"Jadi, ada masalah apa hyung?" tanya Luhan tanpa menunggu waktu lebih lama lagi setelah Jiyoung melajukan mobilnya dan berada di antara mobil Kris, Daehyun yang melaju di depan mobil Jiyoung sementara Sehun dan Baekhyun berada di belakang mobil Jiyoung.

"Sudah ku tebak, kau memilih bersamaku karena ingin menanyakan masalah hal itu kan?" Jiyoung balik bertanya dan Luhan hanya mengangguk antusias membenarkan.

"Katakan padaku, hyung—semuanya!"

"Aniyo!" tolak Jiyoung.

"Hyung~" rengek Luhan namun diabaikan oleh Jiyoung. "Hyung!" panggil Luhan menaikkan nada suaranya.

"Itu hukuman untukmu karena kau pergi dan tak membalas pesan dari kami!" balas Jiyoung, Luhan yang mendengarnya pun seketika membulatkan kedua matanya tidak terima.

"Kenapa aku yang disalahkan? Naga itu yang membuat masalah!" seru Luhan rasa kesalnya kembali menghimpit hatinya. Jiyoung yang melihatnya pun seketika terkekeh karena telah merusak mood rusa cantik itu.

"Jika kau marah, aku tidak akan menceritakannya padamu!" ancam Jiyoung, Luhan mendengus.

"Ancaman yang tepat!" cibir Luhan membuat Jiyoung tertawa menang. "Jadi, ceritakan!" tuntut Luhan. Jiyoung menarik nafasnya dan sesekali melirik kearah Luhan.

"Baiklah, aku akan mengatakannya padamu!" jawab Jiyoung akhinrya dan Luhan siap memasang kedua telinganya lebar-lebar.

...

..

.

Drag Out

- Pitting Against II-

Dan saat kesalahpahaman itu terjadi

Maka,

Tanpa sengaja kebersamaan baru itu terbentuk

Meskipun, menimbulkan pertentangan

.

..

...

Blam!

Luhan berjalan memasuki rumahnya dan menghiraukan semua pasang mata yang bingung menatap wajah murka milik Luhan.

"Kau sudah mengatakan padanya hyung?" tanya Daehyun melihat wajah datar yang Jiyoung tunjukan pada mereka.

"Ya~seperti yang kalian lihat!" jawab Jiyoung sekenanya.

"Tapi, kenapa dia terlihat marah seperti itu?" tanya Baekhyun bingung. Jiyoung menghela nafas.

"Karena dia memiliki pemikiran yang berbeda dengan kita!" jawab Jiyoung lagi.

"Mwo?!" pekik Baekhyun dan Daehyun bersamaan, sementara Kris dan Sehun lebih memilih untuk mendengarkan.

"Lebih baik kita menyusulnya!" ajak Jiyoung berjalan mendahului mereka dan masuk untuk kembali bicara pada Luhan.

Sementara di luar rumah, lima pemuda yang belum juga memasuki rumah mereka maka disinilah Luhan tengah mengotak-atik komputer milik Daehyun. Mencoba dengan segala cara untuk kembali mendapatkan data mesin yang sedang mereka kerjakan namun selalu muncul tulisan error di dalamnya. Dan, lelah karena terus mencoba Luhan akhirnya meraih ponselnya untuk mendial nomor seseorang.

"Minseok-ie!" panggil Luhan setelah menunggu nada panggil yang akhirnya dijawab oleh si pemilik nomor.

"Oh—Luhanie, ada apa?" tanya Minseok dari seberang.

"Apa kau sibuk?" tanya Luhan langsung.

"Aniyo, waeyo?" Minseok balik bertanya.

"Bisa kau ke markas Racedie sekarang? Aku ingin kau memastikan sesuatu!"

"Ah~arraseo, aku akan kesana sekarang!"

"Nde, aku tunggu! Sampai jumpa, Minseok-ie!" Luhan menutup sambungannya bersamaan dengan Jiyoung yang datang diikuti Daehyun, Baekhyun, Sehun, kemudian Kris yang mengekor.

"Lu, kenapa kau jadi marah?" tanya Jiyoung tak mengerti.

"Ini tidak masuk akal menurutku, hyung!" jawab Luhan jujur.

"Apanya yang tidak masuk akal? Jelas-jelas ada buktinya!" balas Jiyoung menatap Luhan tajam. "CCTV yang ada di bengkel yang menunjukan semuanya, kami semua melihat dengan mata kepala kami sendiri Lu, bahwa orang-orang WB yang melakukannya!" ulang Jiyoung. Luhan berfikir sejenak.

"Kalau begitu, tunjukan rekamannya padaku!" pinta Luhan yang seketika membuat kelima pemuda itu memandangnya tak percaya.

"Kenapa kau tidak percaya pada kami?" tanya Baekhyun emosinya ikut terpancing. Luhan seketika menatapnya.

"Aku bukannya tidak percaya Baek, hanya saja WB tidak mungkin melakukan hal seperti itu!" keukeuh Luhan tetap pada pendapatnya.

"Dan, kenapa WB tidak mungkin melakukan hal seperti itu? Mereka juga memusuhi kita kan? Aku juga melihatnya sendiri di dalam CCTV itu jika mereka yang melakukannya!" balas Baekhyun tak habis pikir.

"Apa kau selama ini pergi bersama mereka?" tuduh Jiyoung geram, Luhan seketika langsung menatapanya sebal.

"Dan kenapa aku harus pergi bersama mereka? Aku tidak punya urusan dengan mereka!" jawab Luhan menaikkan nada bicaranya.

"Tapi, kenapa kau tetap keukeuh jika bukan mereka pelakunya?" tanya Jiyoung.

"Karena memang bukan mereka yang—"

"Hyung, kau bisa melihatnya sendiri!" potong Daehyun menyerahkan ponselnya pada Luhan dan memutar video yang sedang mereka berdebatkan saat ini. Luhan awalnya enggan karena takut jika apa yang dia pikirkan adalah salah dengan bukti yang mereka miliki, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain menerima ponsel Daehyun dan menyaksikannya sendiri.

Luhan membulatkan kedua matanya sepanjang video itu terputar mengakibatkan reaksi puas di masing-masing wajah kelima pemuda yang memiliki pendapat yang sama.

"Kau lihat bukan, hyung—jaket yang mereka gunakan itu adalah jaket WB! Hanya WB yang memilikinya!" jelas Daehyun berbicara lebih lembut dibandingkan Jiyoung dan Baekhyun. Luhan mendongak dan mengembalikan ponsel Daehyun pada pemiliknya.

"Tapi, aku tetap tidak percaya!" keukeuh Luhan tanpa merubah keputusannya.

"Mworago?!" pekik Jiyoung, Baekhyun, Daehyun dan Kris sementara Sehun lebih memilih untuk diam.

"Kau ini kenapa?" tanya Baekhyun menatap Luhan tak habis pikir.

"WB tidak mungkin ceroboh seperti itu!" jawab Luhan memberi alasan yang sebenarnya cukup masuk akal. "Jika mereka mencoba untuk menghancurkan bengkel kita kenapa mereka ceroboh sekali menggunakan jaket mereka?"

"Lu, kenapa kau mempermasalahkan hal itu? Kau lupa, jika dimalam yang sama dan diwaktu yang sama mereka ikut balapan di jalan melawan Street Pass?" tanya Kris akhirnya membuka suara. "Kau bisa lihat kan, berapa banyak orang yang menghancurkan bengkel kita? Hanya empat orang, karena sisanya sedang balapan malam itu!" lanjut Kris yang membuat Luhan diam. Luhan memijat kepalanya pening.

"Baiklah—baiklah, anggap saja WB yang melakukannya, tapi—"

"Sudahlah, hyung lebih baik kau istirahat!" Sehun menengahi dan merangkul Luhan. "Kau belum meminum obatmu selama dua malam ini, ingat?" Luhan mengangguk.

"Tapi, Minseok akan datang." Ujar Luhan enggan pergi ke kamarnya bersama Sehun.

"Untuk apa?" tanya Baekhyun.

"Untuk memeriksa komputer Daehyun, kita bisa melihat siapa yang membuat komputer Daehyun seperti itu!" jawab Luhan dengan nada suara yang tak ingin dibantah.

"Aku setuju dengan Luhan hyung kali ini!" sahut Daehyun. "Bagaimana pun juga aku ingin tahu siapa yang membuat komputerku seperti itu!"

Dan mereka semua mengangguk setuju tanpa membantah keinginan Luhan yang ingin menunggu Minseok. Hingga tak lama mereka menunggu, terdengar sebuah mobil yang berhenti tepat di depan rumah mereka. Luhan yang hafal betul bagaimana suara mobil Minseok dengan segera berlari keluar rumah untuk menyambut temannya itu.

"Kau sudah datang?" sambut Luhan tepat saat Minseok keluar dari mobilnya dan berjalan menghampirinya.

"Ada apa?" tanya Minseok langsung dan Luhan seketika menarik tangan Minseok cepat.

"Masuklah, kau akan tahu!" ajak Minseok dan membawa pemuda mungil itu menuju ruang kerja Daehyun yang kebetulan semua anggota Racedie juga berdiri dan menatapnya.

"Oh~ada apa ini?" tanya Minseok lagi saat merasa tatapan semua orang seperti sedang akan membunuhnya.

"Abaikan mereka!" sahut Luhan tak peduli dan mendudukkan Minseok pada kursi yang berhadapan dengan komputer Daehyun. Luhan berdiri di belakang Minseok. Sementara, Daehyun, Jiyoung dan Baekhyun berada tak jauh di belakang Luhan. Sementara Kris dan Sehun lebih memilih untuk duduk tenang di sofa yang diletakkan di ruang kerja Daehyun.

"Kau tahu, komputer ini tiba-tiba error tanpa sebab. Semua datanya hilang dan kami semua tidak bisa membukanya apalagi banyak file penting di dalamnya!" jelas Luhan. Minseok mengangguk paham.

"Jadi, kau menyuruhku untuk mengembalikan datanya?" tanya Minseok. Luhan mengangguk.

"Tapi, masalahnya adalah sepertinya ada yang meng-hack data Daehyun!" sahut Luhan, Minseok berfikir sejenak.

"Jinjja? Jika benar di hack, pasti ada ID hacker-nya!" jawab Minseok cepat. "Dan jika itu di hack, kemungkinan kecil untukku bisa mengembalikan data kalian seperti semula!"

"Benarkah?" Minseok mengangguk yakin.

"Tapi, aku bisa mengetahui siapa yang meng-hack komputermu!" jawab Minseok kemudian.

"Kalau begitu, cobalah!" pinta Luhan yang langsung Minseok kerjakan.

Minseok mulai mengotak-atik komputer Daehyun dengan santai serta mengabaikan semua mata yang menatap penasaran kearahnya. Luhan yang berada tepat di belakang Minseok hanya bisa diam menyaksikan bagaimana jenius-nya temannya itu. Beberapa data yang sebelumnya sempat Luhan buka namun selalu berakhir dengan tulisan error yang muncul dapat Minseok buka dengan mudah namun sayangnya data itu berubah menjadi tulisan empty.

"Ada yang mengambil data di komputer ini!" seru Minseok mulai menjelaskan.

"Jadi, apa datanya benar-benar hilang?" tanya Luhan. Minseok menggeleng.

"Tidak hilang, hanya mereka menyembunyikannya di folder yang tidak kalian ketahui!" jawab Minseok seraya kembali mengotak-atik komputer Daehyun.

Klik!

Minseok menekan enter dan menatap penuh penantian pada layar komputer yang tengah menunjukkan loading yang tidak Luhan ketahui tengah menunggu proses apa.

"Dan, sebentar lagi kita akan tahu siapa dalang dibalik semua ini!" ujar Minseok tak sabar saat loading pada layar komputer Daehyun sudah menunjukkan hampir 90%. Dan, setelah mencapai 100%, Minseok kembali mengotak-atik komputer Daehyun yang menunjukkan banyak sederet angka serta simbol-simbol yang lagi Luhan tidak ketahui apa maksudnya.

"Kenapa isinya seperti itu?" tanya Luhan bingung.

"Ini adalah ID orang yang meng-hack komputermu!" jawab Minseok meskipun matanya fokus untuk memecahkan ratusan angka dan simbol yang memenuhi layar Daehyun. Minseok mencoba untuk mencocokkan setiap angka dan simbol-simbol dengan matematiknya sebelum memutuskan untuk menekan enter setelah ia selesai memecahkan ID asing itu.

"Jung Jaehyun?" gumam Minseok tak percaya saat berhasil melihat profil dari pelaku yang telah meng-hack komputer milik Daehyun.

"Siapa?" tanya Luhan merasa Minseok baru saja menyebutkan sebuah nama. Minseok menoleh.

"Jung Jaehyun—bukankah dia hacker-nya Hekerl?" tanya Minseok yang membuat keenam pasang mata itu membulatkan kedua mata mereka terkejut.

"Jadi, apa itu berarti orang yang merusak komputerku adalah Jung Jaehyun?" tanya Daehyun memastikan dan dapat ia lihat Minseok yang mengangguk membenarkan.

"Kau juga tahu soal komputer kan? Kau bisa melihat dan memastikannya sendiri!" Minseok beranjak dari duduknya setelah ia mencabut disk yang sebelumnya ia tancapkan pada CPU komputer Daehyun. "Lu, maaf aku tidak bisa berlama-lama disini—aku ada janji dengan Jongdae. Tapi kau tenang saja, aku sudah menyalin beberapa dokumen yang tidak bisa dibuka. Mungkin saja, salah satu datanya berada di dokumen itu!"

"Nde, terima kasih kau sudah membantu kami! Aku akan mengirim uangnya ke rekeningmu!" balas Luhan tersenyum.

"Arraseo, kalau begitu aku pergi dulu sampai jumpa!" Minseok melambaikan tangannya dan mengerling pada Luhan saat pemuda mungil itu keluar dari rumah Racedie seorang diri.

Brak!

Luhan tersentak saat Jiyoung menendang kursi yang berada di ruang kerja Daehyun dan ketara sekali dari wajahnya yang penuh murka dan amarah.

"Brengsek! Mereka benar-benar bajingan!" umpat Jiyoung geram.

"Hyung tenanglah, kita akan membalas mereka!" Daehyun mencoba untuk menenangkan Jiyoung yang terlihat menyeramkan.

"Mereka benar-benar picik, setelah WB dan sekarang Hekerl? Apa mau mereka?!" seru Baekhyun memijat pelipisnya tak habis pikir.

"Kita tidak bisa membiarkan mereka hidup dengan tenang!" balas Kris mengepalkan kedua tangannya menahan amarah.

"Dan aku tidak akan pernah membiarkan mereka lolos begitu saja!" seru Jiyoung, wajahnya memerah karena marah serta peluh yang membanjiri wajahnya. Kemudian, Jiyoung pun menatap Luhan yang masih berdiam diri di tempatnya semula. "Kau bisa lihat dengan mata kepalamu sendiri kan? Bahkan, sekarang Hekerl ikut bekerja sama dengan WB!" Luhan membalas tatapan Jiyoung, ia menatap kedua mata yang sudah memerah serta dilingkupi penuh rasa amarah.

"Mereka tidak bekerja sama hyung!" tolak Luhan yang sontak membuat kelima pasang mata menatapnya terkejut.

"Jadi, apa kau pikir mereka melakukan hal ini secara bersamaan tanpa sengaja? Itu cukup masuk akal!" gumam Jiyoung setuju dan mengira bahwa Luhan sudah menyalahkan semua masalah ini pada WB dan Hekerl.

"Bukan itu maksudku!" Luhan menghela nafas dan menatap mereka satu persatu. "Jaehyun hanyalah seorang remaja, dia tidak mungkin melakukan hal seperti ini, hyung-nya pasti akan melarangnya!" jelas Luhan yang seketika dihadiahi tatapan marah dari masing-masing orang.

"Woah, Lu baru saja kau membela WB dan sekarang kau juga membela Hekerl? Ada apa denganmu?" tanya Jiyoung melangkah mendekati Luhan.

"Aku tidak membela mereka!" seru Luhan tak terima.

"Lalu, apa yang kau lakukan sekarang?! Kau jelas-jelas tidak terima saat bukti dengan jelas mengarah pada mereka!" Jiyoung menaikkan nada suaranya pada Luhan yang masih tenang menatapnya.

"Aku hanya merasa ada yang ganjal dari semua ini!" balas Luhan.

"Sudahlah, Lu! Simpan saja omong kosongmu, lebih baik kau kembali ke kamarmu!" titah Jiyoung yang tentu saja tidak Luhan turuti.

"Hyung, pikirkan dengan kepala dingin ini pasti—"

"LUHAN!" bentak Jiyoung yang tak ingin kembali mendengar segala penuturan yang keluar dari bibir Luhan.

"Hyung, kenapa kau jadi emosional seperti ini? Jika memang mereka pelakunya, untuk apa mereka melakukannya sampai sejauh ini?!" tanya Luhan.

"Tentu saja untuk menyingkirkan kita dari balapan without route itu!" sahut Baekhyun masuk akal.

"Kau dengar?" seringai Jiyoung menatap Luhan yang masih dengan ekspresi tenangnya. Luhan membalas tatapan Jiyoung.

"Aku lebih yakin pada naluriku dibandingkan dengan bukti itu!" ujar Luhan tenang yang tentu saja memancing amarah Jiyoung yang sudah mengepalkan kedua tangannya dan—

BUGH!

Jiyoung tanpa sadar melayangkan bogemnya pada Luhan, namun anehnya Luhan yang memang merasakan Jiyoung akan memukulnya sontak memejamkan kedua matanya dan tak merasakan apa-apa meskipun ia mendengar pukulan di depannya. Luhan seketika membuka kedua matanya dan alangkah terkejutnya ia saat melihat Sehun tersungkur di depannya.

"Se-sehun-..." lirih Luhan berjongkok dan meraih wajah Sehun yang memar. "Sehun, apa yang kau lakukan?" tanya Luhan yang merasa bahwa Sehun telah melindunginya.

"Kau sedang sakit hyung!" ujar Sehun seraya menyeka darah yang berada di sudut bibirnya. Sehun bangkit dari posisinya dibantu Luhan yang merangkul lengannya.

"Sehun, aku—" Jiyoung menatap Sehun merasa bersalah sementara Sehun hanya tersenyum.

"Aku melindungi Luhan bukan berarti aku berpihak padanya, hyung! Aku juga yakin jika WB dan Hekerl yang melakukan semua ini dan aku sependapat dengan kalian. Hanya saja, apa yang kau lakukan ini tidak benar hanya karena Luhan memiliki pemikiran yang berbeda dengan kalian semua. Bukan berarti kau harus memukulnya kan?" tanya Sehun dan mendapati tatapan sesal di balik mata Jiyoung. Jiyoung menatap Luhan dan Sehun bergantian.

"Maafkan aku Lu, aku lepas kontrol dan hampir memukulmu sampai aku akhirnya memukul Sehun!" sesal Jiyoung. Luhan tersenyum.

"Gwenchana hyung. Kau adalah leader kami, kau pasti cemas karena ada yang mengusik kami semua. Dan, aku juga minta maaf karena terus keukeuh dengan pemikiranku yang sepihak!" Luhan ikut menyesal meskipun tatapannya tak pernah lepas dari Sehun.

"Sudahlah, lebih baik kita tidak membahasnya sekarang. Lebih baik, kalian berdua istirahat!" sela Kris yang segera diangguki Luhan. Dan tanpa bertanya pada Sehun, Luhan menuntun Sehun untuk masuk ke kamarnya diikuti tatapan dari Jiyoung, Kris, Baekhyun dan Daehyun.

"Bagaimana sekarang? Sulit untuk menyakinkan Luhan jika dia masih dengan pemikirannya sendiri?" tanya Baekhyun menghela nafas resah.

"Tapi, setidaknya Luhan kalah suara untuk masalah ini!" balas Jiyoung memutuskan untuk pergi dengan rasa kacau yang terus mengusik dirinya tanpa henti.

.

.

.

.

.

.

"Apa sakit?" tanya Luhan seraya mengompres memar yang ada di wajah Sehun akibat menolongnya tadi dari pukulan Jiyoung. Sehun meringis meskipun tidak mengatakan sepatah katapun pada Luhan dan membiarkan pemuda cantik itu melakukan apa yang diinginkannya. Sehun menatap Luhan lekat, Luhan yang merasa ditatap begitu dekat pun menghentikan kompresannya pada Sehun dan balik menatap Sehun dengan mata rusanya.

"Kau kemana saja, hyung? Aku mencemaskanmu!" tanya Sehun jujur, Luhan mengulas senyum dan menurunkan tangannya.

"Mianhae, sudah membuatmu cemas. Aku berada di rumah temanku, aku juga tidak ingin lama-lama pergi dari rumah ini!" jawab Luhan tersenyum cantik pada Sehun. "Dan, maaf karena aku yang tetap keukeuh dengan pemikiran konyolku, kau menjadi terluka seperti ini!" sesal Luhan beralih menatap sendu kearah Sehun. Sehun tersenyum.

"Gwenchana, aku tidak menyesalinya!" balas Sehun tersenyum tampan kearah Luhan.

"Kenapa kau melakukannya?" tanya Luhan ingin tahu. Sehun tersenyum kecil.

"Aneh rasanya memang, tapi—aku tidak ingin ada yang menyakitimu!" jawab Sehun yakin.

"Waeyo?" tanya Luhan menatap dalam pada kedua mata tajam Sehun yang seketika memerangkapnya ke dalam tatapan intens itu.

"Aku tidak bisa mengatakannya!" jawab Sehun yang akhirnya memutus kontak mata dengan Luhan. Luhan mengangguk paham dan tak ingin bertanya lebih lanjut. "Tapi, kenapa kau yakin sekali jika bukan WB dan Hekerl yang menyebabkan kekacauan semua ini?" Luhan berfikir sejenak.

"Setidaknya kita harus tahu seperti apa musuh yang kita hadapi. Siapa mereka, dan bagaimana cara kerja mereka. Itulah kenapa, aku memiliki pemikiran yang berbeda dengan kalian! Tapi, jika memang benar kedua tim itu yang melakukannya maka aku sendiri yang akan menghancurkan mereka!" balas Luhan yang direspon anggukan dari Sehun.

"Tapi jika tidak?" tanya Sehun. Luhan berfikir sejenak.

"Bukankah itu berarti ada yang mengadu domba kita semua?" Luhan balik bertanya. "Ini hanyalah pradugaku Sehun. Dan sesuatu yang berasal dari praduga tidaklah selalu benar. Karena, jujur saja dengan adanya semua bukti itu aku mulai ragu dengan firasatku sendiri!"

"Benarkah?" Luhan mengangguk.

"Nde, tapi bukan berarti aku juga membenarkan semua bukti itu kan?" tanya Luhan, Sehun hanya diam. "Baiklah, aku rasa aku juga harus tidur. Tidurlah, selamat malam Sehuna!" Luhan bangkit dari duduknya namun segera Sehun cegah dengan menahan tangan Luhan. Luhan menoleh dan menatap Sehun penuh tanya.

"Ada apa?" tanya Luhan.

"Saat kau pergi aku menyadari sesuatu—" Sehun menatap Luhan sebelum melanjutkan ucapannya. "—bahwa aku, tidak bisa jauh darimu. Karena itulah, aku bersedia menjadi pelampiasan Jiyoung hyung. Karena aku tidak ingin kau pergi. Kau tidak hanya merubah Racedie, tapi kau juga merubahku!" Luhan membalas genggaman tangan Sehun dan menatap pemuda tampan itu.

"Aku juga tidak bisa jauh darimu, Sehuna!"

..

- Drag Out -

..

"Yak! Kenapa kalian mabuk?!" seru Luhan kesal setelah melihat Jiyoung, Kris, dan Daehyun yang mabuk berat di depan mereka. "Kita ada balapan tiga hari lagi, bodoh!" umpat Luhan diikuti kekehan dari Baekhyun dan senyum tampan dari Sehun. "Kenapa kau tertawa?!"

"Biarkan mereka menghilangkan stres mereka sebelum bertanding. Kau tidak tahu, banyak masalah yang menimpa kita akhir-akhir ini!" terang Baekhyun membuat Luhan berdecak sebal.

"Aigoo, aku tidak habis pikir kenapa semua masalah ini tidak kunjung berhenti," tanya Luhan jengah.

"Karena mereka belum juga dijemput ajalnya. Jadi ya, anggap saja untuk menikmati sisa hidup mereka!" kekeh Baekhyun yang direspon pandangan tak percaya dari Luhan. Luhan pun beranjak dari duduknya membuat Baekhyun dan Sehun menatap tanya padanya.

"Aku ingin keluar sebentar, aku tidak betah lama-lama di dalam bar ini!" jawab Luhan. Baekhyun hanya mengangguk sementara Sehun menatapnya dengan tatapan tanya apa perlu aku temani? Dan Luhan yang paham akan hal itu hanya mengulas senyum. "Kau disini saja Sehun-ie, temani hyung-mu yang sedang stres ini. Aku hanya di depan dan duduk di kap mobilku. Okay?" Luhan berjalan meninggalkan keduanya meskipun kedua mata Sehun masih mengawasinya dari tempat duduknya.

"Kau benar-benar tergila-gila padanya ya?" tebak Baekhyun mengerling pada Sehun. Sehun hanya tersenyum kecil.

"Semua orang juga tergila-gila padanya, hyung!" jawab Sehun sekenanya. Baekhyun berfikir sejenak.

"Kau benar, tapi aku rasa tergila-gila yang ada padamu itu mengartikan hal lain~"

"Huh?" pekik Sehun tak mengerti, namun ia mencoba abaikan dan lebih memilih meminum wine yang ia pesan beberapa menit yang lalu.

"Kau mencintainya?"

Uhuk!

"Woah~kenapa reaksimu seperti itu?" tanya Baekhyun memandang Sehun curiga sementara Sehun entah kenapa menjadi gugup seketika.

"A-aniyo hyung—a-aku ..." Sehun menggantung ucapannya karena bingung akan mengatakan apa pada Baekhyun.

"Dia tidak pernah berkencan selama hidupnya!" ujar Baekhyun membuat rasa gugup Sehun hilang secara perlahan.

"Benarkah?" tanya Sehun tak percaya. Baekhyun mengangguk.

"Kelihatannya saja dia suka berkencan dengan semua orang dan mempermainkan hati mereka. Tapi, sejujurnya dia tidak pernah menggubris hal semacam itu!" jawab Baekhyun. Sehun menatap Baekhyun penasaran.

"Memangnya kenapa?" tanya Sehun ingin tahu.

"Entahlah, tapi dia selalu menghabiskan waktunya dengan mobil, mobil, dan mobil. Bahkan, aku rasa dia akan menikah dengan mobil suatu saat nanti!" canda Baekhyun tak bisa membayangkan apa yang dikatakannya benar-benar menjadi kenyataan. "Oh, Sehun-ie aku sangat penasaran. Bolehkah aku bertanya padamu?" tanya Baekhyun. Sehun hanya mengangguk. "Sebenarnya apa masalahmu dengan ayahmu?" Sehun diam sejenak, ia kemudian menatap kearah tiga hyung-nya yang sudah tidur dengan nyenyaknya. Sehun menunduk sebelum menjawab pertanyaan dari Baekhyun.

"Tidak apa jika kau tidak ingin menjawab. Aku hanya penasaran karena ketiga hyung-mu itu hanya menceritakan saat kau pergi setelah ayahmu mengobrak-abrik rumah kalian. Kau tak perlu—"

"Aku dan ayahku, aku dan kedua kakakku, atau bahkan aku dan ibuku—" Sehun memotong ucapan Baekhyun namun ia kembali menjeda setiap perkataannya. "Kami memiliki cerita yang berbeda. Aku yang selalu menentang ayahku karena ayahku terus memintaku mengerjakan pekerjaan gelapnya!" Sehun akhirnya mengakui permasalahan utama dengan ayahnya pada Baekhyun. Baekhyun memincingkan matanya tak mengerti.

"Pekerjaan—gelap?" tanya Baekhyun hati-hati. Sehun mengangguk, namun kemudian ia tersenyum.

"Dia seorang perdana menteri, maka dari itu dia tidak ingin namanya ada dalam pemasok pekerjaaan kotor itu!"

"Bagaimana bentuk pekerjaannya?" tanya Baekhyun, Sehun tampak mengingat.

"Menjual obat-obat terlarang, menukar senjata tentara dengan senjata illegal, juga menjual senjata api, lalu mengedarkan uang palsu bahkan kadang-kadang bajingan itu juga menjual wanita!" jawab Sehun enteng. Baekhyun membulatkan kedua matanya terkejut.

"Jadi, selama kau keluar dari Racedie kau melakukan pekerjaan itu?" tanya Baekhyun. Sehun mengangguk. "Kenapa harus kau? Bukankah, kau memiliki dua kakak?"

"Disitulah perbedaannya. Kedua kakakku itu sangat ceroboh, setiap mereka melakukan pekerjaan selalu tercium oleh polisi maka dari itu tugas mereka hanya menjaga uang ayahku dan memastikan nama ayahku sama sekali tidak disangkut-pautkan. Padahal, ayahku yang melakukan transaksinya secara online dan menerima uang yang dikirim melalui rekeningnya!"

"Jadi, itulah sebabnya ayahmu selalu mengejarmu?" Sehun mengangguk.

"Hidupku dengan keluargaku dan hidupku dengan Racedie sebenarnya tidak jauh berbeda hanya saja saat bersama Racedie aku merasakan diriku yang sebenarnya tanpa tekanan, dan aku bersyukur akan hal itu!" Sehun tersenyum senang dan tak menyadari jika ada telinga lain yang ikut mendengar ceritanya.

"Ah~jadi karena itu kau tidak pernah mengatakan pada kami apa yang kau lakukan?!" Sehun tersentak saat mendengar suara Jiyoung seraya menatap Baekhyun dan Sehun bergantian.

"Kau tampak lebih nyaman mencurahkan hatimu dengan Baekhyun dibandingkan dengan kami?!" cibir Daehyun tak suka.

"Yak! Jung Daehyun apa kau baru saja membedakanku?!" tanya Baekhyun mendelik kearah Daehyun.

"Aniyo, hyung! Aku hanya bercanda!" cengir Daehyun membuat Baekhyun berdecak sebal.

"Dasar!" desisnya kemudian kembali beralih pada Sehun. "Apa suatu saat nanti, ayahmu bisa saja memintamu untuk melakukan hal seperti itu lagi?" tanya Baekhyun cemas. Sehun berfikir sejenak.

"Mungkin saja jika dia sudah merasa terancam dengan uangnya!" jawab Sehun sekenanya.

"Memangnya berapa uang yang dimiliki ayahmu?" tanya Jiyoung tertarik.

"Apa kau ingin merampoknya?" tanya Sehun menyeringai.

"Yap, kita belum pernah merampok sebelumnya!" sahut Daehyun yang kemudian dibalas tatapan datar dari Sehun.

"Jangan bercanda, aku sendiri tidak tahu dia meletakkan dimana uangnya!" sahut Sehun malas.

"Aku kira kau membiarkan kami untuk mengambil sedikit uang ayahmu!" gumam Baekhyun sedikit kecewa dengan respon Sehun itu.

"Aku tidak akan membiarkannya!" timpal Sehun yang diam-diam menyeringai.

"Karena ini bukan saatnya!" batin Sehun yang sebenarnya sudah merencanakan hal lain di otak pintarnya itu.

.

.

.

.

.

.

Kembali pada Luhan yang tengah menikmati semilir angin malam diatas kap mobilnya yang hingga saat ini selalu menemani Sehun. Luhan meneguk botol corona yang ia beli di dalam bar yang menjadi singgah seluruh hyung dan adiknya. Dan, sudah sekitar setengah jam Luhan duduk di atas kap mobil Sehun tanpa melakukan apapun yang menyibukkan dirinya selain melihat orang-orang yang masuk dan keluar dari bar yang bernama Wild Bar itu.

Luhan kembali meneguk corona yang berada di tangan kanannya dengan mata yang masih awas pada orang-orang di sekelilingnya seolah ia mencari sesuatu. Dan, memang sebenarnya keberadaan Luhan di luar bar itu tidaklah tanpa sebab. Mencari udara di luar adalah alasannya semata agar ia bisa leluasa mencari orang yang ia inginkan. Orang yang ia lihat yang paling mencolok yang ada di dalam rekaman CCTV yang Daehyun tunjukan padanya kemarin. Orang yang memiliki tato naga di bagian tengkuk lehernya. Dan, Luhan ingat dengan jelas bahwa orang-orang WB tidak ada yang bertato semacam itu terlebih di tengkuk leher mereka.

Luhan meneguk corona-nya hingga habis bersamaan dengan seorang pemuda bertato naga di tengkuk lehernya muncul di depannya. Luhan membuang botol corona yang sudah kosong itu dan kini matanya menatap kearah pemuda yang sedang berbincang-bincang dengan temannya di ambang pintu masuk bar. Entah apa yang mereka katakan hingga pemuda yang diajak berbincang oleh pemuda bertato naga memberikan sebuah plastik hitam secara diam-diam dan setelah itu pemuda bertato naga pergi begitu saja.

Mata Luhan mengikuti kemana pemuda incarannya itu berjalan hingga ia sampai di sebuah mobil tua keluaran Amerika, Pontiac GTO 1965. Pemuda itu memasuki mobilnya dan segera bergegas pergi dari parkir bar yang sempat ia kunjungi. Luhan menyeringai setelah ia melihat plat nomor mobil yang Luhan tebak illegal itu.

"I got you! Kita akan bertemu lagi bajingan!" seringai Luhan menatap kemana arah mobil itu pergi dan akhirnya benar-benar hilang dari pandangannya.

Luhan mengalihkan pandangannya kembali pada pintu bar seraya menghela nafas. Dan, saat itu pula Luhan sontak bangkit dari duduknya saat melihat enam orang yang ia kenal keluar dari bar dalam keadaan babak belur.

"Oh! Apa WB berkelahi di dalam?" gumam Luhan, ia mengabaikan tatapan sinis dari enam orang yang tak lain adalah anggota WB kearahnya karena setelah itu Luhan kembali dibuat terkejut saat melihat enam orang lainnya yang juga keluar dari bar dalam keadaan yang tak jauh berbeda dari WB.

"Hekerl?" pekik Luhan bingung. "Omo!" Luhan membekap mulutnya sendiri saat mengingat kemungkinan yang terjadi di dalam sana. Dan, sialnya sepertinya ia akan kena imbasnya setelah ini. Karena, masing-masing orang WB maupun Hekerl itu menghentikan langkah mereka dihadapan Luhan dan menatap Luhan penuh kebencian.

"Wae?!" tanya Luhan menatap mereka satu persatu. "Aku tidak memiliki urusan dengan kalian jadi lebih baik kalian enyah dari hadapanku!" titah Luhan berani yang dibalas decihan remeh dari beberapa orang di WB dan Hekerl.

"Apa kau takut kami merusak kulit mulusmu sehingga kau mencari aman dan duduk tenang diluar, Xi Luhan?" tanya leader Hekerl, Kim Namjoon membuat Luhan mengeryit tak mengerti.

"Mwo? Apa yang kau bicarakan?" tanya Luhan bingung.

"Cih! kau tak perlu pura-pura polos jika kau lebih busuk dari mereka!" ejek Taehyung membuat Luhan seketika mengepalkan kedua tangannya namun ia masih bisa mengontrolnya.

"Apa maksudmu?" tanya Luhan masih tak paham.

"Antara bodoh, pura-pura bodoh, atau memang sangat bodoh!" dan ejekan itu keluar dari anggota kelompok sebelah, Do Kyungsoo yang juga menatap murka kearah Luhan.

"Kau akan hancur bersama tim busukmu itu Xi Luhan!" gertak Bang Yongguk sebelum memutuskan untuk pergi diikuti seluruh teman-temannya begitu juga anggota tim Hekerl yang mendecih kearahnya membuat Luhan yang tak mengerti hanya berdecak sebal.

"Ya! Aku akan menunggu kalian untuk menghancurkanku dan Racedie!" ejek Luhan sebal, ia mendengus. "Itu pun jika kalian bisa!" lanjut Luhan, ia mengedarkan pandangannya hingga pandangannya beralih pada lima orang yang sangat ia kenal kini tengah berlari kearahnya dengan wajah yang sama dengan dua tim musuhnya itu.

"Omo! Kalian kenapa?!" tanya Luhan terkejut. "Kalian berkelahi di dalam sana?" dan Luhan tidak mendapat respon dari mereka semua membuat Luhan berdecak sebal. "Yak! Kenapa kalian diam saja?"

"Apa kau masih tetap pada tebakanmu bahwa bukan mereka pelakunya?" tanya Jiyoung membuat Luhan memincingkan matanya.

"Mwo? Kenapa kau tiba-tiba membahas masalah itu, hyung?" tanya Luhan tak mengerti.

"Apa kau mensabotase mobil Jungkook?" Kris yang bertanya dan menatap Luhan geram. Dan, Luhan semakin tak mengerti dengan apa yang mereka katakan.

"Mwo?" dan hanya satu kata itu yang sedari tadi keluar dari bibir Luhan.

"Dan, apa kau juga menghapus data milik Hekerl?" tanya Baekhyun yang membuat Luhan semakin tak mengerti.

"Apa yang kau bicarakan?!" tanya Luhan benar-benar dibuat bingung.

"Jawab Luhan!" Jiyoung kembali membentak.

"Apa yang harus aku jawab? Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kalian bicarakan!" balas Luhan menatap mereka satu persatu.

"Kemana kau pergi selama satu hari dua malam itu?!" tanya Jiyoung cepat dan terkesan memaksa.

"Aku sudah bilang, aku menginap di rumah temanku!" jawab Luhan masih dalam mode sabarnya.

"Siapa temanmu? Kenapa kau tidak memberitahukan namanya?" tuntut Jiyoung. Luhan berdecak.

"Untuk apa? Apa kau akan membunuhnya?" tanya Luhan tak suka.

"Luhan aku hanya tanya siapa namanya?" Jiyoung balik bertanya dan Luhan mencoba untuk menenangkan dirinya.

"Dan aku hanya tanya kenapa kau ingin tahu?" balas Luhan menyerang balik Jiyoung.

"Karena semua orang sedang mencurigaimu berbuat licik pada WB dan Hekerl!" bentak Baekhyun tak sabar membuat Luhan seketika diam.

"Mwo?" lirih Luhan tak percaya.

"Kami tidak merasa mensabotase mobil Jungkook ataupun merusak komputer Jaehyun. Apalagi mengingat Baekhyun yang hanya pergi ke garasi kita yang berada di Incheon dan pulang pukul tiga dini hari. Sedangkan kau?!" tuduh Jiyoung yang sontak membuat Luhan tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Apa kau benar-benar ingin tahu kemana aku pergi?!" tanya Luhan tenang, mereka hanya diam. "Tapi, untuk apa kau ingin tahu di saat kalian semua sedang menuduhku?"

"Kami tidak menuduhmu Lu!" sela Kris tenang dan Luhan hanya berdecak sebal.

"Aku harus mengagumi orang yang membuat semua kekacauan ini!" Luhan memijat pelipisnya pening. Kemudian, ia beralih menatap Daehyun dan Sehun yang sedari tadi hanya diam. "Dan, apa kalian berdua juga berpikiran sama dengan mereka?" tanya Luhan yang hanya direspon diam oleh kedua pemuda itu. Luhan tersenyum miring. "Brengsek!" Luhan menggertakkan giginya dan menatap lima orang itu satu persatu.

"Aku pergi ke rumah Cha Sunwoo—oh, jika kalian pernah mendengar nama Baro sebelumnya!" jawab Luhan akhirnya yang membuat dua wajah sontak menatapnya. Baekhyun dan Daehyun. Baekhyun yang menatapnya tak percaya dan Daehyun yang menatapnya tak menyangka. "Apa kalian juga akan menanyakan hal itu padanya?" tanya Luhan lelah, Luhan menghela nafas. "Terserah apa kata kalian, aku lelah untuk berdebat lebih panjang lagi!" dengus Luhan dan berjalan memasuki mobilnya yang digunakan Sehun.

"Sejak kapan Luhan hyung dekat dengan Baro?" tanya Daehyun masih tak menyangka.

"Luhan benar-benar orang yang tidak bisa ditebak!" balas Kris heran sementara Jiyoung lebih memilih untuk masuk ke dalam mobilnya, begitu pula Sehun dan Baekhyun. Baekhyun memasuki mobilnya dengan begitu banyak pikiran yang mengganggunya.

"Apa Luhan hyung juga menemui keluarga Black Driver?" batin Baekhyun seraya mencekaram erat kemudi mobilnya. Baekhyun memejamkan kedua matanya mencoba untuk mencari ketenangan.

"Sebenarnya apa yang sedang terjadi?" batinnya kalut dan tak menyadari jika mobil Sehun, Jiyoung, Daehyun, serta Kris sudah melaju meninggalkan parkiran dari bar yang malam itu mereka kunjungi.

.

.

.

.

.

.

Waktu sudah menunjukan hampir pukul 3 pagi, dan tak membuat seorang pemuda cantik yang kerap disapa Luhan itu untuk segera pergi tidur namun lebih memilih untuk tetap berada di depan layar laptopnya. Luhan menatap rute yang ditujukan di dalam laptopnya tanpa berkedip.

"Okay, kemana kau pergi pagi-pagi seperti ini bajingan?" geram Luhan mengepalkan kedua tangannya.

Jujur saja, ia mengantuk sangat mengantuk tapi jauh dari rasa kantuknya lebih besar dengan rasa kesal yang ada di dalam hatinya. Rasa kesal saat mengingat bagaimana para anggota WB dan Hekerl yang mengatakan omong kosong padanya serta rasa kesal pada keluarganya sendiri saat mencurigainya melakukan hal yang sama sekali tidak ia lakukan.

Luhan berdecak seraya berdiri dari duduknya, membiarkan laptopnya tetap menyala sementara ia siap untuk merebahkan dirinya diatas ranjang empuknya.

"Apa mereka tidak punya orang lain untuk disalahkan?" gumam Luhan masih kesal tapi tak tahu harus bersikap seperti apa. "Untung saja aku berhati baik!" Luhan memuji dirinya sendiri.

"Argh!" erang Luhan putus asa. "Jika saja aku tidak cedera, aku akan mencari dan membawa bajingan itu dan membuka mulutnya selebar mungkin! Sial! Aku merasa semua ini memang sudah direncanakan! Aish, siapa sebenarnya si pintar yang sangat pintar ini?"

Luhan tanpa henti terus mengomel hingga tak terasa ia sudah terlelap hampir sebelas jam lamanya diatas ranjang empuknya. Jiyoung, Kris, Baekhyun, Sehun dan Daehyun yang merasa pintu kamar Luhan belum terbuka meskipun jam dinding rumah mereka sudah menunjukkan pukul dua siang.

"Luhan belum bangun?" tanya Jiyoung pada Baekhyun yang tengah berjalan mendekatinya di garasi mobil mereka.

"Entahlah, pintu kamarnya terkunci. Apa mungkin dia marah?" Baekhyun balik bertanya.

"Apa kau sudah memeriksanya?" tanya Jiyoung memastikan.

"Aku, Sehun, Daehyun terus mendatangi kamarnya 1 jam sekali tapi masih terkunci. Jangan-jangan dia benar-benar marah?" tebak Baekhyun. "Kita sudah sangat keterlaluan padanya, jika dipikir-pikir juga Luhan tidak mungkin sepicik itu!" Jiyoung seketika menghentikan aktifitasnya yang tengah mereka-ulang mesin mobilnya.

"Kau benar, aku banyak kelepasan akhir-akhir ini!" lirih Jiyoung menyesal. Baekhyun mengangguk setuju.

"Jika aku yang berada di posisi Luhan, aku sudah tidak sudi berada di tempat ini!" lanjut Baekhyun ikut menyesal. "Tapi, Luhan juga menyebalkan! Kenapa ia terus mengatakan bahwa bukan WB dan Hekerl pelakunya jelas-jelas buktinya ada di depan mata dan ditambah lagi mereka juga menuduh kita melakukan apa yang sama sekali tidak mungkin kita lakukan!"

"Tapi, sikap diam Luhan akan lebih membingungkan. Disisi kita tidak mempercayai bahwa Luhan tidak mungkin melakukan hal itu tapi disisi lain siapa yang melakukannya?" tanya Jiyoung.

"Ini sama saja seperti kita memaksa mereka untuk bersalah dan mereka memaksa kita yang bersalah!" kekeh Baekhyun mendengus. "Oya, hyung apa kau sudah mengatakan pada Luhan tentang nanti malam?" tanya Baekhyun. Jiyoung pun kembali menatap ragu kearah Baekhyun.

"Aku lelah berdebat dengannya!" dengus Jiyoung yang hanya direspon diam dari Baekhyun.

Malam harinya, Luhan memutuskan untuk keluar dari kamarnya dengan wajah kantuk yang begitu ketara. Luhan menghentikan langkahnya saat ia sudah berada di lantai dasar dan mendapati kelima anggota keluarganya tengah sibuk menyiapkan sesuatu. Luhan pun mendekati kelimanya tanpa mereka sadari.

"Kalian mau kemana?" tanya Luhan yang seketika membuat aktifitas mereka terhenti dan menoleh keasal suara.

"Luhan?" pekik mereka hampir bersamaan dan terkejut melihat wajah lelah Luhan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Sehun yang tak ditanggapi Luhan karena Luhan tengah menatap sinis kearah mereka semua termasuk Sehun.

"Aku tanya, kalian MAU KEMANA?!" bentak Luhan membuat Jiyoung terpaksa melangkah mendekatinya. "Perkakas, tongkat basbol, balok, kalian mau menghajar siapa?!" tanya Luhan meninggikan suaranya dan tak bisa lagi mengontrol emosinya seperti biasa. "JAWAB AKU BRENGSEK!" dan tanpa sadar Luhan mengumpat.

"WB dan Hekerl menantang kami malam ini!" jawab Jiyoung akhirnya. Luhan kembali diam dan ekspresinya kembali tenang. "Menantang dengan adu fisik!" lanjut Jiyoung, Luhan menghela nafas.

"Dan kalian akan pergi?" tanya Luhan suaranya kembali seperti semula, dan bisa Luhan lihat kelima orang itu hanya diam. "Aku membiarkan kalian menyalahkanku atas apa yang tidak aku lakukan. Tapi, tidak untuk kali ini kalian akan mati bersama mereka!" Luhan berusaha untuk menahan kelimanya.

"Kami tidak akan mati Lu!" balas Kris. Luhan berdecak.

"Apa kau juga akan pergi?" tanya Luhan pada Baekhyun. Baekhyun diam sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Luhan.

"Mereka sudah keterlaluan Lu! Bahkan, mereka juga menuduhmu!"

"Aku bilang bukan mereka Baek!" seru Luhan frustasi. "Dan, apa kau juga akan pergi?" tanya Luhan pada Daehyun. Daehyun menunduk menyesal.

"Maaf hyung aku tidak bisa berpihak padamu kali ini!" Luhan mendengus mendengar jawaban dari Daehyun.

"Dan kau?" tanya Luhan pada Sehun. Sehun diam sejenak dan menatap Luhan dalam.

"Kami akan segera kembali, hyung!" balas Sehun yang membuat Luhan berdecak tak percaya. Luhan menghela nafas lemah.

"Kenapa kalian tidak mempercayaiku?" tanya Luhan lirih.

"Kami bukannya tidak mempercayaimu, Lu. Hanya saja mereka sendiri yang menantang kami saat di bar semalam. Bahkan, mereka tahu jika bengkel kita dalam keadaan hancur!" terang Jiyoung, Luhan kembali diam.

"Tidak bisakah kalian mengabaikannya?" pinta Luhan.

"Itu sama saja menginjak-injak harga diri kami sendiri!" timpal Kris tak suka. Luhan berdecak.

"Aku harus apa agar kalian tidak pergi?" tanya Luhan memelas.

"Maaf, Lu tapi tidak ada yang bisa kau lakukan!" sesal Jiyoung keukeuh. Luhan kembali berfikir dan membiarkan kelima orang itu merapikan barang-barang yang akan mereka bawa dan memasukkannya ke dalam mobil mereka. Luhan akhirnya mendapat ide saat Daehyun berjalan mendekat kearahnya dan sontak ia langsung menarik tangan Daehyun kencang.

"Hyung~" panggil Daehyung terkejut dan membuat atensi empat orang lainnya mengarah pada Luhan yang memegang tangan Daehyun.

"Kau tidak boleh pergi!" titah Luhan.

"Tapi hyung—"

"Kau tidak boleh pergi, kau dengar!" bentak Luhan.

"Luhan, apa yang kau lakukan?!" tanya Kris namun diabaikan oleh Luhan yang lebih memilih menatap Daehyun dengan tatapan mengancam.

"Jika kau pergi aku pun akan pergi!" ujar Luhan ambigu.

"Tapi, kau masih sakit hyung!" sela Sehun tak setuju. Luhan menyeringai.

"Bukan pergi bersama kalian tapi pergi dari Racedie!"

"LUHAN!" seru Jiyoung dan Baekhyun bersamaan.

"Ada apa denganmu?" tanya Baekhyun tak sabar.

"Ada apa denganku? Tanyakan pada dirimu sendiri, Baek! Kenapa kalian lebih memilih untuk percaya pada bukti itu tanpa menyelidikinya terlebih dahulu?" tanya Luhan yang sudah berapa kali menyakinkan mereka semua.

"Kalau begitu, mana buktimu jika bukan mereka yang melakukannya!" pinta Kris membuat Luhan bungkam. "Kau tidak memiliki buktinya kan?"

"Daehyun-ah! Kau tetap disini!" titah Jiyoung menengahi sebelum Luhan membalas ucapan Kris itu. "Luhan sedang sakit, dia pasti membutuhkanmu!"

"Aku tidak membutuhkan siapapun! Pergilah, dan aku berharap kalian mati bersama mereka sehingga aku tidak perlu repot-repot merasa bersalah!" amuk Luhan berbalik badan dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya dan—

BRAK!

Luhan dengan sengaja membanting pintu kamarnya hingga suara dentumannya terdengar dari lantai dasar.

"Hyung~jangan tinggalkan aku sendiri. Aku bisa benar-benar mati di tangan Luhan hyung nanti!" rengek Daehyun yang membuat keempatnya menghela nafas. "Sehuna, akhir-akhir ini kau kan yang selalu bersamanya? Dia juga mendengarkan kata-katamu!"

"Kau tetap disini, dan biarkan kami bekerja!" titah Jiyoung.

"Hyung~" rengek Daehyun lagi.

"Dae jangan konyol, Luhan tidak mungkin membunuhmu!" sela Baekhyun.

"Tapi, hyung—"

"Sudahlah Dae, kau ingin Luhan benar-benar pergi?" tanya Jiyoung frustasi.

"Tidak tentu saja!" jawab Daehyun cepat.

"Maka dari itu kau harus tetap disini!" jawab Jiyoung sekenanya.

"Kenapa tidak Sehun saja?" tanya Daehyun.

"Sehun lebih pandai berkelahi disini!" sahut Kris benar dan Daehyun mempoutkan bibirnya mengalah.

"Kalian—berhati-hatilah!" ujar Daehyun akhirnya. Keempatnya mengangguk bersamaan.

"Jaga dirimu dan Luhan, okay?" pesan Jiyoung menepuk pundak Daehyun dan Daehyun hanya mengangguk mengiyakan. Setelah itu Daehyun menatap keempat mobil yang sudah melaju meninggalkan rumah mereka dengan tatapan nanar.

"Cepatlah pulang hyung!" lirih Daehyun menghela nafasnya berat sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam rumahnya.

.

.

.

.

.

.

Malam sudah semakin larut dan gelap di sebuah jalan tanpa penerangan, namun tak membuat enam belas pemuda dengan masing-masing alat pukul di tangan mereka. Empat pemuda yang berhadapan dengan dua belas pemuda yang menatap mereka penuh seringai serta tatapan yang siap membunuh satu sama lain.

"Cih! Pengecut! Apa kalian bergabung hanya untuk menghancurkan kami? Memalukan!" seru Jiyoung memulai percakapan.

"Dimana ace kalian yang cantik itu? Aku rasa kalian hanya menganggapnya seperti berlian yang tak boleh disentuh oleh siapapun!" seringai Yongguk yang membuat geraman tertahan dari keempatnya. "Kalian hanya mengeluarkannya disaat kalian membutuhkan uang! Ah~malang sekali Luhan yang menjadi mesin atm kalian!"

"Brengsek!" geram Baekhyun tanpa sadar melangkah maju namun langsung ditahan oleh Jiyoung. "Kau dan mulut kotormu itu perlu di sekolahkan Yongguk-ssi!" seru Baekhyun yang sontak seluruh anggota WB geram melihat umpatan Baekhyun untuk leader mereka.

"Oh~aku tidak menyangka dua tim ini benar-benar murahan dan rendahan!" kini Namjoon, leader Hekerl yang bersuara membuat anggota Racedie dan WB menatap kearahnya. "Kalian sama sekali tak berkelas!" sinis Namjoon.

"Brengsek, bisa-bisanya dia mengatakan berkelas disaat situasi seperti ini!" gumam Kyungsoo tak habis pikir. "Hey, anak manja lebih baik kau pulang ke rumahmu yang megah itu dan berlindung di bawah pangkuan ibumu!" seru Kyungsoo diiringi tawa dari semua anggota WB.

"Shit! Kau harus diberi pelajaran Kyungsoo-ssi!" seru Kai yang sudah bergerak maju namun kali ini ditahan oleh Himchan, kakak tertuanya.

"Tunggu sampai Namjoon memerintah!" ujarnya tenang yang mau tak mau dituruti oleh Kai.

"Aku benar-benar tidak sabar untuk membuat mereka tersungkur dan memohon ampun!" desis Kai menyeramkan yang juga diiringi seringai dari Taehyung, Himchan, Namjoon, serta kedua adik angkatnya Junhong dan Jaehyun.

"Kau terlalu banyak omong Yongguk-ssi, Namjoon-ssi! Lebih baik nikmati detik-detik terakhir kalian di dunia!" seru Jiyoung ia maju mendekati Yongguk bersamaan dengan Yongguk dan Namjoon yang maju siap menyerangnya.

"NOW!" seru Baekhyun dan berlari menyerang kearah WB begitu pula Hekerl yang juga menyerang kearahnya. Baekhyun berlari dengan Sehun dan Kris yang membentenginya.

Baekhyun bersiap mengangkat tongkat basbolnya pada Kyungsoo, Chanyeol, dan Jongin yang kini berada di depannya. Sementara Sehun dihadapi sepasang kekasih Yoongi dan Jimin dan Kris menghadapi Himchan dan Taehyung. Dan, tersisalah Jungkook, Junhong, dan Jaehyun yang memutuskan untuk menonton karena hyung mereka yang melarang mereka.

Bugh!

Baekhyun tersungkur saat ketiga pemuda itu menyerangnya bertubi-tubi. Baekhyun pun menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Ia membuang tongkat basbol yang menemaninya dan segera bangkit dari posisinya.

"Jika berani lawan aku dengan tangan kosong!" tantang Baekhyun menatap Kyungsoo, Chanyeol dan Jongin yang juga membuang alat pukul mereka.

Sama halnya dengan Sehun yang melawan sepasang kekasih YoonMin dengan tangan kosong. Ia hanya terus menghindar saat keduanya terus menyerangnya dari depan dan belakang.

"Kau bukanlah apa-apa!" ejek Yoongi yang dibalas seringai dari Sehun.

"Benarkah? Kalau begitu jangan menyesal setelah ini!" ujar Sehun ia melirik sekilas kebelakangnya untuk memastikan dimana Jimin berada. Dan ia kembali menyeringai saat Yoongi bersiap untuk membalas pukulan, dengan gesit Sehun segera menunduk dan alhasil Yoongi memukul wajah kekasihnya sendiri yang memang berdiri di belakang Sehun.

"Jimin—kau tidak apa-apa?" tanya Yoongi cemas dan Jimin menggeleng cepat.

"Ah~menyedihkan sekali melihatmu memukul kekasihmu sendiri!" ejek Sehun memancing amarah Yoongi.

"Brengsek!" umpatnya dan kembali menghajar Sehun yang masih terus mencoba untuk menghindar.

Dan, beralih pada Kris yang tengah memukul telak wajah Himchan dan Taehyung bergantian. Lebih tepatnya, Kris memukul wajah Himchan lebih banyak dibandingkan Taehyung. Kris yang kini tengah memegang kerah baju Himchan pun menyeringai puas saat melihat wajah babak belur milik Himchan namun tak lama kemudian—

Bugh!

Kris tersungkur saat tiba-tiba saja Taehyung melayangkan bogem mentahnya dan kini giliran Taehyung yang memukul telak wajahnya.

Terakhir, adalah masing-masing leader yang sudah seperti orang kesetanan, jika semua anggota keluarganya sudah membuang alat pukul maka mereka bertiga yang kebetulan membawa balok itu memilih untuk tetap menggunakannya.

Dug!

Dan selalu seperti ini, balok yang berada di tangan mereka selalu menyatu saat ketiganya hendak memukul satu sama lain kemudian berakhir dengan saling menatap dan mengumpat satu sama lain. Begitu seterusnya dan pukulan itu tak pernah mereka elakkan.

.

.

.

.

.

.

Cklek!

Luhan membuka pintu kamarnya setelah setengah jam lamanya ia mendekam di kamar kesayangannya. Luhan menuruni tangga dan mendapati Daehyun yang sedang bergerak resah di sofa ruang santai. Luhan pun mengambil sebuah kunci mobil dan lansung melemparnya kearah Daehyun. Daehyun yang mendapat lemparan kunci secara tiba-tiba pun refleks langsung menangkap seraya bangkit dari posisinya dan langsung mendapati Luhan berwajah dingin yang sudah siap dengan jaketnya.

"Kau mau kemana hyung?" tanya Daehyun mengenyahkan rasa takutnya.

"Kau tidak buta kan? Tentu saja aku mau pergi!" jawab Luhan dan Daehyun hanya menghela nafas sabar. "Cepat keluarkan mobilnya!" titah Luhan.

"Eh?!" pekik Daehyun terkejut.

"Kau mau aku pergi sendiri?" ancam Luhan dan Daehyun langsung menggeleng cepat.

"Aniyo!"

"Kalau begitu tunggu apa lagi?!" seru Luhan benar-benar menyeramkan membuat Daehyun segera bergegas menuju garasi mobil dan mengeluarkan mobilnya secepat mungkin sebelum membuat mood Luhan semakin memburuk.

Dan disinilah keduanya berada di mobil yang sama dengan suasana hening yang jarang sekali Daehyun rasakan jika ia bersama dengan hyung kesayangannya itu.

"Kau tahu jalan ke Cheongdam?" tanya Luhan memecah keheningan dan Daehyun hanya mengangguk cepat. "Kita kesana sekarang!" titah Luhan, Daehyun mengeryit bingung.

"Untuk apa hyung?" tanya Daehyun. Luhan menyeringai.

"Kau akan tahu nanti!" balas Luhan mencurigakan yang membuat Daehyun hanya menyimpan rasa penasarannya seorang diri.

Tak perlu menempuh waktu lama, Luhan segera mengedarkan pandangannya di sekitar lingkungan Cheongdam saat akhirnya mobil yang membawanya sampai dikawasan itu.

"Berhenti disini!" titah Luhan yang langsung dituruti oleh Daehyun yang berdiri di sebuah jalan yang sepi di tengah malam seperti ini. Daehyun melirik sekilas kearah Luhan yang tengah sibuk pada ponselnya entah untuk apa dan Daehyun lihat dengan jelas Luhan menyeringai menakutkan setelah ia memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya.

"Lajukan mobilnya dan berhenti di hotel seberang sana!" tunjuk Luhan pada sebuah hotel yang tak jauh di depan mobil Daehyun. Dan Daehyun tidak membantah untuk menuruti semua apa yang Luhan mau tanpa banyak bertanya.

Ckiit!

Daehyun menghentikan mobilnya tepat di depan hotel itu. Ia mengedarkan pandangannya bertanya-tanya pada siapa Luhan akan bertemu di tengah malam seperti ini.

"Kau mau disini atau ikut?" tawar Luhan membuat Daehyun seketika menoleh kearahnya.

"Eoh?! Memangnya kita akan bertemu dengan siapa hyung?" tanya Daehyun benar-benar dibuat penasaran dan lagi Luhan hanya menjawab dengan seringainya.

"Aku hanya bertanya kau mau disini atau ikut denganku? Bukan memintamu untuk bertanya siapa yang akan aku temui!" jawab Luhan sarkas dan membuat Daehyun hanya menghela nafasnya sabar.

"Aku ikut tentu saja!" jawab Daehyun akhirnya.

"Bagus! Terus saja pendam rasa penasaranmu hingga nanti!" sindir Luhan seraya membuka pintu mobilnya, Daehyun pun hanya bisa mencibir di dalam hatinya. Ayolah, ia lebih memilih memukul semua orang-orang WB dan Hekerl dibandingkan harus menghadapi sisi lain Luhan saat benar-benar sedang marah. Karena marahnya Luhan lebih menyeramkan dibandingkan keempat orang yang sedang mempertaruhkah harga diri dan nyawa mereka malam ini.

Daehyun keluar dari mobilnya dan mengikuti langkah Luhan yang pergi menuju gang kecil yang berada di samping kanan hotel. Gang kecil kumuh dan gelap membuat Daehyun mempercepat langkahnya menyusul Luhan yang sudah lumayan jauh berjalan di depannya.

Luhan menghentikan langkahnya saat ia sampai di sebuah kedai kotor yang berada di belakang hotel, seketika ia mengedarkan pandangannya untuk memastikan. Dan ia kembali menyeringai saat melihat sebuah mobil yang diincarnya terparkir tak jauh darinya.

"Tak sulit menemukanmu bajingan!" seringai Luhan dan masuk ke dalam kedai tanpa menunggu Daehyun yang sudah berlari dengan tampang bodohnya di belakangnya.

Luhan masuk ke kedai asing itu untuk pertama kalinya, pandangannya mengedar mencari sosok orang pemilik Pontiac GTO 1965. Dan setelah menemukan orang yang dia cari Luhan pun berjalan mendekatinya yang duduk berada di pojok kedai bersama dengan tiga temannya.

"Apa salah satu dari kalian pemilik Pontiac GTO 65 yang ada di luar?" tanya Luhan yang membuat atensi keempat pemuda itu teralih padanya.

"Oh~itu mobilku, kenapa?" tanya seorang pria yang memiliki tato naga di lehernya. Tepat, seperti orang yang Luhan cari. Luhan mencoba untuk mengendalikan emosinya dan bersikap sebaik mungkin di depan pemuda itu, bagaimana pun juga ia tidak ingin membuat masalah di kedai kumuh yang hanya diisi pria-pria berbadan kekar.

"Aku mencari mobil Amerika dengan kriteria seperti mobil yang kau punya. Bisa kita bicara sebentar? Aku yakin, waktu yang kau berikan kali ini tidak akan sia-sia dengan penawaran yang akan aku berikan untukmu!" pinta Luhan sopan. Pemuda itu tampak berfikir.

"Baiklah kita bisa bicara disini!"

"Tidak!" sahut Luhan cepat. "Aku juga ingin melihat spesifikasi mesinnya!" jawab Luhan, pemuda itu memincingkan matanya curiga.

"Tapi, siapa kau?" tanyanya, Luhan menyeringai. Sedikit kebohongan untuk memancing musuh itu tidak ada salahnya.

"Aku adalah pemasok mobil illegal dari China!" jawab Luhan tenang, pemuda itu membulatkan kedua matanya terkejut. "Dan aku tidak memberikan uang pada sembarang orang!" Luhan mulai memancing.

"Berapa yang kau tawarkan?" tanya pemuda itu.

"Jika mobil itu sesuai dengan apa yang kami cari maka kau bisa mendapatkan 20 juta won perbulan!" jawab Luhan menyeringai.

"20 juta won?" Luhan mengangguk tenang.

"Yep! Jadi, bagaimana—apa kau ada waktu?" tanya Luhan. Pemuda itu pun berdiri dari duduknya dan mengangguk antusias.

"Tentu saja! Silahkan, ikut aku!" Luhan mengangguk senang dan mengekori pemuda itu yang berjalan keluar kedai.

Luhan mengerling pada Daehyun yang menunggunya di luar agar mengikutinya. Daehyun pun segera bergegas mendekati Luhan dan berbisik padanya.

"Dia siapa hyung?" tanya Daehyun pelan. Luhan tersenyum kecil.

"Kau akan tahu nanti!" jawab Luhan datar dan segera menyusul pemuda yang ingin sekali ia bunuh itu dan Daehyun tanpa bertanya lagi hanya mengekori di belakang Luhan.

"Ini mobilku!" ujar pemuda itu membelakangi Luhan dan membuka kap mobilnya. Luhan meneliti penampilan pemuda itu dari belakang, kemudian ia mendecih saat melihat sebuah pistol bertengger di dalam saku mantel yang ia kenakan.

"Bagus aku rasa ini mobil yang kucari selama ini!" seru Luhan ambigu, pemuda itu berbalik badan dan tersenyum senang.

"Benarkah?" Luhan mengangguk membenarkan.

"Sekaligus pemiliknya!" Luhan dengan gerakan cepat memukul rahang pemuda itu menariknya menghimpit ke dalam sisi samping mobil Amerika.

BUGH!

Dan Luhan tanpa menunggu perhitungan ia langsung menendang tulang kering pemuda itu hingga pemuda itu terduduk di depannya dengan Luhan mencekeram erat kerah bajunya.

"Hyung! Apa yang kau lakukan?" seru Daehyun terkejut namun Luhan mengabaikannya.

Sret!

Ckrek!

Luhan mengambil pistol milik pemuda itu menarik pelatuknya dan mengarahkannya tepat di dahi pemuda itu.

"Apa kau benar-benar tidak tahu siapa aku?!" tanya Luhan tatapannya dingin dan menyeramkan. Pemuda itu menggeleng dan Luhan mendecih. "Siapa yang menyuruhmu!"

"Aku—uhuk—lepaskan aku, aku tidak pernah mengganggumu!"

BUGH!

Luhan kembali memukul wajah pemuda itu sekeras mungkin membuat wajah pemuda itu memar seketika.

"Aku melihatmu di bengkel Racedie dan kau menghancurkan bengkel itu!" seru Luhan yang membuat pemuda itu seketika membulatkan kedua matanya begitu pula dengan Daehyun. "Tato ini, orang-orang WB tidak memilikinya. Jadi, katakan padaku YA ATAU TIDAK!" seru Luhan meninggikan nada suaranya diiringi anggukan kaku dari pemuda asing itu.

"To—tolong jangan bunuh aku!" wajah pemuda itu sudah membiru karena Luhan terus mencekiknya.

"Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu sekarang!" Luhan menyeringai, dengan kasar ia membalikkan tubuh pemuda itu dan menarik ikat pinggangnya. Dan tanpa berperasaan Luhan mengikat erat kedua tangan pemuda itu. Luhan beralih menatap Daehyun yang hanya diam takjub melihat aksi Luhan yang jarang sekali ia lihat.

"Cepat bawa dia ke mobil atau kau juga ingin aku tembak bersamanya!" titah Luhan pada Daehyun saat Luhan ikut menodongkan pistolnya di depan wajah Daehyun.

"Nde-nde hyung!" jawab Daehyun cepat dan segera membawa pemuda itu berjalan bersamanya menuju tempat dimana mobilnya berada meninggalkan Luhan yang menatap pistol yang berada di tangannya. Luhan mendecih sebelum memutuskan untuk menyusul kedua pemuda itu.

"Dasar bodoh!" remehnya yang entah ia tunjukan pada siapa.

TBC


Akhirnya bisa update juga. Maaf agak larut update ff ini, dan semoga lanjutannya ini gak mengecewakan ya? Dan kayaknya aku juga gak bisa mastiin buat update tiap seminggu sekali tapi aku usahain untuk tetap lanjutin ff ini dan juga Stand By You. Makasih buat kalian semua yang udah nunggu, kamsahamnida. Dan maap jika typo-nya masih bertebar dimana-mana...

-Jee-