ada didalam cermin datar.

"Kau belum sepenuhnya pulih! Kau harus beristirahat!" Wanita tua itu menyentuh bahunya, dia mencoba menggiring Naruto keranjangnya kembali namun tubuh itu tetap kukuh didepan cermin dengan kedua mata shafire yang masih menatap syok bayangannya sendiri.

Naruto masih membeku terus memperhatikan bayangan wajahnya, kali ini dia memperhatikannya dengan jeli untuk mendapatkan kejelasan yang lebih baik dari sebelumnya. Wajah bulatnya sudah hilang dan digantikan oleh wajah lonjong dengan garis rahang yang tegas. Wajahnya memiliki kulit putih dengan sedikit warna tan tumpang tindih didalamnya, namun yang membuatnya terkejut adalah tidak adanya tiga garis kumis Rubah yang sebelumnya ada disetiap pipi wajahnya. Rambut kuning jabrignya hilang dan digantikan oleh rambut hitam panjang sepunggung dengan poni yang juga panjang hampir menutupi mata kirinya. Dari semua itu, yang lebih membuatnya terkejut adalah kedua matanya memang masih biru shafire, namun seketika kedua mata biru itu berubah menjadi mata Sharingan tiga tomoe dan berlanjut ke Mangekyou serta Eternal Mangekyou Sharingan yang identik dengan mata Madara.

'Omong kosong!' Naruto menggelengkan kepalanya beberapa kali, otaknya masih menyanggah apa yang kedua matanya kini lihat.

'Ini tidak bisa terjadi!' Naruto menggelengkan kepalanya sambil menelusuri permukaan wajahnya sendiri. 'Kenapa aku berada didalam tubuh Madara?'

"Sekarang kau ikut aku!" Naruto tersentak ketika pergelangan tangannya ditarik oleh wanita tua itu, tubuhnya didorong dan membuatnya terjerembab jatuh kembali keranjangnya. "Diam disitu!" Mata coklat dengan kelopak mengkerut itu menatapnya nyalang membuat Naruto sedikit bergidig dibuatnya. "Sebelum kau sembuh, aku tidak akan membiarkanmu turun dari ranjang itu!" Dia kembali duduk disamping ranjangnya, tatapannya sudah kembali melembut dan setelah itu dia kembali mengambil Air hangat untuk membersihkan tubuh serta luka Naruto.

Naruto terdiam kaku, kedua matanya menatap langsung menuju mata coklat wanita tua itu. Dia bisa melihat sebuah kerinduan terlukis dari mata coklat itu ketika menatapnya, tatapan wanita tua itu penuh kasih sayang seolah-olah dia sedang melihat sosok anaknya sendiri.

Satu hal yang bisa Naruto yakini, meskipun sepenuhnya dia telah berubah, namun anggapannya tentang para wanita tetap sama, dia tidak bisa menangani seorang wanita yang sedang marah.

oooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo

Tsumibito no Daika - Harga dari seorang pendosa

Series Naruto by Masashi Kishimoto, dan tulisan diawal Prolog milik Two-Faced by Ima Khanza.