Cygnus merindukan fanfic Vkook Alestie, favorit Cygnus. Kemana engkau wahai author kerenku? Aku sampai harus bikin ff sendiri tapi hasilnya tetap kurang memuaskan : ((

I miss you! Really!

.

.

BTS belongs to themselves

.

.

.

Hold Me Tight

(Cause I want to live in the same world with you)


"Kau mau membantuku, Jungkook-ssi?"

"Aku tidak bisa. Joesonghamnida."


Taehyung dan Mingyu kembali bersamaan. Mesin penjual minuman macet cukup lama dan mereka menghabiskan waktu untuk menendang mesin minuman tersebut sampai seorang petugas datang memarahi mereka dan menyarankan mereka untuk menggunakan mesin penjual minuman lain di ruangan lain.

"Taehyung-ah!" Soo young yang tadinya duduk langsung melompat dan menghampiri Taehyung dan Mingyu.

"Dimana Jungkook?" tanya Taehyung reflek saat mendapat Soo young sendirian. Mingyu langsung mengecek handpone-nya.

"Jungkook pulang. Eomma-nya menelepon dan dia meninggalkan aku sendiri," Soo young mencebik dan mengalungkan tangannya ke lengan Taehyung.

Taehyung melepas pegangan Soo young dan mencengkeram lengan Soo young. Taehyung menjilat bibir bawahnya yang terlalu kering saat ini, "K-kapan- ah tidak- apa dia baru saja pergi?"

"Hm, beberapa menit yang lalu," Soo young mengangguk dengan raut wajah polos.

Taehyung menutup matanya sembari mendesah kecil, ia mengalihkan pandangan pada adiknya yang sepertinya sedang mencoba menelepon seseorang.

"Gyu, aku titip Joy padamu. Antarkan dia pulang!"

"Eh? Tapi aku mau menyusul J-"

"Kubilang antarkan dia pulang. Aku pergi," Taehyung berlari menuju pintu keluar. Mantel coklatnya berkibar seiring dengan langkahnya yang tergesa.

"Dia kelihatannya sangat menyukai Jungkook," kata Soo young dengan ekspresi wajah sedih. Ia memainkan ujung sweater-nya, "Taehyung tidak pernah sekhawatir itu padaku."

"Aku sudah bilang pada Noona kalau mereka saling menyukai kan?" Mingyu memasukkan hanphone-nya ke dalam saku setelah ia gunakan untuk pura-pura menelepon.

"Kau juga menyukai Jungkook kan?"

"Ne. Tapi apa boleh buat, Jungkook sudah menentukan kepada siapa hatinya ia serahkan. Dia itu kelinci kecil Kim Taehyung," Mingyu tertawa, namun sepersekian detik kemudian ia menunduk dan menghela nafas. Ia mengingat Taehyung dan Jungkook yang berciuman di depan rumah Jin dan saling mengucapkan kata cinta.

"Dan kau menyerah begitu saja?"

Mingyu mengambil nafas, "Meskipun aku tidak ingin kalah tapi aku tidak mau membuat Jungkook terpaksa menerimaku."

"God! Aku tersentuh, kau tahu," Soo young memukul lengan Mingyu.

"Bagaimana denganmu, Noona?"

"Aku sudah tahu Taehyung tidak menyukai dari awal. Kami berpacaran, tapi setiap hari Minggu dia selalu berusaha pergi ke suatu tempat yang tidak aku ketahui. Aku tidak terlalu bodoh kok, aku menyuruh orang untuk mengikuti Taehyung," Soo young mengambil kopi yang sebenarnya di beli untuk Jungkook dari tangan Minggu, gadis itu meringis karena tangan perih, tutup kalengnya rapat sekali,

"Orangku bilang kalau dia pergi ke sebuah rumah besar untuk bertemu seorang anak laki-laki. Dia menemui Jungkook, itulah pertama kalinya aku melihat Jungkook meskipun tidak secara langsung. Aku tahu Taehyung tidak menyukaiku, aku menunggunya mengatakan yang sesungguhnya. Aku pikir kalau aku pergi ke Amerika dia akan memutuskanku, setidaknya dia akan punya alasan untuk putus. Tapi dia tidak melakukannya, Kim Taehyung pabo!"

Mingyu tertawa kecil lalu ikut membuka kopinya dan bersandar pada tembok, "Kakakku memang pengecut. Aku malu jadi adiknya."

"Meskipun begitu, Taehyung adalah cinta pertamaku. Aku beruntung bertemu dengannya. Dia menghiburku dan membuatku menemukan keberanianku kembali. Sampaikan terima kasihku pada kakakmu yang pengecut itu ya," Soo young merogoh sakunya saat merasakan getaran yang bersumber dari telepon pintarnya.

"Malas. Sampaikan saja sendiri. Aku capek. Berakting ternyata menguras tenaga. Merencanakan kencan ganda palsu ini juga melelahkan."

"Aku takut tidak sempat mengatakannya, aku akan kembali ke Amerika besok."

"A-apa? Kenapa buru-buru sekali? Kau baik-baik saja kan? Apa sakitmu tambah parah?"

"Tidak. Appa dan aku pulang untuk melengkapi berkas-berkas agar bisa menetap permanen di Amerika. Dan aku kemari untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Taehyung. Aku berniat untuk putus, tapi bermain-main dulu kedengarannya mengasyikan," mata Soo young menyipit karena tersenyum, "Ah sebentar, si bodoh ini menelepon terus sejak tadi."

"Siapa?" Mingyu melongok mencoba membaca nama seseorang di layar ponsel Soo young.

"Temanku. Hello?! Yook Sungjae?"


Taehyung memutar setirnya dengan cepat, seperti seorang pembalap yang akan menikung di jalan pegunungan. Ia pernah melakukan ini, balapan di Gwangju bersama Jung Hoseok menggunakan mobil sepupunya, Kim Namjoon. Taehyung menabrak pembatas jalan yang mengakibatkan mobil dan SIM Namjoon disita kepolisian. Tapi, kini ceritanya beda. Taehyung mengejar seseorang dan ia tidak tahu dimana orang itu berada.

Uap menguar dari mulut Taehyung setiap pemuda tampan itu melongokkan kepala keluar mobil untuk mengecek apakah orang yang ia temui di jalan adalah Jungkook atau bukan.

"Shit! Dimana anak itu?" Taehyung mengumpat, sebelah tangannya berusaha memasang earphone tanpa kabel ke telinganya lalu menekan layar handphone-nya dengan tidak sabar.

Taehyung berniat menjelaskan segalanya kepada Jungkook. Segalanya. Ia siap menerima kemarahan Jungkook tapi ia tidak akan membiarkan Jungkook semakin salah paham dan menjauhinya. Taehyung merasa cukup bodoh karena mau saja datang ke kencan ganda usulan Soo young. Ia harusnya bisa menduga siapa orang yang akan diajak Soo young untuk kencan ganda. Pasti Mingyu karena Soo young tidak punya banyak teman.

"Dia tidak mengangkat telepo-" Taehyung membanting setir ke arah kanan sampai-sampai roda mobil depannya sedikit naik ke trotoar.

"Jeon Jungkook!" Taehyung buru-buru keluar dari dalam mobil dan menghampiri Jungkook yang berjalan sambil memeluk dirinya sendiri. Sarung tangan biru Taehyung sudah terpasang di tangan Jungkook.

"Hyung?! Kenapa di sini?" Taehyung bisa mengatakan jika Jungkook benar-benar kedinginan. Poni pemuda yang lebih muda dari Taehyung itu menggelepar lemas di dahinya, sedikit basah karena terkena udara lembab.

"Kenapa di sini katamu? Kau! Kenapa kau pergi begitu saja? Kau suka sekali menghilang belakangan ini!" Taehyung menarik kerah jaket Jungkook, mendekatkan namja yang 2 tahun lebih muda darinya itu ke tubuh Taehyung.

"Eomma menelepon," jawab Jungkook. Suaranya bergetar aneh, ia hendak menangis karena Taehyung menarik kerahnya dan melotot seperti orang kesetanan.

"Lalu kenapa berjalan seperti ini? Kenapa tidak menelepon taksi? Rumahmu itu jauh, Jungkook-ah," Taehyung melepaskan cengkeramannya dan mendorong pelan tubuh Jungkook.

"Aku sedang berhemat, l-lagipula aku suka berjalan kaki kok," Jungkook tertawa kecil, membusungkan dadanya, "Kau kan tahu aku suka olahraga."

Bibir Taehyung turun, ia sedih melihat Jungkook seperti ini, "Udara sangat dingin, Jungkook-ah. Jangan seperti ini. Kau lebih suka berjalan di tengah udara dingin daripada meminta tolong padaku? Kau sedang berhemat? Datang padaku dan aku akan memberikan apapun padamu. Tidak perlu bayar. Yang harus kau lakukan adalah datang padaku. Jebal!"

Jungkook pura-pura menggosok hidungnya untuk mengusap air mata di sudut matanya,

"Aku tidak bisa selamanya bergantung padamu. Hyung sudah menjagaku sejak kecil. Aku tidak bisa menggantungkan diri pada orang yang juga harus menjaga orang lain. Aku tidak mau merepotkan."

Taehyung membuka kancing mantelnya. Ia menarik Jungkook ke dalam pelukannya dan menyelimuti mereka berdua. Beberapa orang yang kebetulan lewat menonton mereka berdua tapi Taehyung sudah tidak peduli.

"Maafkan aku. Seharusnya aku jujur padamu. Aku bersalah. Aku tidak memberitahumu soal hubunganku dan Joy."

"Kau tidak bersalah, Hyung. Kau bisa pacaran dengan siapa saja-"

"Apa maksudmu? Tentu saja aku bersalah. Aku membohongi diriku sendiri dengan berpacaran dengan Joy. Aku akan bicara padanya dan menjelaskan bagaimana perasaanku yang sesungguhnya. K-kita bisa memulai semua dari awal lagi- tidak-tidak, kita bisa memulai lembaran yang baru," Taehyung mengeratkan pelukannya.

"Jangan menyakitinya, Hyung. Dia sangat menyukaimu," Jungkook menatap Taehyung. Nafasnya yang panas menerpa wajah Taehyung membuat Taehyung terbuai.

"Aku menyakitimu karena kebohonganku, aku tidak akan membuat Joy lebih sakit hati."

Wajah Jungkook merah, ia meletakkan kepalanya di bahu Taehyung, merasakan usapan tangan besar Taehyung di sisi kepalanya. Rasanya hangat. Ia ingin egois untuk memiliki Taehyung untuk dirinya sendiri. Jungkook ingin Taehyung membelai kepalanya seperti ini untuk seterusnya. Ia juga ingin bisa bersandar ke bahu Taehyung selama yang Jungkook mau.

"Lalu kau? Kau tidak menginginkanku, Kook?"

Jungkook mengangkat kepalanya dan menatap mata coklat Taehyung yang sedikit berair. Taehyung tiba-tiba mengusap sudut mata Jungkook dan membelai pipi gembil Jungkook.

"Aku selalu ingin berlari padamu, Hyung. Memelukmu. Aku juga ingin tinggal di dunia yang sama denganmu agar aku bisa mencintamu tanpa keraguan."

Tangis Jungkook sudah tak terbendung, mulutnya membuka menutup seperti ingin menambahkan kata tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya. Ia berusaha menutupi wajahnya, ia menundukkan kepala lagi

"Hei," Taehyung mencium kening Jungkook, "Peluk aku sesukamu," Taehyung menekan punggung Jungkook agar tubuh mereka semakin menempel, "Cintaiku aku sesukamu," bibir Taehyung turun ke pipi lalu ke sudut bibir Jungkook, "Buat aku jadi milikmu. Jika kau tidak melakukannya,aku yang akan membuatmu menjadi milikku."

.

.

.

Taehyung dan Jungkook kembali ke tempat permainan arkade. Mingyu dan Soo young belum pulang. Saat Taehyung dan Jungkook tiba, Mingyu dan Soo young sedang duduk di bangku kecil. Soo young menyambut Taehyung, ia berpura-pura terkejut karena Taehyung dan Jungkook berpegangan tangan. Kelihatannya erat sekali sampai buku-buku jari Taehyung memerah.

"Jungkook-ie, kau kembali? Eomma-mu bagaimana?" tanya Soo young.

Jungkook merona, ia malu mengingat kebohongan tentang telepon ibunya.

"Joy, aku dan Jungkook ingin bicara," sahut Taehyung. Ia memandang Jungkook yang tiba-tiba berkeringat.

"Bicaralah. Ada apa?" Soo young tersenyum.

"Aku ingin kita putus. Maafkan aku, tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku dan Jungkook-ie lebih lama lagi. Aku menyukai orang lain, aku menyukai Jungkook. Harap mengerti," Taehyung membungkuk sedikit.

Soo young tidak berkata apapun. Gadis itu langsung menampar pipi Taehyung. Taehyung tidak bereaksi.

"Soo young-ssi," Jungkook berusaha menghentikan Soo young yang kelihatannya akan menampar pipi Taehyung yang lain.

"Biarkan saja, Jungkook-ie. Aku pantas mendapatkannya."

Soo young menampar pipi Taehyung sekali lagi.

Rasa panas menjalar ke seluruh wajah Taehyung. Soo young benar-benar menamparnya dengan keras.

"Tamparan yang ini untuk Jungkook. Kau sudah menyakiti perasaan anak manis ini," Soo young menepuk kepala Jungkook yang notabennya lebih tinggi darinya, "Sudah kuwakili. Karena aku tahu dia pasti tidak mau menamparmu," Soo young tersenyum kecil.

"Nah, Kim Taehyung. Aku menerima keputusanmu. Mulai sekarang kita putus sebagai sepasang kekasih. Mari berteman saja, oke?" Soo young mengulurkan tangan untuk salaman.

Taehyung mengangkat wajanya dan menatap Soo young dengan tatapan tidak percaya.

"Kenapa kau menatapku seperti itu? Meskipun kau tampan kalau kau menatapku seperti itu, tetap saja seram."

"Kau tidak marah?"

"Marah."

"Pukul aku kalau begitu," Taehyung mengenggam tangan Soo young untuk diarahkan ke pipinya.

Soo young menggeleng lalu menarik tangannya, "Maaf ya, aku tidak punya kebiasaan untuk mempermalukan seseorang di depan pacarnya."

Gadis itu selanjutnya memeluk Jungkook dan mencium pipi gembil Jungkook. Soo young menatap Jungkook yang menurutnya mempunyai wajah tampan namun begitu polos disaat yang sama, "Jungkook-ssi, tolong jaga Taehyung untukku. Ne? Aku tahu kau akan menjaganya meskipun aku tidak memintamu, aku hanya berusaha membuat momen ini mengharukan," Soo young tertawa diikuti Mingyu dan Taehyung, "Aku sudah lama ingin melakukan ini. Menampar pacar ketika putus cinta lalu menasehati pacar barunya. Ini seperti cerita di drama pagi yang kutonton dulu."

Jungkook tertawa. Ia mengangguk lembut. Jungkook tidak tahu kalau Soo young sebaik ini.

"Aigo, imutnya. Kau begitu penurut, aku takut si pabo ini akan memanfaatkanmu nanti. Oh, mobil jemputanku kelihatannya sudah datang. Ini kencan yang menyenangkan meskipun sedikit kacau. Kalau ada kesempatan, ayo kita double date lagi. Aku pulang ya, bye!"

Soo young berbalik. Ia pura-pura membenahi kerah bajunya sementara yang ia lakukan adalah mengusap air matanya. Namun tak berapa lama ia tersenyum, menurutnya ia melakukan hal yang benar.

Sementara itu, Taehyung mengamit lengan Jungkook sembari menatap Mingyu yang bingung dengan tingkah kakaknya sendiri.

"Mulai sekarang Jungkook-ie adalah pacarku. Kau dengar itu kan? Pacar! Namjachingu! Kami ada hubungan," kata Taehyung penuh penekanan. Jungkook yang ada di sebelahnya mencubit lengan Taehyung agar tidak melakukan hal yang memalukan,

"Persaingan kita selesai."

"Setidaknya dia belum jadi istrimu kan? Aku masih bisa mengambilnya kapan saja," balas Mingyu tak kalah pedas.

"Ya! Bocah ini!" Taehyung melotot dan menendang kaki Mingyu, "Jungkook-ah, ayo kita pulang!"

"Mingyu bagaimana?" kata Jungkook ketika Taehyung menariknya.

"Adikku yang menyebalkan itu punya sopir, Jungkook-ah. Dia punya handpone dan di negara ini kau bisa memesan taksi lewat handphone selama kau punya uang. Kalau dia tidak bawa uang, dia masih bisa jalan kaki," Taehyung nyengir.

Mingyu yang mendengar ocehan kakaknya berusaha menendang balik kaki kakaknya itu. Sayangnya, Taehyung berhasil menghindar dan berlari menyeret Jungkook. Untuk sesaat Mingyu sedih karena Jungkook akhirnya memilih kakaknya namun di sisi lain ia bahagia karena ikut andil dalam memberikan Jungkook kebahagiaan. Rencananya dengan Soo young biar saja menjadi rahasianya dan gadis yang akan menetap di Amerika itu.


"Jadi, kenapa kau senyum-senyum?" Jin mengambil daging ikan makarel di depannya sembari memperhatikan Jungkook yang raut wajahnya luar biasa cerah pagi ini. Jin dan Jungkook sarapan di paviliun. Sementara itu, Nyonya Jeon berada di rumah utama untuk membantu ibu Jin, Nyonya Kim, mencoba resep kue baru.

"Ha? Tidak-tidak ada apa-apa," jawab Jungkook gugup. Kakinya tidak bisa diam, ia benar-benar sedang dalam mode gelisah.

"Kau menyembunyikan sesuatu dariku," Jin melahap sesendok nasi namun matanya masih tidak beralih dari Jungkook.

Pagi ini, aura Jungkook sedikit berbeda. Jin bisa merasakan kalau dongsaeng-nya itu sedang dalam keadaan bahagia.

"Ah, aku tahu, dua hari yang lalu kau habis kencan dengan Kim Mingyu. Aku benar kan?" Jin berdiri, nasi di mulutnya masih penuh.

"Bukan begitu," Jungkook merona."

"Lalu?"

"Aku berpacaran dengan Tae-hyung," Jungkook tersenyum tipis lalu melahap sesendok nasi. Rambut coklatnya yang mirip batok kelapa mengembang lucu.

Jin menyemburkan sebagian nasi di dalam mulutnya, "MWO? MWOYA? Demi koleksi boneka kakao friends Namjoon, kapan itu terjadi? Kenapa kau pacaran dengan alien itu, Kook-ie?"

"Dua hari yang lalu. Memangnya kenapa aku tidak boleh pacaran dengan Tae-hyung?" tanya Jungkook polos. Obrolan dramatis antara dirinya dan Jin sudah sering terjadi. Jadi, Jungkook tidak terlalu terkejut dengan semburan nasi dan teriakan Jin.

"Kenapa? Taehyung itu aneh, kurang ajar, ceroboh. Aku tidak bisa menyerahkanmu padanya, aku sudah bersumpah."

"Namjoon-hyung juga aneh, kadang kurang ajar, dia malah lebih ceroboh dari Taehyungie-hyung. Dia merusak pintu kulkasmu beberapa bulan lalu," Jungkook menyendok nasi lagi dan menambahkan ikan makarel lagi ke dalam mangkuknya.

"Kenapa kau malah membahas Namjoon?"

"Hyung menyukainya."

"Ya! Aku tidak mungkin pacaran dengan orang yang ceroboh, bercita-cita menjadi pengecek mikrofon, suka mendengkur dan suka merusak barang orang lain itu. Aku tidak menyukainya!" Jin sampai terengah-engah karena mengucapkan itu dengan cepat.

"Hyung menyukainya," Jungkook memasang ekspresi aneh, "Aku tahu kalian ciuman di dapur Jumat lalu. Itu yang namanya tidak suka?"

Jin terlihat akan membantah namun mulutnya mengatup lagi,

"Hyung boleh pacaran dengan Namjoon-hyung, kenapa aku tidak boleh pacaran dengan Tae-hyung?"

Sial. Jin mati kutu. Ia tidak menyangka jika akan terpergok oleh Jungkook. Pemuda itu sekarang sangat ingin menghajar Namjoon yang sembarangan menciumnya.

"K-Kau melihatnya?"

"Eung."

"Jangan beritahu ayah dan ibuku."

Jungkook mendengus lucu.

Jin terbiasa mengutuk Namjoon di depan orang tuanya, mengatakan kecerobohan-kecerobohan Namjoon. Jika mereka tahu bahwa anak mereka berpacaran dengan orang yang selalu ia jelek-jelekkan, harga diri Jin akan jatuh dan ia akan malu. Orang tuanya akan menertawakannya berhari-hari. Padahal, Tuan dan Nyonya Kim sebenarnya tidak keberatan jika Jin menjalin hubungan dengan Namjoon karena hubungan kedua keluarga itu pun terjalin sangat baik.

"Aye, captain. Hyung mengizinku pacaran dengan Tae-hyung?"

Jin mengangguk lemas sambil menggigit ikan makarel yang entah kenapa jadi sedikit alot.

"Yay!" seru Jungkook. Ia tersenyum senang sambil mengunyah ikan makarelnya persis seperti Jeon Jungkook kecil yang selalu Jin lindungi.

Tiba-tiba, Nyonya Jeon muncul dari balik pintu, ia tersenyum sembari mengelap tangan ke celemeknya, "Jungkook-ah, Taehyung-ie datang menjemputmu. Dia menunggu di depan gerbang. Tuan Muda, anda sudah selesai sarapan? Aku dan ibu Tuan Muda membuat kue mangkuk, Tuan muda mau beberapa?"

"Aku kenyang, beri aku tiga kue saja," Jin mengusap perutnya.

"Hyung sama sekali tidak kenyang," kata Jungkook sembari menyambar tas sekolahnya, "Eomma, aku berangkat!"

"N-ne, Jungkook-ah. Belajar yang benar," Nyonya Jeon membelai pipi Jungkook sebelum memberikan jalan pada anak semata wayangnya itu.

"Semakin hari, Jungkook-ie semakin tidak mau mendengarkanku," Jin meminum segelas air, "Terima kasih untuk makanannya," pemuda itu bangkit dari duduknya.

"A-anak itu memang sedikit bandel. Maafkan dia, Tuan Muda. A-apa dia membuat masalah yang merepotkan Tuan Muda?"

"Dia baru saja membuatku melanggar sumpahku."

"Ya Tuhan! Sumpah?" Nyonya Jeon menutup mulutnya.

"Aku hanya bercanda. Mana kuenya? Apa ada rasa daging? Pacarku suka daging."


"Kiri, Hyung! Belok Kiri! Ya! Awas ada mobil lain! Tolong perhatikan jalannya. Hyung!"

Jungkook mengubur wajah di balik tas ranselnya karena Taehyung sepertinya hendak membawanya mati dengan cara menabrakan mobil pada mobil lain. Pemuda yang kini berstatus sebagai pacarnya itu mengemudi sembarangan. Menerabas gerombolan daun mapel yang tergeletak tak beratutan di jalan raya.

Taehyung mengemudi dengan kecepatan yang tidak bisa dibilang pelan sambil memandangi wajah Jungkook lama-lama lalu ia akan kembali memperhatikan jalan lagi karena Jungkook berteriak histeris karena Taehyung nyaris menabrak kendaraan lain.

"Sudah. Sudah. Aku turun di sini saja, sekolahku sudah dekat. Tepikan mobilnya!" Teriak Jungkook sambil mengguncang hoodie abu-abu yang terlapisi jaket kulit Taehyung. Ia juga hendak melepas sabuk keselamatannya.

Jungkook tidak meragukan skill menyetir Taehyung pasalnya pemuda itu tahu jika Taehyung sudah mulai menyetir bahkan ketika usianya belum cukup untuk mendapat izin mengemudi. Taehyung juga menjadi pembalap ilegal dan sering beraksi di daerah Gwangju sewaktu SMA. Jungkook pernah diajak sekali ke sana saat usianya masih 14 tahun dan ia berjanji untuk tidak datang lagi. Ia tidak sanggup melihat Taehyung memelintir kemudi dengan cepat, membelok tajam dan bersorak seperti orang gila saat mencapai garis finish. Beruntungnya, belakangan ini, Taehyung tidak terlalu aktif ikut balapan liar karena ancaman dari Kim Namjoon, Tuan Kim dan tentu saja Jungkook.

Tapi Jungkook tentu akan protes ketika seseorang mengantarkannya sekolah menyetir dengan sangat tidak hati-hati. Sarapan ikan makarelnya terasa terombang-ambing diperutnya, bergerak ke kanan ke kiri, maju mundur tak keruan karena perut Jungkook teraduk sempurna seperti mesin pengaduk semen. Bahkan jantungnya serasa melompat naik ke mulutnya.

"Aku bilang menepi!" Jungkook membentak Taehyung dan Taehyung seketika menepikan mobilnya.

"Kau kenapa sih, Kook?"

Jungkook memelototi Taehyung. Jika perutnya tidak sakit, ia pasti akan meninju rahang Taehyung sekarang juga. Ia tidak peduli kalau pun muka tampan Taehyung akan dihiasi memar.

"Kau sedang mengantar anak SMA ke sekolah, Hyung, bukan balapan liar. Kau mau kita berdua celaka? Aduh, perutku-" Jungkook merasa mual. Tangan Jungkook gemetaran merayap sepanjang pintu berusaha menarik handle pintu mobil.

"Ya ampun, Kook, kau sakit? Apa yang terjadi? R-rahimmu? Apa karena rahimmu?"

"Pabo," Jungkook mendorong kepala Taehyung saat Taehyung memajukan wajahnya ke perut Jungkook, "Aku kekenyangan dan Hyung mengebut seperti mengejar penjahat. Aku mual," Jungkook menggigit kukunya tatkala Taehyung meletakkan tangannya yang besar ke perut Jungkook dan mengusapnya perlahan.

"Apa mengusap perut bisa mengurangi rasa mual?"

Jungkook dan Taehyung saling bertatapan. Sepasang obsidian dan hazel saling bertemu, menyapa dalam kebisuan, mengikat satu sama lain dengan belitan gaib.

Taehyung menarik sudut bibirnya, "Aku bisa mengusapnya selama mungkin."

Rasa panas menyebar ke seluruh wajah Jungkook. Ia tidak tahu wajahnya sudah semerah apa tapi melihat senyum Taehyung yang semakin lebar, Jungkook bisa memperkirakan bahwa wajahnya sedang mempermalukan dirinya.

"Kau membuatku gemas, Jungkook-ie. Sungguh. Aku tahu kau ingin memegang tangan sejak tadi. Lirikanmu itu membuatku gila, Jeon Jungkook. Aku juga tidak bisa mengalihkan pandanganku darimu dan aku mengebut untuk membuatmu meloncat ketakutan kepadaku, memegang tanganku, seperti ini. " Taehyung menautkan jemarinya dengan jemari Jungkook lalu membawa punggung tangan Jungkook ke bibirnya.

"Tapi kau bisa ditilang, Hyung."

"Maka dari itu aku mengambil jalan memutar yang tidak ada CCTV-nya," Taehyung tersenyum lebar seakan telah mengemukakan teori baru kepada dosen di kampusnya.

"Kita berdua bisa mati," Jungkook mendesis.

"Aku tidak keberatan."

"Kau gila."

Jungkook menyentak tangan Taehyung dan meraih tas ranselnya yang ada di kursi belakang. Tas itu sudah jatuh ke lantai mobil bersama beberapa kotak dengan gambar biji-bijian.

"Terima kasih untuk tumpangannya, Taehyung-ssi. Lain kali jika kau ingin balapan di tengah kota, jangan pernah mengajakku," Jungkook hendak menutup pintu mobil Taehyung sebelum si empunya menyelipkan jari-jari panjangnya di sela-sela pintu.

Jungkook segera menahan pintu mobil yang tadinya hendak ia banting karena Taehyug menyelipkan jarinya. Hampir saja.

"Apa itu cara memanggil kekasihmu? Dan kau mau pergi begitu saja? Sejak kapan kau berubah menjadi tidak sopan seperti ini, Jungkook-ah?"

Mengesalkan. Sekali mengesalkan tetap saja mengesalkan. Jungkook sudah mengkhawatirkannya tapi Taehyung selalu membuat Jungkook ingin meninjunya setelahnya lalu khawatir lagi lalu keinginan untuk meninju itu semakin besar. Lucu sekali. Lucu yang aneh.

Jungkook memegangi tali bahu tas ranselnya sambil memandangi Taehyung dari tepi pintu mobil,

"Hyung mau aku panggil bagaimana?"

Taehyung melambai pelan menyuruh Jungkook untuk masuk kembali. Taehyung terus melambai sampai Jungkook kembali memasukkan sebagian tubuhnya ke dalam mobil, sebatas kepala dan tubuh bagian atasnya saja. Sedangkan Taehyung juga mencondongkan tubuhnya sampai bibirnya berada tepat di samping Jungkook,

"Daddy."

Jungkook terkesiap, mata doenya melebar. Ia reflek menegakkan tubuhnya sehingga puncak kepalanya membentur langit-langit mobil. Taehyung sempat terbahak beberapa saat sebelum akhirnya ikut mengelus kepala Jungkook, mencium benjolan di kepala Jungkook dan yang terakhir memberi kecupan di pipi Jungkook.

"Belajar yang giat. Jika aku sempat aku akan menjemputmu nanti," Taehyung menutup pintu mobilnya lalu melambaikan tangan pada kekasih kecilnya yang berdiri di trotoar, masih mengusap puncak kepalanya.

"Telepon rumah sakit dan aku kalau benjolan di kepalamu tidak juga sembuh. Dan jangan tergoda oleh namja lain. Kau sudah punya aku."

"Iya."

"Iya apa?"

"Iya saja."

Taehyung menggeleng kecil lalu mendecakkan lidah prihatin,

"Yes, Dadd-"

Pemuda berambut coklat itu memacu mobilnya ketika Jungkook sudah siap melempar ranselnya ke arah Taehyung. Dari spion mobil Taehyung melihat Jungkook yang tertawa lalu menutup wajahnya sendiri. Taehyung bahagia. Ia ingin seperti ini selamanya. Bersama Jungkook, kelinci kecilnya.

.

.

.

.

To be continued…..

.

.

.

God save me!Cygnus ngrasa ini cheesy banget. Aku gak bisa bikin adegan romantis yang bisa bikin gemay. Maafkan. Ini niatnya Cuma mau cepet update aja mumpung ada ide. Eh taunya gini.

Mohon dimaklumi.

Taehyung juga kelihatan laknat banget hahaha, setiap aku nulis bagian dia terngiang-ngiang lagu lelaki kardus wkwkwk. Jadi pengen nyanyi deh : ))

Well, mungkin fanfic ini juga akan cepet selesai karena aku niatnya mau bikin fanfic yang ringan-ringan aja. Ga berat, soalnya idup gue udah berat :'))

Thanks buat apresiasi kalian. Aku ga berharap banyak kok, namanya juga amatiran, udah ada yang baca aja syukur. Menyenangkan vkook shipper.

Jangan sungkan untuk PM. Pasti dibales

Finally, see ya!