Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I don't take any material profit from it
Pairing : SasuFemNaru
Rated : T
Warning : Gender switch, OOC, OC, typo(s)
Genre : Romance, Fantasy, Historical, Drama
Note : Dilarang mengcopy paste isi fic ini maupun fic milik saya lainnya. Yang tetep membandel saya kutuk jadi jomblo seumur hidup!
Selamat membaca!
Healer Princess
Prolog
By : Fuyutsuki Hikari
Tsunade mengurut hidungnyanya. Entah sudah berapa kali ia menghela napas siang ini, dan semua karena perilaku ajaib cucu angkatnya—Naruto. Berbeda dengan Kyuubi yang sangat mandiri dan bisa membawa diri dengan baik, maka Naruto memiliki sifat sebaiknya. Naruto sangat ceroboh, cengeng walau bisa diandalkan.
"Sampai kapan kau akan bersembunyi di dalam kamarmu?" tanya Tsunade dengan kesabaran yang sudah setipis es di penghujung musim dingin. "Kau tidak bisa pura-pura sakit, Naruto!"
Gadis remaja berambut pirang itu menyibak selimut sutra yang digunakannya untuk bersembunyi. Ia mendudukkan diri di atas ranjang nyamannya. Ekspresinya terlihat memohon saat menatap lekat Tsunade.
"Bolehkah aku tetap di rumah?" tanyanya masih dengan ekspresi memohon yang sama. Naruto bahkan tidak keberatan untuk bersujud jika itu bisa membuat nenek angkatnya mengizinkannya untuk tetap tinggal di rumah.
Tsunade menggelengkan kepala pelan. "Tidak," jawabnya tegas. Tsunade menarik selimut yang masih menyelimuti sebagian tubuh Naruto lalu melemparnya sembarang hingga membuat cucunya terkesiap pelan. "Apa kau tidak kasihan pada kakakmu?" tanya Tsunade. Ia tahu betul titik lemah cucu bungsunya ini.
Tabib nomor satu di wilayah Kerajaan Konoha itu memasang ekspresi sedih hingga membuat Naruto memalingkan muka, merasa bersalah. "Kakakmu pasti sangat kesepian di sana. Kau tahu, kan jika para pejabat dan para bangsawan bisa sangat membosankan?"
Naruto menggigit bibir bawahnya. Ia sempat meragu walau pada akhirnya mengangguk samar. "Baiklah, aku akan ikut bersama nenek ke istana."
Tsunade bertepuk tangan dalam hati. Naruto memang terkenal sangat keras kepala, tapi jika sudah menyangkut keluarga, kekeraskepalaannya akan luluh seketika.
"Aku akan memanggil dayang untuk membantumu mandi dan bersiap," timpal Tsunade saat Naruto turun dari atas ranjang dan mendudukkan diri di atas kursi rias.
Gadis remaja berusia tujuh belas tahun itu mengamati pantulan dirinya pada cermin perunggu. "Nenek, apa dia juga akan datang?"
Tsunade berusaha menyembunyikan senyumannya saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan Naruto dengan nada ketus itu. "Siapa maksudmu?" Tsunade balik bertanya, basa-basi.
Naruto memutar kedua bola matanya, jengah. "Si Uchiha itu, apa dia akan datang di perayaan kali ini?"
Hening. Naruto menunggu. Ekspresinya semakin tidak sabar saat melihat pantulan diri neneknya yang terlihat bingung.
"Uchiha Sasuke," tukas Naruto geram. "Apa dia akan datang?"
"Ah… Uchiha bungsu," balas Tsunade dengan nada merdu. Menjadi hiburan tersendiri untuknya saat menggoda cucu bungsunya ini. "Ya, dia pasti datang. Kenapa? Apa kau merindukannya?"
Naruto nyaris muntah di tempat. Bagaimana bisa dia merindukan putra bungsu keluarga Uchiha itu? Demi segala sesuatu yang suci di dunia, Sasuke adalah orang terakhir di dunia yang ingin ditemuinya.
Tsunade mencondongkan tubuhnya. Ia mengeluarkan sebuah tusuk konde dari giok hijau dari dalam kotak perhiasan milik Naruto lalu memasangkannya pada rambut cucunya. Ia menimangnya beberapa saat hingga memutuskan jika giok itu akan menonjolkan kecantikan cucu bungsunya.
"Dia baru saja kembali dari perbatasan wilayah utara," terang Tsunade. Ah, seperti Naruto ingin tahu saja. "Raja memberinya libur selama beberapa bulan," sambungnya, menunggu reaksi cucunya.
Tentu saja Tsunade tidak akan memberi tahu lebih lanjut alasan raja memberi Sasuke libur panjang. Alasannya utama raja memberi Sasuke libur karena permohonan Uchiha Fugaku. Sang kepala keluarga menginginkan putra bungsunya yang berusia dua puluh satu tahun itu bisa lebih dekat dengan tunangannya agar pernikahan antara dua keluarga besar di Kerajaan Konoha bisa segera berlangsung.
.
.
.
Beberapa orang kasim segera menyambut kedatangan kereta kuda yang dinaiki Tsunade dan Naruto saat kereta yang ditarik empat ekor kuda terbaik itu memasuki gerbang istana. Para kasim segera membungungkuk saat Tsunade turun dari kereta dengan diikuti Naruto di belakangnya.
Naruto tersenyum anggun. Pakaiannya berwarna biru muda, terlihat mewah dan mahal sesuai dengan status kebangsawanan yang dimilikinya.
"Raja menanti Anda di pavilunnya, Tabib Senju," lapor kepala kasim pada Tsunade. "Ada beberapa hal yang ingin didiskusikan dengan Anda," sambungnya saat Tsunade menaikkan satu alis ke arahnya. "Perdana Menteri Fugaku, Pejabat Kyuubi dan Pejabat Itachi juga berada di paviliun raja saat ini."
"Nenek pergi saja," sambar Naruto. Gadis remaja itu berusaha menyembunyikan kebahagiaannya karena ia memiliki waktu lebih untuk menyendiri. "Aku akan berkeliling istana sebelum pergi ke ruang pesta," tambahnya meyakinkan.
Tsunade terlihat ragu. Namun pada akhirnya ia mengangguk pelan dan beranjak pergi dengan perasaan was-was. Tsunade takut jika Naruto melakukan hal memalukan di dalam istana.
Selepas kepergian Tsunade, senyum Naruto merekah begitu cantik. Gadis remaja itu mendesah puas. Ia mengibaskan ujung lengan gaunnya lalu berjalan dengan dagu diangkat tinggi. Naruto bahkan tidak mau repot menyapa beberapa putri bangsawan yang berpapasan dengannya dan berbisik-bisik hingga membuat telinganya memerah.
Persetan.
Naruto tidak akan perduli dengan apa yang dikatakan mereka. Para gadis bangsawan itu boleh merasa iri karena ia bertunangan dengan Uchiha Sasuke. Jika mau, mereka bahkan boleh mengambil pria menyebalkan itu darinya. Sungguh, Naruto tidak peduli.
Langkah kakinya membawanya pada taman teratai yang terletak di belakang balairung istana. Naruto sudah sering dibawa ke istana oleh Tsunade karenanya dia sudah terbiasa dengan tempat ini. Selain itu, darah kerajaan juga masih mengalir dalam tubuhnya. Mendiang kakek dari ibu kandung Naruto merupakan pangeran kelima Kerajaan Konoha dari raja terdahulu, karena alasan itu Naruto pun memiliki gelar 'Putri' di depan namanya.
Aish… kenapa aku harus bertemu dengannya di sini?
Naruto menutup mulut dengan ujung lengannya. Gerakannya sangat anggun. Namun kedua matanya tidak bisa berbohong jika ia benci apa yang dilihatnya saat ini.
"Hei, kenapa kau berbalik pergi?!" tanya Naruto dengan nada satu oktaf lebih tinggi. Ia berjalan cepat ke arah Sasuke sembari berkacak pinggang. "Jika ada yang pergi terlebih dahulu dari tempat ini, itu adalah aku, bukan kau!" tukasnya sembari menunjuk tepat pada dada bidang Sasuke.
Sasuke tidak menjawab. Pria itu hanya mendengus kecil, terlihat bosan. "Pergi! Aku tidak mau melihatmu."
Naruto tertawa renyah. Ia mengibaskan tangannya dengan gerakan anggun di udara. "Seharusnya aku yang bicara seperti itu." Ia menjeda. "Kedua mataku ternoda karena harus melihatmu," dengusnya tanpa menutupi ketidaksukaannya akan Sasuke. "Ck, apa yang mereka lihat darimu?" bisiknya sinis.
Naruto memang harus mengakui jika Sasuke tampan. Namun selain itu tidak ada sesuatu yang bisa dibanggakan dari putra bungsu keluarga Uchiha itu. Tidak ada. Ya, setidaknya untuk Naruto.
"Apa kau sengaja bersikap seperti ini untuk menarik perhatianku?" tanya Sasuke tiba-tiba. Pria itu menyipitkan mata. "Tanpa harus melakukan ini pun kita tetap akan menikah. Kenapa kau harus bersusah payah hingga sejauh ini?"
Naruto nyaris menyemburkan tawa kerasnya tepat di depan wajah datar Sasuke. Bagaimana bisa pria itu berkata dengan begitu tenangnya?
Sialan.
"Untuk apa aku menarik perhatianmu?" Naruto balik bertanya dengan sikap tidak bersahabat. "Kau adalah orang yang paling kubenci," desisnya kesal. Naruto berkacak pinggang. "Walau kau pria terakhir di dunia ini, aku tetap tidak akan sudi menikahimu."
Sasuke tersenyum samar, terlihat sinis. Pria itu mengambil satu langkah ke depan. "Kita memiliki pemikiran sama," bisiknya sinis. "Aku tidak suka gadis berisik sepertimu."
"Kalau begitu kau harus melakukan sesuatu untuk memutuskan pertunangan konyol kita."
Satu alis Sasuke diangkat naik. "Kenapa?"
"Hah?"
"Kenapa aku harus memutuskan pertunangan ini?" tanyanya tak acuh. "Aku tidak mau nama keluargaku tercoreng hanya karena masalah sepele ini," sambungnya dingin. "Kenapa bukan kau saja yang memutuskan pertunangan ini?" sarannya tanpa ekspresi.
Naruto memejamkan mata. Ia memijat tengkuknya yang sama sekali tidak pegal. Para gadis itu tidak tahu betapa brengseknya seorang Uchiha Sasuke. Naruto bahkan berani bersumpah jika putra bungsu keluarga Uchiha itu tidak memiliki hati.
"Kau yang ingin memutuskan pertunangan ini, jadi sudah sepantasnya jika kau yang berusaha agar keinginanmu terwujud," sambung Sasuke tajam. "Ah, satu lagi," katanya sebelum berbalik pergi, "saat aku tidak ada di sekitarmu, jangan membuatku malu!"
"Brengsek!" maki Naruto lirih. "Sialan. Pecundang!"
Naruto terus memaki dalam hati. Dia berharap Sasuke akan merasakan apa yang tengah dirasakannya saat ini. Dia berdoa pada dewa agar Sasuke bisa merasakan sedikit saja kesulitan sama seperti dirinya, dan Naruto sama sekali tidak menyangka jika doanya siang ini akan segera dikabulkan oleh dewa dengan cara yang sama sekali tidak pernah dibayangkan olehnya.
.
.
.
TBC
Hai! Cerita ini muncul setelah saya throw back nonton Secret Garden. Saya berpikir; kayaknya lucu juga kalau jiwa Naruto sama Sasuke tertukar tapi dengan alur cerita dan latar berbeda.
Well, tidak seperti dicerita-cerita saya lainnya, tokoh Naruto di cerita ini tidak akan saya buat tangguh. Sosoknya akan clumsy tapi tetap dengan ciri khas cerita FH. Semoga kalian bisa menikmati cerita ini seperti cerita-cerita saya yang lainnya.
Bye! ^-^
#WeDoCareAboutSFN