Kim Mingyu, seorang Putra Mahkota yang harus menjadi seorang Kaisar di usianya yang terbilang masih muda itu selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan. Jika ia sudah menginginkan sesuatu, tidak ada yang bisa merubah pikirannya. Termasuk ketika ia menginginkan Jeon Wonwoo. [MEANIE] [JoseonAU]

.

.

.

Pairing: Meanie Mingyu x Wonwoo

Genre: Romance, Drama, JoseonAU

Warning: Seluruh informasi/ hal yang ada di dalam ff ini hanyalah karya fiktif author yang sengaja dibuat agar sesuai dengan jalan cerita. TIDAK SESUAI DENGAN SEJARAH/KENYATAAN YANG ADA. Typo dan Bahasa yang acak adut. Tidak sesuai EYD.

.

Enjoy!

.

.

.

Jubah biru navy dengan bordir silver berbentuk naga di bagian pundak dan dada.

Hanya melihat pakaian yang ia kenakan, semua orang akan tahu kalau mereka sedang berhadapan dengan si putra mahkota, Kim Mingyu.

Semua orang pernah mendengar beberapa rumor yang unik tentang putra mahkota ini.

Terutama rumor yang mengatakan kalau ia mudah kesal dan ketika ia merasa kesal, semua orang akan mendapatkan masalah. Mulai dari sebuah trik kekanakan hingga sesuatu yang bisa membahayakan nyawa seseorang. Ia akan melakukan sesuatu yang orang normal tidak akan pernah pikirkan. Memang ia bukanlah orang biasa, Kim Mingyu adalah seorang putra mahkota yang akan menjadi Kaisar di masa yang akan datang.

Kim Mingyu sudah berumur 16 tahun namun ia masih belum menemukan seseorang yang akan mendampinginya kelak. Seharusnya, ia sudah dinikahkan ketika berumur 14 ataun 15 tahun, tetapi ia tidak pernah mau. Setiap tahun, Kaisar akan membujuknya agar mau segera dinikahkan tapi ia selalu menolak. Ia masih ingin bermain-main. Ia tidak mau bebannya menjadi semakin berat karena adanya seorang pendamping yang bahkan ia belum tentu sukai.

Kim Mingyu tidak suka tradisi dimana permaisurilah yang memilihkan istri untuk putra mahkota. Ia juga sempat melihat beberapa anak-anak perempuan dari para menteri namun tidak ada satupun yang bisa menarik hatinya.

"Bagaimana kalau tahun ini?"

Mingyu memutar bola matanya malas, "Aku kan sudah bilang aku belum tertarik untuk menikah"

"Tapi kau sudah 16 tahun" Kata permaisuri, masih dengan nada yang sangat sabar. Kalau mood Mingyu sudah jelek, akan lebih sulit untuk membujuknya.

"Aku akan menikah saat usiaku 30 tahun"

"Saat aku berusia 30 tahun kau sudah berumur 11 tahun, nak" Kali ini, Kaisar yang berkata.

"Yasudah, nanti kalau aku berusia 30 tahun anakku akan berusia 1 tahun, bagaimana dengan itu?"

"KIM MINGYU!" Kaisar menaikkan suaranya, "Kau ini adalah seorang putra mahkota! Sampai kapan kau akan bersikap seperti ini? Kau tidak boleh keluar dari kamarmu sampai bulan purnama selesai!"

"Tapi-"

"Tidak ada tapi-tapian! Seungcheol! Bawa dia ke kamarnya!"

Seorang pemuda yang merupakan pengawal pribadi dari putra mahkota ini masuk ke dalam ruang pertemuan keluarga tersebut, menundukkan kepalanya kepada seluruh keluarga kerajaan yang hadir sebelum ia berjalan kearah Mingyu dan menundukkan kepalanya lagi. Tubuh dari anggota kerajaan tidak boleh disentuh sembarangan, jadi, Seungcheol hanya bisa menunggu Mingyu untuk berjalan sendiri.

Mingyu mendengus.

Ia pun berdiri dari kursinya dan pergi meninggalkan ruangan tesebut.

"Anak yang sangat sulit untuk diatur" Kata kaisar.

"Sudahlah Yang Mulia, mungkin memang belum waktunya" Kata Permaisuri, berusaha untuk menenangkan suaminya itu.

"Ini sebabnya ia tumbuh menjadi anak yang seperti itu! Kau terlalu memanjakannya!"

"Kau yang selama ini memanjakannya!"

"Buktinya dari tadi kau yang selalu membelanya!"

"Aku hanya-"

"Sudah, sudah" Ibu Suri yang dari tadi hanya mengamati sambil meminum tehnya itu akhirnya angkat bicara, "Bukankah ia memang sudah diramalkan untuk menikah terlambat?"

Mendengar hal itu Kaisar dan Permaisuri terdiam.

"Musim seminya yang ke 20, ia akan menemukan orang yang telah ditakdirkan untuknya saat itu. Kalian ingat perkataan cenayang Park, kan?"

Betul, waktu Mingyu baru lahir ia diramalkan oleh seorang cenayang handal. Kim Mingyu dikatakan akan menikah terlambat karena baru akan bertemu dengan pasangannya saat musim semi ke 20 dalam hidupnya.

"Kalau saat itu pasangan yang ditakdirkan belum datang juga, maka kita bisa mulai memaksanya" Lanjut Ibu Suri.

Kaisar dan Permaisuri hanya dapat menghela nafas.

Mungkin apa yang dikatakan oleh Ibu Suri adalah hal yang paling benar.

Mereka tidak punya pilihan lain, kan?

.

.

"Aku tidak percaya mereka memaksaku untuk menikah, Cheol!"

Itu adalah hal pertama yang dikatakan oleh Mingyu ketika ia tiba di dalam kamarnya, kesal.

"Tapi bukannya memang sudah waktunya?"

Mingyu memberikan pandangan yang begitu tajam kepada teman dan juga pengawal pribadi yang sudah ia kenal sejak berumur 7 tahun ini.

"Kenapa kau juga bersikap seperti ini?!" Mingyu frustrasi. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa ia harus menikah begitu cepat. Memangnya apa bagusnya menikah dengan cepat?!

"Aku masih 16 tahun!"

"Sudah cukup berumur"

"Aku benar-benar tidak menyukaimu!" Mingyu bertolak pinggang sambil memperhatikan pengawalnya yang sedari tadi hanya memandangi lantai.

"Bagaimana mungkin mereka menghukumku dengan cara seperti ini?! Apa yang harus aku lakukan di dalam kamar selama 3 hari?"

"Membaca buku?"

"Yang benar saja?!" Kata Mingyu sebelum ia mendapatkan sebuah ide gila, "Aku harus memberi mereka pelajaran"

Saat itu, Mingyu hanya ingin membuat Kaisar merasa bersalah karena telah menghukumnya. Tapi siapa yang akan tahu, kalau ternyata trik kecilnya itu justru membuat hidupnya berubah.

.

.

.

Di sebuah desa kecil yang terletak cukup jauh dari ibu kota, tinggalah sebuah keluarga kecil harmonis yang terdiri dari ayah, ibu dan dua anak laki-laki. Jeon Woojin, pengusaha perkebunan teh ini memiliki reputasi yang sangat baik. Ia juga memiliki seorang istri yang sering membantu orang-orang yang membutuhkan terutama dalam hal obat-obatan serta dua putra yang pintar dan memiliki sikap yang baik. Keluarga mereka terbilang sangat berkecukupan karena usahanya yang begitu maju, mereka juga banyak mengirimkan hasil produk mereka ke banyak kota-kota di tanah Joseon.

Keluarga Jeon ini terlalu sempurna, ya?

Tapi suatu hari, langit seakan runtuh bagi keluarga tersebut.

Seluruh Joseon dilanda duka karena adanya kabar yang mengatakan kalau Kaisar, Permaisuri dan Ibu Suri telah meninggal dunia. Penyebabnya? Racun. Ya, mereka semua diracuni oleh salah satu dayang yang ada di istana. Putra Mahkota pun terpaksa diangkat menjadi kaisar di umurnya yang masih 16 tahun itu, juga tanpa permaisuri di sisinya.

Pada awalnya semua masih berjalan baik untuk keluarga Jeon, hingga suatu hari, mereka mendapat kabar kalau ijin usaha mereka terpaksa harus dicabut. Alasannya? Karena saat meracuni Kaisar, Permaisuri serta Ibu Suri, dayang tersebut menggunakan teh yang dibeli dari usaha milik keluarga Jeon ini. Dengan cepat, berita tesebut tersebar luas. Hal itu mengakibatkan banyak orang yang sudah membeli teh dari usaha keluarga Jeon ingin meminta agar uangnya dikembalikan. Tanah perkebunan mereka disita, rumah yang tadinya megah dan mewah itu terpaksa harus dijual dan mereka pindah ke rumah yang sangat kecil dan kumuh.

Tekanan dari usahanya yang harus tutup secara tiba-tiba, hutang yang kian menumpuk serta perlakuan yang sangat begitu tidak adil bagi keluarganya ini mengakibatkan Jeon Woojin untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Tak lama setelah itu, istrinya pun menyusulnya. Mereka meninggalkan kedua putranya di dunia yang begitu kejam sendirian.

Jeon Wonwoo yang merupakan putra sulung dari dua bersaudara itu memang selalu memiliki sifat yang mandiri. Ia tidak pernah goyah sedikitpun ketika orang-orang akan memberikan pandakan jijik atau benci terhadapnya. Atau juga ketika orang-orang akan mengatakan hal-hal yang seharusnya tidak dikatakan kepada anak berusia 16 tahun. Ia tetap teguh dan menjalani hidupnya dengan baik.

Namun berbeda dengan kakaknya, Jeon Jiwoo justru memilih untuk hidup di jalan yang kurang baik. Mungkin semua itu karena usianya yang masih terbilang muda, ia tidak bisa menerima segala perlakuan jahat begitu saja seperti kakaknya. Ia kemudian bergaul dengan para pencuri dan penjahat. Ia merasa senang dan hebat karena dapat membuat orang-orang yang dulu begitu jahat kepadanya mendapatkan pelajaran.

Sudah lebih dari 3 tahun berlalu sejak orang tua mereka pergi. Perlakuan yang didapat dari orang sekitar tidaklah berbeda, namun setidaknya dengan bertambahnya usia, mereka bisa menjadi lebih bijak, kan? Tapi tidak bagi Jiwoo.

"Kau dari mana saja?" Tanya Wonwoo ketika ia melihat adiknya baru pulang tengah malam seperti itu.

"Kau peduli apa?" Tanya Jiwoo balik kepada kakaknya.

"Apa kau bertemu dengan Namjoon dan kawan-kawannya lagi?"

"Hyung" Panggil Jiwoo tanpa menjawab pertanyaan kakaknya, "Aku dengar menteri Han sangat menyukaimu. Kenapa kau tidak menerima tawarannya untuk menjadi selingkuhannya saja? Kau akan hidup enak"

"Jeon Jiwoo"

"Bukankah kau suka perhatian seperti itu, huh? Dari dulu, orang-orang selalu memujamu. Putra sulung keluarga Jeon sangat pintar dan berwajah tampan. Oh, jangan lupa juga bagaimana orang tua kita selalu memberikanmu yang terbaik hanya karena kau diramal akan memiliki hidup ynag sederajat dengan matahari(kaisar). Ya, mungkin saja akan menjadi baik kalau kau mau jadi selingkuhan si brengsek Han itu"

Wonwoo terdiam. Ia tidak bisa melawan perkataan adiknya. Ia tahu betul bagaimana Jiwoo selalu merasa di nomor duakan, bagaimana semua orang akan memuji dan menyayangi Wonwoo, bahkan kedua orang tuanya juga suka memberikan perlakuan yang berbeda terkadang. Wonwoo tahu betul kalau Jiwoo sering merasa iri sejak kecil.

"Lebih baik kau cepat tidur"

"Jangan sok bersikap seperti seorang kakak. Aku muak dengan itu" Kata Jiwoo sebelum ia pergi ke kamarnya.

Sudah berapa kali Wonwoo mendengar perkataan semacam itu? Tapi berapa kali pun ia mendengarnya, perasaan itu masih sama. Sakit. Mereka hanya memiliki satu sama lainnya di dunia ini, tapi kenapa mereka harus bersikap seperti ini? Apa hubungan mereka akan tetap seperti ini hingga mereka tua nanti?

Wonwoo menggelengkan kepalanya, berusaha untuk menghilangkan seluruh pikiran dan perasaan buruk yang ada di dalamnya. Ia harus berkonsentrasi, ia masih harus menyelesaikan cerita fiksi yang sedang ia buat ini besok.

Wonwoo yang dari dulu sangat cerdas di bidang sastra ini memiliki pekerjaan sampingan yaitu menulis cerita fiksi. Karya-karyanya pun cukup disukai oleh banyak anak muda seumurannya. Cerita cinta. Wonwoo yang belum pernah jatuh cinta itu terkadang kesulitan untuk menulis cerita seperti itu. Namun karena tuntutan pekerjaan, ia hanya menulis apa yang ia pikir bagus dan yah, karya-karyanya memang jadinya bagus.

"Paman Yoon!" Panggil Wonwoo ketika ia melihat seorang lelaki paruh baya dan anak seusianya sendiri sedang berjalan ke arahnya.

"Ini cerita fiksi yang baru aku buat" Kata Wonwoo sambil memperlihatkan buku berisikan cerita yang selesai dibuat 2 jam yang lalu.

"Aku tidak percaya kau bisa menyelesaikan buku lainnya dalam waktu 15 hari" Kata Jeonghan, anak dari paman Yoon yang merupakan penggemar berat cerita-cerita Wonwoo.

"Aku tidak ada kerjaan lain, hehe" Jawab Wonwoo sambil tersenyum.

"Oh, apa kau ada waktu luang awal musim semi nanti?" Tanya Paman Yoon.

"Sepertinya aku tidak akan melakukan apa-apa pada saat itu. Aku hanya perlu mulai menanam bibit-bibit lagi setelah musim dingin selesai" Kata Wonwoo.

"Bagus kalau begitu" Kata Paman Yoon, "Apa kau mau ikut aku ke ibu kota?"

"Ibu kota?"

"Iya, tepatnya ke istana. Kaisar akan genap berusia 20 tahun dan istana akan merayakannya dengan cukup besar. Aku harus mengirimkan beberapa bahan makanan kesana" Jelas ayah dari Jeonghan ini, "Tentu saja aku juga akan memberikanmu uang"

"Tentu saja aku mau!" Wonwoo cukup antusias. Ia selalu ingin tahu bagaimana istana kerajaan itu terlihat dengan mata kepalanya sendiri. Ia juga selalu mendengar soal sebuah kolam indah dengan jembatan kecil yang hanya bisa dilewati oleh Kaisar yang baru itu.

Lagipula, Wonwoo juga cukup penasaran dengan wajah dari Kaisar Mingyu. Wonwoo merasa kalau mereka seakan memiliki jalan hidup yang mirip-mirip. Keluarga mereka meninggal di saat yang berdekatan. Wonwoo tahu betul bagaimana rasanya tiba-tiba memiliki sebuah beban berat yang harus ia topang. Bagi Wonwoo sendiri sudah cukup berat, lalu, bayangkan bagaimana perasaan Putra Mahkota yang harus tiba-tiba menjadi Kaisar seperti itu?

"Kau ikut tidak, Jeonghan?" Tanya Wonwoo.

"Aku tadinya ingin ikut, tapi setelah tahu betapa jauhnya perjalanan yang harus ditempuh. Aku pikir-pikir lagi"

"Kau seperti putri raja saja" Ucap Wonwoo.

"Enak saja putri! Kau yang seperti putri, kau kan cantik"

"Mananya cantik?! Aku ini tampan"

Wonwoo sering sekali mendengar kalau ia ini agak cantik untuk ukuran pria. Sebetulnya Wonwoo tidak menyukai perkataan itu dan Jeonghan memang sengaja mengatakan itu agar Wonwoo sebal.

"Beri jalan, untuk putri raja" Tambah Jeonghan, iseng.

Wonwoo hanya menggelengkan kepalanya ketika melihat kelakuan Jeonghan. Tentu Wonwoo tidak akan marah, ia tidak akan bisa marah kepada Jeonghan karena ia telah menjadi teman yang baik baginya selama ini. Ditambah lagi keluarganya juga sering membantu Wonwoo. Ia merasa berhutang budi dan akan selalu berterima kasih kepada mereka.

Tanpa terasa, musim dingin telah berlalu dan musim semi pun datang. Seperti yang sudah dijanjikan saat itu, Paman Yoon dan Wonwoo pergi ke istana untuk mengantarkan beberapa bahan pangan yang dibutuhkan untuk pesta. Ada sekitar 7 orang lainnya yang pergi bersama mereka.

Apa yang dikatakan Jeonghan memang benar. Perjalanan menuju istana sangatlah jauh, memakan sekitar 2 hari.

"Apa kau baik-baik saja, nak?" Tanya Paman Yoon, khawatir karena Wonwoo terlihat begitu kelelahan. Wajahnya juga terlihat agak pucat dan keringatnya sudah mengucur padahal udara masih cukup dingin.

"Aku baik-baik saja" Jawab Wonwoo, tidak ingin membuat Paman Yoon khawatir.

"Mungkin kita harus beristirahat sebentar"

"Tidak usah. Aku baik-baik saja" Wonwoo tidak ingin membuat mereka sampai di istana terlambat. Mereka harus sampai tepat waktu dan Wonwoo tidak ingin menjadi beban.

"Kalau kau sudah tidak tahan bilang ya, kita bisa istirahat dulu sejenak"

Wonwoo menanggukkan kepalanya. Tentu saja hanya itu pilihan yang ada. Tidak mungkin kan Paman Yoon meninggalkan Wonwoo di tengah antah berantah seperti ini sendirian?

Setelah memaksakan dirinya untuk terus berjalan dan tidak manja, Wonwoo akhirnya bisa mulai melihat banyaknya orang berlalu-lalang. Mereka sudah sampai di ibu kota. Kota itu terlihat begitu ramai dan penuh warna, sangat berbeda dengan desanya.

Tak lama setelah itu, mereka akhirnya sampai di istana. Karena mereka hanya orang awam yang mengantarkan bahan pangan, maka mereka masuk ke istana lewat belakang.

"Aku harus bertemu dengan seseorang terlebih dahulu" Kata tuan Yoon setelah pekerjaan mereka selesai, "Kau bisa berjalan-jalan di sekitar sini. Nanti temui aku di pintu gerbang istana dalam 1 jam"

Wonwoo tersenyum lebar. Ia sangat senang karena mendapatkan kesempatan untuk melihat-lihat dulu. Ia sudah menghabiskan waktu 2 hari dalam perjalanan, ia tentu tidak akan bisa pulang begitu saja tanpa melihat-lihat ibu kota.

Wonwoo mengamati keadaan sekitarnya. Ibu kota benar-benar bagus, ia suka sekali disana. Ia pun berharap kalau suatu hari nanti ia bisa tinggal disana. Mungkin buku-bukunya juga akan terjual lebih banyak lagi kalau ia menerbitkannya di ibu kota. Dengan langkah kaki yang terasa begitu ringan, ia berjalan dan berjalan tanpa menyadari kalau ia telah sampai ke suatu tempat yang seharusnya tidak ia datangi.

Wonwoo pun baru menyadari kalau tempatnya sekarang itu terasa begitu berbeda. Kelopak bunga sakura yang akan gugur ketika ditiup angin itu sudah menghiasi sebuah taman yang terlihat begitu terurus.

Terurus?

Kenapa ada taman seperti ini di tengah ibu kota?

Wah, Wonwoo benar-benar suka kota ini.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Wonwoo membatu ketika mendengar suara tersebut. Ia pun memutar tubuhnya untuk melihat seorang lelaki berdiri tidak jauh darinya.

Tiba-tiba, angin bertiup begitu kencang ketika kedua mata mereka bertemu. Bunga-bunga sakura tersebut berdansa di udara, mengikuti arah keman angin berhembus. Suara kicauan burung-burung di udara pun seperti sebuah lagu, mereka seperti sedang merayakan sesuatu.

Keduanya hanya dapat saling memandangi satu sama lain, entah apa yang terjadi tapi seperti ada sebuah tarikan yang begitu kuat sehingga keduanya tidak bisa membuang pandangan mereka.

Hingga tiba-tiba, Wonwoo kehilangan kesadarannya.

.

.

.

.

.

Tertarik ngga?

Lanjut ngga nih?

Reviewnya yah, jadi aku tahu gimana menurut kalian tentang ff ini.

Okay then, see you3