Ini adalah novel karya Sherls Astrella. Aku suka banget sama novel ini jadi aku remake MarkMin Version. Semoga suka^^

Cast :

Mark Lee as Raja Viering

Na Jaemin as Putri Earl of Hielfinberg

Other Cast :

Moon Taeil as Grand Duke/Duke of Krievickie

Johnny Seo as Earl of Hielfinberg

Huang Renjun as Irina Krievickie

Park Jisung as Derrick Krievickie

Jungwoo as Duke of Binkley

Somi as Duchess of Binkley


SEORANG KRIMINAL UNTUK RATU MENDATANG VIERING?

Duke Jungwoo yang berada pada urutan pertama pewaris tahta Kerajaan Viering, dilaporkan telah menikah bulan lalu di sebuah gereja kecil. Pastor Samuel yang meresmikan pernikahan keduanya dalam sebuah pesta sederhana mengatakan sepasang mempelai itu terlihat sangat bahagia dengan pernikahan mereka.

"Ia adalah wanita yang hebat," demikian komentar Duke Jungwoo mengenai istrinya, "Aku mencintainya. Sangat mencintainya."

Sang mempelai wanita yang tiga tahun lebih tua dari Duke Binkley, Somi Bardana juga terlihat sangat bahagia dengan pernikahannya. "Ia adalah pria yang paling kucintai seumur hidupku ini. Aku sungguh beruntung bisa mengenalnya."

Somi Bardana sekarang menjadi Duchess of Binkley dengan pernikahannya ini dan berada dalam urutan pertama Ratu Viering jika Pangeran Jungwoo naik tahta.

Orang-orang mengatakan Somi berasal dari sebuah desa terpencil di luar perbatasan Viering, Coaber. Kedua orang tua Somi yang meninggal ketika Somi masih kecil, merantau ke Viering semenjak Somi masih bayi.

"Aku tidak tahu kebenaran desas-desus itu dan aku tidak peduli," kata Duchess Somi ketika ditanya mengenai asal usulnya, "Aku hanya tahu sekarang aku telah menemukan tempatku. Bisa berada di sisi Jungwoo adalah segalanya bagiku."

"Masa lalu bukanlah hal yang penting," Duke menegaskan, "Yang terpenting dan terutama adalah kami saling mencintai."

"Kami akan terus saling mencintai sampai ajal memisahkan kami," Duke of Binkley menegaskan.

Hidup di jalanan semenjak ia masih kanak-kanak, Somi mempunyai catatan kriminal yang cukup panjang. Catatan kriminal pertamanya adalah pencurian ketika ia berusia tujuh tahun. Tahun-tahun berikutnya penjara bukanlah hal yang asing lagi padanya. Ia bahkan tercatat pernah terlibat dalam perampokan disertai pembunuhan. Namun, karena bukti-bukti yang tidak memadai, ia dilepaskan dari segala tuduhan. Catatan kriminal terakhirnya adalah pencurian ketika ia berusia 21 tahun.

Sebelum ia bertemu dengan Duke Jungwoo, Somi bekerja sebagai pelayan di sebuah bar di Loudline, Dristol. Duke Binkley yang suka berpesta pora itu, mengenalnya di Dristol lima bulan lalu. Melalui hubungan yang singkat itu mereka memantapkan ikatan cinta mereka dan meresmikan pernikahan mereka dalam sebuah pesta sederhana di pinggiran Loudline.

"Aku tidak peduli pada apa kata mereka. Ia adalah wanita yang hebat. Aku yakin ia akan menjadi Ratu Viering yang terhebat sepanjang masa," jawab Duke Jungwoo ketika ditanya tentang kemungkinan istrinya naik tahta.

Akankah Viering dipimpin oleh seorang Ratu yang tidak jelas asal usulnya dengan catatan kriminalnya yang panjang? Akankah Paduka Raja Mark tetap bersikeras dengan pendiriannya untuk tidak menikah? Kita tidak tahu tetapi kita tahu rakyat Viering tidak akan menerima seorang Ratu yang mempunyai catatan kriminal panjang.

Mark melempar koran itu ke meja dengan geram. "Jelaskan apa maksud semua ini!?" suaranya meninggi.

Tidak seorang pun mengeluarkan suara.

Tidak seorang pun berani mengucapkan sesuatu.

Tidak seorang pun!

"Taeil?" mata Mark langsung menatap mata pria tua itu.

Duke of Krievickie yang menjadi pembimbing Mark semenjak kepergian orang tuanya itu tidak berani membalas tatapan itu.

Kali ini Mark bukan saja marah. Raja muda itu juga bukan saja murka. Ia telah menjadi amarah itu sendiri. Ia adalah kemurkaan itu.

Bagaimana ia tidak marah? Sepupunya, Jungwoo, yang juga penerus tahta Viering menikahi seorang wanita yang tidak jelas asal usulnya dan bercatatan kriminal panjang.

Bagaimana ia tidak murka? Satu-satunya penerus tahta Viering, telah mencoreng kehormatan Kerajaan Viering dengan pernikahan sembunyi-sembunyinya.

Taeil telah mengenal keduanya semenjak mereka masih kecil. Ia telah mengenal baik watak keduanya terutama semenjak peristiwa kelam sepuluh tahun yang lalu itu yang kemudian dikenal dengan sebutan Red Invitation.

Ia telah menjadi pembimbing kedua pewaris tahta Viering itu setelah kematian orang tua mereka dalam badai.

Ialah yang menggantikan Raja Jaehyun hingga Pangeran Mark berusia 17 tahun, usia yang membuatnya pantas untuk naik tahta.

"Aku menantimu, Taeil," Mark memperingatkan.

"Seperti yang Anda lihat, Paduka. Duke of Binkley telah menikahi Somi bulan lalu. Saya telah meminta Daniel menyelidiki," Grand Duke melirik Daniel, sang Menteri Kerakyatan.

"Surat pernikahan mereka sah, Paduka Raja," Daniel melapor dengan hati-hati, "Seperti yang diberitakan, mereka diberkati secara resmi oleh Pastor Samuel."

"Aku tahu!" sergah Mark kesal. "Sekarang di mana Jungwoo?!"

"Duke Jungwoo pergi berbulan madu di luar negeri bersama Duchess Somi."

"DUCHESS!?" suara Mark yang melengking tinggi membuat Taeil kembali terdiam. "Kau memanggil pelacur itu Duchess!?" suaranya meninggi.

Mark bukanlah pemuda pemarah tapi Taeil tahu tidak ada yang bisa melawan Mark ketika pemuda itu marah.

Ia yang telah menjadi penasehat, pembimbing, guru juga ayah angkatnya tidak berani mengusik kemarahan itu apalagi mereka yang tidak mengenal baik Raja Muda yang baru menduduki tahta selama tujuh tahun itu.

Mark tersenyum sinis. "Jadi Jungwoo kabur ke luar negeri," ujarnya, "Kita lihat sampai kapan ia bersembunyi di sana."

-00000-

Sementara itu beratus-ratus kilometer jauhnya dari Loudline, Jungwoo terus mengawasi arah pelabuhan dengan cemas. Ia tidak dapat sedetik pun menghapus kekhawatirannya akan kehadiran angkatan laut Viering. Sedikit pun ia tidak dapat menghapus ketakutannya akan pengejaran besar-besaran yang diperintahkan Mark.

"Mengapa kita harus meninggalkan Viering secepatnya?" protes Somi, "Mengapa kau harus takut pada Mark seperti ini?"

"Kau tahu mengapa!" Jungwoo kesal, "Ini semua dikarenakan mulut besarmu itu!"

"Apa salahku?" Seru Somi tidak terima, "Aku hanya ingin setiap penduduk Viering tahu aku adalah istrimu yang sah. Tidak akan ada yang berani mengusikku setelah ini. Kau sendiri juga tidak suka jika ada pria lain yang menggodaku. Memang apa yang perlu ditakutkan dari penggoda wanita itu!?"

"Kau tidak mengenal Mark," ujar Jungwoo gusar sambil terus memperhatikan lautan sekeliling mereka.

"Dia tidak akan menyakitimu!" Somi tidak setuju, "Kau adalah satu-satunya penerus tahta Viering. Ia tidak akan berbuat bodoh untuk mencelakaimu."

"Demi Tuhan! Kau tidak tahu siapa Mark!" seru Jungwoo panik.

Somi tidak mengerti. Ia tidak buta untuk mengetahui siapakah Mark itu. Tinggal di perbatasan Loudline, tidak membuatnya buta akan berita di dalam Istana. Ia telah mendengar semua desas-desus dalam Istana yang megah itu dari para pengunjung tempat ia bekerja terakhir kali. Ia tahu Mark tidak berminat untuk menikah dan tidak akan merubah niatnya sekali pun dunia kiamat.

Tetapi, Somi tidak tahu apakah yang membuat Jungwoo begitu takut pada raja muda tampan yang sabar itu.

Apakah yang menakutkan dari seorang pria yang pandai mengontrol dirinya sendiri itu?

Apakah yang perlu dikhawatirkan dari seorang pria yang telah menjelaskan pada dunia bahwa penerusnya adalah Jungwoo hingga pernikahan mereka harus disembunyikan dari kalangan umum?

Apakah yang perlu diwaspadai dari pria yang lebih suka menjalin hubungan tanpa ikatan dengan wanita terpilih hingga Jungwoo begitu panik ketika ia melihat koran pagi ini?

Bagi Somi, kekhawatiran Jungwoo terlalu berlebih-lebihan.

Mark sudah jelas-jelas memilih Jungwoo sebagai penerusnya daripada melepas status lajangnya. Apalagi yang perlu dikhawatirkan Jungwoo dari seorang pria yang lebih suka memaafkan setiap kelakuan Jungwoo daripada menghukumnya?

Seisi Viering sudah tahu Mark selalu menutup sebelah mata atas segala tingkah laku penerusnya itu. Ia tidak pernah benar-benar memperingati gaya hidup Jungwoo. Ia tidak pernah mencela Jungwoo walau ia tahu sepupunya itu sering menghabiskan waktu dari satu bar ke bar yang lain. Ia pun tidak pernah membuka mulut ketika gosip tentang Jungwoo beredar. Satu-satunya hal yang ia katakan adalah berkata,

"Itu adalah urusannya. Ia sudah dewasa."

Somi tidak mengerti. Ia tidak akan pernah memahaminya.

Somi ingin bertemu dengan raja muda itu. Ia ingin tahu seperti apakah raja muda Viering yang mampu membuat penerusnya yang lebih tua darinya itu takut padanya.

-00000-

Jaemin membungkuk mengambil keranjang bunganya.

Sebuah kereta kuda memasuki gerbang Schewicvic.

Jaemin tersenyum gembira melihat kereta yang dikenalnya dengan baik itu melaju ke bangunan utama Schewicvic.

Grand Duke Taeil turun dari dalam kereta. Wajahnya menggambarkan dengan jelas keletihannya sepanjang hari ini.

"Taeil!"

Grand Duke waspada. Ia segera berbalik dan menangkap sekuntum bunga mawar yang dilempar Jaemin padanya.

"Tangkapan bagus," Jaemin tersenyum.

"Kau masih juga tidak berubah," keluh Taeil tetapi bibirnya membentuk senyum manis. Ia menyematkan bunga itu di telinga Jaemin. "Untukmu, putri manis," ia mencium pipi Jaemin.

"Kau juga," Jaemin merangkul lengan kanan Grand Duke dan menggiringnya masuk, "Kau selalu datang bila kau mempunyai kegusaran."

Grand Duke Taeil terperanjat. "Bagaimana kau tahu?"

"Harus berapa kalikah kukatakan? Wajahmu menggambarkan semuanya dengan jelas," Jaemin menatap wajah sang Grand Duke lekat-lekat. "Lagipula siapa yang tidak dapat menebak sumber kegundahanmu? Seluruh Viering membicarakannya. Papa juga telah menunggumu sepanjang siang ini."

Grand Duke Taeil mendesah. "Aku akan heran kalau kau si biang gosip tidak mengetahuinya."

Senyum nakal di wajah Jaemin kian melebar. Ia tahu Taeil tidak bermaksud demikian tetapi sepertinya memang itulah yang selalu terjadi. Sering ia mengetahui sesuatu sebelum Taeil memberitahunya atau mengetahuinya.

Grand Duke Taeil juga tahu Jaemin tidak mencari gosip-gosip itu. Gosip-gosip itulah yang seolah-olah sengaja mendatanginya dan memberitahunya. Jaemin adalah seorang gadis periang yang disukai semua orang. Itulah sebabnya ia mempunyai banyak kawan dan tentu saja, sumber gosip. Kadang Taeil berpikir sebanyak apakah yang diketahui Jaemin tentang Istana Fyzool dan sedalam apakah pengetahuannya tentang semua gosip di Viering.

Untungnya, Jaemin sendiri bukanlah seorang gadis yang suka menyebar gosip. Ia menerima gosip-gosip itu sebagai berita burung dan menyimpannya untuk dirinya sendiri hingga gosip itu benar-benar diperlukan. Jaemin, si gadis riang itu mengerti bagaimana memisahkan gosip yang hanya omong kosong dan mana yang bisa dipercayai.

"Papa menantimu di tempat biasa," Jaemin melepaskan rangkulannya. "Aku akan menyiapkan sesuatu untuk kalian."

Grand Duke melihat keranjang penuh bunga di tangan kiri Jaemin. "Kau akan mengunjungi Hansol lagi?"

Jaemin menatap bunga-bunga di keranjangnya dan tersenyum sedih. "Ya," ujarnya lirih. Ia menatap Grand Duke dan tersenyum manis. "Aku telah memilih bunga-bunga kesukaan Mama yang paling indah."

"Hansol akan sangat gembira di alam sana."

Senyum manis di wajah Jaemin memudar. "Aku akan segera menyiapkan teh dan makanan kecil untuk kalian," katanya dan ia berbelok ke arah dapur.

Grand Duke melihat gadis itu menjauh.

Pembicaraan mengenai Countess Hansol adalah sebuah pembicaraan yang menyedihkan untuk Jaemin. Tidak ada satu pun yang dapat menghapus keriangan di wajah Jaemin kecuali pembicaraan tentang ibunya yang meninggal dalam badai sepuluh tahun yang lalu.

Red Invitation, peristiwa yang terjadi sepuluh tahun yang lalu itu memang merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan untuk keluarga kerajaan, keluarga Hielfinberg, keluarga Krievickie, keluarga Soyoz juga keluarga-keluarga lain yang pada hari itu berada di atas kapal pesiar Viering. Peristiwa yang terlalu menyedihkan untuk dilupakan.

Tidak seorang pun menduga kapal pesiar yang membawa Raja Jaehyun dan Ratu Taeyong beserta para tamu undangannya tertimpa musibah besar. Badai yang tidak terduga kedatangannya menggelamkan kapal pesiar yang tadinya akan membawa mereka ke pulau Corogeanu di mana Raja ingin menjamu para tamunya.

Sepuluh tahun telah berlalu tetapi rasa kehilangan Jaemin masih sangat besar. Grand Duke Taeil masih dapat mengingat dengan jelas bagaimana gadis kecil yang kala itu masih belum genap enam tahun itu menangis histeris dalam upacara penghormatan kepada para korban bencana itu.

Sepuluh tahun sudah lewat tetapi Grand Duke Taeil masih juga tidak dapat menghapus rasa sedihnya atas kepergian istrinya dalam bencana yang sama.

Sepuluh tahun sudah peristiwa itu menjadi sejarah bencana Viering yang paling menyedihkan tetapi tiap orang masih mengingatnya dengan jelas. Red Invitation adalah sejarah Viering yang tidak akan pernah berhenti diceritakan turun temurun.

"Aku sudah menduga kau akan datang," kata Earl of Hielfinberg menyambut kedatangan kawan karibnya.

"Jaemin mengatakan kau tengah menantiku."

Johnny tertawa. "Kau masih saja tidak mengenal Jaemin. Begitu telinganya mendengar berita dari Fyzool, ia sudah dapat meramalkan kedatanganmu."

Grand Duke tertawa mendengarnya. "Aku tidak akan kaget bila suatu hari nanti ia menjadi seorang peramal."

"Jadi," kata Johnny serius, "Bagaimana reaksi Paduka Raja?"

Tawa Duke Krievickie langsung menghilang. "Dunia tahu bagaimana reaksinya."

Johnny mendesah. "Aku yakin Jungwoo juga telah menduganya."

"Ya," Grand Duke sependapat, "Karena itulah ia meninggalkan Viering"

"Jungwoo tidak ada di Viering?" Johnny kaget.

"Jungwoo meninggalkan Viering bersama istrinya pagi ini."

"Jadi, Jungwoo sekarang ada di luar negeri," Earl Johnny mengulangi dengan tidak percaya. Lalu dengan penuh kekaguman ia melanjutkan, "Ia benar-benar pandai. Ia tahu satu-satunya cara untuk menghindari kemurkaan Paduka adalah dengan menjauhinya untuk beberapa waktu. Aku yakin ia telah meninggalkan Viering sedemikian rupa sehingga kalian tidak bisa melacak tujuannya maupun mencium keberadaannya."

"Ya," keluh Grand Duke, "Hari-hari mendatang akan sangat berat bagiku. Paduka tidak memintaku mencarinya tetapi aku tahu ia mengharapkan kami menemukan Jungwoo sesegera mungkin."

"Tidak," Grand Duke cepat-cepat meralat, "Ia tidak mengharapkan tapi menginginkan Jungwoo segera dibawa ke hadapannya secepat mungkin." Lagi-lagi sang Grand Duke mengeluh panjang, "Ini adalah keinginan yang tidak terlalu sulit. Aku percaya intel kita bisa segera mencium keberadaan Jungwoo tetapi menghadapi kemurkaan Paduka sampai Jungwoo ditemukan…" Grand Duke tampak letih dan tertekan.

Johnny dapat memahami perasaan sahabatnya itu. Setiap orang yang pernah masuk Istana tahu betapa menakutkannya kemurkaan Raja Muda yang tampan dan murah senyum itu.

Johnny memang tidak pernah melihat langsung kemarahan Mark tetapi dari apa yang ia lihat dan ia dengar dari sahabatnya, ia tahu kemarahan Mark bukanlah kemaharan biasa.

'Memang,' pikir Earl of Hielfinberg, 'Orang yang sabar akan menjadi sangat menakutkan bila ia marah.'

"Bukankah masalah ini akan beres jika Paduka Raja mau menikah?"

"Kami juga berpikiran seperti itu tetapi siapa yang berani mengutarakannya pada Paduka," Grand Duke menatap Johnny putus asa, "Terutama di saat-saat seperti ini."

Johnny terdiam. Ia juga tahu betapa keras kepalanya pendirian Mark tentang pernikahan.

Raja selalu marah setiap kali disinggung masalah pernikahan.

Sekarang ketika ia sudah benar-benar murka, siapa yang berani mengatakannya padanya? Bahkan Duke of Krievickie yang dihormatinya sebagai ayah angkatnya tidak berani apalagi orang lain?

Entah dari mana ia mewarisi sifat pemarahnya yang menakutkan itu. Tidak seorang pun dalam garis keluarga Raja Mark yang memiliki kemurkaan yang menakutkan seperti itu.

Mungkin sifatnya itu muncul sebagai jawaban atas keraguan penduduk Viering ketika ia berada dalam puncak pimpinan Kerajaan ini pada usia yang sangat muda. Mungkin juga sifatnya itu muncul sebagai reaksi atas tanggung jawab besar yang tiba-tiba dipikulnya dalam sehari di saat teman-teman sebayanya masih bermain-main dengan kawan mereka.

"Mengapa kalian berdua saling mendesah seperti itu?" Jaemin muncul dengan nampan besar di tangannya.

"Kalian akan tampak semakin tua dengan wajah berkerut kalian itu," Jaemin meletakkan cangkir di depan keduanya dan menuangkan teh dengan hati-hati.

"Kau hanya bisa meledek kami," keluh Johnny, "Tidak adakah yang bisa kaulakukan selain itu?"

"Ada," jawab Jaemin spontan, "Aku sedang melayani kalian saat ini." Jaemin tersenyum penuh arti sambil meletakkan gelas di depan Johnny.

Grand Duke tertawa geli. "Kurasa kau benar-benar kalah darinya."

"Makin lama ia makin pandai," keluh Johnny sambil menyeduh teh hangatnya.

"Memang tidak ada hiburan yang paling menarik selain duduk di sini menikmati teh hangat sajian Jaemin dan mendengar celotehnya," Grand Duke setuju.

Jaemin memasang muka cemberut mendengar gurauan Grand Duke. "Kau mengatakannya seolah-olah aku adalah ratu gosip di Viering."

Grand Duke tertawa geli diiringi Johnny.

Di saat tawa gembira menghiasi Schewicvic, awan gelap menggelantung di atas Istana Fyzool.

Mata tajam Mark tak lepas dari judul berita utama koran-koran hari ini. Bermacam-macam koran terhampar di permukaan meja kerjanya dan setiap koran memasang sederet kata-kata berukuran besar yang senada: Jungwoo dan pelacur yang tidak jelas asal-usulnya!

Inilah yang akan menjadi topik terbesar abad ini dalam sejarah Kerajaan Viering. Tidak ada skandal yang lebih memalukan dari hal ini sepanjang sejarah Viering!
Bagaimana mungkin seorang kriminal memimpin Viering?

Bagaimana mungkin Mark membiarkan seorang pelacur yang tak bermoral menjadi wanita nomor satu di Viering? Bagaimana ia harus menjelaskan semua ini pada leluhurnya bila mimpi buruk ini menjadi kenyataan?

TIDAK!

Mark tidak dapat membiarkan itu terjadi. Ia tidak boleh membiarkan itu terjadi.

Tetapi… apakah yang dapat dilakukannya?

Jungwoo pasti tidak suka idenya untuk memisahkan mereka berdua. Mark ragu Jungwoo akan menerima sarannya untuk menceraikan Somi.

Mark termenung.

… kecuali Paduka Raja Mark menikah.

Mata Mark menangkap sederetan kata-kata itu.

Matanya bergerak ke koran-koran yang lain dan saat itulah ia menyadarinya.

Koran-koran itu tidak salah! Satu-satunya yang bisa menghentikan aib ini adalah dirinya sendiri! Sekarang ia adalah Raja dan keputusannyalah yang akan mempengaruhi masa depan kerajaan ini.

-00000-

"Utusan Istana datang untuk menjemput Anda, Yang Mulia Grand Duke."

Duke of Krievickie menatap pelayan pria itu dengan bingung.

"Apakah gerangan yang membuat Paduka Raja menjemput Anda sepagi ini?" kata Renjun bertanya-tanya.

Grand Duke juga tidak dapat menjawab pertanyaan itu. "Pasti karena Jungwoo lagi," komentar Jisung. "Dia memang pembuat masalah."

"Aku tidak menyukai dia," komentar Renjun.

"Mark tidak akan suka mendengarnya," timpal Jisung.

"Ya," Renjun sependapat, "Ia tidak pernah suka mendengar orang lain mengatakan yang buruk tentang Jungwoo . Tetapi ia juga tidak pernah melakukan sesuatu untuk mengubah sikap sepupunya itu."

"Kurasa ia terlalu membiarkan Jungwoo," komentar Jisung, "Ia selalu membela Jungwoo di depan semua orang tetapi di baliknya, ia selalu mengomel karena sikap Jungwoo. Dan setiap kali Papalah yang menjadi korbannya."

"Jungwoo terlalu dimanjakan semenjak ia dilahirkan di dunia ini."

"Aku ingin kalian menghentikan pembicaraan ini," Grand Duke meletakkan peralatan makannya, "Akupun tidak senang mendengar kalian membicarakan keburukan Istana."

"Kami membicarakan kebenaran, Papa," Renjun membela diri.

"Apapun itu," kata Duke of Krievickie, "Aku berharap aku tidak pernah mendengar hal itu lagi. Membicarakan keburukan mereka berarti membicarakan kegagalanku membesarkan mereka sepeninggal keluarga kerajaan."

Renjun langsung terdiam. Jisung melirik kakaknya. Matanya menertawakan kakaknya yang mati kutu itu. Renjun membalas lirikan itu dengan tidak senang.

"Aku akan pergi ke Istana sekarang juga," Grand Duke berdiri lalu pada pelayan itu ia berkata, "Tolong sampaikan pada utusan itu aku akan segera berangkat."

"Baik, Yang Mulia Grand Duke," pelayan itu membungkuk lalu meninggalkan Ruang Makan.

"Lanjutkanlah makan pagi kalian," Grand Duke berpesan pada putraputrinya.

"Tanpa membicarakan keburukan istana," tekannya.

"Baik, Papa," kata Renjun.

"Istana sudah memberi banyak beban pada Papa," Renjun melirik Jisung. "Kurasa sudah saatnya seseorang memberitahu Mark dan memintanya memberi istirahat pada Papa. Ia sudah terlalu lelah untuk semua ini."

"Apa boleh buat," kata Jisung mengangkat bahu, "Papa adalah Grand Duke yang paling berkuasa di samping Raja dan Ratu kerajaan ini."

"Tetapi ini sudah terlalu banyak untuk Papa!" Renjun menentang, "Ia sudah menjadi ayah angkat bagi kedua pewaris tahta kerajaan ini semenjak Red Invitation. Ia telah memegang ujung kekuasaan kerajaan ini hingga Mark naik tahta. Dan sekarang, setelah Mark menjadi Raja Viering, ia masih harus menjadi penasehat kerajaan. Apakah ini tidak terlalu banyak untuk Papa? Ia sudah tua dan sudah saatnya ia menikmati masa tuanya."

"Aku rasa," Jisung memberi pendapat, "Papa menikmati pekerjaannya ini. Walaupun semua ini sangat melelahkan, Papa menikmatinya karena ia mencintai Viering."

"Aku melihat," Renjun menatap adiknya, "Sudah saatnya kau maju menggantikan tugas-tugas Papa."

"Dan mengacaukan semuanya?" Jisung bertanya dengan nada tinggi.

"Tidak, terima kasih," katanya lagi, "Papa tidak pernah menyukai ide ini."

"Kau adalah penerus keluarga Krievickie. Kau adalah satu-satunya calon Grand Duke setelah Papa."

"Papa tidak pernah menyukai ide aku campur tangan dalam pekerjaannya. Ia terus menganggap aku adalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Ia lebih mempercayaimu. Ingat, ia lebih suka mengajakmu menemaninya ke pertemuan-pertemuan penting daripada mengajakku, si pembuat onar."

"Itu adalah karena aku lebih tua darimu."

"Dua tahun! Hanya dua tahun!" Jisung menekankan, "Apakah artinya dua tahun!?"

Renjun terdiam.

"Mengapa kita bertengkar?" tanyanya heran, "Bukankah kita sedang membicarakan masalah Jungwoo dan kegemparan yang ditimbulkannya?"

"Kau yang memulainya," gerutu Jisung.

"Menurutmu, apakah yang dapat menghentikan kegemparan ini?" Renjun mengalihkan topik pembicaraan.

"Aku tidak ada ide," jawab Jisung. "Kalaupun seseorang ada, aku yakin Mark tidak akan menyukainya."

"Aku rasa semua orang sepakat. Satu-satunya orang yang bias menghentikan semua ini adalah Mark sendiri."

"Mark telah bersumpah untuk tidak menikah seumur hidupnya. Ia lebih suka berganti-ganti pasangan daripada menjalin ikatan serius dengan seorang gadis."

"Ya," Renjun sependapat, "Ia lebih suka menjadi seorang playboy. Untungnya, ia mempunyai modal. Ia muda, tampan, gagah perkasa, sopan dan yang terutama ia adalah seseorang yang berpengaruh di Viering. Hampir setiap hari aku mendengar ia berganti pasangan. Aku yakin hampir setiap gadis muda pernah menjadi pasangannya walau hanya sesaat."

"Tidak semuanya," Jisung meralat, "Ia tidak pernah mendekatimu. Ia sama sekali tidak pernah mencoba untuk mendapatkanmu."

"Itu karena ia menghormatiku sebagai putri seseorang yang telah menjadi penasehat pribadinya semenjak kematian orang tuanya."

"Ya, tetapi Jungwoo tidak seperti itu. Ia telah berulang kali berusaha mendapatkanmu."

Renjun tertawa geli. "Ia selalu mengejarku sampai kau menghantamnya."

"Aku benar-benar tidak menyukai pria itu. Ia tidak menghormatimu. Menurutku, ia lebih tertarik untuk menambah koleksinya daripada mendapat cintamu,"

Jisung teringat kembali kekesalannya pada Jungwoo, "Ia benar-benar parah. Seharusnya kau berterima kasih padaku karena aku telah membuatnya menjauhimu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau sekarang kau menikah dengannya."

"Yang pasti Mark tidak akan semurka saat ini."

"Tentu saja," sergah Jisung, "Kau jauh lebih terhormat daripada Somi!"

"Aku tidak pernah tertarik menjadi kekasihnya apalagi istrinya. Ia benar benar berbeda jauh dari Mark. Ia tampan, gagah tetapi ia tidak sesopan Mark. Ia hanya tahu memuaskan diri dengan wanita-wanita cantik tanpa peduli status mereka. Mark juga suka wanita-wanita cantik yang seksi tetapi ia tidak pernah mau melibatkan diri dengan mereka yang telah terikat. Aku tidak akan heran bila Jungwoo masih suka membuat affair setelah pernikahannya yang menghebohkan ini."

"Mendengar kata-katamu itu, aku rasa kau lebih tertarik menjadi istri Mark daripada Jungwoo."

"Tentu saja," Renjun menegaskan, "Setidaknya Mark tahu bagaimana menghormati seorang wanita."

"Sayangnya, ia tidak ingin menikah."

"Itulah yang membuat keadaan ini kian sulit," keluh Renjun, "Andaikan saja ia mau menikahi seorang gadis baik-baik, semua tidak akan serumit ini."

"Tidak akan ada yang sanggup mengubah pendirian Mark. Ia adalah pria yang keras kepala," kata Jisung.

"Dan menakutkan ketika ia murka," timpal Renjun, "Konon, burung di udara dan para semut di dalam tanah tidak berani mengeluarkan sebuah suara pun ketika Mark marah."

Jisung tertawa geli. "Kau percaya gosip itu"?

"Mengapa tidak?" tanya Renjun, "Mereka yang pernah melihatnya marah tidak berani membantahnya. Papa yang dihormatinya pun tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun ketika ia marah."

"Kurasa aku tahu siapa yang berani."

"Siapa?" Renjun tertarik.

"Si kecil Jaemin kita," Jisung tertawa geli, "Aku tidak akan heran mendengar ia membalas Mark. Jaemin selalu balas menggigit bila ia digigit. Ia akan balas menggonggong ketika seseorang menggonggong padanya."

Renjun ikut tertawa geli. "Aku percaya."

"Sayangnya," Jisung melanjutkan, "Kita tidak akan pernah melihatnya. Jaemin tidak akan pernah bertemu dengan Mark. Tidak akan!"

"Kau benar," tawa Renjun menghilang, "Earl Johnny terlalu menjaganya. Semenjak kematian Countess, Earl benar-benar mencemaskan Jaemin."

"Kurasa bukan itu penyebabnya. Kita semua tahu mengapa Earl begitu takut seseorang mengetahui keberadaan Jaemin."

"Karena mereka mencari-cari Jaemin," kata Renjun.

"Sedikitpun tidak salah."

"Menurutmu," gumam Renjun, "Apakah Mark akan tertarik pada Jaemin?"

"Mark akan pingsan melihat Jaemin," Jisung tertawa geli. "Jaemin adalah gadis yang manis. Ia sangat cantik dan anggun."

Jisung menatap lekat-lekat kakak perempuannya itu. "Kau tidak perlu cemburu padanya. Mark tidak akan pernah tertarik pada Jaemin. Kalaupun ia tertarik, ia tidak akan pernah berniat menikahi Jaemin."

"Aku tidak khawatir akan hal itu!" Renjun kesal, "Aku hanya ingin tahu apakah Mark akan tertarik pada Jaemin."

"Mungkin," jawab Jisung lalu ia menekankan, "Pada keliaran Jaemin." Dan ia tertawa geli.

"Itu juga karena kalian," gerutu Renjun, "Kalian, tiga pria yang kurang kerjaan, telah membentuk Jaemin menjadi Jaemin yang sekarang."

Tawa Jisung terhenti. "Maaf," katanya, "Aku tidak mendengarmu." "Tidak ada," kata Renjun membuang muka.

Semua orang tahu siapa yang paling bertanggung jawab atas kelakukan Jaemin saat ini. Sebelum Countess Hansol meninggal, Jaemin adalah seorang gadis manis yang cantik dan anggun.

Sepeninggal Countess Hansol, Jaemin menangis sepanjang hari. Tidak ada yang dapat menghentikan tangisannya yang memilukan hati itu. Earl Hielfinberg, sang ayah tidak berhasil. Renjun, sang kakak angkat juga tidak berhasil apalagi Jisung maupun Duke Krievickie.

Semua itu berlangsung selama berhari-hari hingga Jisung menemukan ide untuk membuat gadis itu melupakan kesedihannya. Ide yang dianggap Renjun merupakan ide paling gila yang pernah diketahuinya.

Jisung mengajak Jaemin bermain selayaknya seorang pria! Dan semenjak itulah Jisung sering memperlakukan Jaemin sebagai seorang pria daripada seorang gadis. Kemudian diikuti Earl of Hielfinberg.

Yang terparah, menurut Renjun, ayahnya, Duke of Krievickie juga ikut-ikutan! Mereka benar-benar membuat Renjun merasa mempunyai dua orang adik lelaki!

Kalaupun ada yang membuat Jaemin masih ingat bahwa ia adalah seorang wanita, orang itu adalah Renjun. Renjun tiada hentinya mengingatkan Jaemin untuk bersikap anggun selayaknya seorang gadis. Ia tidak pernah berhenti mengingatkan Jaemin hingga detik ini!

"Aku akan mencari Jaemin," Jisung tiba-tiba berdiri.

"Aku ikut," Renjun juga berdiri, "Aku ingin tahu apa reaksi Jaemin mendengar berita ini."

Jisung tertawa, "Kurasa ia sudah mengetahui semuanya sebelum kau memberitahunya. Ia jauh lebih penggosip daripada kau." "Ia mempunyai banyak sumber gosip."

"Aku tidak akan kaget mendengar kau mengatakan burung-burung yang ketakutan akan kemarahan Mark melaporkan semuanya pada Jaemin."

"Jisung!" Renjun tidak menyukai cara Jisung menyindirnya.

Jisung terus tertawa – menertawakan kakaknya yang suka mengada-ada.

-00000-

Taeil tidak tahu apa yang membuat Mark memanggilnya sepagi ini. Sekalipun tidak pernah Mark mengirim utusan untuk menjemputnya di saat matahari baru saja menapaki langit.

Tidak ada suatu urusan penting dan mendesak sekali pun yang membuat raja muda itu tergesa-gesa seperti ini. Dan itu membuat Taeil semakin was-was.

Pikirannya kian kacau ketika ia berdiri di depan Mark yang menatapnya dengan wajah seriusnya tanpa suara. Wajah tegangnya membuat Taeil kian was-was.

Mata Taeil melihat tumpukan koran kemarin yang kusut di meja kerja Taeil dan tumpukan koran yang hari ini yang tercecer di depan pemuda itu.

Sesuatu mengatakan pada Taeil bahwa panggilan ini berkaitan dengan berita heboh kemarin. Berita yang membuatnya meninggalkan rumahnya begitu ia membaca berita utama itu. Berita yang membuat Mark berang dan Jungwoo kabur sebelum koran itu diterbitkan.

"Aku punya tugas penting untukmu," Mark akhirnya membuka mulut.

"Aku ingin kau mencari pengantinku."

Grand Duke Taeil terperanjat. Ia merasa seutas tali jiwanya yang kecil ini telah ditarik dari tubuhnya. Seluruh isi dunia ini berputar-putar di sekitarnya.

Telinganya seperti mendengar kabar kematiannya sendiri. Taeil tidak dapat mempercayai pendengarannya. Mata Taeil tidak lepas dari sepasang mata kelabu yang serius itu.

Ia baru saja akan mengulangi titah itu ketika Mark berkata, "Aku ingin kau menemukannya sebelum satu minggu. Tidak," Mark cepat-cepat mengkoreksi, "Aku ingin kau menemukannya hari ini."

Lagi-lagi Grand Duke terperanjat.

Mark memutuskan untuk menikah!

Ini adalah keajaiban yang tidak pernah diharapkannya sekalipun berita menghebohkan itu mengguncang Viering.

Ini adalah mimpi terburuk yang tidak pernah dimimpikannya.

Ini adalah kejadian yang tidak pernah dipikirkan setiap makhluk di semesta ini!

Dan sekarang pria yang teguh pada pendiriannya itu hanya memberinya waktu satu hari! Satu hari untuk menemukan calon mempelainya! Taeil merasa tengah bermimpi buruk.

Ia ingin seseorang membangunkannya dan mengatakan padanya bahwa semua ini adalah mimpi.

Mimpi buruk yang tidak diharapkannya sekalipun ia tahu hanya ini yang dapat menghentikan jalan Jungwoo menuju tahta Viering.

"Apakah kau sanggup?" Mark menatap wajah tercengang Grand Duke.

"Ha…hamba akan berusaha," Grand Duke Taeil mengumpulkan kembali kata-katanya.

Mark menangkap keragu-raguan dalam suara Grand Duke. "Kurasa satu hari terlalu cepat untukmu. Aku memberimu waktu selambat-lambatnya tiga hari."

"Terima kasih, Paduka," kata Grand Duke.

"Apa lagi yang kau tunggu?" tanya Mark tidak sabar, "Segera lakukan tugasmu. Aku membebaskanmu dari tugas-tugas yang lain."

"B-baik, Paduka," Grand Duke segera beranjak.

"Tunggu!" Mark memanggil.

"Hamba, Paduka?" kata Grand Duke yang masih belum pulih total dari kekagetannya.

"Aku ingin kau mencari seorang gadis terhormat yang penurut dan tidak banyak tingkah. Ia tidak boleh banyak menuntut, tidak boleh banyak bertanya. Ia harus bersahaja, santun, setia dan yang paling penting adalah penurut," Mark menekankan.

Grand Duke termangu.

"Apalagi yang kau tunggu,Taeil?" ujar Mark tidak sabar, "Kau tidak mempunyai banyak waktu. Ingat, kau hanya punya waktu tiga hari."

"H-hamba mengerti, Paduka," Grand Duke pulih dari lamunannya.

"Hamba akan segera melaksanakan titah Anda."

"Aku percaya padamu, Taeil," Mark tersenyum puas. Tanpa menanti perintah Mark lagi, Grand Duke segera mengundurkan diri dari Ruang Kerja.

"Apa yang terjadi padamu, Taeil?" tanya Jenderal Houghton. Taeil yang masih setengah melamun itu terkejut. "Kelihatannya engkau baru menerima tugas berat."

"Ya," Grand Duke mendesah, "Paduka memintaku mencari mempelai untuknya."

"APA!?" sang Jenderal Angkatan Laut Viering itu terperanjat.

"Aku tidak tahu di mana aku harus menemukan gadis itu," keluh Grand Duke Taeil, "Aku tidak tahu apakah aku bisa mendapatkan seorang gadis yang tepat."

Houghton melihat kegelisahan di wajah sang Grand Duke dan ia tersenyum. "Jangan khawatir," hiburnya, "Aku percaya kau akan menemukan gadis itu."

"Mengapa kau di sini?" tiba-tiba saja Grand Duke menyadarinya.

"Paduka Raja memanggilku."

Grand Duke keheranan.

"Aku merasa ini berkaitan dengan Duke Jungwoo."

"Ia telah membuat kacau semuanya. Ia telah menggemparkan Viering dengan pernikahannya yang tidak terduga itu."

"Aku dapat merasa untuk beberapa waktu ini kita akan benar-benar dibuat kerepotan oleh tingkahnya yang tidak bertanggung jawab itu." Grand Duke sependapat.

"Aku tidak tahu apa yang akan diperintahkannya padaku tetapi aku dapat meyakinkan diriku ia tidak akan memintaku mencarikan mempelai untuknya," tambah Jenderal Houghton.

Taeil merasa ia diingatkan akan tugas beratnya.

"Aku akan segera menghadap Paduka," kata Houghton berpamitan, "Beliau tidak akan senang dibuat menunggu."

"Ya, lekaslah menemui beliau," kata Grand Duke tetapi pikirannya kembali pada tugas berat yang baru diterimanya itu.

Ia telah menerima tugasnya. Ia juga telah memahami tugasnya tetapi ia tidak tahu ke mana ia harus memulainya. Ia juga tidak tahu bagaimana ia harus memulai pencariannya ini.

Grand Duke bukannya tidak mempunyai banyak kenalan. Ia juga bukannya tidak mengenal gadis-gadis muda mana yang cantik dan bersahaja.

Tetapi…

Ia tidak pernah menyibukkan diri dengan gosip-gosip. Ia tidak pernah menghabiskan waktunya untuk terlibat dengan para gadis muda itu.

Ia sudah terlalu tua untuk itu. Ia sudah terlalu sibuk untuk mengurusi hal yang lain selain Viering.

Ia sama sekali tidak mengetahui kharakter para gadis manis di Viering dengan baik. Ia sama sekali tidak mengetahui kelakuan para gadis muda terhormat itu dengan baik.

Ia tidak mengenal mereka dengan baik!

Ke manakah ia bisa mendapatkan seorang gadis terhormat yang penurut dan pendiam seperti permintaan junjungannya?

Ke manakah ia bisa mendapatkan gadis yang cocok menjadi pendamping Mark?

Tiba-tiba saja Grand Duke merasa masa depan Viering berada di pundaknya. Tugasnya kali ini lebih berat daripada saat ia harus membimbing Mark menuju tahta Viering. Jauh lebih berat dari saat-saat ia memegang tampuk pemerintahan Viering untuk sementara waktu hingga Mark cukup usia untuk naik tahta.

Bukan hanya masa depan Viering yang berada di pundaknya tetapi juga masa depan Mark.

Bagaimana ia yang hanya tahu bagaimana menjalankan pemerintahan dengan baik, diharapkan menemukan seorang gadis yang sesuai dengan permintaan Mark dan cocok untuk menjadi Ratu Kerajaan Viering?

Bagaimana ia yang hanya seorang pria tua diharapkan memuaskan keinginan Mark dan masa depan Viering?

Ini semua terlalu berat.

Ini terlalu sulit.

Tiba-tiba saja Grand Duke berharap istrinya masih hidup. Dengan kebijaksanaannya dan pengetahuannya yang luas, istrinya pasti dapat dengan cepat menemukan gadis yang terpilih itu.

Sang Grand Duke tua itu benar-benar tidak mempunyai gambaran gadis manakah yang memenuhi semua kriteria itu.

Kakinya melangkah dengan lunglai tanpa arah. Pikirannya yang kalut terus bergumul untuk menemukan jalan keluar. Matanya sama sekali tidak memperhatikan orang-orang yang dilaluinya. Telinganya sudah tuli untuk mendengar sapaan orang-orang itu.

Ketika Grand Duke menemukan kembali dirinya, ia telah berdiri di sisi kereta kudanya.

Seorang prajurit membukakan pintu kereta untuknya.

"Ke manakah tujuan kita selanjutnya, Yang Mulia Grand Duke?" Tanya sang kusir kuda dengan sopan.

Grand Duke termangu. "Ke Schewicvic," jawaban itu terlompat begitu saja dari mulutnya sebelum ia menyadarinya.

Prajurit di sisi pintu itu mempersilakannya masuk ke dalam kereta dengan hormat dan ketika Grand Duke telah memasuki keretanya, ia menutup pintu dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara.

Dalam waktu singkat kereta telah meninggalkan Fyzool dan menuju Schewicvic.

-00000-

Jaemin memandang hamparan cakrawala di kejauhan.

Dari tempatnya duduk, ia dapat melihat Istana Fyzool yang berdiri di puncak bukit itu menaungi rumah-rumah penduduk di sekitarnya. Atapnya yang biru tampak begitu serasi dengan awan-awan putih tebal yang melatar belakanginya. Dinding-dinding putihnya yang kokoh tampak bersinar di bawah sinar mentari pagi.

Berada beberapa bepuluh-puluh mil dari Schewicvic, Istana Fyzool terlihat seperti raksasa yang berdiri kokoh di antara rumah-rumah kecil yang mengelilinginya. Istana yang begitu megah itu tampak begitu kontras dengan rumah-rumah penduduk di sekitarnya. Ia tampak begitu kokoh dan berkuasa.

Tentu saja tidak semua bangunan di sekitar Istana kecil. Masih ada gedung Parlemen yang megah. Kawasan elit para orang kaya juga berada di salah satu sisi ibukota. Beberapa kilometer di belakang Istana juga tampak kediaman keluarga Krievickie, Mangstone Villa. Di Loudline juga ada banyak jalan-jalan yang terkenal. Ada jalan yang terkenal oleh keindahannya, jalan yang terkenal oleh kerimbunan pepohonannya, ada juga jalan yang terkenal oleh pertunjukan-pertunjukan atraksinya yang tiada henti juga ada jalan lebar dengan toko-toko yang indah di kanan kirinya. Di sana kau juga dapat menemukan restoran-restoran terkenal yang dipercantik para pelayan wanita yang cantik molek.

Bila tengah malam kau memerlukan tempat beristirahat, hotel-hotel di segala penjuru Loudline juga siap menyambutmu mulai dari harga yang terjangkau hingga harga yang tinggi untuk para kaum elit. Di malam hari bila kau tidak dapat tidur, kau bisa pergi ke coffee shop yang buka sepanjang hari di setiap sudut kota terbesar di Viering itu. Bar-bar elit yang hanya didatangi oleh bangsawan juga ada di segala penjuru Loudline, salah satunya adalah Dristol, tempat Mathias bertemu dengan istrinya.

Bila kau tidak menyukai semua itu, kau juga bisa pergi ke taman kota yang rimbun dan berhiaskan patung-patung yang indah dengan kolam air mancurnya yang tinggi. Kau juga bisa mengunjungi satu-satunya museum di Viering yang menyimpan sejarah Viering yang panjang. Bila kau ingin berbelanja, ada kawasan pertokoan yang tidak pernah tutup sepanjang tahun. Atau bila kau merasa sakit, ada rumah sakit terkenal Viering di sana. Dokter-dokter terkemuka di Viering juga dapat ditemukan dengan mudah. Kau juga tidak perlu mengkhawatirkan keamanan Loudline. Dengan Istana Fyzool di sisi barat kota, siapa yang berani menyepelekan keamanan kota yang menjadi benteng Fyzool itu? Bila para polisi kau rasa kurang sigap mengamankan isi kota yang padat itu, maka tentara Viering selalu siap sedia menjaga keamanan tempat itu. Para pasukan bayangan Viering yang tangguh juga siap diturunkan bila keadaan sangat mendesak.

Itulah wajah ibukota Kerajaan Viering yang tidak pernah beristirahat.

Jaemin memandang istana yang megah itu lekat-lekat.

Tidak tampak tanda-tanda yang mencurigakan dari Istana. Tidak tampak juga kejanggalan di dalam Istana yang selalu berkilau itu. Namun ada banyak masalah di dalamnya.

Jaemin tidak perlu pergi ke sana untuk mengetahui masalah-masalah di dalam bangunan yang megah itu.

Koran-koran cukup menceritakan apa yang ada di dalamnya. Kabar-kabar burung yang sampai di telinganya cukup menjelaskan apa yang tengah terjadi di sana.

Seperti pagi ini, dari orang-orang yang ditemuinya di pasar ia mendengar gejolak kemarahan Mark masih belum surut.

Jaemin tidak yakin kemarahan pria itu akan reda dalam waktu singkat. Dari Taeil, Jaemin sering mendengar bagaimana menyeramkannya kemarahan Mark. Jaemin tahu Taeil juga para bangsawan lain serta pembantu Mark tidak ada yang berani melawan pria itu ketika ia murka. Ia yakin kali ini tidak akan ada yang dapat meredakan kemarahan Mark selain mengubah masa lalu.

"Tetapi itu tidak mungkin," desah Jaemin sambil menyandarkan punggung ke batang pohon besar itu. Tangannya terlipat di belakang kepalanya. Kakinya menjulur panjang di dahan tempat ia duduk. Matanya memandang langit biru di atas kepalanya.

Bagi Jaemin, tiada saat yang lebih menyenangkan daripada duduk di atas pohon di musim panas yang menyengat ini. Tidak ada yang peduli di mana ia berada. Ayahnya tidak akan mencarinya. Ia dapat menikmati waktunya di atas pohon sesuka hatinya dan sepuas hatinya. Jaemin memejamkan matanya.

"Jaemin!"

"Jaemin, di mana kau?" Renjun ikut-ikutan berseru memanggil.

Jaemin terkejut.

"Sudah kuduga kau ada di sini," Jisung menengadah sambil tersenyum puas.

"Ya, Tuhan," pekik Renjun, "Apa yang kaulakukan di atas sana?"

"Tunggu sebentar," sahut Jaemin, "Aku akan segera turun."

"Tidak! Tidak!" Renjun panik. Wanita itu yang tidak pernah terbiasa oleh kesukaan Jaemin akan memanjat pohon itu segera mendorong maju adiknya dan berkata, "Jisung akan menurunkanmu."

Jisung membelalak. "Apa lagi yang kau khawatirkan?" katanya heran, "Kau selalu dan selalu begini padahal kau tahu dia sudah pandai dalam hal ini."

Di atas sana Jaemin tertawa. "Jangan khawatir, Renjun," Jaemin berdiri, "Lihatlah aku sudah sangat mahir untuk ini." Jaemin meloncat ke dahan di bawah dan meloncat lagi ke dahan yang lain seperti seekor tupai.

"Ya Tuhan, Jaemin!?"

Jaemin berpegang di dahan dan mengayunkan badannya ke dahan lain yang lebih rendah. Tiba-tiba tangannya terlepas.

"Jaemin!?" Renjun berseru panik.

Jisung langsung bersiap menangkap Jaemin.

Jaemin jatuh meluncur dengan mulusnya ke dalam tangan Jisung yang sudah siap menangkapnya.

Mereka jatuh tersungkur di atas tanah.

"Kau semakin berat saja," keluh Jisung sambil memegang pantatnya yang menghantam tanah.

"Kaulah yang semakin lemah!" balas Jaemin tidak senang.

"Jaemin!" Renjun berdiri sambil bersilang pinggang. "Apa kau sadar yang kaulakukan ini sangat berbahaya!?"

"Kalau kau tidak tiba-tiba berteriak memecah perhatianku, aku tidak akan terjatuh," keluh Jaemin.

"Jaemin!" Renjun naik pitam dan seketika itu ia menyadari sesuatu.

"Demi Tuhan, Jaemin!" pekiknya histeris, "Mengapa kau memakai gaun seperti itu? Apa yang terjadi pada rambutmu? Apa mereka tidak menatanya untukmu?"

Itulah Renjun, sang kakak dan ibu angkat Jaemin, ia selalu memperhatikan setiap sudut penampilan Jaemin. Mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki tidak akan ada yang dilewatkan oleh Renjun.

"Sudah berapa lama kau memakai gaun ini!?" selidik Renjun melihat gaun Jaemin yang sudah kekecilan dan sudah ketinggalan mode.

Jaemin mengabaikan pertanyaan itu. Ia berpaling pada Jisung, kakak lelaki yang paling disayanginya.

"Jisung, apa yang membuatmu datang?" Jaemin mencoba merangkul pundak Jisung tetapi tubuhnya terlalu pendek untuk dapat menggapai pundak pria itu. "Mengapa kau kian lama kian tinggi?" komentar Jaemin kesal.

"Kaulah yang makin lama makin pendek," balas Jisung sambil menepuk-nepuk kepala Jaemin.

"Sikapmu inilah yang membuat aku kian pendek," Jaemin menapik tangan Jisung.

Jisung tertawa terpingkal-pingkal.

"KAU!?" Jaemin melayangkan tinjunya ke wajah Jisung.

Jisung langsung memasang kuda-kuda untuk melawan Jaemin.

Keasyikan mereka sendiri membuat Renjun tersisih. Sikap Jaemin yang kelaki-lakian diimbangi Jisung membuatnya naik pitam. "Kalian ini!" serunya.

"Jisung!" hardik Renjun, "Berapa kali kukatakan jangan merusak Jaemin!?"

"Siapa yang merusak Jaemin," gerutu Jisung.

"Jaemin," giliran Renjun menghardik Jaemin, "Berapa kali kukatakan jangan bersikap kelaki-lakian seperti itu!? Kau adalah wanita bukan laki-laki. Apa kau masih tidak sadar juga!?"

"Aku tidak meminta dilahirkan sebagai seorang wanita," gerutu Jaemin.

"Jaemin!" suara Renjun melengking tinggi.

Inilah Renjun ketika ia marah. Di saat biasa ia adalah wanita cantik yang lemah lembut tetapi ketika ia marah, ia akan menjadi sangat menakutkan. Tetapi kedua orang itu telah terbiasa oleh kemarahannya.

"Apa kau mempunyai acara hari ini?" Jisung merangkul pundak Jaemin seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Tidak," jawab Jaemin, "Kau mempunyai acara?"

Renjun dibuat geram oleh sikap mereka.

"Apa kau mau berkeliling bersamaku?" Jisung membawa Jaemin pergi.

"Tentu saja," sahut Jaemin gembira.

Renjun mendesah panjang. Ia selalu kekurangan wibawa di hadapan kedua adiknya itu.

"Tunggu," Renjun segera mengikuti mereka, "Aku juga ikut. Kita akan mampir ke Snell untuk membeli beberapa gaun baru untuk Jaemin."

"Tidak!" seketika keduanya berbalik dengan mata melotot.

"Aku tidak membutuhkan gaun baru," tambah Jaemin tidak sependapat.

"Aku juga tidak sedang berminat berbelanja," Jisung tidak mau kalah. "Hari ini kami hanya akan berkuda."

"Hanya berkuda!" Jaemin menegaskan.

Renjun mendesah. Inilah satu di antara banyak hal yang tidak disukainya dari ajaran Jisung. Jisung telah berhasil membuat Jaemin menjadi seorang laki-laki. Jaemin sama sekali tidak peduli pada tatanan rambutnya. Ia juga tidak pernah berminat untuk berbelanja selayaknya seorang gadis bangsawan. Satu-satunya orang yang membuat Jaemin tetap tampil menawan sesuai dengan mode yang sedang populer adalah Renjun. Andai bukan karena Renjun, Jaemin tidak akan mempunyai gaun yang layak pakai.

Renjun mendesah lagi dan menggelengkan kepala. Inilah kedua adik lelakinya.

-00000-

"Hari ini benar-benar menyenangkan," kata Jaemin ketika mereka tiba di pintu gerbang Schewicvic.

"Harus kuakui kian lama kau kian mahir."

"Tentu saja," sahut Jaemin berbangga diri, "Aku tidak akan membiarkan dirimu menang dariku, Jisung."

"Kalian ini," keluh Renjun. "Kalian benar-benar membuatku merasa mempunyai dua adik lelaki."

"Aku adalah lelaki," sahut Jaemin.

"Dan aku adalah lelaki tulen," timpal Jisung.

"Jaemin!" pekik Renjun, "Berapa kali kukatakan."

"Kau adalah seorang wanita bukan lelaki," sahut Jaemin tersenyum manis.

"Kau ini," Renjun geram dibuatnya.

Jisung tertawa melihatnya.

"Rasanya aku benar-benar tidak mempunyai wibawa di hadapan kalian," keluh Renjun, "Kalian selalu tertawa setiap kali aku marah."

"Jangan khawatir, Renjun," hibur Jaemin, "Kemarahanmu masih lebih menakutkan dari Mark."

Renjun membelalak mendengarnya.

Jisung tertawa terpingkal-pingkal hingga perutnya sakit.

"Tapi," lanjut Jaemin, "Kadang aku berpikir seperti apakah rupa Mark sehingga Taeil pun takut padanya. Ia hanyalah manusia biasa untuk apa mereka takut padanya?"

"Kau tidak pernah bertemu Mark?" Renjun heran. Beberapa saat kemudian ia tersadar. Jaemin tidak pernah bertemu dengan sang Paduka Raja kerajaan ini. Bagaimana ia bisa bertemu dengannya bila ia selalu menghindari pergaulan kaum bangsawan. Mereka tahu mengapa Jaemin menghindari tempat-tempat itu. Mereka mengerti mengapa Jaemin tidak pernah muncul dalam setiap undangan perjamuan. Mereka juga dapat memaklumi sikap Earl yang terlalu melindungi Jaemin.

Suatu ketika Jisung pernah bercanda, "Aku tahu mengapa Earl tidak mengijinkanmu meninggalkan Schewicvic. Ia pasti takut kau membuatnya malu dengan sikapmu yang liar ini."

"Ia takut mereka mengetahui kalau aku adalah seorang pria dalam tubuh wanita," Jaemin tertawa lepas.

Renjun, tentu saja, marah. "Apa yang kaukatakan!?" Renjun merasa usahanya untuk membuat Jaemin lebih anggun dan feminim sia-sia. Selalu dan selalu Jisung merusak apa yang telah diupayakannya demi membuat Jaemin bersikap selayaknya seorang Lady.

Renjun menatap Jaemin lekat-lekat. Dari penampilannya, tidak sedikitpun tampak sikap kelaki-lakian Jaemin. Ia bahkan terlihat begitu sempurna. Baju berkudanya yang ketat itu menonjolkan setiap lekuk tubuhnya yang ramping. Rambut emasnya yang tertata rapi sungguh mempesona. Bahkan di depan sinar mentari yang cerah atau api perapian, rambut itu terlihat seperti tembus pandang. Matanya yang biru muda juga begitu mempesona. Bibir mungilnya yang selalu tersenyum ceria menambah kesempurnaan wajahnya yang oval. Kulitnya yang kuning kecoklatan akibat sering berjemur membuatnya tampak semakin menggairahkan. Ia sungguh cantik dan mempesona! Benar-benar seorang lady dambaan setiap pria. Hanya saja...

Renjun mendesah panjang.

"Kau pernah bertemu dengannya?" tanya Jaemin tertarik.

"Ya, beberapa kali."

"Sering," Jisung membetulkan, "Apa kau tahu, Jaemin, Mark adalah seorang pria yang sangat tampan hingga Renjun tergila-gila padanya."

"Aku tidak tergila-gila padanya!?" Renjun tidak menyukai godaan Jisung.

"Aku tidak akan heran bila Renjun tergila-gila padanya," kalimat itu membuat Renjun terbelalak.

Lalu dengan tenangnya Jaemin melanjutkan, "Aku mendengar ia tidak pernah serius dalam menjalin hubungan dengan wanita tetapi tetap saja ada ratusan bahkan ribuan wanita yang rela antri untuk mendapatkan cinta semunya itu. Mark pastilah seorang pria yang menarik hingga mereka rela melakukan itu. Tentu saja, di samping ia adalah seorang raja. Aku rasa kedudukannya itu juga merupakan daya tarik tersendiri bagi para wanita tetapi itu bukanlah satu-satunya hal yang menarik mereka. Mereka tentu tahu percuma saja mereka berusaha menundukkan Mark. Mark lebih suka mati daripada menikah dengan seorang wanita. Bahkan setelah gosip ini aku tidak yakin ia akan mengubah keputusannya kecuali memang tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan Viering."

Renjun tertegun. Dalam hati ia memuji Jaemin. Gadis itu memang terkurung dalam Castil Schewicvic yang indah tetapi ia tidak pernah ketinggalan berita. Ia juga mempunyai jalan pikir yang dalam dibandingkan wanita-wanita seusianya bahkan dirinya sendiri. Mungkin itu adalah hasil dari pergaulannya bersama Earl of Hielfinberg dan Duke of Krievickie.

"Aku juga yakin Mark akan mengambil jalan yang dibencinya itu bila ia sudah menghadapi jalan buntu."

"Pria sepertinya pasti memilih kehormatan kerajaan yang diwariskan padanya daripada berpegang teguh pada keyakinannya," Jaemin sependapat, "Aku tidak akan terkejut bila dalam waktu dekat ini aku mendengar ia mencari seorang pengantin."

Renjun termenung. "Kurasa itulah yang membuat Paduka Raja memanggil Papa pagi ini," gumamnya.

"Taeil dipanggil?"

"Kau tidak mendengarnya?" Jisung balik bertanya heran, "Kupikir burung-burung yang ketakutan itu telah melaporkan semuanya padamu."

"Burung-burung yang ketakutan?" Jaemin semakin heran.

"Pagi ini Renjun mengatakan kemarahan Mark sangat menakutkan hingga burung-burung di udara pun terdiam mendengarnya. Lalu kukatakan bahwa mereka langsung terbang mencari perlindungan padamu."

"Jangan mengukit-ukit masalah itu!" Renjun kesal.

"Apa hubungan aku dengan Mark?" tanya Jaemin kesal, "Jangan sembarangan menghubung-hubungkan orang lain. Aku tidak mempunyai hubungan dengan pria itu dan tidak tertarik. Lagipula kau pikir aku ini apa? Aku tidak bisa berbicara bahasa burung."

"Benarkah itu?" tanya Jisung, "Aku malah berpikir kau bisa berbicara segala macam bahasa hewan."

"Ia hanya menggodamu," Renjun cepat-cepat menyahut sebelum Jamein bereaksi, "Kami benar-benar tidak mengerti bagaimana kau mengetahui berita-berita itu sebelum kami tahu."

"Apa boleh buat," keluh Jaemin, "Aku tidak memintanya tetapi aku selalu mendengarnya setiap hari di pasar."

"Kau masih sering pergi ke sana?" Renjun terkejut.

"Papa tidak mengijinkanku pergi keluar seorang diri tanpa keberadaan Nicci."

"Kau seperti bukan Jaemin saja," komentar Jisung, "Aku tahu kau tidak suka dikekang seperti ini. Kau pasti bisa menemukan cara untuk kabur dari pengawasan ketat ayahmu."

"Dan membuatnya sakit jantung?" sahut Jaemin dan ia menggeleng, "Tidak. Aku tidak akan melakukan itu. Setelah kepergian Mama, hanya akulah yang dimilikinya. Ia takut sesuatu terjadi padaku karena itulah ia melindungiku dengan begitu ketat. Aku juga tidak tahu ke mana aku harus pergi."

"Kau bisa datang ke Mangstone," kata Renjun, "Sudah lama sekali kau tidak datang."

"Ya. Aku akan bermain ke sana tetapi tidak saat ini," janji Jaemin, "Aku yakin Taeil sudah ada di Ruang Perpustakaan bersama Papa."

"Kau masih suka mendengarkan mereka?" tanya Jisung heran.
Jaemin tersenyum. "Tidak ada hal yang lebih menarik selain mendengarkan diskusi mereka."

"Kau benar-benar bukan seorang gadis normal," keluh Jisung.

"Itu juga karena kau," Renjun menyalahkan adiknya, "Kau yang membuat Jaemin jadi seperti ini."

"Tidak ada yang membuat aku," Jaemin membela Jisung, "Aku adalah aku."

Jisung tersenyum puas dan Renjun kehabisan kata-kata.

"Hari sudah sore," kata Jaemin, "Kurasa Taeil akan segera meninggalkan Schewicvic. Aku tidak mau ketinggalan diskusi mereka."

"Bergegaslah masuk ke dalam," kata Renjun, "Kami juga harus bergegas pulang."

"Kalian tidak menemui Taeil?" tanya Jaemin.

"Tidak," jawab Jisung, "Kami ingin segera mencapai rumah sebelum langit gelap. Aku tidak ingin kemalaman di jalan."

Jaemin mengangguk mengerti. "Senang bisa bepergian bersama kalian," katanya berpamitan, "Sampai jumpa dan selamat malam," lalu ia menjalankan kudanya memasuki pekarangan Schewicvic.

"Kita juga harus pulang," Jisung membalikkan kudanya.

Renjun segera mengikuti Jisung meninggalkan Schewicvic Castle.

Seperti dugaan Jaemin, kereta keluarga Krievickie telah berada di pintu masuk Schewicvic.

Seorang pelayan pria langsung menyambut kedatangan Jaemin.

Jaemin meloncat turun dari kudanya dan membiarkan pelayan itu membawa kudanya kembali ke istal beberapa meter dari bangunan utama Schewicvic.

Jaemin tidak perlu bertanya pada seorang pun di manakah kedua pria itu berada. Dengan riang ia melangkahkan kakinya ke Ruang Perpustakaan.

Jaemin baru saja membuka pintu ketika ia mendengar Grand Duke berkata dengan nada tinggi.

"Di mana aku harus menemukannya!?"

"Aku rasa kau membutuhkan lebih dari sekedar saran," komentar Earl of Hielfinberg melihat tampang Grand Duke yang kusut seperti baru bergumul dengan kuda.

"Ya," desah Grand Duke, "Aku membutuhkan seorang calon pengantin."

Jaemin memperhatikan wajah muram kedua pria tua itu. Ia tidak perlu bertanya untuk mengetahui apa yang tengah mereka bicarakan. Ia telah memikirkan hal ini dan ia telah menduganya! Memang tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh Mark selain mengakhiri masa lajangnya. Dan, tentunya ia telah menyuruh Taeil, sang Grand Duke dan tangan kanannya, mencari sang mempelai. Dengan tekun Jaemin mendengar Duke membuka persyaratan sang Raja.

Ketika Duke selesai, Jaemin tidak dapat menahan tawa gelinya. Pilihannya benar-benar pilihan seorang pendeta yang tidak mau repot.

Tawanya itu mengundang perhatian kedua pria tengah baya itu.

"Carikan saja kuda betina untuk dia. Kurasa tidak ada yang lebih pantas untuk pria itu selain seekor kuda betina. Kemauannya terlalu banyak. Memang ada yang sanggup menjadi istrinya hanya untuk melahirkan keturunannya?"

Grand Duke Taeil terperanjat.

"Jaemin!" hardik Earl.

"Apa salahku!?" Jaemin memprotes.

"Kau tahu salahmu!" Earl tidak senang, "Aku tidak pernah mengajarimu untuk berkata seperti itu kepada keluarga kerajaan."

"Aku tidak menghina mereka," Jaemin membela diri.

"Diam! Masuk kamarmu!"

"Tapi..."

"MASUK KAMAR!"

Jaemin memasang wajah masam dan pergi.

"Maafkan dia, Taeil," Earl merasa bersalah. "Ini semua salahku. Aku tidak mendidiknya dengan baik."

"Tidak apa-apa, Johnny," Grand Duke berdiri, "Aku pergi dulu. Aku masih ada urusan."

"Silakan," kata Earl.

Mata Earl of Hielfinberg mengawasi kepergian sahabatnya. Tidak pernah ia melihat Grand Duke tampak begitu lesu dan kacau seperti ini. Tidak ketika Duchess meninggal. Tidak juga ketika gosip menerpa keluarganya setelah Red Invitation.

Earl mendesah.

Pernikahan Jungwoo yang menghebohkan telah mengguncang Fyzool dan mengusik kemurkaan sang penguasa.

Andai saja ada yang bisa dilakukannya untuk membantu Grand Duke Taeil, Earl akan melakukannya sekalipun resikonya sangat besar.

Andai saja ada yang bisa dilakukannya untuk sahabat baiknya itu...

TBC...

Hai^^

Salam kenal semua..

Aku sebenarnya mau bikin cerita sendiri disini tapi masih belum bisa..

Jadinya aku remake novel ini karena sangat suka ceritanya..

semoga suka^^