27 November, 1976.

'IBM announces the new 5100 portable computer. One of the world's first portable computers. The future is here.'

Baekhyun mendengarkan lamat-lamat suara penyiar radio yang terus memenuhi keheningan di dalam mobil Ford Mustang II milik suaminya, salah satu mobil yang sulit didapatkan di tengah krisis ekonomi global saat ini.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, salju mulai turun. Suara penyiar radio masih berputar di sana, membicarakan peluncuran komputer portable paling canggih yang bisa menembus dimensi waktu, beberapa di antaranya membicarakan atlet pesepakbola Kevin Keegan dengan performanya yang menakjubkan dalam tim Liverpool.

'It's a period of civil war in the galaxy. Underground freedom fighters are challenging the might of the oppressive galatic empire it is the time of Star Wars!'

Lagu tema film Star Wars berputar dengan kencang, film dengan tema perang antar galaksi itu menjadi salah satu film paling fenomenal pada abad ini. Baekhyun menarik napasnya dengan panjang, dia menenggelamkan tubuhnya di balik mantel panjang rajutan milik Chanel.

Pria di samping yang menjadi suaminya, terlihat tidak mempedulikan kehadirannya. Hingga mobil itu berhenti di pelataran rumah yang berada di wilayah Jamsil. Baekhyun membuka pintu mobil itu dan berdiri di sana, menunggu suaminya untuk turun dari mobil mereka.

"Aku akan mengirimkan surat pengesahan perceraian kita, dan setelah itu—kita bisa membicarakan apa yang akan kita lakukan. Kau bisa memiliki semua yang kau inginkan. Rumah, mobil, aset, dan deposito akan berada di bawah namamu." Pria itu menatap Baekhyun dengan tidak berminat, satu angka saham telah berhasil berkembang dengan pesat—sehingga pernikahan ini tidak lagi memiliki fungsinya lagi.

Mereka bukanlah dua manusia yang dihadapkan dengan banyak pilihan, ketika Baekhyun pertama mengenalnya—pria itu datang dengan sebuah pilihan, pilihan yang terdengar jauh lebih sederhana dari apa yang dia miliki sekarang.

'Aku membutuhkanmu, menikahlah denganku.'

Ketika pria itu mengajukan pertanyaannya, Baekhyun bahkan baru mengenalnya selama tiga hari—di sebuah kapal pesiar yang mengantarkan mereka dari Liverpool menuju New York.

"Aku tidak membutuhkan semua itu—aku ingin mempertahankan pernikahan ini, aku tidak pernah menganggap pernikahan ini sebagai pernikahan saham. Aku benar-benar ingin memulai segalanya denganmu." Baekhyun merasakan napasnya sedikit tertahan, setelah dia berhasil mengungkapkan apa yang dia inginkan selama ini—setelah empat tahun menjalani pernikahan bersama pria ini.

Suaminya turun dari mobil, menatap Baekhyun dengan singkat.

"Jika kau benar-benar menginginkan pernikahan ini terus terjadi, kau tentu tidak seharusnya bermalam di rumah pria lain—ketika suamimu sedang bekerja dengan begitu keras untuk memenuhi apa yang kau butuhkan."

Pria itu berkata dengan suaranya yang sangat tenang, sehingga Baekhyun tidak yakin apakah suaminya terganggu atau tidak dengan fakta dia bermain dengan pria lain di belakangnya.

"Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan pria lain, dan jika kita membicarakan masalah ini—aku tahu kau memiliki puluhan wanita simpanan di luar sana. Tapi aku tidak pernah membahasnya, karena aku percaya bahwa kau akan kembali kepadaku."

Pria itu tertawa tidak percaya, dia berjalan mendekat ke arah Baekhyun sebelum menepuk pipi suaminya itu dengan senyuman mengejek.

"Kau munafik sekali, kau bahkan hanya menginginkanku karena aku bisa mendapatkan semua barang mahal yang kau inginkan. Orang sepertimu, tidak lebih dari sebuah perhiasan pria-pria kaya—bagiku kau tidak lebih dari wanita panggilan yang bisa ku dapatkan di jalanan."

Pria itu mengakhiri kata-katanya dengan sebuah kecupan singkat di ujung bibir Baekhyun.

"Pernahkah kau mencintaiku, Oh Sehun?"

Baru ketika pria itu akan membuka bibirnya, seorang pelayan berlari panik menatap mereka berdua dengan gugup.

"Tuan Oh dan Tuan Byun, maaf menganggu pembicaraan kalian. Tapi kami baru saja mendapatkan kabar bahwa, Ayah Tuan Byun mengalami kecelakaan pesawat—dan kini kehadiran anda dibutuhkan di pusat pengendalian darurat Incheon."

Baekhyun merasakan jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa saat di sana, dia mendorong tubuh Sehun menjauh darinya, sebelum berlari menuju mobil Ford Mustang yang masih menyala.

Dia menatap suaminya yang masih berdiri di sana, dengan tatapan lurusnya, pria itu bahkan tidak terlihat memiliki rasa simpati yang lebih kepada ayah mertuanya.

Baekhyun sudah berada di balik kemudi, suara radio tentang masa depan yang tengah menunggu semua orang terus bergema di dalam mobil itu.

"Selamat malam, Oh Sehun."

Bisiknya dengan tenang sebelum mobil itu melaju dan menghilang di tengah kegelapan malam, meninggalkan Sehun yang masih berdiri terdiam di sana.

.

.

.

"Aku akan segera berada di sana. Semuanya akan baik-baik saja. Ayah akan baik-baik saja." Baekhyun bahkan tidak mengerti apa yang sedang dia lakukan detik ini, memacu mobil milik suaminya dengan sangat kencang, dengan suara dirinya sendiri, memecah keheningan di sana—menembus gelapnya malam dan jalanan Jamsil yang mulai sepi.

Dia tahu bahwa kemungkinan Ayahnya selamat sangat kecil, kecelakaan pesawat merupakan salah satu penyebab kematian terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Dia menyesal memiliki hubungan yang buruk dengan Ayahnya.

Baekhyun menarik napasnya dengan panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Pernikahannya dengan Oh Sehun, juga akan segera berakhir.

Setelah ini, dia akan memulai lembaran baru—masa depan yang baru. Dengan semua pemberian dari Sehun, dia bisa bertahan hidup dan pergi ke Amerika. Baekhyun mengalihkan pandangannya ke arah jok belakang, ketika dia melihat sepasang pakaian dalam wanita yang tercecer di bawah jok. Wanita lain—suaminya baru saja menghabiskan waktu dengan wanita lain, sebelum bertemu dengannya.

Baekhyun mencengkram kemudinya dengan kencang, napasnya terasa sesak—memikirkan suaminya itu menyentuh wanita lain sebelum merengkuh tubuhnya membuatnya merasa benar-benar rendah.

Matanya kembali melirik pada jok belakang, sebelum dia merasakan sebuah sinar terang membuyarkan penglihatannya—dan bunyi benturan yang sangat keras serta pecahan kaca yang merobek lapisan kulitnya membuatnya tidak bisa bergerak.

Dia merasakan pandangannya mulai berpendar jauh, kepalanya terasa sangat sakit dengan aliran darah segar menutupi kelopak matanya—dia menyentuh serpihan kaca tajam yang menusuk lapisan kulitnya dan bersarang di rongga dadanya.

Sebelum semuanya berubah menjadi sangat gelap dan tenang, karena dia tidak bisa merasakan apa-apa lagi.

Baekhyun membuka matanya perlahan setelah dia merasakan cahaya putih yang sangat terang memaksanya untuk membuka mata.

Rasa sakit seketika menelusuri sekujur tubuhnya, dia menggerakan tangan kirinya yang sudah dipenuhi berbagai jarum infus.

Bunyi detak jantung dari mesin elektrokardiograf yang berada di sampingnya, berbunyi dengan nyaring diikuti derap langkah yang bergema di sana. Dia berusaha memutar apa yang terjadi, apa yang menimpanya, mengapa dia bisa berada di sini.

Lalu kilasan memori tentang pertengkarannya dengan suaminya, dan kecelakaan Ayahnya—juga sinar terang dari sebuah mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan.

Dia belum mati.

Dia masih hidup, dia masih bernapas—dan masih bisa merasakan detak jantungnya.

"Welcome back, Baekhyun-ah." Suara seorang pria mengembalikannya dari kilasan memorinya, pria itu tersenyum lega dengan satu tangan mengelus wajahnya dengan lembut.

"Jangan terlalu banyak bergerak, ada beberapa luka pasca operasi yang masih sensitif. Aku akan memanggil dokter." Pria asing itu kembali tersenyum, dan meninggalkannya di sana. Apakah Sehun telah membuangnya? Membuangnya dengan jauh sehingga sekarang dia bersama pria lain yang bahkan tidak pernah dikenalnya.

Apakah dia mengalami amnesia, dan kehilangan seluruh memorinya karena kecelakaan ini? Lantas, kenapa dia masih bisa mengingat Oh Sehun, Ayahnya, siapa dirinya, dan detik-detik sebelum dia mengalami kecelakaan.

Baekhyun merasakan sebuah selang masih berada di dalam mulutnya, sehingga dia sulit untuk berbicara atau menggerakkan tubuhnya. Kecelakaan itu pasti sangat parah, membuatnya tidak bisa menggerakkan tangannya dengan sempurna. Hingga, seorang dokter mulai mengarahkan senter kecil kearah matanya.

"There you go, penglihatannya sudah responsif—detak jantungnya normal, dan tidak ada pendarahan yang terjadi di otak Tuan Byun. Anda bisa memindahkan Tuan Byun ke ruang rawat inap, mungkin membutuhkan waktu sekitar beberapa hari, tapi progres Tuan Byun sangat cepat." Dokter itu tersenyum senang, dia memanggil beberapa perawat untuk membantu melepaskan alat bantu selang dari mulut Baekhyun.

"Kita akan pulang ke rumah, kau sudah cukup beristirahat. Kau tertidur dalam waktu yang sangat lama." Pria asing itu masih tersenyum hangat, dia mengelus rambut hitam Baekhyun dengan lembut.

"Kau tahu dengan semua yang sedang terjadi di pernikahan kita, aku ingin kita mencobanya semuanya lagi dari awal. Kau dan aku, sebuah keluarga, dan mungkin rencana untuk memiliki seorang anak—aku selalu menginginkan hal itu."

Baekhyun menatap pria asing itu dengan bingung, dia tidak memiliki ingatan apapun tentang pria ini. Dia bahkan tidak pernah bertemu dengannya, dia menatap keseliling ruangan intensive care itu dengan perlahan, beberapa benda aneh yang belum dilihatnya membuatnya semakin bingung.

Benda kecil yang digenggam oleh hampir setiap orang, layar besar, layar komputer yang telah berubah menjadi sangat tipis—dan—kalender digital yang menunjukan waktu dan tanggal.

"Tahun berapa ini?"

Baekhyun merasakan napasnya semakin berat ketika dia melihat suasana asing yang berada di sana, seakan dia telah melompat ke dimensi baru dimana dia tidak mengetahui apapun di sini. Dimensi masa depan.

Pria asing itu menatapnya dengan bingung, dia melihat Baekhyun menatap dirinya dan semua ini dengan tatapan kosong. Ekspresi wajahnya mulai terlihat gelisah, tangannya mulai mengepal dengan keras serta deru napasnya yang tidak beraturan.

Pria itu menatap Baekhyun untuk beberapa saat, sebelum berbisik di telinganya dengan suara rendah.

"27 November, tahun 2017."

Dimana hal itu membuat Baekhyun merasakan detak jantungnya berhenti untuk kesekian kalinya.

Dia telah berada di masa depan.

.

.

.

"Setelah menjalani pemeriksaan lab lebih jauh—kami menemukan adanya gumpalan darah yang menyumbat perkembangan saraf memorinya. Di mana hal itu menyebabkan Tuan Byun Baekhyun tidak bisa mengingat apapun, kami menyebutnya amnesia. Hal yang kerap terjadi ketika kepala mengalami benturan yang sangat keras."

Baekhyun menatap dokter itu dengan tidak percaya, sementara pria asing di sampingnya menundukkan wajahnya dengan putus asa.

"Aku tidak mengalami amnesia. Aku tahu siapa diriku, kapan aku lahir, di mana aku tinggal, siapa keluargaku—dan yang terpenting aku tidak melupakan apapun bahkan hingga detik-detik ketika aku mengalami kecelakaan."

Mendengar penjelasan Baekhyun, dokter itu menarik napasnya dengan panjang sebelum tersenyum menenangkan.

"Aku tahu bahwa dokter tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Aku Byun Baekhyun, aku lahir di Bucheon tanggal 6 Mei 1950. Rumahku berada di Jamsil, aku mengalami kecelakaan tidak jauh dari Incheon pada tanggal 27 November 1976—lalu kalian berkata kepadaku bahwa kini berada di tahun 2017?"

Pria asing yang mengaku sebagai suaminya itu menatapnya dengan penuh tanda tanya, lalu dokter itu kembali tersenyum.

"Itu hanya false memory; ingatan palsu yang terbuat dari hal-hal yang kau baca dan ingat sebelum kecelakaan. Hal ini cenderung terjadi, karena otak akan berusaha menghadirkan memori yang hilang dengan memori yang tidak pernah terjadi. Untuk memulihkannya, anda bisa melakukan terapi." Dokter itu memulaskan senyumannya, sebelum meninggalkan Baekhyun dan pria asing ini.

"Perlu ku katakan, bahwa false memory itu hampir membuatku terkecoh. Aku pikir kau adalah reinkarnasi dari seseorang—tentu saja seseorang yang memiliki nama yang sama denganmu."

Bahkan ketika mendengar pria asing itu mencoba mencairkan suasana, Baekhyun sudah merasa lebih sehat dan memikirkan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Apakah semua ingatannya itu benar-benar rekayasa memori, atau dia sedang terjebak di alur kehidupan orang lain.

Hingga saat itu tiba, dia akan mencoba menyesuaikan dirinya dalam bola masa depan.

...

"Park Chanyeol—Kau bisa memanggilku Chanyeol, atau Park—karena kau selalu memanggilku seperti itu." Pria bernama Chanyeol itu tersenyum canggung ketika memperkenalkan namanya pada Baekhyun; suaminya yang telah dikenalnya lebih dari sepuluh tahun.

Dia seperti sedang mengulang kembali ketika dia dan Baekhyun pertama kali bertemu. Hanya saja, Baekhyun yang berada di hadapannya sekarang, adalah seseorang dengan tatapan kosong dan ekspresi yang tidak mudah dibaca.

Baekhyun bangkit dari atas kursi rodanya, ketika Chanyeol membukakan pintu rumah yang besar itu untuknya. Baekhyun yang memaksa untuk cepat pulang dari rumah sakit, dia tidak memiliki waktu yang banyak untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di hidupnya.

"Ini rumahmu?"

"Rumah kita." Chanyeol menarik napasnya dengan gugup, Baekhyun yang berada di hadapannya sekarang terlihat seperti seseorang yang mengintimidasi hanya dengan kehadirannya di sana.

"Kau yang mendesain semuanya, Baekhyun, kau menghabiskan waktu yang banyak untuk rumah ini. Kau bilang, kau membangun sebuah impian bukan hanya sekedar rumah."

Baekhyun menolehkan wajahnya ke arah Chanyeol, menatap pria asing yang entah bagaimana telah menjadi suaminya selama beberapa saat. Dia menghabiskan seluruh waktu di hidupnya, untuk mempertahankan semua yang dia inginkan, Oh Sehun dan keluarganya.

Namun sekarang, dia menatap seseorang pria yang bahkan tidak pernah ditemuinya, apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia berpura-pura dan menjalani kehidupan ini, atau berjuang dan kembali mencari masa lalunya.

Untuk saat ini, mungkin dia akan melakukan kedua hal tersebut.

...

"Apa Baekhyun baik-baik saja? Setelah mendengar kabar dia kehilangan ingatannya, aku pikir kau akan menjalani hidup yang lebih mudah. Kau tahu—Baekhyun terlahir menjadi seseorang yang baru, dan kau bisa melakukan apapun dengan semua itu."

Kim Jongin menatap sahabatnya itu yang masih tenggelam di dalam pikirannya. Pernikahan sahabatnya dengan Baekhyun cukup sulit, beberapa di antaranya disebabkan oleh orang ketiga.

Jadi ketika Jongin mendengar bahwa Baekhyun mengalami amnesia, dia merasa bersyukur karena Chanyeol bisa mempertahankan pernikahan mereka dan memulai semuanya dari awal.

"Aku tidak tahu bahwa Baekhyun datang dengan ingatan palsu dari tahun 70an—dan dia memiliki suami lain di ingatan palsunya. Orang seperti Baekhyun, memang jenis orang yang tidak akan pernah berhenti mengintimidasimu walaupun tengah dilanda amnesia."

Jika orang lain yang berkata seperti itu, mungkin Chanyeol akan merasa tersinggung. Namun, ketika Jongin yang mengatakannya, dia tahu bahwa Jongin tidak bermaksud buruk.

"Dia seperti datang dari masa lalu. Dia tidak tahu apa itu ponsel, dia terkejut ketika menemukan bahwa komputer telah berkembang dengan pesat, dia tidak tahu bagaimana cara menyalakan tv—satu-satunya yang dia ketahui adalah Star Wars, dan komputer portable dari IBM yang keluar tahun 1976."

Jongin tertawa mendengar cerita dari sahabatnya, dia seperti sedang mendengar cerita ketika Neneknya yang lahir di tahun 40an, melonjak kaget ketika ponsel bisa mengeluarkan suara.

"Apa hal seperti itu bisa terjadi? Apakah memorinya akan kembali? Karena jika aku menjadi dirimu, aku akan berdoa agar ingatannya tidak kembali—jadi kau tidak harus menjalani kehidupan bersama laki-laki yang benar-benar jahat seperti dia. No offense, aku tidak membenci Baekhyun."

Jongin begitu paham bagaimana rumah tangga Chanyeol dan Baekhyun berada di ambang kehancuran. Setelah skandal Baekhyun bermain dengan pria lain terkuak, Chanyeol memutuskan untuk mencoba semuanya dari awal—merendahkan harga diri dan semua yang dia miliki, untuk mempertahankan hubungannya dengan laki-laki yang sangat dicintainya itu.

Namun Baekhyun bahkan tidak tertarik dengan semua itu, Baekhyun hanya mengulaskan senyuman singkatnya ketika Chanyeol mengajukan bahwa dia ingin memperbaiki segalanya dengan menghadirkan seorang putra atau putri di keluarga mereka.

Dan di malam di mana Baekhyun mengalami kecelakaan, dia tahu bahwa Baekhyun baru saja bertemu dengan pria lain. Pria yang selama ini menghantui kehidupan pernikahannya, seorang pria yang dia kenal lebih dari siapapun.

"Apa kau tidak tahu siapa pria yang berselingkuh dengan Baekhyun? Aku tahu ini topik sensitif, dan bukan urusanku. Tapi, kau tidak bisa terus menutup mata dan berpura-pura tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Dengan kejadian ini, kau kembali mendapatkan Baekhyun seutuhnya—dia tidak akan mungkin mengingat pria itu, atau pria manapun yang pernah dia kenal. Kau memiliki semua kesempatan ini."

Chanyeol mengangguk setuju mendengar saran Jongin. Tidak ada yang mengetahui siapa pria yang berhasil menghancurkan rumah tangga mereka, tidak ada yang tahu, kecuali dirinya dan Baekhyun.

Dan sekarang Chanyeol merasa mendapatkan semua kesempatan itu kembali, dan dia tidak akan membiarkan pria itu kembali merebut Baekhyun dari dirinya.

.

.

.

"Ayah dan Ibu, akan segera sampai di sana. Kami sangat khawatir ketika mendengar kabar buruk ini, pemakaman Kakek di Garuso-gil tidak bisa ditunda—Ayah harap kau mengerti mengapa kami tidak ada menemanimu di waktu sulitmu."

Baekhyun menganggukkan kepalanya dengan bingung, layar komputer itu kini memiliki warna yang menarik—layar jernih dan suara yang halus. Sebuah kamera beresolusi tinggi terpatri disana, sehingga dia bisa melihat sosok Ayah dan Ibunya yang tidak dikenalnya sama sekali dari belahan dunia lain.

"Ibu tahu bahwa semua ini pasti membingungkan untukmu, tapi kami percaya bahwa kau akan kembali mendapatkan semua ingatanmu kembali. Bahkan jika kau tidak berhasil mengingatnya, kau masih memiliki Ibu dan Ayah yang akan selalu menyayangimu."

Baekhyun merasakan kehangatan yang familiar ketika dia mendengar suara Ibunya yang menenangkan, dengan senyuman Ayahnya yang membuatnya merasa jauh lebih baik di dunia yang asing ini. Dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orangtuanya, dan kini ketika dia terbangun dia memiliki orang tua yang sangat menyayanginya.

"Tidak perlu khawatir, Yamano—dia adalah babysitter-mu sejak kecil. Kau sangat menyayanginya, kau yang membawa Yamano dari Jepang untuk kembali tinggal bersamamu. Dan Yamano, kini dia pandai menggunakan teknologi internet, jadi kau bisa belajar banyak darinya tentang perkembangan teknologi."

Suara Ayahnya kembali bergema dari sana, dan untuk pertama kalinya setelah dia membuka matanya, dia merasakan bibirnya tertarik membuat senyuman. Senyuman yang entah kapan dia tunjukkan terakhir kali, semenjak menikah dengan Oh Sehun.

"Itu baru anak Ayah, kau tersenyum dan kami tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi. Kami segera berangkat, Ayah dan Ibu mencintaimu. Meet you soon, B."

Lalu sambungan itu terputus hingga di sana, meninggalkan Baekhyun dengan layar komputer yang telah kembali gelap.

Yamano, pelayan pribadinya yang sejak dia membuka matanya telah berada disisinya, berbaik hati menyambungkan Baekhyun dengan kedua orang tuanya melalui koneksi internet. Di mana Baekhyun menatap Yamano dengan takjub, tentang bagaimana teknologi yang berkembang pesat dari terakhir kali dia mendengar iklan komputer di radio.

"Tuan Park sedang berada di kantor. Tuan biasanya kembali pukul tujuh malam, dia menitipkan pesan—jika Tuan Byun membutuhkan sesuatu, dia akan kembali secepatnya."

Baekhyun menatap Yamano untuk beberapa saat, sebelum dia menyadari bahwa ini waktu yang tepat untuk menyelidiki apa yang sedang terjadi di masa lalunya.

"Sekarang kita sedang berada dimana?"

"Gangnam, Tuan."

"Apa kau bisa mengantarkanku ke Jamsil?"

...

Limousine itu berhenti tepat di sebuah rumah mahal yang memiliki ukiran klasik, namun Baekhyun pikir rumah Chanyeol di Gangnam jauh lebih mahal dari ini meskipun besarnya sama saja.

Baekhyun memastikan nomor rumah dan alamat dengan apa yang diingatnya sebelum turun dari mobil itu.

Yamano menatap Baekhyun dengan cemas. Jika Chanyeol tahu apa yang sedang Baekhyun lakukan, mungkin Yamano akan kehilangan perkerjaannya, atau yang lebih buruk—pernikahan majikannya akan segera berakhir.

"Yamano, kau tunggu saja di sini bersama supir. Aku tidak akan lama, dan aku akan kembali sebelum pukul tujuh jadi kau tidak perlu khawatir bahwa Chanyeol akan memecatmu atau sejenisnya."

Baekhyun merapatkan mantelnya, dan berjalan dengan perlahan. Rumah itu masih berdiri dengan kokoh, tidak ada yang berubah disana, kecuali satu pos penjaga dengan gerbang besar berwarna hitam yang menutupi rumah itu dengan sempurna.

Seorang petugas keamanan keluar dari pos jaga dengan tatapan menyelidik, melihat sebuah Limousine berhenti tepat di depan gerbang rumah mewah itu. Baru ketika dia akan menanyakan siapa pengunjung misterius itu, dia bisa melihat seorang laki-laki dengan tatapan tenang berdiri disana.

"Ah, Tuan Byun! Maaf membiarkan anda berjalan dari mobil, saya tidak tahu bahwa anda akan datang."

Baekhyun menatap petugas itu dengan tidak percaya, dia yakin bahwa dia telah berada di dimensi yang berbeda—dan dia tidak berharap banyak bahwa rumah ini masih berdiri, atau bahkan masih mengenal dirinya.

"Tuan Besar baru saja sampai, sekitar lima menit yang lalu. Saya akan memanggilkan seorang pelayan untuk mengantarkan Tuan Byun ke dalam." Petugas itu dengan sigap menghubungi beberapa pelayan, di mana dua pelayan berlari dengan cepat sebelum membungkukkan tubuh mereka dengan hormat kepada Baekhyun.

"Senang bertemu anda kembali Tuan." Ucap seorang pelayan dengan senyuman ramahnya, sebelum mengantarkan Baekhyun memasuki rumah yang sangat familiar untuknya.

Tidak banyak yang berubah, ini adalah rumah yang sama di mana terakhir kali dia bertemu dengan Sehun sebelum kecelakaan itu. Dan jika benar, bahwa semua ini hanya ingatan palsunya—lantas mengapa semua yang dia ingat masih berada di tempatnya, dan bagaimana semua pelayan di sini memperlakukannya dengan hormat.

Dia melangkahkan kakinya dengan perlahan, menelesuri tangga yang melingkar di dalam rumah besar itu. Memorinya terus memenuhi kepalanya, dan ketika pelayan itu berhenti di sebuah pintu berwarna coklat tua—Baekhyun tahu bahwa itu adalah kamarnya dengan suaminya, Oh Sehun.

"Tuan Besar, Tuan Byun berada disini." Ketukan pintu itu berhenti beberapa saat, sebelum seorang pria membuka pintu kamar itu dengan perlahan dan menatap Baekhyun dengan pandangan lurusnya.

"Oh Sehun." Bisiknya tidak percaya, setelah semua yang terjadi dia masih bisa menemukan suaminya di dunia yang asing ini.

Pria itu menatap Baekhyun dalam diam, sebelum suaranya yang rendah memecah keheningan di antara mereka.

"Welcome home, Baekhyun."

Apa yang sebenarnya sedang terjadi?

.

.

.

-TOBECONTINUED-

.

.

.

Beta Reader: Dee Stacia

.

.

.

A/n: Jadi Baekhyun, pilih yang mana? Suami masa lalu atau Suami masa depan? *nyengir setan*

Update malem ini bareng septi (Kang Seulla), mampir ke lapak dia juga kuy.

Ada yang udah ngerti jalan ceritanya? Atau masih nebak-nebak? If you want to read more, atau tertarik membaca kelanjutan cerita ini—please leave some comment, so I know everyone still here.

Review dari kalian juga bentuk komunikasi antara gue dengan kalian. Dengan kalian memberikan komentar disetiap cerita yang gue tulis, gue bisa tau apakah kalian ngerti atau enggak, atau apa yang kurang dan apa yang gak seharusnya gue tulis.

Disini gue bikin kehidupan Chanyeol yang tajir melintir, biasanya gue ga suka ngeekspos kekayaan atau harta-harta dari karakter yang gue tulis mau sekaya apapun dia, tapi disini harus, seenggaknya sampai bikin kalian ngiri dan pengen jadi istri Chanyeol /ga/

See you on next chapter, but review first, Thank you :*