Disclaimer
Naruto by Masashi Kishimoto
The Forgotten by Channaka
Pairing; NarutoxSasuke
Pagi yang mendung. Sasuke terduduk di balkon kamar dengan pemandangan hutan belantara yang disekat pagar tinggi.
Sebelumnya ia tidak tahu jika mansion mewah yang disebut sebagai rumahnya ini terletak di tengah hutan dan menjadi satu-satunya hunian di sana. Nyaris tidak ada rumah. Suatu ketika saat Sasuke berniat kabur melalui pintu belakang, ia tahu rencana pergi itu tak semudah bayangannnya. Karena jika ia bersikeras pergi, ia hanya akan berakhir tersesat di hutan dan menjadi santapan hewan buas.
Sasuke masih dengan kebingungan yang menumpuk. Terisolasi di rumah mewah yang dingin tak membuatnya mendapatkan petunjuk. Ia bahkan pernah menelusuri ruang-ruang di mansion ini, tapi pelayannya si rambut ungu tak mengizinkannya untuk berkeliaran sendirian.
Katanya, mansion ini sangat besar, Sasuke bisa saja tersesat. Apalagi dengan keadaannya yang sekarang;
Lupa ingatan.
Cih. Omong kosong macam apa ini?
Sasuke tak merasa melupakan apa pun. Ia sehat. Ia adalah pria muda berusia duapuluh dua tahun. Punya riwayat nilai yang baik di sekolah dan universitasnya. Ia adalah pekerja paruh waktu di minimarket. Dan yang terpenting ia sudah punya kekasih, namanya Haruno Sakura.
"Sakura," gumamnya.
Mata Sasuke malah menangkap seorang pria yang tengah memanen buah mangga tepat di bawah balkon lantai dua kamarnya. Saat pria yang memiliki rambut putih itu mendongak melihatnya, pria itu langsung membungkuk hormat.
Sasuke iseng berkata, "Aku mau buah itu," katanya dengan keras, cukup untuk didengar si pria di bawah.
Satu tangkai buah diangkat tinggi-tinggi oleh si pria sambil menatap Sasuke. Dan Sasuke mengangguk dengan semangat. Tapi ada yang aneh dengan ekspresi pria itu, ia malah terlihat ragu. Sasuke akhirnya memutuskan turun dan menghampiri si pria.
"Aku mau makan buah ini," kata Sasuke begitu melihat langsung buah mangga matang itu.
Si pria berambut putih terang dengan sebagian wajah tertutup masker itu masih menunjukkan wajah bingung. "Tapi mangga ini sangat manis, Sasuke-sama."
"Apa maksudmu? Buah yang sudah matang memang seharusnya terasa manis."
"Anda tidak makan makanan yang manis, bukan?"
"Ha?"
Keduanya malah saling mengerutkan dahi. Yang satu bingung atas perubahan sikap tuan mudanya, yang satu lagi berusaha mengingat kapan ia tidak suka makanan manis. Sasuke memang tidak suka manis, tapi bukan berarti ia menghindari semua makanan yang sifatnya manis.
"Kakashi."
Si pria berambut putih itu menoleh lurus ke arah belakang bahu Sasuke, lalu membungkukkan tubuh sambil mengucap, "Naruto-sama."
Sasuke menoleh, Naruto di sana. Berdiri gagah dengan jaket kulit tebal yang panjang sampai selutut. Ada syal merah di leher pria itu. Ia terlihat sangat tampan. Sasuke baru menyadarinya.
Naruto mendekat. Bau parfum menginvasi hidung si pria Uchiha.
"Sasuke, kau alergi dengan manis."
"Kau gila!" Sasuke menyalak karena ucapan Naruto. "Setiap pagi aku selalu menyesap teh manis dengan roti melon di apartemenku. Terkadang aku juga makan eskrim satu mangkuk besar bersama Sakura. Aku suka manis."
Mereka saling menatap.
"Sakura?"
"Dia kekasihku."
"Kekasih?"
Entah kenapa sekilas Sasuke melihat gurat kecewa di wajah pria yang memiliki tiga garis di pipi kanan dan kiri itu. Reaksi itu membuat keadaan jadi agak berat. Naruto tak berbicara apa pun lagi sedangkan tangannya mengambil dua buah mangga dari tangan Kakashi.
"Bawa buah ini menjauh dari rumah."
Kakashi menerima buah itu lagi. "Aku memang berencana membuang buah ini."
Sasuke terkejut mendengarnya. Ia menatap Kakashi dengan tajam. "Apa maksudmu dengan 'membuang'? Aku mau buah itu, aku mau memakannya. Kenapa kau tidak mendengarku?"
"Tapi ini-"
"Berikan buah itu padaku!"
"Sasuke, tidak." Naruto menahan.
"Berikan!"
Sebenarnya bukan maksud Sasuke bersikap keras kepala. Hal itu justru adalah bentuk ketidakmengertian akan hal yang terjadi pada dirinya. Ini benar-benar tak masuk akal. Fakta mengenai dirinya yang diketahui oleh orang-orang di mansion ini sama sekali tidak ada hubungannya dengannya.
Mendesah, Naruto mengambil buah itu kembali dari tangan Kakashi.
"Naruto-sama, jangan karena kekeraskepalaan tuan muda anda jadi menuruti semua kemauannya. Alergi tuan muda bisa kambuh dengan memakan buah itu." Kakashi memperingatkan.
Alergi?
Buah hampir ditarik kembali, tapi Sasuke lebih dulu mengambilnya.
"Aku tidak alergi."
Sasuke kembali pada mode datarnya. Ia melangkah ke dalam sambil menenteng dua buah. Kakinya dibiarkan menuju ke dapur dan ia segara mengambil pisau. Naruto hanya mengikutinya dalam diam.
"Aku akan mengupasnya untukmu," tawar Naruto.
"Diamlah di situ."
Naruto menurut. Sasuke mengupas dengan lihai dengan tangannya. Buah hampir terkupas sempurna dan Sasuke makin tak sabar ingin menyantap, namun tiba-tiba Naruto menahan tangannya. Sasuke mendongak bingung.
"Kau yakin akan memakannya?"
Sasuke mengernyit. "Kenapa tidak?"
"Kau alergi dengan makanan manis."
Mata menatap si blonde dengan tajam. "Aku tidak alergi. Aku pria muda yang sehat. Kalau kau saja tidak mau menjelaskan apa yang sebenarnya ingin kuketahui, untuk apa aku menuruti ucapanmu? Bukankah kau hanya bodyguard?"
Ucapan itu membuat wajah Naruto berubah agak murung. Reaksi itu benar-benar membuat Sasuke merasa bersalah. Ia tidak bermaksud membawa topik di mana jabatan Naruto di rumah ini hanya sebagai bodyguard saja.
Siapa yang harus disalahkan jika seperti ini?
"Kau benar-benar melupakanku?" tanya Naruto, suaranya agak berat.
Sasuke menyingkirkan tangan Naruto dari tangannya dan kembali mengupas buahnya. "Apa yang harus aku ingat, jika aku saja sama sekali tak mengenal dirimu?"
Saat mengatakan itu Sasuke merasa hatinya agak sesak entah kenapa.
"Aku punya kehidupan yang bertolakbelakang di luar sana. Aku bukan Uchiha Sasuke yang kau kenal."
Naruto diam.
"Aku ingin bertanya satu hal padamu, kenapa kau mengaku bahwa kau mengenalku dan berkata bahwa aku adalah tuan muda di rumah ini? Aku tidak pernah melihat tempat ini sebelumnya."
Gerakan Sasuke berhenti lagi, merasa ini saat yang tepat untuk bertanya dengan serius sebelum Naruto pergi dari rumah untuk alasan bisnis.
Bisnis apa yang dilakukan pria itu? Salahkah jika Sasuke berpikir bahwa ia sedang diculik?
Naruto bisa saja melihat kartu pengenal miliknya di dompet dan mengaku sebagai bodyguard. Lalu saat Sasuke lengah, pria itu akan menghabisinya begitu saja. Walaupun Sasuke tidak mengerti apa yang sebenarnya diincar dari dirinya, tapi ia memiliki organ-organ penting di dalam tubuh yang mungkin bisa dijual dengan harga tinggi.
"Di mana sebenarnya kau menemukanku malam itu?" Sasuke bertanya lagi. Mendesak. "Aku ingat diserang oleh seseorang sepulang kerja."
Kali ini tangan Naruto langsung mencengkeram bahunya. "Kau tidak terluka. Tidak ada yang akan membuatmu terluka. Aku ada di sini, aku akan melindungimu."
"Itu bukan sebuah jawaban."
Naruto menurunkan tangannya. "Dua hari yang lalu kita bertengkar hebat. Kau marah besar dan pergi dari rumah. Saat itu tengah badai, kau pergi tanpa alas kaki. Kami kesulitan mencarimu karena cuaca membuat beberapa pepohonan tumbang." Naruto menjeda, menatap Sasuke. "Aku tidak berhenti mencarimu, aku tahu kau pasti sangat kesulitan. Dan akhirnya kau ditemukan pagi harinya dalam keadaan pingsan di jalan utama. Tubuhmu sangat dingin. Aku sangat takut."
Tidak ada kebohongan dalam ekspresi pria itu, tapi Sasuke menduga bahwa Naruto adalah pria yang mungkin pandai bersandiwara.
"Kau bohong," lirihnya, menaruh buah yang terkupas sebagian dan menatap meja keramik dengan pandangan tak fokus. "Kau yang menyerangku malam itu."
Bahunya dicengkeram Naruto lagi. Pria itu bernapas dengan cepat, emosinya tampak memuncak.
"Aku tidak mungkin melukaimu! Kau hanya berhalusinasi, Sasuke. Saat itu kau demam tinggi dan kemungkinan kau akan mengalami mimpi-mimpi yang buruk."
"Aku tidak bermimpi!" teriaknya.
"Argh!"
Sasuke membelalak karena tanpa sengaja pisau di tangannya menggores lengan Naruto yang ada di bahunya. Dua kali pria itu terluka karena Sasuke. Dan Sasuke tak mengerti kenapa ia bisa kehilangan kontrol seperti ini.
Lengan Naruto diraih, tanpa sadar Sasuke menyesap darah yang mengalir dengan mulutnya. Naruto tersentak, mundur.
"Apa yang kau lakukan?!" Naruto menyalak.
Sasuke menggeleng, mundur, pisau di tangannya terjatuh dengan dentingan kuat.
"Sasuke?" panggil Naruto saat Sasuke terlihat sangat ketakutan. "Hei?"
Kaki Sasuke terus mundur. Ia baru berhenti ketika tembok menghalanginya di belakang. Tangannya menutup hidung ketika merasakan bau darah Naruto menyengat dan membuatnya merasa distraksi.
"J-Jangan mendekat."
"Maaf, aku tak bermaksud berteriak padamu."
Sasuke menggeleng kuat.
Kilat mata Naruto menunjukkan luka. Pria itu terluka. Terluka. Karena dirinya.
"Tidak! Bukan aku!"
Serbet diraih Naruto dan segera menggunakannya untuk membebat lengannya. Ia mendekat lagi. Tapi tubuh Sasuke malah limbung ke arahnya dan tak sadarkan diri.
.
Sasuke membuka mata, melihat langit-langit ruangan yang tergantung sebuah lampu kristal yang familier.
Ia di kamarnya.
Si pelayan berambut ungu juga ada di sana; duduk di karpet beludru dengan kaki menekuk dan kepala menunduk. Tepat di samping ranjangnya.
Tubuh Sasuke tak pernah terasa selemas ini. Selimut yang membungkusnya sangat hangat dan tebal, wanginya seperti campuran floral deterjen dalam jumlah yang banyak. Harum. Sasuke membauinya terus-terusan. Merasa seperti dalam mimpi.
Sayangnya ini bukan mimpi.
"Hinata," panggilnya pelan, masih menatap langit-langit.
Tak disangka, pelayan itu terkejut. "Sasuke-sama, anda sudah sadar."
Ah, ya, Sasuke ingat bahwa ia tiba-tiba saja jatuh ke pelukan Naruto.
"Berapa lama aku pingsan?"
"Sekitar t-tujuhbelas menit duapuluh empat detik," jawab Hinata cepat-cepat.
Sasuke tertawa karena Hinata begitu sangat detail dengan waktunya. Dipaksakannya tubuhnya untuk duduk. Hinata dengan cekatan membantu menyusun bantal di headboard.
"Apa anda masih merasa pusing?"
Sasuke menggeleng.
"Maaf, a-aku akan memeriksa suhu tubuh anda," katanya, menjulurkan tangan menelusup ke bawah poni Sasuke. Hanya beberapa saat. "Anda tidak demam."
"Siapa yang menyuruhmu untuk menyentuhku seenaknya?"
Hinata langsung gelagapan mendapat pertanyaan itu. "Maaf, maafkan aku. Maafkan aku yang lancang, Sasuke-sama. A-Aku hanya khawatir karena akhir-akhir ini anda sering sekali sakit."
Sasuke menatapnya dengan tajam. Ia tak terlalu suka disentuh seperti itu.
Hinata makin menunduk. "Maafkan, aku. Aku siap dihukum atas kelancangan ini."
Bukan seperti itu. Sasuke bukan ingin menghukumnya atau apa. Ia hanya tak suka.
"Di mana Naruto?" tanyanya mengalihkan topik.
"E-Eh?"
Sasuke menghela napas. "Di mana Naruto, bodoh!"
"A-Ah, Naruto-sama sedang ada di ruangan kerjanya." Saat menjawab itu, Hinata melihat Sasuke sudah menyingkap selimut dan kakinya menapak lantai. Ia panik. "Apa yang anda lakukan, Sasuke-sama? Tetaplah di sini."
Tanpa sengaja Hinata memegang lengannya, namun ia segera tersadar dan melepaskannya.
"N-Naruto-sama akan memarahiku lagi jika kau keluar dari kamar."
"Apa kau senang melihatku terkurung saja di kamar ini?"
Hinata menggeleng. "T-Tidak."
Itu adalah jawaban yang sebenarnya tak diperlukan oleh Sasuke. Tanpa jawaban dari pelayan itu pun Sasuke akan tetap pergi menemui Naruto. Ia masih butuh banyak jawaban dari pria itu. Maka ia segera berjalan menuju pintu dan menghentikannya ketika ia penasaran akan sesuatu.
"Apa Naruto sering memarahimu?" tanyanya.
Reaksi Hinata membuat Sasuke mengerutkan dahi. Gadis itu nampak sangat tegang dan sekian lama mulutnya hanya mengatup.
"Jawab aku, pelayan."
"Na-Naruto-sama adalah orang yang sangat baik hati." Wajah Hinata tampak bersinar penuh kagum saat mengatakan ini. Namun setelah itu wajahnya berubah murung. "Tetapi akhir-akhir ini Naruto-sama menjadi sangat temperamental sejak pertengkaran kalian."
"Pertengkaran?"
Jadi itu benar?
Hinata menjadi sangat gugup dan gelisah. Sasuke langsung mengambil kesimpulan bahwa pelayan itu sudah diminta oleh Naruto untuk tidak membeberkan hal yang macam-macam padanya. Tapi gadis itu tanpa sengaja melanggarnya. Lagipula Sasuke sudah mendengar hal itu langsung dari Naruto. Fakta bahwa mereka bertengkar.
Akan tetapi, Sasuke sama sekali tak ingat.
"Hinata, di mana orangtuaku? Jawab!"
"Mereka sedang melakukan bisnis di luar kota."
Omong kosong! Orangtuanya sudah meninggal sejak ia dilahirkan.
"Aku akan bicara pada Naruto."
Sasuke meraih kenop. Panggilan Hinata tak digubrisnya sama sekali. Langkahnya menuju tempat yang berada tak jauh dari kamarnya di lantai dua. Sepenuhnya insting. Walaupun Sasuke pernah memasuki ruangan itu dan tahu kalau isi di dalamnya serupa dengan ruang kerja.
Pintu dibuka. Naruto di sana menatap ke luar jendela dengan tangan saling mengait di belakang tubuh.
"Kau sudah bangun, Sasuke."
Langkah dientak, Sasuke menghampiri Naruto dan menarik bahunya dengan kasar sehingga mereka saling berhadapan.
"Siapa kau sebenarnya, brengsek?! Apa tujuanmu membawaku kemari?!"
"Sasuke," lirih Naruto. Lagi-lagi menunjukkan wajahnya yang terluka dan membuat Sasuke goyah.
Nyaris tidak ada suara saat mereka saling melemparkan tatapan. Napas Sasuke saat itu sudah kembang kempis karena merasa tak tahan lagi dengan semua ini. Matanya mengikuti gerakan Naruto yang akhirnya memilih berjalan menuju satu rak besar yang berdiri di ujung ruangan. Dari balik buku pada salah satu rak, telapak tangan Naruto tampak menekan sesuatu. Rak tersebut bergetar, lalu bergerak ke samping memunculkan sebuah ruangan lain dengan bunyi beberapa alat asing yang tertangkap sensor telinganya.
Ruangan itu serba putih. Lampu berwarna senada terdapat di beberapa titik dan membuat matanya silau seketika. Ada yang menarik perhatian Sasuke, yaitu bangsal beroda yang di atasnya terdapat sesosok tubuh pria yang terbungkus selimut tebal yang hangat. Beberapa selang terhubung di dadanya. Juga masker yang masih berembus napas di hidung pria itu. Sasuke ingin melihatnya lebih dekat, namun ia disekat sebuah jeruji besi.
"Siapa dia?"
Meskipun bertanya begitu, Sasuke sebenarnya merasa mengenal gestur wajah pemilik tubuh tersebut. Rambutnya terurai panjang di dekat bahunya. Ada sedikit kerutan yang nampak samar di bawah mata.
"Uchiha Itachi?"
"I-Itachi?"
Kaki Sasuke mendadak terserang tremor, ia terjatuh. Nama itu tidak asing. Ciri-cirinya juga.
"Dia adalah kakakmu."
"Ka-Kakak?"
Mata Naruto menyendu sesaat, kemudian kilat kemarahan muncul. "Dia adalah korban kekejaman para biadab itu."
Tbc...
Plis review, reader2 masoku.