"Bukannya hyung sudah setuju kalau Kim appa dan Namjoon hyung menikah? Lalu, kenapa kita pergi kepernikahan mereka?" Jimin melipat tangannya didepan dada, matanya menatap kesal pada Yoongi yang ada didepannya.
Sebulan lalu Namjoon memang sudah minta izin pada Yoongi untuk menikahi Seokjin. Mendengar permintaan Namjoon jelas membuat Yoongi seperti disambar petir disiang hari. Dia tidak pernah berpikir sahabatnya itu benar-benar akan serius dengan Appanya.
"Waktu Appa dan Papa-ku menikah, aku juga tidak datang, jadi kali ini aku tidak datangpun, ya tidak apa" jawab Yoongi asal.
"Jelas saja hyung tidak datang, kan belum lahir!"
"Sudahlah. Mereka juga sudah menikah hari ini" Yoongi menghela nafasnya.
Kalau boleh jujur, Yoongi masih belum ikhlas Appa-nya menikah, apalagi dengan Namjoon. Yoongi jelas masih memikirkan apa kata orang-orang nanti kalau tau Seokjin dan Namjoon menikah dengan jarak umur yang cukup jauh seperti itu. itu juga yang membuat Yoongi mengajukan syarat agar Seokjin dan Namjoon menikah diluar negeri.
"Tapikan Jiminie ingin melihat Kim Appa menikah" Jimin merajuk.
"Nanti lihat fotonya saja"
"Tapikan beda! Lebih seru kalau ada disana! Pokoknya Jiminie sedang kesal dengan Yoongi hyung" Jimin memicingkan matanya.
"Ya sudah kalau kesal, nanti kalau tidak kesal lagi, beritahu aku. Sekarang cepat turun" Yoongi memegang pinggang Jimin pelan.
"Tidak mau!" Jimin menggeleng keras.
"Katanya kesal, tapi masih saja duduk dipangku" Yoongi menaikkan alisnya.
"Urusan kesal itu lain cerita. Jiminie duduk dipaha Yoongi hyung, itu juga lain cerita" Jimin menatap tajam lagi pada Yoongi. "Jangan senyum-senyum, Min Yoongi-ssi. Jiminie sedang marah sekarang"
Yoongi tertawa keras, menarik pinggang Jimin agar merapat padanya dan memeluk Jimin erat. Setidaknya dari semua masalah yang sedang berkumpul dikepalanya, ada satu orang yang selalu membuatnya bahagia.
.
.
.
RUN TO YOU
.
.
.
"Hyung kenapa?" Jimin menatap Chanyeol yang sedang menatap sedih ponselnya.
Setelah mengganggu kehidupan Yoongi distudionya, Jimin memilih mengunjungi Chanyeol karena Yoongi harus ke studio rekaman untuk merekam demo lagu baru miliknya.
"Seokjin-ku akhirnya menikah" Chanyeol berucap sedih.
Jimin memutar bola matanya kesal. Hilang sudah selera makan Jimin pada es serut didepannya karena Chanyeol.
"Hyung, Kim Appa mertuaku" kesal Jimin.
"Aku tidak lupa. Hanya tidak ikhlas saja. Dilihat dari manapun, aku yang lebih cocok dengan Seokjin"
"Kau mau ku adukan pada Baekhyun, hyung?" ancam Jimin.
"Yah, Baekhyun lain lagi urusannya" Chanyeol meletakkan ponselnya diatas meja. "Coba saja kau tidak tunangan dengan Yoongi, mungkin sekarang aku yang sudah menikah dengan Seokjin"
"Jadi kau menyalahkanku, hyung?" sengit Jimin.
"Tidak, hanya..."
"Yah, Pikirkan perasaan Baekhyun kalau dia mendengar hyung mengatakan ini" Jimin menatap kesal pada Chanyeol. Ini adalah salah satu alasan Jimin kenapa dia tidak setuju dengan hubungan Chanyeol dan Baekhyun.
"Kau tau, Jim..." Chanyeol menghela nafas, matanya menatap kelangit-langit ruangan seperti sedang berpikir keras apakah dia harus bercerita soal ini pada Jimin atau tidak.
"Tidak tau." Jawab Jimin.
Chanyeol melirikkan matanya pada Jimin yang kembali sibuk menyendoki es serut miliknya kedalam mulut. "Baekhyun terlalu... entahlah, kau tahu kan aku pria dewasa dan... tidak jadi saja" putus Chanyeol.
"Kau ini bicara apa, hyung? Mau cerita tidak?"
"Kau dan Yoongi pasti sudah pernah bercinta, itu jelas. Kenapa juga aku bertanya" guman Chanyeol.
"Y-yah! Hyung! Apa-apaan" Jimin berubah gugup.
"Baekhyun tidak pernah mau ku sentuh. Pria dewasa sepertiku hanya diizinkan mencium bibirnya saja, bahkan tanganku tidak boleh merayap kemana-mana. Bisa kau bayangkan bagaimana frustasinya aku?" cerocos Chanyeol tanpa sadar.
Jimin menaikkan bahunya. Jelas dia tidak tahu bagaimana rasanya, toh dia selalu mengizinkan tangan Yoongi merayap kemana-mana dan Yoongi juga mengizinkan tangan Jimin merayap kemana-mana.
"Percuma juga cerita denganmu" Chanyeol memutar bola matanya.
"Mungkin Baekhyun belum siap? Mungkin saat hyung serius dengan hubungan kalian, dia mau melakukannya"
"Aku rasa dia tidak tertarik padaku. Entahlah, setiap dicium saja dia seperti enggan"
"Mana mungkin! Aku tau sekali Baekhyun itu bagaimana. Mungkin kau saja yang terlalu agresif, hyung" tuding Jimin.
"Aku agresif saja tidak dikasih, apalagi tidak agresif" Chanyeol memutar bola matanya.
"Baekhyun kan pemalu"
"Terkadang terlalu pemalu juga membosankan" Chanyeol memutar bola matanya. "Baekhyun..." Chanyeol membolakan matanya saat pintu ruangannya makin lebar terbuka menunjukan Baekhyun yang sudah berdiri disana.
Jimin membalikkan tubuhnya dan menatap horror pada Baekhyun yang sedang berdiri didepan pintu dengan pipi yang basah. "B-Baekhyun, se-sejak kapan kau berdiri disana" Tanya Jimin horror.
"Sayang, kau..." Chanyeol berdiri dari kursinya, berjalan cepat kearah Baekhyun dan memeluk Baekhyun erat.
"Maaf aku membosankan" isak Baekhyun.
"Bukan begitu maksudku..." Chanyeol kebingungan.
Jimin yang merasa salah tempat, berusaha kabur melewati sisi tubuh Chanyeol, sayang sekali dia tertangkap. Chanyeol langung menarik baju Jimin masuk kedalam ruangannya bersamaan dengan Baekhyun yang ada dipelukannya, kemudian menutup pintu ruangannya dengan keras. Mungkin kehadiran Jimin ditengah-tengah keduanya bisa membuat keadaan sedikit lebih baik. Mungkin.
.
.
.
Namjoon tersenyum lebar menatap Seokjin yang sedang berada dibalkon kamar. Hari ini, Seokjin sudah sah jadi miliknya. Meskipun pernikahan mereka hanya dihadiri keluarga Namjoon dan Seokjin, setidaknya itu sudah cukup untuk mereka.
Namjoon memeluk perut Seokjin dari belakang, mengistirahatkan dagunya pada bahu Seokjin yang sudah menyamankan diri dipelukan Namjoon.
"Maaf tidak bisa berlama-lama" Seokjin mengusap pelan tangan Namjoon yang berada di perutnya.
"Direktur rumah sakit tempatmu bekerja itu memang sangat tidak berprikemanusiaan. Cuti menikah hanya lima hari" gerutu Namjoon.
Seokjin terkekeh kecil mendengarnya. "Masih syukur diberi cuti. Setelah ini kita akan tinggal dimana, Namjoon?"
"Sementara di apartemenku dulu, bagaimana? Dan aku tidak menerima tinggal terpisah, Seokjin. Jangan coba-coba minta tinggal dirumah masing-masing mulai sekarang"
Seokjin tertawa kecil. "Tapi kita harus membicarakan ini juga pada Yoongi. Aku tidak mau dia merasa canggung nantinya kalau mengunjungi kita."
"Ya, aku paham. Kita bisa membuat kesepakatan lagi nanti saat di Seoul."
Seokjin tersenyum kecil. Dia senang dengan Namjoon yang bersikap dewasa seperti ini. Namjoon tidak pernah egois, dia selalu memikirkan kenyamanan untuk Yoongi dan Yoonji. Jika dipikir-pikir, Namjoon jauh lebih dewasa dibanding Seokjin dalam mengambil keputusan. Dia selalu melibatkan anak-anaknya bahkan dalam urusan terkecil sekalipun.
Namjoon juga berbesar hati dengan keputusan Yoongi yang tidak menghadiri pernikahannya. Namjoon bisa memakluminya dan hanya meminta kado dari Yoongi sebagai gantinya, meskipun hanya bercanda. Namjoon juga tidak memaksakan Yoongi untuk memanggilanya dengan sebutan Appa atau Papa setelah dia menikahi Seokjin, semua terserah pada Yoongi dan Yoonji.
"Namjoon, disini dingin" guman Seokjin pelan.
"Mau coba tempat tidurnya?"
Seokjin terkekeh, membalik tubuhnya dan mengalungkan tangannya pada leher Namjoon. "Aku bilang kedinginan, Namjoon. Kenapa kau bertanya soal tempat tidur?"
"Aku hanya bertanya. Bagaimana?" Namjoon menatap lurus pada mata Seokjin.
"Memangnya kalau bilang tidak mau, kau akan menurut?"
"Tentu saja tidak" Namjoon memeluk Seokjin erat, membawa Seokjin masuk kedalam kamar, menutup pintu balkon dan gorden agar tidak terlihat siapapun dari luar.
.
.
.
"Jadi sajangnim dan Baekhyun sudah baikan?" Yoongi mengelus pelan rambut Jimin yang sedang tertidur disampingnya.
Jimin mengangguk, membuat sensasi geli terasa didada Yoongi yang sedang memeluk Jimin. Keduanya sedang berada di apartemen Yoongi, Jimin memilih ikut ke apartemen karena Chanyeol sepertinya butuh waktu berduaan untuk membujuk Baekhyun yang masih merajuk padanya di rumah mereka.
"Hanya salah paham, hyung."
"Semoga cepat berbaikan kalau begitu."
Jimin mengangguk lagi, menaikkan kepalanya dan menatap Yoongi lama. Tangannya bergerak mengelus pipi Yoongi dan kembali menyembunyikan wajahnya didada Yoongi. Jimin malu.
"Wae?" Tanya Yoongi penasaran.
"Tidak ada. Hyung, kalau kita menikah, kita akan punya anak kan?" Tanya Jimin pelan.
"Tentu. Tapi setelah kau selesai kuliah dulu. Kita sudah sepakat soal itu" Yoongi mengeratkan pelukannya pada Jimin.
"Kalau Jiminie mau punya anak secepatnya, tidak boleh?"
"Bukannya tidak boleh, Jiminie. Kau harus kuliah, harus menyelesaikan mimpimu dulu, urusan punya anak, itu bisa nanti."
"Tapi hyung..." Jimin meremas kaos depan Yoongi pelan.
"Park Appa dan Park eomma juga sudah setuju soal itu, kan?"
Jimin mengangguk pelan, merapatkan tubuhnya kedalam pelukan Yoongi.
"Berarti masih lama lagi kita bisa punya anak" guman Jimin pelan.
"Aku hanya ingin berduaan denganmu lebih lama, Jiminie. Setidaknya setelah menikah kita bisa punya waktu lebih lama untuk berduaan. Nanti saat sudah siap, kita bisa memiliki anak. Aku ingin punya empat anak ngomong-ngomong"
Mendengar ucapan Yoongi, Jimin merona merah. Tangannya makin kuat meremas kaos yang dipakai Yoongi. "Itu banyak sekali"
"Ya sudah, tiga saja" tawar Yoongi.
Jimin mendongak, menatap mata Yoongi sedetik dan kembali bersembunyi di dada Yoongi. "Dua saja" guman Jimin pelan.
"Tidak bisa, Jiminie. Harus tiga"
Jimin terkekeh. Baru kali ini Yoongi berkeras atas keinginannya. Biasanya dia selalu menuruti Jimin dalam urusan apun."Hyung..."
"Hmm?"
"Jiminie menginap disini, ya?"
"Nanti sajangnim marah" tolak Yoongi.
"Pleaseeee..." Jimin menatap memohon pada Yoongi. Kalau sudah begini, jelas Yoongi kalah telak.
"Jiminie, jangan begini..."
Jimin mendudukan diri disamping Yoongi, tanpa Yoongi duga, Jimin kembali bergerak dan duduk di perutnya. "Pleaseeee?"
Yoongi menelan ludahnya kasar, sebelum kewarasannya hilang, Yoongi mendudukan diri dan Yoongi sadar, dia salah langkah. Jimin yang awalnya duduk diperutnya merosot kepangkuannya, tepat bersentuhan dengan Min Junior dibawah sana.
"Hyung..." Jimin merona merah, matanya bahkan tidak berani menatap pada Yoongi. Dia hanya menunduk dengan meremas baju Yoongi dibagian perut.
"Park Jimin, aku yakin aku akan ditendang sajangnim nanti"
Jimin melirik-lirik pada mata Yoongi, Jimin merasa Yoongi sedang memarahinya. Dengan sedikit keberanian, Jimin mengelus perut hingga kedada Yoongi, memberikan sensasi listrik untuk Yoongi. "Hyung, jangan marah" bisik Jimin.
"Aku tidak marah Jiminie, hanya..."
"Mau dicium kalau begitu..."
Yoongi menelan ludahnya kasar, bukannya dia tidak mau, tapi posisi mereka cukup berbahaya. Diatas tempat tidur dengan Jimin yang duduk dipangkuannya, belum lagi jam yang sedang tidak bersahabat. Seharusnya sebentar lagi Jimin harus diantar pulang.
Jimin sudah bersabar untuk menunggu pergerak Yoongi, rasanya begitu lama sampai Jimin memberanikan diri menyentuh pipi Yoongi dan mencium Yoongi lebih dulu.
Awalnya hanya Jimin yang bergerak, sampai akhirnya Yoongi mulai membalas ciuman Jimin. Jimin tersenyum diantara ciuaman mereka saat tangan Yoongi sudah bergerak didalam baju Jimin, meraba kesegala tempat yang bisa Yoongi capai.
Ciuman Yoongi berubah turun keleher Jimin, membuat Jimin mendongak dan memeluk kepala Yoongi erat-erat. Nafasnya sudah berantakan dengan baju yang sudah sedikit tersingkap karena tangan Yoongi yang berada didalam baju Jimin.
"Jim, aku rasa..."
"Lagi, hyung..." desah Jimin pelan.
Yoongi merasa amper kewarasannya sudah rusak. Melihat Jimin yang menatapnya dengan pandangan sayu dan bibir yang basah membuat Yoongi menjadi panas sendiri. Yoongi mendorong Jimin hingga tertidur ditempat tidurnya, kembali berjelajah dengan bibirnya di tubuh Jimin yang sudah dia buang bajunya entah kemana.
'Sajangnim maafkan aku' batin Yoongi.
Jimin meremas bahu Yoongi kuat saat Yoongi bergerak didalamnya. Nafas keduanya berantakan dengan badan yang lembab karena keringat. Jimin mendongakkan kepalanya diatas bantal saat Yoongi mengenai titik sensitifnya didalam. Rasanya selalu luar biasa. Yoongi selalu tau bagaimana cara memperlakukan Jimin ditempat tidur.
Jantung Jimin berdebar keras, dengan punggung tangan Jimin yang berfungsi menutupi wajahnya yang memerah sayu dan berusaha menahan desahan yang sering kali lolos dari bibirnya.
"Y-yoongi hyungh..." rengek Jimin.
"Bukan itu sayang, kau punya panggilan yang manis untukku"
"Hyunggh... ku mohon" rengek Jimin. Wajah Jimin makin memerah, dia nyaris sampai tapi Yoongi seperti sengaja memperlamban pergerakannya membuat Jimin merengek frustasi.
"Aku ingin mendengarnya disini, Jiminie"
"Pah... Yoongi hyungh..." Jimin menjerit saat Yoongi lagi-lagi mengenai titik sensitifnya. Tangan Jimin mencakar punggung Yoongi tanpa sadar dan menyebabkan ruam merah dikulit pucat Yoongi.
"Sekarang, Jiminie" bisik Yoongi tepat ditelinga Jimin.
"Daddyh..." jerit Jimin ditengah nafasnya yang berantakan.
"What the f*ck"
Yoongi meledak didalam Jimin bersamaan dengan Jimin. Yoongi menjatuhkan tubuhnya keatas tubuh Jimin yang masih mengatur nafasnya yang berantakan. Jimin menutupi wajahnya yang memerah setelah sadar atas ucapannya barusan.
"Jiminie malu sekali" rengek Jimin. Tangannya bergerak menutupi wajahnya yang memerah karena malu.
Mendenger rengekan Jimin, Yoongi mengangkat tubuhnya dan terkekeh kecil. Tangannya menarik tangan Jimin yang menutupi wajah dan mengecup kepala Jimin lama.
"Aku pikir aku akan dipanggil papa, ternyata aku punya panggilan baru"
Jimin benar-benar malu sekarang. Tangannya bergerak memeluk leher Yoongi dan menyembunyikan wajahnya dibahu telanjang Yoongi yang lembab.
"Daddy ya?"
"Hyuuuungg! Jangan dibahas" rengek Jimin.
.
.
.
END
BTW, terimakasih sudah mengikuti work ini sampai selesai kakak yorobun.
bole lo mampir di work baru aku di wattpad (yunkiminsugar) CHASE AFTER YOU...
*Promosi *YaUdahlahYa
*CubitTete-nya
*LariNaruto