Jadi ceritanya gini, di dalam fanfic author yang terakhir di upload kan bilang kalau author nggak bikin lagi fanfic multichap. Nah, berbulan-bulan yang lalu author punya rencana collab sama Minami Koichi (biasa panggil Nako) salah satu author di fanfiction, dia nulis AkaKuro dan NijiAka tapi sekarang dia demen MayuAka haha.
Singkat cerita, minggu kemarin jadilah akhirnya collab ini terlaksana. Btw, saya menulis bagian sudut pandang Mayuzumi dan Nako nulis bagian sudut pandang Akashi. Dan rencananya sih Cuma oneshot. Tapi setelah tahu hasil Cuma tiga scene aja mendekati 6k words dan kami punya katakanlah banyak scene, jadi kami memutuskan untuk dibuat beberapa chapter.
Mohon bantuannya dan selamat membaca.
.
.
Materi kuliah terakhir sore ini ditutup dengan sebuah tugas individu. Menghela napas syukur, pasalnya ia memang lebih suka tugas perseorangan daripada kelompok. Ia lebih senang sendiri, mau hasilnya baik atau tidak.
Manusia haus kebebasan berhamburan ke luar kelas sesaat dosen meninggalkan ruangan. Menguap sejenak dan mengangkat tubuh, ikut andil bagian karena ia pun harus pulang.
Berjalan menyusuri koridor yang sesak, ramai, dan dipenuhi dengan canda tawa dari mereka yang berjalan kelompok. Mayuzumi Chihiro melewati mereka tanpa ada yang tahu, bukan karena tidak dikenal namun ia bisa memanfaatkan kekurangannya sebagai senjata untuk tidak diganggu.
Menghirup udara segar yang dikeluarkan pepohonan di halaman kampus. Sungguh hari ini luar biasa lelah, padahal hanya duduk dan mendengarkan ocehan manusia yang memiliki titel. Ia ingin cepat sampai apartemen supaya bisa bersantai membuka kembali deretan kalimat yang dapat membuatnya bereuforia.
"Tunggu," gumamnya tiba-tiba. Kaki terbalut sepatu sederhana yang hampir melewati garis gerbang ditarik kembali. Ia menyerngit dan memikirkan sesuatu, seperti ada yang kurang atau lebih tepatnya seperti ada bagian yang hilang dari dirinya.
Melihat kedua telapak tangan yang tidak memegang satu pun barang. Tanpa pikir lagi, ia buru-buru berbalik dan berjalan lebih cepat untuk kembali ke dalam kelas.
"Tsk, kenapa bisa tertinggal," merutuk sembari memasang wajah kesal. Tidak suka dengan dirinya yang mulai ceroboh.
Dari dahulu, hari ke hari, tahun ke tahun, atau waktu ke waktu, ia selalu memegang benda favoritnya itu. Selalu tergenggam erat oleh kelima jemarinya. Meski tidak masuk ke dalam tas, tapi ia sama sekali tak akan lupa apalagi sampai ketinggalan. Tapi sekarang kenapa terjadi. Apakah organ fisiologisnya mulai menurun? Tidak-tidak, ia baru masuk usia dua pulahan.
Kini ia berdiri di depan pintu kelas. Mendengus senang ketika menarik gagang pintu yang belum dikunci oleh petugas. Padahal, jika ruangan kelas tidak akan dipakai lagi, petugas langsung buru-buru mengunci. Mungkin ini keberuntungan untuknya.
Klik.
Tampang datar sudah menjadi bagian darinya ketika ada hal yang semengejutkan apa pun terjadi di depan mata. Oh, ternyata ia tahu alasan kenapa ruangan ini belum dikunci. Masih ada penghuni di sana, tepat di atas mejanya.
Bibir mereka saling bertaut. Yang satu sambil meremat bokong, sementara yang satu lagi memeluk erat. Dunia seakan milik mereka berdua tanpa mengetahui jika ada dirinya yang melihat.
Terserah sajalah, ia bukan mau mengganggu tapi ingin mengambil barangnya yang tertinggal.
Melangkah maju mendekati meja yang memerangkap light novel. Dan ia tidak akan peduli jikalau di atasnya sedang ada dua orang mahluk berciuman. Santai merogoh barang kesayangan di dalam laci, meski laci tersebut dekat dengan selangkangan salah satu dari mereka.
"Hei—!"
Laki-laki berambut merah yang pertama kali menyadari kehadiran orang asing di ruang kelas sepi itu, refleks mendorong pelan laki-laki bermata sipit yang tengah menciumi lehernya dengan rakus.
Matanya yang berbeda warna memicing saat Mayuzumi berjalan pergi begitu saja setelah mengambil seongok buku dari dalam laci meja yang didudukinya. "Tunggu!"
Suaranya menggema. Namun si pemilik surai abu malah menghiraukan suara tegas di belakang. Ia tetap berjalan dan keluar menjauhi pintu.
.
Akashi Seijuurou menjengitkan alis.
"Siapa dia? Aku sama sekali tidak menyadari kehadirannya." Mata merah-emasnya mengikuti punggung lelaki berambut kelabu sampai bayangannya benar-benar menghilang dari balik pintu.
Imayoshi Shouichi yang masih setia memeluk pinggang si lelaki mungil, segera memutar kepala merah itu kembali menghadapnya. Tidak suka jika pasangannya berani melirik-lirik penasaran ke arah pria lain.
"Kalau tidak salah namanya Mayuzumi Chihiro. Dia memang begitu orangnya. Suka muncul tiba-tiba dan menghilang juga tiba-tiba. Jangan dipikirkan. Dia bukan tipe orang yang suka bergosip," ia menjawab dengan suara rendah seraya bibir mulai menyapu permukaan leher jenjang.
"Hmm ... dia sekelas denganmu?" Mata nakal diam-diam melirik ke arah pintu, sekali pun tahu bahwa si surai abu sudah pergi menjauh.
"Hanya di beberapa mata kuliah. Hei, kenapa kau melihat ke sana terus? Kau tertarik dengannya?" Dagu mungil ditarik. Kecupan ringan mendarat di atas bibir merah yang basah.
Pemilik mata bikroma itu tersenyum. Bibir bawah dijilat. Kedua tangan dikalungkan ke leher pria yang masih berstatus pacar.
"Sedikit ..."
Ciuman kembali disambung. Dua lidah bergelayut nakal, meliuk-liuk saling melawan. Saliva meleleh dari kedua dagu.
Akashi didorong pelan hingga berbaring di atas hamparan meja dengan baju kaus yang tersingkap ke atas memperlihatkan dua tonjolan merah muda.
"Itu gawat. Padahal kita baru pacaran dua hari, dan kau sudah langsung tertarik pada alfa lain?"
Senyum miring tertarik. Sepasang tangan seputih susu dilingkarkan ke leher sang alfa begitu laki-laki berkacamata itu menunduk ke arahnya.
Dua pasang mata saling beradu.
"Itu memang gawat, Imayoshi-san. Dan kurasa aku sudah pernah mengatakan ini saat kau mengajakku pacaran dua hari lalu? Aku bebas memutuskanmu kapan saja."
Imayoshi tersenyum janggal. "Yah, paling tidak, aku berhasil mengencanimu." Satu kaki lelaki merah diangkat, sementara bokongnya kembali diremas. "Kau tahu, kau sangat menawan, Akashi. Bagaimana seorang beta sepertimu bisa memiliki feromon yang jauh lebih memikat dibanding omega? Kau membuat semua alfa bertekuk lutut di bawah kakimu."
Bibir manis hanya tersenyum. Tak memiliki niat untuk menjawab, hanya membuka sedikit untuk menyambut lumatan nikmat dari si alfa bermata sipit. Menyambung kembali hal yang sempat diinterupsi. Tak lama kemudian, kelas sunyi itu telah dipenuhi oleh suara-suara deritan meja dan desahan-desahan indah.
.
.
Kuroko no Basket © Tadatoshi Fujimaki
an MayuAka fanfiction by Zokashime & Minami Koichi
WARNING: Omegaverse, hasil collaboration, kemungkinan juga hasil dari hasrat terpendam kedua author, Akashi-nya OOC jadi harap maklum dan memaafkan, yang tidak suka mohon jangan ngegarem dan disarankan segera tekan tombol back sebelum mata dan kokoro Anda tersakiti.
Enjoy!
.
"Katakanlah ia seorang pelacur murah dan tidak ingin kalah karena status. Bersumpah membuat para alfa jatuh ke dekapan. Namun, ambisi itu malah menyeretnya hingga jatuh kepada satu orang."
.
"Sekian, itu saja yang perlu saya sampaikan pada pertemuan pertama ini. Sampai bertemu di pertemuan selanjutnya minggu depan."
Kelas mata kuliah manajemen pemasaran baru saja berakhir. Dosen yang mengajar telah keluar lebih dulu bahkan sebelum para mahasiswanya sempat menutup buku tulis mereka.
Hari pertama kuliah di semester baru rata-rata memang diisi dengan perkenalan oleh dosen, dan itu biasanya akan berlangsung selama satu minggu perkuliahan.
Meski datang ke kampus pada minggu pertama hanya untuk mendengarkan kalimat perkenalan dari dosen serta segala tetek bengek mengenai peraturan mengajar mereka, mahasiswa memilih tak mau ambil pusing. Syukur-syukur hari pertama tidak perlu memaksa otak untuk menelan materi-materi baru setelah dua minggu lebih dibuat amnesia dengan hal-hal yang memiliki relasi dengan teori-teori dan hitungan rumit.
Akashi Seijuurou berdiri dari kursinya. Barang-barang di atas meja dirapikan. Buku tulis, pena, buku penunjang setebal kitab, semuanya dimasukkan ke dalam tas.
Mata dua warna menatap pesan di layar ponselnya yang masuk sekitar satu jam yang lalu.
From: Daiki
Hei, mau ikut kami ke klub mantan pelatihnya Kagami yang waktu itu tidak? Kau sedang single kan saat ini? Berarti tidak punya rencana kencan dengan siapa pun, kan?
Balasan dengan cepat diketik di atas layar smartphone.
To: Daiki
Aku pass. Kau pergi saja berdua dengan Taiga. Aku sibuk hari ini.
Baru saja ponsel merah itu hendak dimasukkan kembali ke saku celana, namun benda pipih itu telah lebih dulu bergetar, menandakan adanya pesan yang baru masuk.
Akashi menatap layar ponsel. Cepat sekali Daiki menjawab. Orang ini memang sering kali tidak punya kerjaan.
From: Daiki
Heh. Jangan bilang kau sedang berburu alfa lagi sekarang? Serius, Akashi. Kapan kau tobat? Kali ini alfa malang mana yang berniat kau jadikan korban?
Akashi mematikan layar tanpa memiliki niat untuk membalas. Ponsel pintar itu segera dimasukkan ke saku.
Atensinya kini tertuju pada sesosok pria bersurai abu yang samar-samar terlihat di sudut barisan paling belakang.
Lelaki itu tampak tenang memasukkan barang-barangnya ke tas. Sesekali wajah datarnya itu berubah kesal saat seseorang tanpa sengaja menginjak sepatunya dan pergi begitu saja tanpa merasa perlu untuk meminta maaf.
Jangankan menoleh untuk mengucap maaf, sadar bahwa ia menginjak seseorang pun mungkin orang itu sama sekali tak sadar.
Akashi tersenyum geli. Memang laki-laki bersurai abu itu memiliki aura keberadaan yang begitu tipis sampai orang-orang di sekitar sama sekali tidak ada yang menyadari eksistensinya.
Kelas perlahan mulai sepi. Penghuninya berangsur berkurang. Akashi masih tetap berdiri di dekat tempat duduknya. Menunggu waktu yang tepat untuk menyapa.
Saat pria abu itu akan berdiri dari duduknya, Akashi telah lebih dulu melangkah.
"Mayuzumi-san, kan?" sapanya langsung dengan senyuman simpul.
Yang dipanggil mendongak; memperhatikan penuh siapa gerangan yang bertanya di depan. "Ya. Kau siapa?"
Senyum simpul penuh keramahan masih belum luntur. "Ah, maaf aku lupa memperkenalkan diri. Tapi sebenarnya kita pernah bertemu sebelumnya. Aku Akashi Seijuurou. Mahasiswa tahun pertama yang ikut mata kuliah tambahan di kelas ini."
"Oh ya? Aku tidak ingat," katanya sembari menatap. "Ada perlu apa?"
Akashi mempertahankan senyum selagi pikirannya mengiayakan perkataan orang tentang kepribadian Mayuzumi yang dingin dan cuek pada siapa pun.
"Sayang sekali kau tidak ingat. Padahal aku terus mengingatmu sejak hari itu." Matanya menyipit lembut. "Mayuzumi-san ada kelas lagi setelah ini?"
"Mungkin kau salah orang." Mayuzumi melanjutkan hal yang sudah tertunda gara-gara ada yang datang. Ia berdiri mengaitkan tas di pundak. "Iya. Kalau tidak ada yang penting, aku pergi dulu." Dan melewati si surai merah begitu saja.
Namun tanpa diduga, pemilik netra hetero itu langsung menyusulnya, menyamakan langkah di samping pria yang lebih tinggi sekitar sepuluh centi darinya.
"Aku tidak salah orang. Aku ingat betul kau lah yang kulihat waktu itu. Omong-omong, kapan kelasmu yang selanjutnya selesai?"
Mayuzumi mengernyit tidak mengerti dan risih direcoki. Kenapa anak tingkat pertama sama sekali tidak memiliki sopan santun pada senior? Akashi Seijuurou katanya, memang ia pernah mendengar nama itu akhir-akhir ini. Dan agaknya dia terkenal di antara para alfa. Salah satu teman alfanya pun kalau tidak salah tadi menyebut nama Akashi.
"Apa kau Akashi yang terkenal di antara para alfa itu?" tanyanya daripada menerka-nerka tak jelas.
Senang akhirnya mendapat respon positif, Akashi mengeluarkan tawa kecil tanpa sadar. "Aku tidak yakin apa semua alfa di kampus ini mengenalku. Buktinya saja Mayuzumi-san tidak kenal aku."
Mayuzumi menelisik pemuda yang sedang berjalan di sampingnya. Ia lihat dari ujung kepala sampai ujung sepatu. "Em. Jadi kau bocah beta yang feromonnya lebih menggoda dari omega? Lumayan."
Akashi mendengus geli mendengar komentar pria itu. "Itu kata orang. Kalau menurut Mayuzumi-san sendiri, apa feromonku lebih menggoda dari omega?"
"Lumayan, kan, kubilang."
Pemilik surai merah itu berjengit. 'Lumayan' sama sekali tak tertera di kamusnya yang seharusnya hanya diisi oleh kata sempurna atau luar biasa. Tapi beta itu maklum. Ia sadar bahwa alfa yang satu ini berbeda dengan alfa-alfa yang lain.
Akashi melirik terang-terangan ke arah Mayuzumi Chihiro. Mahasiswa tahun ketiga yang tidak banyak dikenal penghuni kampus, bahkan oleh teman sekelasnya sendiri. Dikabarkan aseksual—menurut informasi yang ia dapat dari mantan alfa-nya sebelum liburan semester kemarin, Imayoshi Shouchi.
Aseksual ...
Sepenggal kata itu terus terpenjara dalam kepalanya selama liburan kemarin. Dan Akashi entah kenapa tidak mampu mengeluarkan nama Mayuzumi Chihiro dari dalam kepalanya.
Mungkin karena rasa penasarannya yang tinggi pada pria abu itu—atau jangan-jangan hanya insting liarnya yang menginginkan Mayuzumi Chihiro yang aseksual itu bertekuk lutut di bawah kakinya seperti alfa-alfa yang lain?
Langkah kaki keduanya berjalan seirama. Akashi tanpa sadar mengikuti Mayuzumi sampai kaki panjang yang berbalut jeans itu berhenti tepat di sebuah pintu.
"Kau mau ikut kelasku?"
Akashi tersentak. Sama sekali tak sadar kalau sejak tadi ia sibuk dengan isi kepalanya sendiri. Seharusnya ia menggunakan kesempatan berjalan bersama tadi untuk mengajak Mayuzumi kencan di kantin setelah kelasnya berakhir.
Akashi lagi-lagi tersenyum, kali ini dengan mimik polos. "Memang boleh?"
"Tentu saja tidak," katanya sambil berlalu meninggalkan Akashi.
Nadanya datar dan cuek. Akashi lagi-lagi diabaikan. Tapi beta itu sama sekali tak merasa kesal. Ia justru tersenyum menatap punggung lebar alfa berhelaian kelabu itu.
"Kalau begitu, sampai ketemu besok, Mayuzumi-san."
Baiklah. Lain kali saja ia mengajak Mayuzumi kencan. Sepertinya alfa itu cukup sulit didekati—paling tidak, menurut perkiraan Akashi, butuh sekitar lima hari untuk membuat Mayuzumi Chihiro tergila-gila padanya.
Mayuzumi sama sekali tak menjawab ucapannya dan terus melangkah pergi tanpa sedikit pun menoleh. Akashi memerhatikan figurnya dari belakang. Tanpa sadar membayangkan bagaimana rasanya saat ia memeluk erat tubuh tinggi itu, atau bagaimana sensasi yang terasa saat ia mencakar punggung lebar itu saat mereka bercinta nanti.
Memikirkan itu, lantas membuat pemilik netra dua warna itu tersenyum sendiri. Kenapa ia kelihatan seperti begitu terobsesi dengan alfa yang dirumorkan aseksual itu?
Semenjak melihat figur belakang Mayuzumi yang berjalan cuek meninggalkannya dengan Imayoshi semester lalu, Akashi tidak pernah bisa melupakan sosok alfa itu. Selama liburan semester, ia selalu teringat dengan Mayuzumi. Ini aneh. Bahkan ketika ia sedang bercinta dengan alfa barunya, ia terkadang sekilas teringat dengan sosok Mayuzumi.
Kalau menurut Kise Ryouta, teman sesama beta-nya, mengatakan kalau ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama pada mahasiswa tingkat tiga itu. Namun Akashi langsung menolak mentah-mentah argumen tak masuk akal tersebut.
Dia? Akashi Seijuurou? Jatuh cinta pada pandangan pertama? Omong kosong macam apa itu?
Akhirnya ia menyimpulkan dirinya hanya penasaran. Perasaan yang sudah biasa ia rasakan saat menemukan alfa-alfa tampan dengan kepribadian menarik yang menggugah minatnya untuk membuat makhluk dengan strata lebih tinggi itu takluk di bawah kakinya. Hal itu pun berlaku untuk Mayuzumi Chihiro. Ini bukan rasa cinta, hanya rasa penasaran dan tertarik yang biasa.
Sebuah getaran terasa dari dalam saku celananya. Akashi segera mengeluarkan ponsel merahnya dari sana. Mendapati pesan dari Hanamiya Makoto, dosen dari fakultas psikologi, yang mengajaknya kencan ke hotel mewah untuk menghabiskan satu malam di sana.
Jari lentik Akashi segera mengetikkan sepenggal kata 'Oke' sebagai balasan. Sebenarnya ia sedang tidak minat ke mana-mana hari ini selain makan siang bersama Mayuzumi di kantin. Tapi melihat alfa abu itu yang meninggalkannya begitu saja seperti kerikil tak penting, ia tiba-tiba berubah pikiran.
Akashi memasukkan kembali ponselnya ke saku setelah menerima balasan dari Hanamiya yang bilang akan menjemputnya di apartemen sore nanti. Beta itu lalu teringat dengan pesan Daiki sebelumnya yang mengatakan kalau Akashi sedang single.
Memikirkan itu, jelas membuat Akashi tersenyum. Bagaimana mungkin Daiki bisa berpikir begitu? Ia seharusnya menjadi orang yang paling tahu bahwa Akashi tidak bisa hidup normal sehari pun tanpa memiliki hubungan dengan seorang alfa.
Akashi berjalan pergi meninggalkan pintu kelas dengan senyum yang masih setia menghiasi wajah rupawannya.
Sudah ia putuskan. Mayuzumi Chihiro pasti akan ia taklukkan.
.
.
Mayuzumi menjatuhkan bokong di salah satu kursi. Mata kuliah ekonomi internasional menanti untuk dicerna otak. Memang masih tahap masuk awal tapi dosen mata kuliah ini berbeda, kalau yang lain hanya dibuka dengan perkenalan, dia langsung memulai pelajaran.
Banyak murid berdatangan hingga kursi kosong yang tersisa penuh terisi. Dan tidak lama dosen yang terkenal agak dingin itu pun datang.
"Saya Shirogane Eiji. Sebagian mungkin sudah kenal karena saya juga mengajar di tingkat 2," tuturnya. Duduk di kursi empuk dan memandang murid di hadapan. "Tidak perlu ada perkenalan seperti anak-anak. Tapi yang mau saya perkenalkan adalah tentang mata kuliah yang akan kalian hadapi selama enam bulan ke depan."
Sebagian mengangguk karena setuju dengan ucapan sang dosen. Sebagiannya lagi merasa tidak perduli, salah satu dari mereka itu adalah dirinya.
Mayuzumi menatap malas layar proyektor yang sudah beroperasi, namun begitu, tangannya masih bergerak mencatat hal yang penting. Pendengarannya dipenuhi dengan suara berat dari Shirogane. Tapi pikiran diinvasi oleh seseorang yang tadi mendatanginya.
Akashi Seijuurou. Katanya mereka pernah bertemu sebelumnya, tapi entah di mana.
"Oi."
Mayuzumi menengok merasakan pundaknya disentuh. "Imayoshi."
Pemilik nama Imayoshi tersenyum ringan. Kacamatanya yang tertarik dia benarkan. "Kita sekelas lagi, eh."
"Um," respon Mayuzumi. Kepala kembali dalam posisi semula, memperhatikan layar yang menyorot.
"Bagaimana dengan Akashi? Kau sudah menikmatinya?"
Lagi-lagi Akashi. Anak itu memang terkenal rupanya, hanya ia seorang yang tidak tahu. Tapi yang membuat aneh adalah pertanyaan teman yang merupakan salah satu mahasiswa paling pintar.
"Menikmatinya ...," ia kebingungan. "Maksudmu?"
Imayoshi menarik bibirnya. "Eh ... Kau belum menggerayanginya. Serius? Meski beta, menurutku dia lebih mempesona daripada omega lain. Bagaimana, ya, pokoknya Akashi itu lebih menggoda."
Alis Mayuzumi berkedut. "Aku tidak mengerti kau membicarakan tentang apa. Kalau memang Akashi begitu, kenapa tidak kau lakukan sendiri saja."
Pemilik mata sipit melongo. Mayuzumi benar benar sudah menyia-nyiakan mangsa besar. "Hei, kau tidak ingat?"
"Apa?"
Imayoshi mengangguk, agaknya Mayuzumi memang sudah tidak ingat apa yang terjadi semester lalu. "Kau ingat saat novelmu tertinggal di kelas? Apa kau tidak melihat sesuatu saat itu?" Ia penasaran.
Dengan wajah datar yang tidak berubah sama sekali, kecuali pikiran yang sedang mengulang kembali memori di mana novelnya tertinggal. Mayuzumi ingat hanya sekali novelnya tertinggal di dalam kelas, dan sejak saat itu ia mulai membenahi kecerobohannya.
Sesuatu saat itu ...
"Kau yang ciuman di atas mejaku?" katanya to the point setelah mengingat memori yang sudah berlalu. Ia adalah tipe manusia yang akan melupakan hal-hal yang menurutnya tidak penting.
Imayoshi tertawa, "Kau ingat siapa yang kucium?"
"Entahlah. Aku tidak memperhatikan."
"Ya Tuhan, Mayuzumi, itu Akashi. Dan dia memutuskanku setelah itu karena tertarik denganmu."
Jadi yang dimaksud Akashi mereka pernah bertemu adalah saat itu. Tentu saja tidak ingat, ia sama sekali tidak melihat bagaimana bentuk wajah seseorang yang sedang nikmat berciuman.
"Tadi kau dengan Akashi, kan?" tanya Imayoshi lagi sebab tidak mendapat respon cepat dari pihak yang diajak bicara.
"Iya. Dia mendatangiku, menanyakan namaku, dan sesuatu yang merepotkan."
"Hah, kukira kalian sudah menjadi sepasang kekasih."
Mayuzumi tidak menanggapi lagi perkataan Imayoshi, terlebih Shirogane sudah memicing kearah mereka berdua.
Sekarang nama Akashi makin memenuhi kepala. Dan mau tidak mau, ia harus menelan bulat informasi yang makin jelas kalau Akashi memang sangat terkenal di antara para alfa.
Tentang feromon Akashi yang begitu menggoda, Mayuzumi tidak menolak akan argumen tersebut. Saat Akashi menyapanya tadi wanginya memang berbeda dari beta pada umumnya. Bahkan semerbak melebihi omega yang digemborkan Imayoshi. Tapi ia juga tidak menyangka kalau anak itu banyak bermain dengan para alfa.
.
.
"Aku pesan nasi kare satu porsi."
Pesanan segera disiapkan tanpa menunggu waktu lama. Kepala merah berbalik. Mata dua warnanya menyisir ke seluruh sudut kantin, dan beberapa detik kemudian berhenti pada satu titik yang nyaris tak terlihat di pojok kantin.
Akashi menjalankan kaki; melangkah menghampiri Mayuzumi Chihiro yang tengah duduk sendirian dengan aura yang lumayan suram.
Piring berisi nasi kare diletakkan di atas meja bersama sebotol teh hijau dingin.
Akashi mendaratkan bokongnya di kursi panjang kantin, tepat di samping pria berhelaian kelabu yang sama sekali tidak melirik ke arahnya; tampak sudah menduga siapa baru saja yang duduk di sampingnya—yang selalu saja menempel bak parasit beberapa hari belakangan ini.
Si surai merah memperhatikan, tampak meminta perhatian. Namun yang diperhatikan sama sekali tak memedulikannya dan justru dengan santainya membalik halaman buku bersampul gadis dua dimensi yang sama sekali tidak ada menarik-menariknya bagi Akashi.
Si surai merah mendengus. Belum apa-apa sudah dibuat dongkol. Kenapa Mayuzumi jauh lebih tertarik dengan buku cerita itu dibanding dirinya?
Ini sudah minggu kedua perkuliahan. Yang artinya sudah dua minggu Akashi Seijuurou mendekati alfa beriris kelabu bernama Mayuzumi.
Beta itu menyendok makan siangnya. Menguyahnya dengan elegan meski kesal di hati masih tak sedikit pun berkurang.
Andaikan tiba-tiba ada seseorang datang kepadanya dan menanyai bagaimana status hubungannya dengan Mayuzumi, Akashi hanya bisa menjawab dengan dua kata: Tak Terdeskripsikan.
Orang ini sulit didekati. Akashi bahkan akan dengan senang hati menempelkan label 'orang teraneh sedunia' di jidat Mayuzumi kalau dirinya sudah mencapai ujung kesabaran.
Bagaimana tidak. Di saat biasanya ia hanya memerlukan waktu paling lama tiga hari untuk membuat seorang alfa berlutut mencium kakinya, kini waktu dua minggu bahkan terasa tak cukup untuk membuat alfa berhelaian kelabu itu untuk sekadar melirik tertarik ke arahnya.
Benar-benar tak masuk akal. Ini di luar perkiraannya yang sebelumnya yakin Mayuzumi akan jatuh ke pelukannya hanya dalam waktu lima hari saja. Lalu bagaimana bisa ia sama sekali belum terlihat membuat kemajuan dengan alfa itu sementara hari yang terlewat sudah berjumlah empat belas?
Sudah banyak cara yang Akashi lakukan untuk menggoda Mayuzumi. Dimulai dari senyuman manis yang biasanya langsung membuat alfa mana pun jatuh cinta pada pandangan pertama, sampai ke modus murahan seperti pura-pura pingsan di jalan agar bisa diantarkan ke Unit Kesehatan.
Pada kenyataannya, Akashi memang diantar Mayuzumi ke Unit Kesehatan, tapi hanya sebatas diantar saja karena dua detik setelah pria kelabu itu membaringkannya ke tempat tidur, dia langsung permisi pergi begitu saja tanpa menanyakan pada dokter penyakit macam apa yang tengah Akashi alami.
Setiap kelas berakhir, Akashi tak pernah bosan menyapa Mayuzumi dan mengajaknya ke kantin bersama. Namun ajakannya lebih sering ditolak mentah-mentah daripada diterima baik-baik oleh pria abu itu.
Akashi kesal, namun tetap bersabar.
Jika diandaikan, dari 10 ajakannya ke kantin: hanya 2 diterima, dan 8 ditolak dengan nada cuek sarat ketidakpedulian.
Beta itu benar-benar tidak mengerti kenapa Mayuzumi bisa sebegitu cuek padanya di saat ia sudah melakukan banyak hal untuk mendekatinya? Tidak. Justru ia lebih tidak mengerti lagi kenapa dirinya masih berusaha keras mendapatkan hati alfa itu di saat ia benar-benar tahu bahwa Mayuzumi adalah seorang aseksual.
Entah apa rasa penasarannya telah berubah menjadi ambisi, atau Mayuzumi memang terlalu disayangkan untuk ia coret sebagai calon koleksi mantan alfanya.
Bagaimana pun, ia menolak menyerah mendapatkan hati alfa itu.
"Chihiro, jangan baca buku terus. Nasi gorengmu mulai dingin." Hubungan keduanya masih belum terbilang dekat—malah masih jauh dari kata dekat. Tapi Akashi sudah lancang memanggil dengan nama depan.
Sungguh, Mayuzumi sama sekali tak keberatan dengan nama depannya yang dipanggil begitu santai oleh anak yang sudah jelas usia terpaut dua tahun dengannya. Meski saat pertama mendengar agak membuat speechless, namun ia terlalu malas untuk banyak berkomentar.
Lagi pula, kenapa Akashi selalu menempel. Kadang ia berpikir kembali tentang omongan Imayoshi tempo lalu: tentang dia yang diputuskan Akashi karena mahluk merah itu tertarik dengannya.
"Kenapa kau selalu menempel padaku. Bukankah banyak alfa yang menunggu untuk diladeni. Aku tidak suka ditatap banyak orang karena dirimu."
Akashi urung memasukkan sesendok kare lagi ke mulut. Ia mengalih pandang ke arah sang alfa. "Mau bagaimana lagi. Aku sedang tertarik denganmu, tapi kau tidak kunjung menerima perasaanku."
"Aku tidak tertarik denganmu."
Akashi memandang Mayuzumi dengan pandangan sama datarnya. Namun bedanya, bola mata Akashi lebih hidup dibanding mata kelabu sang alfa yang seperti ikan mati.
"Kenapa kau tidak tertarik padaku? Apa karena kau aseksual? Apa benar yang mereka katakan soal orientasimu? Katakan, Chihiro. Apa kau benar-benar sama sekali tak memiliki ketertarikan sedikit pun padaku?"
Mayuzumi menutup bacaan juga mengabaikan nasi goreng yang sudah mendingin. Ia mengambil botol kopi di hadapan dan menegak santai. Manik bergulir membalas pandangan figur yang begitu menuntut jawaban.
"Aseksual?" ia balik bertanya. "Mungkin bisa dikatakan iya, tapi aku juga tidak yakin," lanjutnya dan mengabaikan pertanyaan Akashi yang lain.
Akashi mendengus. Ikut mengabaikan makanannya dan kini pandangannya hanya fokus pada Mayuzumi saja.
"Kau bilang begitu, apa kau belum pernah menjalin hubungan dengan siapa pun sebelumnya?"
"Kenapa kau banyak tanya?"
"Karena aku ingin tahu tentangmu. Kalau kau terus bersikap misterius begitu, malah akan membuatku semakin tertarik padamu, asal kau tahu saja."
Sang alfa mendesis. "Itu urusanku."
Akashi kembali mendengus, kali ini disertai tawa. "Kau benar-benar menarik, Chihiro. Di saat semua alfa begitu menginginkanku untuk menjadi milik mereka, kau di sini malah berusaha mendorongku menjauh." Jarak antara wajah dikikis. "Bagaimana caranya agar aku bisa membuatmu peduli padaku? Kalau boleh jujur, aku mulai menyukaimu."
Mayuzumi menarik sebelah bibirnya. "Apa itu sebuah rayuan yang selalu kau gunakan untuk menggoda alfa, heh?"
Akashi semakin mendekat. Mata sesekali berlari dari sepasang kelereng kelabu ke bibir tipis yang rasanya ingin sekali ia tubruk dengan miliknya.
"Kau merasa kugoda? Padahal aku bicara jujur. Aku hanya mengatakan ini padamu saja."
Mayuzumi tidak berniat menghindar. Ingin lihat sejauh mana Akashi dapat merayu, dan heran kenapa semua alfa di kampusnya bisa tergila-gila dengan orang macam medusa.
"Kalau kubilang iya, nanti kau senang," tarikan bibirnya menjadi seringai. "Omong-omong, aku sama sekali tidak melihat kejujuran di wajahmu itu."
Hiruk pikuk di kantin menelan dengusan tawa sang beta. Mata bikromanya memandang sensual ke mata kelabu yang berani menatap balik. Dua pucuk hidung nyaris bertemu. Akashi memiringkan kepala, berbisik dengan suara seduktif.
"Apa aku boleh menciummu?"
"Mending cium saja alfa yang terus memperhatikanmu di sana," manik kelabu bergulir indah melihat salah satu insan yang sepertinya begitu tertarik dengan Akashi. Ia sampai berasumsi kalau bola mata orang itu akan keluar sebentar lagi. Mayuzumi mengalih dari wajah Akashi yang semakin dekat, "Aku tidak berminat dengan bibirmu," ucapnya. Ia malah beralih ke bibir botol minum yang menunggu untuk disesap.
Wajah Akashi berubah datar. Ia menoleh malas ke belakang demi melihat seseorang yang dimaksud oleh pemilik nama Chihiro itu.
Akashi mengenal alfa itu. Kalau tidak salah, dia adalah kapten tim basket di klub yang sama dengan Kiyoshi Teppei, salah satu mantan alfanya.
Beta merah itu melambai seraya tersenyum simpul, membuat alfa berhelaian pirang itu langsung salah tingkah dan buru-buru pergi meninggalkan kantin dengan wajah yang memerah.
"Dia pergi. Tapi paling tidak, dia merespon senyumku dengan wajah yang memerah dan salah tingkah," komentarnya. Lalu ia ikut meraih botol teh hijaunya. Membuka tutupnya dan meminum isinya. Matanya bergerak memerhatikan alfa di samping yang lagi-lagi mengabaikannya.
"Tidak lama lagi, kau juga pasti akan seperti itu. Oh, dan ketagihan mencium bibirku juga."
Alih-alih merespon ocehan Akashi, Mayuzumi membuka lembaran buku kecil yang telah ia tandai. Melanjutkan hobinya yang kata orang kekanakan, membaca buku yang dipenuhi dengan pesona gadis moe.
Ia kadang tidak mengerti mengapa masih banyak orang yang mengurusi hidup orang lain. Apa hidup sendirinya tidak menarik hingga banyak komentar sana-sini, terutama dari kebanyak alfa.
Seorang alfa memang didesain untuk yang paling tinggi. Mempesona di kalangan omega yang cantik. Berwawasan luas dan pintar dalam memanfaatkan peluang dalam hal menggaet mate. Ada beberapa teman alfa yang selalu mengomentari hidupnya, termasuk Imayoshi Shouichi. Entah karena dia masih sakit hati atau apa, tapi dia bilang kalau dirinya tidak bisa memanfaatkan kelebihan telah dilahirkan sebagai seorang alfa.
Bahkan Higuchi Shota yang merupakan kakak tingkatnya pun ikut berkomentar. Masih membekas hangat dalam ingatan apa yang dikatakan pria itu, "Kau punya wajah yang cukup untuk menggaet setidaknya satu omega. Jangan sia-siakan itu, Mayuzumi."
Kenapa status selalu diperbincangkan dan dijadikan nomor satu. Bukannya ia melanggar kodrat, hanya saja semua itu terlalu merepotkan. Ia tetap bersyukur dilahirkan sebagai seorang alfa, tapi menurutnya bukan untuk tebar pesona apalagi buang-buang tenaga.
Dunia ini sudah berevolusi sangat cepat. Bahkan seorang beta bisa mengalahkan feromon omega dan merayu alafa-alfa ternama dan populer. Ia tidak tahu mengapa bisa terjadi, tapi itu adalah kehendak Sang Pencipta. Seperti orang yang sedang duduk di sampingnya.
Apa yang Akashi inginkan darinya yang sama sekali tak populer ini? Dia beta yang sangat keras kepala, tiada henti mengganggu. Mayuzumi bahkan tidak ingin masuk kampus hanya karena ingin menghindari Akashi, tapi tuntutan kewajiban tentu saja tidak bisa ditinggalkan.
Tentang pertanyaan Akashi yang merujuk dirinya aseksual, jawaban yang ia berikan bukanlah kebohongan. Ia memang masih belum paham. Kadang ia melirik omega meski tidak sampai direalisasikan, tapi saat Akashi yang sebagai beta menggodanya, Mayuzumi hanya berpikir hal itu tidak buruk juga. Kalau dipikir-pikir, Akashi memang agak menarik. Dia punya daya tarik yang menghanyutkan dan sekaligus mengerikan.
Akashi menoleh tiba-tiba, memergoki Mayuzumi yang tengah memandangnya tanpa berkedip.
"Kenapa melihatku begitu? Sedang memikirkan sesuatu yang mesum denganku, ya?"
Mayuzumi diam sesaat, kemudian berkata dengan ekspresi datar, "Kurasa sesekali aku ingin menikmati tubuhmu."
Akashi langsung melebarkan kedua mata. Jawaban yang diberikan itu sama sekali di luar perkiraan. Ia kira Mayuzumi akan menjawabnya ketus kemudian mengabaikannya lagi. Tapi, kali ini alfa itu malah mengatakan hal yang tak masuk akal—tak masuk akal bagi dirinya maksudnya.
"Chihiro, kau bilang apa barusan?" Tak mempercayai pendengarannya. Suasana kantin terlalu berisik. Mungkin bukan suara Mayuzumi yang ia dengar tadi, melainkan suara orang lain.
"Makanya punya telinga jangan hanya digunakan sebagai hiasan."
Mengernyit kesal. Nada memerintah, "Kubilang, ulangi kata-katamu barusan."
Mayuzumi meraih dagu manis itu dengan jemarinya. Diperhatikan sejenak, lalu, "kata-kataku terlalu berharga hanya untuk menuruti perintahmu," dan dilepas begitu saja.
Dua alis merah Akashi bertaur. Benar-benar mengesalkan. Kenapa alfa tidak tahu diri ini begitu menyebalkan. Kalau Akashi tidak sedang terobsesi mendapatkannya, sudah ia congkel bola mata kelabu itu keluar dari tempatnya.
"Berarti benar apa yang baru saja kudengar. Kau menginginkan tubuhku, huh, Chihiro?" Tersenyum mengejek sarat kepuasan.
"Hem ... Ternyata telingamu berfungsi baik, ya."
"Aku hanya bercinta dengan alfa yang berstatus pacarku. Kalau kau menginginkanku, jadi lah milikku."
Alis kelabu bertaut. Kelicikannya boleh juga. "Apa aku bisa membuangmu begitu saja?"
Kali ini sebelah alis merah Akashi naik. "Mana bisa begitu. Aku memacarimu bukan untuk kau buang begitu saja."
"Tapi kau bisa dengan bebas membuang alfamu, kan."
Bersidekap. "Benar. Tapi mereka tak masalah kubuang. Karena mereka sama sekali tidak kubuat rugi. Meski kebanyakan memohon agar tidak kutinggalkan."
"Begitu, ya," katanya simpel tidak menanggapi lebih.
Mayuzumi berangsur menegakkan tubuh. Membawa novel yang berharga dan menaaskan nasi goreng yang sama sekali tak mendapat sentuhan. Tadinya lapar, tapi saat Akashi merecoki, perutnya langsung kenyang. Ia mulai melangkah meninggalkan kantin tanpa pamit.
Akashi ikut meninggalkan meja. Tidak nafsu lagi memakan kare. Ia meraih tasnya dan menyusul langkah Mayuzumi.
"Tunggu, Chihiro. Apa kau marah?" Ia menyamakan langkah.
"Tidak. Kepalaku pusing lama-lama berada di sana."
"Oh, ya? Kukira kau marah karena berpikir aku akan membuangmu juga seperti alfa-alfa yang lain."
Mayuzumi terbahak kecil, kadang Akashi suka berkomedi. "Lagi pula, siapa yang mau menjalin hubungan denganmu."
"Kau bilang menginginkan tubuhku, jadi aku berasumsi kau mulai tertarik denganku. Tertarik menurutku berarti memiliki keinginan untuk menjalin hubungan, meski hanya sedikit."
Akashi mendengus. Ia menatap ke depan. Koridor kampus lumayan sepi padahal sudah memasuki jam makan siang. Setelah ini mereka ada mata kuliah di kelas yang sama. Karena itu ia berjalan bersama Mayuzumi—tapi meski tidak ada kelas yang sama dengan alfa itu pun Akashi masih tetap akan berjalan mengantarkan alfa itu hingga ke kelasnya.
Akashi tiba-tiba mengangkat tangan kanannya meraih telapak tangan Mayuzumi. Menggenggamnya pelan.
"Aku hanya menginginkan tubuhmu, bukan dirimu," kata si surai abu, "dan apa yang kau lakukan?" Ia ingin melepaskan genggaman tangan itu namun Akashi memerangkapnya erat.
"Itu kata-kata yang kurang sopan, Chihiro. Jangan jadi makhluk tsundere seperti gadis moe di dunia hayalanmu itu dan katakan saja dengan jujur kalau kau memang menginginkanku. Hal itu lumrah karena kau seorang alfa," ujar beta itu keras kepala.
Mendesis kesal, Mayuzumi berhasil memutus telapak tangan yang digenggam Akashi. Kini, ia membalas dengan cengkeraman pada pergelangan tangan anak tingkat satu yang tidak punya etika.
Ia menyeret Akashi masuk ke dalam kelas yang belum berpenghuni. Menjorokkannya ke tembok hingga kepala berselimut delima terpantul. Mengapit dengan tubuhnya yang besar, ia tidak melepaskan tatapan garang pada manik hetero di depan wajah.
Mengerang ke telinga, Mayuzumi mengecup ringan. Berbisik menggoda, "mau kutelanjangi di sini, hm?"
Akashi yang baru bisa melepas syok karena diseret tiba-tiba, lantas kembali memasang tampang datarnya. Senyum seduktifnya muncul, mengabaikan debaran jantung yang entah kenapa menggila, ia kembali memasang poker face.
"Memang kau berani?"
Membiarkan bibir tetap rapat, Mayuzumi memakai tindakan untuk menjawab. Tangan berkulit pucat itu menyentuh jeans Akashi dan menurunkan ritsletingnya.
Akashi sedikit takjub, namun tetap diam. Membiarkan sampai mana Mayuzumi bisa nekat melaksanakan kata-katanya.
Mata dua warnanya tak lepas dari wajah sang alfa yang kini tengah sibuk membredeli kancing bajunya.
"Kelas ini akan segera dipakai, lho, Chihiro," ia mengingatkan dengan suara pelan tepat di samping telinga si surai abu.
Sebenarnya Akashi tidak terlalu peduli apakah akan ada yang melihatnya yang tengah berbuat mesum dengan Mayuzumi di kelas siang bolong begini atau tidak. Ini adalah pertama kalinya Mayuzumi sedekat ini dengannya, ditambah lagi menyentuhnya.
Akashi tidak mengerti kenapa ia merasa begitu senang. Mungkin ini hanyalah rasa puas karena telah berhasil membuat Mayuzumi meliriknya.
Mimik stoik tetap terukir di wajah pemilik mata kelabu. Walau dirinya notabene terkenal tidak pedulian, tapi sebenarnya ia tidak suka diremehkan, apalagi oleh manusia macam Akashi.
Kalau Akashi benar benar minta disentuh, apa boleh buat, toh dirinya tidak akan rugi. Kini kemeja Akashi sudah terlepas dari empunya. Kalau dia tidak menolak, terima akibatnya.
"Aku tidak peduli, sih, dengan orang-orang yang akan masuk. Yang telanjang, kan, dirimu. Kau tahu, alfa tidak akan dipandang rendah. Atau aku ajak saja mereka. Aku yakin mereka tidak akan menolak melihatmu yang telanjang. Nah, jangan bergerak ketika aku merampas pakain dalammu."
"Haha," tangan Akashi segera bergerak mencekal pergelangan Mayuzumi saat si surai abu itu hendak menurunkan celananya.
Ia tarik leher alfa itu mendekat sehingga kening keduanya berbenturan. Matanya menyorot tajam, namun di sisi lain penuh intimidasi. Memandang Mayuzumi bagai kotoran rendah sedunia.
"Aku memang suka kau gerayangi, tapi menolak keras jika kau mengajak orang lain untuk memperkosaku bersama-sama. Lagi pula, siapa yang mengizinkanmu untuk menelanjangiku di sini? Bukankah sudah kubilang, aku tidak akan bercinta denganmu sebelum status hubungan kita berubah."
"Oh. Tidak tahu aku yang bodoh atau kau yang terlalu jenius. Tapi agaknya aku mengingat seseorang baru saja mengatakan 'memang kau berani?' di depan wajahku," Alfa itu melepaskan tangan Akashi yang menjerat lehernya. Sementara jemarinya naik mengusap bibir bawah figur di hadapan. "Omonganmu itu tidak seperti tindakanmu. Kau tidak mau sebelum status hubungan berubah?" ia tertawa, "tapi kau menantangku untuk melakukannya. Aku memang tidak tahu modusmu, tapi kau tidak akan bisa bermain-main denganku."
Mayuzumi mendengus di wajah Akashi. Emosi yang terbangun harus ia jinakkan kembali. Mahasiswa lain sudah mulai berdatangan. Mereka memicing penuh tanda tanya. Sepertinya sebentar lagi ia akan terkenal karena menelanjangi adik tingkat.
Selepas menatap tajam Akashi, ia berbalik mengambil kemeja di lantai. Tanpa melihat, Mayuzumi melemparnya ke belakang, "Pakai cepat kalau tidak mau jadi tontonan."
Akashi menangkap kemejanya dan memakainya dengan tenang. Seraya mengancingi bajunya, ia menatap punggung Mayuzumi di hadapan. Alfa itu tidak meninggalkannya seperti biasa.
"Apa menurutmu kata 'memang kau berani?' itu adalah sebuah persetujuan? Rupanya memang kau yang bodoh di sini, Chihiro. Kau harus belajar menerjemahkan kalimatku mulai sekarang. Takutnya kau salah penafsiran lagi," Ia memungut tasnya yang tergeletak di lantai.
Mayuzumi tampak menoleh kesal ke arahnya. Tapi Akashi tidak peduli. Toh, yang lebih dibuat kesal di sini justru adalah dirinya. Baru kali ini ada seorang alfa yang membuatnya menahan kesabaran berkali-kali lipat.
Namun, entah kenapa, ia justru lebih merasa kecewa saat Mayuzumi pergi dari hadapannya barusan.
Ia melangkah mendekati si surai abu. Berdiri tepat di sampingnya. Tanpa mengatakan apa pun, ditariknya kerah kemeja alfa itu sehingga kepalanya abunya menunduk. Dengan lancang beta itu menubrukkan bibirnya pada bibir lembut Mayuzumi.
"Ehem... Mayuzumi-kun. Seleramu boleh juga," celetuk salah satu mahasiswa beta yang sedaritadi menonton. Siapa yang tidak mengenal Akashi Seijuurou di sini? Dirinya pun kalau diberi kesempatan juga ngin menyentuh Akashi.
"Kyaahhh ... Mayu-san!" jerit salah seorang mahasiswi, "bisakah kalian tidak melakukannya di sini, dosen sebentar lagi sampai lho."
Mayuzumi tidak mendengarkan ocehan demi ocehan yang keluar dari mulut teman teman kelasnya. Membiarkan Akashi mengklaim mulutnya. Ia merasakan lidah hangat menyapu permukaan bibir. Sesekali menghisapnya. Meski demikian, Mayuzumi tidak ada niat untuk membalas. Hingga tidak lama bocah itu menarik diri.
"Sudah puas?" tanyanya. Ia tidak tahu harus menyikapi Akashi seperti apalagi. Terserah sajalah, ia sudah kelewat pusing.
Mayuzumi memilih kursi paling belakang. Untuk menghilangkan stres, ia bisa sembari melanjutkan baca daripada mendengar pidato dosen.
Akashi tersenyum puas melihat reaksi Mayuzumi. Bagaimana pun, hari ini ia sudah membuat cukup banyak kemajuan.
Setelah meminta maaf kepada teman-teman sekelasnya karena tidak sengaja menyajikan tontonan yang tak seharusnya, ia segera menarik kursi tepat di samping Mayuzumi. Bunyi berderit terdengar saat ia menggeser tempat duduknya agar lebih dekat dengan si pemilik surai abu.
.
Bersambung ...
MayuAka