Disclaimer: seluruh tokoh milik agensi dan keluarga masing-masing. Tidak mengambil keuntungan apapun dalam membuat fanfiksi ini. Dibuat hanya untuk senang-senang

Cast: [ Chanyeol/GS!Baekhyun ] GS!Jihoon, and others

Genre: Parody/Tragedy

Warning: genderbender, ooc, typo(s), fanfiksi ini remake dari film Commando

Selamat membaca...

.

COMMANDO

.

Perahu karet terus didayung. Tangan Chanyeol bergerak ke depan dan belakang—menyesuaikan dayungan. Matanya memincing; melihat sebuah batu besar di pinggir pantai. Segeralah Chanyeol membelokkan perahu karet ke arah sana.

Setelah sampai, Chanyeol segera turun. Menapakkan kaki pada air dingin pantai yang terombang-ambing. Menginjak pasir putih yang terasa lembut. Ia mengeluarkan semua peralatan untuk menyerang Yifan dan Junmyeon.

Tangan dan wajah dibaluri cairan hitam (guna menyamarkan wajah). Membuat wajahnya terlihat loreng-loreng. Dipakainya celana khusus para tentara (yang mana terdapat kantung banyak; untuk menaruh beberapa peluru dan pistol kecil). Diisinya pistol besar dengan peluru, menyiapkan bom untuk dilemparkan pada wajah si berengsek Yifan.

Dikeluarkannya sniper, m-16, shotgun, pelontar roket, dan senjata lainnya dari dalam perahu.

Setelah dikira selesai, Chanyeol menatap ke depan. Melihat dengan tatapan tajam. Ia akan merebut putrinya kembali. Tidak ada yang boleh menyakiti buah hatinya. Tidak akan.

"Jihoon, tunggu ayah."

.

Para penjaga berkeliling mengitari sebuah gedung pertama. Membawa genjatan senjata untuk keamanan, mereka terus modar-mandir menatap sekitar.

Dari kejauhan, Chanyeol menatap intens. Ia diam-diam bergerak dan mengumpat di belakang semak belukar. Untung saja ia membeli rompi anti peluru dan cela berwarna gelap—yang mana senada dengan warna semak dan tanah lembab.

Ia berpindah lagi ke samping, bersembunyi di belakang pohon besar. Melihat beberapa mobil jeep terparkir sempurna.

Di samping itu, dalam mansion besar nan megah, Junmyeon sedang santai duduk sembari menggoyangkan kaki kanannya. Yifan terlihat tengah mengasah pisau.

Telepon berdering. Junmyeon langsung mengangkatnya, "Halo?"

Kembali lagi ke lapangan terbuka, Chanyeol mengendap-endap berlari menuju dekat gedung. Kedua tangan membawa senjata berat. Ia berlari, lalu bersembunyi di balik dinding.

Chanyeol menanamkan bom dekat gedung (yang mana akan meledak jika remote control ditekan). Ditanamkan di berbagai sudut.

Salah satu penjaga keluar dari gedung. Ia berniat buang air kecil ke semak-semak. Ia berjalan santai, hingga Chanyeol menariknya ke sudut gedung lalu menusuk pisau ke perutnya.

Dalam mansion, Junmyeon menaruh telepon dengan wajah terkejut. Ia menatap Yifan, "Dia tidak ada di pesawat."

Yifan berhenti mengasah pisau. Ia sudah menduga jika Chanyeol akan kabur.

"Bunuh putrinya." ucap Junmnyeon.

Pisau ditaruh pada saku celana. Yifan menyeringai, lalu mengeluarkan pistol.

.

"Berjagalah dengan semangat, bung." seorang dua penjaga melintas depan gedung menggunakan mobil jeep.

Mereka memandang salah satu penjaga yang terlihat berdiri sendiri, "Tentu saja, sialan." sahutnya.

Kedua penjaga pergi, meninggalkan temannya yang berjaga sendiri. Ia memandang ke depan, ke samping kanan dan kiri. Menatap betapa luasnya lapangan dengan pasir-pasir yang membuat polusi.

Penjaga itu melotot, ada yang mencekik dirinya dari belakang. Chanyeol dengan mata menyalang langsung menggorok leher sang penjaga hingga darah mengalir deras. Diseretnya tubuh tak bernyawa pada tumpukkan jerami.

Dari dalam mansion, Jihoon sedang berusaha memotong kayu penutup pintu dengan kenop. Kening putih terbalur keringat. Ia berusaha sekuat tenaga. Ia harus lari dari sini, ia tidak mau mati di neraka ini.

Chanyeol kembali memasang bom pada tanah. Ia menyalakan tombol on pada alat, dirasa tanah mulai bergetar—ada yang lewat. Chanyeol mengintip; ada dua penjaga—dan mereka melihat sang mantan kolonel. Segeralah Chanyeol melempar dua pisau mereka. Dan tepat, pisau itu menancap pada leher mereka.

"Hai, bung." Chanyeol memanggil satu penjaga. Dia menengokkan kepala menatap Chanyeol. Matanya melotot, senjata segera diangkat. Namun Chanyeol lebih cekatan; ia segera menembakkan peluru pisau kecil pada dada sang penjaga.

Chanyeol berlari. Namun dari atas gedung terdapat penjaga. Ia segera menembaki Chanyeol. Tapi, sang mantan kolonel segera menembak balik dengan membabi buta—hingga sang penjaga tertembak dan tubuhnya jatuh dari atas gedung.

Para penjaga lain mulai keluar dari dalam gedung—membalas tembakan. Tentu saja Chanyeol tak tinggal diam, ia segera menembak balik para penjaga dengan senjata yang ia genggam. Sesekali ia lari menghindar dari area gedung. Peluru mulai berhamburan di udara bebas. Berusaha menembus ke dalam daging nan empuk—menciptakan lautana darah yang tiada henti.

Setelah dirasa sudah jauh dari area gedung, Chanyeol segera menekan tombol merah pada remote yang dibawa. Lalu, meledaklah semua gedung yang sudah ia tanamkan bom tadi.

Yifan berjalan di lorong sembari mengusap pisau yang ia bawa. Telinganya mendengar suara ledakan yang hebat. Ia segera menengok ke luar jendela, lalu tersenyum.

"Selamat datang kembali, Chanyeol. Senang kau bisa menyelesaikannya."

.

Beberapa gedung meledak. Api membakar membara dengan hebatnya. Suara berisik membuat telinga seakan tuli. Para penjaga terlempar dengan tubuh terluka—ada yang mati karena terkena ledakan.

Chanyeol tetap berlari sembari membawa perkakas senjata dan pelontar roket pada tangannya. Bisep yang kokoh tengah berkeringat—begitu gagah dan terlihat seksi. Sang mantan kolonel menatap ke belakang sekilas, lalu kembali berlari.

Di dalam mansion, Yifan berusaha membuka pintu. Namun terasa aneh, kenopnya lepas. Perasaannya jadi tidak enak. Ia lantas mendobrak pintu kasar, "Bangsat."

Ditatapnya dalam ruangan. Kosong. Tidak ada sesiapapun. Matanya menatap kayu yang berlubang. Jihoon telah kabur.

"Aku sudah membunuhnya!" Yifan segera mendekat pada kayu. Dilihatnya Jihoon yang berlari pada ruang bawah tanah.

Yifan begitu marah. Ia segera menendang kayu dengan amat kasar. Kayu itu rusak. Ia lantas kembali berlari menyusul Jihoon ke bawah tanah.

Chanyeol terus menembaki para penjaga. Ia berlari dengan cepat. Perasaannya sudah tidak enak sejak tadi. Ia berdoa dalam hati semoga saja si banjingan Yifan dan Junmyeon belum membunuh putrinya.

Beberapa penjaga mengejar Chanyeol menggunakan mobil jeep. Mereka terus menembak tiada henti. Chanyeol melihat—lalu segera menembak mobil mereka dengan pelontar roket.

Mobil terbakar. Para penjaga terhunus terlempar jauh. Tubuh mereka terkena api yang membakar.

Chanyeol menembakkan pelontar roket pada dinding besar. Hancur. Sekarang daratan telah berubah menjadi lautan api. Dinding besar telah runtuh, Chanyeol segera berlari.

.

Dari dalam kano bersayap, Baekhyun sedang berusaha menghubungi Sehun.

"Commando! Saya ulangi, Commando! Di sini Whiskey X-ray 448. Saya punya pesan darurat untuk Jenderal Oh Sehun. Saya ulang, Jenderal Oh Sehun."

Di dalam kantor polisi, Sehun tengah mencari kabar tentang Chanyeol.

"Jenderal Oh, kami mendapat pesan penting untuk Anda di teletip."

Lantas sang jenderal segera berlari ke luar.Ia sangat yakin jika itu adalah kabar dari Chanyeol.

.

Para penjaga terus mengejar Chanyeol. Mereka saling menembak. Chanyeol selamat—dengan rompi anti peluru yang ia pakai. Ditembaknya para penjaga yang berada di belakangnya. Ia menunduk di balik pohon. Semua tertembak.

Chanyeol berlari, berpindah tempat. Dilemparnya bom pada musuh. Semua terlempar. Chanyeol kembali menembak. Ia segera mengumpat di balik dinding. Dilemparnya lagi bom pada para penjaga sialan.

Tapi, salah satu penjaga melempar bom. Tepat di sebelah Chanyeol.

Laki-laki jangkung itu melihat. Lalu ia berusaha menghindar dan berlari. Namun ia ikut terhempas akibat bom.

Tubuhnya terluka. Chanyeol merintih kesakitan. Ia memutuskan untuk menghindar sekarang. Matanya melihat sebuah ruangan kecil. Kakinya segera melangkah ke sana.

Di dalam, ia membuka rompi anti peluru. Memperlihatkan tubuh atletis yang terbalur keringat dan darah.

Perutnya mengeluarkan cairan merah pekat. Lukanya memanjang. Chanyeol semakin merintih. Ditahan perutnya agar tidak mengeluarkan darah lagi. Ia melihat suasana dalam ruangan. Terdapat banyak perkakas untuk berkebun. Ada gunting untuk memotong semak-semak, pacul, kapak, penggembur, dan lainnya.

Para penjaga segera mengelilingi satu ruangan. Lalu meminta salah satu dari mereka untuk membuka pintu.

Salah satu penjaga maju, membuka pintu. Dan masuk ke dalam ruangan. Kosong, tidak ada siapapun.

Tidak.

Chanyeol datang, lalu menusukkan gunting pemotong semak pada perut sang penjaga.

Darah kembali berceceran di lantai kayu. Para penjaga lain segera menyusul masuk. Chanyeol dengan sigap memegang salah satu tangan sang penjaga, dan memotong lengannya dengan kapak. Darah kembali merembes.

Pacul dilayangkan pada alat kelamin salah satu penjaga. Ditancapkan ke sana, dilihat bawahnya berdarah. Penjaga itu merintih kesakitan.

Chanyeol segera kabur. Ia keluar dengan bertelanjang dada. Otot perut, bisep, dan trisep terlihat begitu gagah nan seksi ketika terpancar sinar mentari. Terbalut keringat yang menetes, mengalir dengan indah pada kulit.

Peluru kembali ditembak, ia berjalan mengendap-endap. Prajurit segera membalas tembakan.

Chanyeol memanjat naik ke dalam gedung. Berusaha mencari sang anak.

.

Dalam lorong, Jihoon berlari ketakutan. Gelap. Di bawah tanah tidak tersedia lampu. Begitu panas. Namun gadis kecil itu tetap berlari.

Ia hanya ingin lolos dari Yifan.

"Gadis berengsek. Di mana kau!" Yifan mengeram kesal. Kakinya terus melangkah mencari Jihoon.

Jihoon menatap sekitar. Banyak gas dengan alat yang—ia sendiri tidak tahu apa itu sebenarnya. Ia takut, terlalu gelap dan dipenuhi dengan benda asing tak tak diketahui.

.

Chanyeol berlari ke dalam gedung, "Jihoon." ia memanggil nama sang putri.

Ada penjaga yang siap menembaknya, namun Chanyeol dengan sigap menembaknya lebih dulu. Ia kembali menembak beberapa percikan api. Peluru kembali terhunus ke dalam tubuh. Darah kembali muncrat bagaikan air mancur di depan mansion.

Di lorong sebelah, Junmyeon sudah siap dengan senjatanya. Ia bersumpah akan menanamkan seluruh peluru yang ia punya pada tubuh Chanyeol.

Chanyeol keluar melalui jendela. Ia menatap ke bawah—ada dua orang penjaga. Segera ia lompat dari atas, lalu memukulkan kepala para penjaga pada batu tajam.

Pelipis Chanyeol terkena pecahan kaca, perlahan darah mulai terlihat.

Dari jendela lain, Junmyeon melihat Chanyeol. Dan mulai menembakinya dengan senjata. Sang mantan kolonel menunduk, bersembunyi. Lalu membalas tembakan.

Tidak mau kalah, Junmyeon berpindah tempat dan terus menembaki Chanyeol hingga membabi buta. Ia kembali berlari.

Chanyeol menembaki semua jendela—mengikuti ke mana larinya Junmyeon. Ia segera masuk ke dalam gedung, mendobrak pintunya, lalu berguling untuk bersembunyi.

Junmnyeon menembak. Chanyeol menghindar. Dengan ganas peluru dalam senjata Chanyeol keluar dengan begitu murka. Semua dihancurkan. Junmyeon berlari menaiki tangga—menuju arah balkon.

Chanyeol kembali menembak. Junmyeon membalas. Dikeluarkan semua peluru yang ada. Percikan api kembali terasa.

Satu peluru tepat mengenai sasaran—menghunus tepat pada dada Junmyeon. Berhasil. Chanyeol kembali menembak membabi buta. Dada Junmnyeon mengeluarkan banyak darah. Terdorong ke belakang. Tubuhnya jatuh dari atas balkon.

Chanyeol menatap dingin.

"Ayah!"

Suara itu. Suara buah hatinya. Suara Park Jihoon.

Berasal dari ruang bawah tanah. Chanyeol segera menyusul ke sana.

.

Di bawah tanah, Jihoon masih berlari menghindar. Tengok ke kanan dan kiri, berharap adanya sang ayah yang datang untuk menyelamati dirinya.

Di belakang, Yifan tetap mengejar dengan segenggam pisau lancip yang baru diasah. Tak dihiraukan suasana gelap. Yang pasti—hari ini juga ia harus segera membunuh anak Chanyeol.

Jihoon mengumpat di balik besi-besi besar. Jantungnya berdegup keras. Napasnya tidak beratur. Ia ingin selamat. Ia tidak mau mati muda.

"Jihoon!"

Sang gadis kecil tersentak. Suaranya terdengar tidak asing.

"Jihoon!"

Itu suara ayahnya, Park Chanyeol.

Segeralah Jihoon bangkit dari persembunyian. Wajahnya terlihat senang. Setetes air mati mengalir dari pelupuk mata.

"A—AYAH!"

Darah mulai mengalir deras.

.

TBC

.

A/N: hai semua. Masih adakah yang menunggu fanfik ini? /g. Huhu maafkan jika updatenya terlalu lama. Kemarin sibuk buat UN dan baru sempat buka laptop buat lanjut fiksi ini. Hoho Chanbaeknya disimpan dulu ya, buat nanti x"D sekarang adegan actionnya dulu /maafkan jika abal mwehehe.

Terima kasih sudah membaca: rufexo, chanbaek1597, cbhsgariskeras, prktower, kepala jamur, Guest, Chanlove, LordLoey, kookiemeong, ererigado, merlin, Erumin Smith, rly, yayak.