too bad, but it's too sweet ― 1/3
warning: attempt in crack but failed anyway. chimtozzi's dirty jokes™. tolong jangan dipikir serius-serius.
disclaimer: i own nothing but plot. apa yang ada dalam fanfiksi biarlah tetap menjadi fiksi.
Semua terjadi sejak Taehyung menginvasi apartemennya dengan mata bengkak, mulut yang belepotan darah dan pakaian compang-camping seperti habis dibantai satu lawan lima oleh geng sebelah. Jungkook yang saat itu sedang fokus main Overwatch sambil mengunyah kripik kaya micin di balik selimut tebal langsung berteriak heboh dan berputar-putar mencari seperangkat obat. Taehyung memang penampilannya tergolong garang; tatapan tajam mengintimidasi, rambut dicat ungu dengan styling badai, jaket plus celana kulit bergengsi, sampai jajaran tindik di telinga. Jangan lupa gemerincing anting panjang yang terdengar tiap doi melangkahkan kaki. Siapapun yang berhadapan dengannya pertama kali pasti akan terkesiap, tidak mau menatap terlalu lama karena takut terjadi apa-apa (meski ada saja spesies langka yang malah mengejar-ngejar dan bilang 'Sakiti saja aku, Oppa!' ― aduh, mengingatnya saja bikin Jungkook bergidik ngeri). Tapi ya, bukan berarti Taehyung tipe yang nekat untuk menghadapi geng motor di daerah mereka sendirian. Orang-orang itu terkenal super sensi dan beringas kalau udah dikompor-kompori, mana mungkin sih Taehyung yang itu tiba-tiba mancing perkara. Masalahnya, kalau bukan karena geng sebelah, kenapa ia bisa datang dalam keadaan K.O begini?
Benar saja, setelah Jungkook kelar membersihkan luka dan memasang kasa di beberapa bagian yang menodai muka ganteng Taehyung, doi mulai nangis gulung-gulung sambil memeluk bantal terdekat. Ingusnya meluber dan Jungkook langsung memencet tombol abort mission. Keinginannya untuk meminjamkan kaos putih kesayangan hilang ditelan bumi. Mau puk-puk segan, peluk pun tak mau. Jadi selama beberapa menit ia membiarkan teman mainnya itu membanjiri lantai dengan air mata (sayang sekali doi bukan duyung, seenggaknya Jungkook kan bisa panen mutiara). Penantiannya cukup membuahkan hasil; tanpa harus dilempar banyak pertanyaan lebih dulu, Taehyung mendekatinya pelan dan bersiap-siap membuka sesi curhat. Jungkook sudah biasa jadi tempat sampah emosi meski sadar diri bukan pendengar dan pemberi saran terbaik, ia hanya bisa menyiapkan sapu dan kaki untuk menendang bokong Taehyung kalau yang bersangkutan mengaku sudah bikin gara-gara.
"… Aku diputusin. Aku harus gimana?"
Bentar.
Jungkook korek-korek kuping dan meminta Taehyung mengulang pertanyaannya barusan. Oke, ia diputus dan bingung harus ngapain. Alias minta saran gimana biar nggak patah hati berkepanjangan karena ia sudah menjadi korban ("Percayalah! Dia yang nembak aku duluan dan bikin aku terhipnotis sampai akhirnya jatuh hati beneran. Kenapa ujungnya dia yang bilang kalau aku orang yang membosankan!") Hmm sayangnya Jungkook sendiri nggak ahli-ahli soal percintaan. Dua tahun bertepuk sebelah tangan dengan seseorang nan jauh di sana sudah termasuk ngenes nggak? Dahulu kala memang ia pernah berkencan dengan seseorang, tapi tidak berlangsung lama. Hehe, cuma seminggu karena ternyata si pacar punya sosok idaman lain, makanya tidak merasa bersalah waktu tercyduk sedang bermesra dengan orang ketiga. Ya, biarlah fragmen jelek itu terhapus dengan sendirinya, masalah berikutnya ini lebih penting … memang Taehyung pernah punya pacar? Seingat Jungkook, selama lima tahun pertemanan mereka, Taehyung masih sesosok jomblo yang sabar menunggu kedatangan ~Dia yang Berasal dari Bintang~ alias kode keduanya untuk menyensor istilah kekasih yang ditakdirkan. Harusnya Hyung satu itu mengajaknya party atau traktiran begitu terbebas dari kesendirian. Ia pun mencium bau-bau pengkhianatan.
"Kamu nggak pernah cerita ke aku soal pacarmu, Hyung."
"Lho? Kan udah lama?"
"Sejak kapan?"
"Uhm, sebulan kali ya."
"…."
Hari itu, Taehyung diusir paksa oleh pemilik kamar nomor 304 karena sebab-sebab berikut: 1) sudah membuat khawatir karena datang dengan kondisi tidak karuan, padahal pelapor sudah berasumsi macam-macam, ternyata terdakwa habis menangis seharian sampai matanya bengkak ("Dasar lemah! Emang situ habis nonton Anohana!") 2) sudah minum-minum secara berlebihan sampai membahayakan diri sendiri. Gimana ceritanya masih terkategori sadar sejahtera, kalau sudah sempet nabrak tiang listrik dua kali dan terperosok comberan. Untung doi tidak sedang naik mobil dan mengacaukan jalan yang tenang, ia bisa langsung digiring ke kantor polisi terdekat, 3) dengan santainya bilang punya pacar sejak sebulan lalu. Walau sampai akhir pelapor tidak tahu secara spesifik sosok mana yang mau-maunya mengencani Kim 'garang luarnya aja' Taehyung, tetap saja fakta ini sangat mengganggu. Apalagi terdakwa selalu koar-koar akan mengajaknya makan lamb skewersbegitu berhasil merebut hati gebetan (yang daftarnya sendiri begitu panjang, nggak pernah naik level menjadi pasangan).
"Jungkookie, kau harapan terakhirku! Tolonglah hamba yang merana ini!" ― Ujar Taehyung keras-keras, sebelum dilempar sandal oleh Jungkook sebagai peringatan untuk tidak mengganggu tetangga malam-malam.
"Pulang saja sana dan jangan kembali lagi!"
"Pliiis. Tambal hati aku yang bolong ini!" Percakapan mereka di luar pintu semakin terdengar salah begitu Taehyung terduduk pasrah dan memegangi dada sebelah kirinya dengan dramatis. Jungkook yang berdiri sambil berkacak pinggang terlihat seperti tante antagonis di roman picisan daripada kawan yang lelah karena kebaikannya telah dimanfaatkan. Di saat-saat beginilah Jungkook ingin instropeksi diri dan reevaluasi pilihan-pilihannya dalam hidup. Kenapa dulu ia mau saja diajak main oleh senior yang menurutnya sangat keren dan dewasa kalau kenyataannya ia malah jadi babysitter tak berbayar. Iya, Kim Taehyung yang dulu disebut-sebut sebagai berandal di sekolah itu, setelah didekati ternyata hanya sesosok bayi yang sentimental. Bukannya Jungkook ingin mengaku sebagai lelaki paling waras dan mengayomi di lingkaran pertemanannya (kadang ada saja yang bilang ia dan Taehyung sebenarnya sama-sama bayi ― idih, ogah), tapi orang-orang harus membuka mata lebar-lebar agar sadar kalau hati Taehyung selembut permen kapas. Meski penampilannya sudah seperti preman yang siap nonjok kalau tidak diberi uang buat foya-foya, Taehyung adalah tipe yang bakal lari mendekat begitu tahu ada anak anjing sedang tersesat.
"Bantu aku buat move on," belum sempat Jungkook menolak tegas disertai ceramah singkat tentang 'situ laki harus bisa bangkit dengan kaki sendiri!', Taehyung berkedip-kedip penuh arti, membuat Jungkook merasa sudah dihujani bom lewat sebuah penawaran yang mengguncang ―
"Nanti kubantu buat deketin Jiminie, ya?"
Fuck.
This.
Shit.
.
.
"Kook, ini maksudnya apa?"
Adalah normal bagi seseorang untuk bertanya-tanya ketika dihadapkan dengan satu album foto berisi wajah orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal. Kalau jadi Taehyung, Jungkook pun akan bingung. Ia sedang ingin dibantu biar patah hatinya hilang atau setidaknya dialihkan menjadi sesuatu yang menyenangkan, kok malah dikasih album. Harusnya kan diajak main game, hang out, nonton film, makan-makan sambil bertukar cerita lucu, seperti yang standar dilakukan saat salah satu dari mereka terjebak perasaan negatif. Sebenarnya Jungkook sendiri tidak yakin metode ini akan berhasil, tapi Seokjin-hyung ― pemilik kafe tempat ia nongkrong sehari-hari, sudah memberi voucher makan gratis selama sepekan sebagai jaminan kalau saran-saran yang diberikannya meleset atau malah gagal (padahal biasanya mas-mas itu pelitnya bikin ngelus dada). Ya maaf lho kalau Jungkook murah sekali, dikasih gratisan langsung percaya. Daripada pusing nyobain berbagai cara agar seseorang bisa lupain sang mantan, mending nanya yang kelihatannya lebih ahli, kan? Memang, ia belum akrab-akrab banget sama Seokjin-hyung, biasanya paling ngobrol masalah keluarga atau kerjaan secara umum. Tapi ia sering memergoki si Mas dicurhati beragam orang kalau lagi duduk di kursi pengunjung setelah keliling ngecek kondisi kafe. Jadi asumsi Jungkook, ia kandidat terbaik yang bisa diajak diskusi dalam waktu singkat, tanpa perlu kenalan dulu atau jabarin panjang lebar.
(Bukannya Jungkook juga ingin cepet-cepet dibantu pdkt sama Jimin ya. Bukan.)
"Hyung pilih salah satu aja yang ada di foto, nanti kukenalin … dan kuusahain kalian bisa kencan bareng, gitu."
"Tunggu ― KAMU MAU JODOHIN SAYA?!"
"Iya. Mereka bilang cara terbaik buat menghilangkan bayangan mantan adalah … cari yang baru?"
Jungkook tahu sebenarnya Taehyung mudah sekali tertarik dengan orang, sampai bisa menandai dalam benak tipe-tipe kesukaan kawannya itu seperti apa ― meski kadang seleranya di luar dugaan. Pertanyaannya itu: apa iya orang lain juga sama mudahnya tertarik pada Taehyung? Seokjin sempat berkomentar soal penampilannya yang membuat siapapun melambaikan tangan, padahal kalau diperhatikan dengan seksama, muka Taehyung itu gak kalah ganteng sama aktor nasional. Hanya perlu dikurangin make up gelap dan frekuensi menautkan alis (astaga, Taehyung itu kena rabun jauh, sudah berkali-kali Jungkook ingetin buat periksa dan beli kacamata, eh malah dibiarin. Jatuhnya bikin orang lain was-was tiap doi nyoba fokusin pandangan, kan).
Terus, rata-rata yang pernah deketin Taehyung itu orangnya aneh-aneh, pasti punya catatan sebagai pemain atau kalau nggak, pernah melakukan tindak kejahatan. Entah itu berbuat mesum, atau ngutilin dompet. Nggak tahu ya, apa mereka pikir Taehyung ini tough guy yang siap menjadi daddy ― tempat 'tuk bersandar dan melarikan diri? Jadinya main sikat aja? Dasar kampret. Untung Taehyung masih diberi anugerah berupa kawan-kawan yang peduli dan sensitif seperti Jungkook dan Jimin. Keduanya selalu siap bertindak sebagai pembasmi parasit, uhuk, meskipun cara mereka buat nunjukkin perhatian jelas berbeda karena yang satu memantau dari jauh, sementara yang lain bertemu hampir tiap hari. Dalam hati Jungkook bertanya-tanya, apa Jimin juga kecolongan soal ini, alias nggak tahu kalau kawan baiknya sempat berpacaran selama sebulan. Ia yang sering dijadiin tempat curhat aja dilewatin, apalagi yang udah lama nggak ketemu karena studi ('damn, Hyung, kenapa kamu nggak kuliah di sini-sini aja!' Jungkook cuman bisa menangisi kisah cintanya yang tidak eksis).
Atas alasan-alasan itulah, Jungkook memutuskan untuk membuat daftar orang-orang yang ia kenal dan berpotensi menjadi penunjuk jalan yang lurus bagi Hyung-nya tersayang. Tapi ia nggak bakal bilang-bilang soal ini, takutnya nanti Taehyung paranoid dan merasa bakal diawasi 24/7. Padahal maksudnya memang demikian. Jungkook masih punya sisi malaikat, tidak mau menyerahkan Taehyung begitu saja buat orang yang harus ditelisik dulu asal usulnya. Tidak mau juga melihat kawannya tersakiti dan mulai menggangu ketenangan hidup, apalagi sampai cerita ke Jimin ia berakhir seperti ini karena Jungkook tidak bantuin apa-apa! Haha, bagus sekali. Ia pun melakukan riset selama seminggu penuh secara sukarela, dengan bantuan Seokjin-hyung di beberapa sisi, sampai akhirnya mendapatkan 20 profil yang diwakilkan oleh sebuah foto. Heran, ia berasa jadi mak comblangnya gadis-gadis zaman dahulu kala. Beberapa foto ia ambil dari sosial media dan folder kerjanya, tapi ia menjelaskan pada Taehyung dengan muka serius kalau foto sekaligus informasi tentang orang-orang ini ia dapatkan secara eksklusif dari agen perjodohan, yakinlah tidak akan mengecewakan.
"Kamu yakin mereka yang di sini ini mau sama aku?" tanya Taehyung begitu mulai membolak-balik halaman dan mengamati satu per satu muka yang terpajang. 'Apa gunanya aku riset, qaqa,' batin Jungkook sambil mengingat bagaimana proses panjangnya mendapatkan nama-nama pilihan. Setelah mendapatkan arahan dari Seokjin-hyung, ia langsung duduk di depan pc untuk mengecek siapa saja yang ia kenal secara personal di sosial media atau terlibat dalam kehidupannya sehari-hari. Teman main Jungkook lumayan banyak, tapi jelas tidak semua menerima preferensi Taehyung. makanya, si Hyung ini harus banyak-banyak bersyukur karena Jungkook sangat telaten dalam mencatat nama, mengecek situasi kondisi, mengingat-ingat fakta, sampai mengeliminasi calon. Jauh lebih enak kan daripada mantengin situs kencan, stalking seseorang yang masih belum jelas wujud dan pribadinya?
Jungkook sempat kepikiran buat masukin profil beberapa teman yang sudah dikenal Taehyung, tapi khawatirnya doi sudah punya prasangka-prasangka tertentu yang menghalangi terbentuknya sebuah chemistry ― kata Seokjin-hyung. Meski tidak ada yang tahu takdir mau berkata apa, jaga-jaga apa salahnya. Jungkook pun mempertebal batas antara calon teman baik dan calon pacar, menghindari beberapa nama teman dahulu dan menggantinya dengan orang lain yang sama-sama bisa dipercaya. Kalaupun nanti tidak ada yang cocok, ia langsung saja nawarin Taehyung buat kenalan dengan seseorang tanpa didahului formalitas semacam ini. Lagian kalau ditanyain kenapa nggak pakai jasa agen perjodohan yang sama buat dirinya sendiri, nanti Jungkook ujungnya bingung dan membeberkan semua kedok. Biarin deh, gagal bukan berarti apes, justru ada keberuntungan lain yang menunggu (baca: makan gratis).
"Nggak yakin seratus persen mau diajak kencan dan berhubungan lebih serius. Tapi aku tahu pastikan mereka ga bakal lari atau ngomong jelek tentang kamu, Hyung."
"Oh, Kookie kecilku yang baik hati." Taehyung menatap Jungkook dengan mata berkilauan. Jungkooknya sih senyum-senyum aja. Yang minta tolong sampai merengek-rengek siapa yha. Meski tak bisa dipungkiri, Jungkook selalu punya soft spot buat Taehyung, sesering apapun ia dibikin sebel dan pusing. Tidak semua harus tentang mendekati gebetan ― sungguh, ia saja baru kenal Jimin setelah tiga tahun berteman dengan Taehyung, jadi kalau ada yang bilang ia berteman dan melakukan segala sesuatu karena kepentingan, bukan karena panggilan hati yang sudah saling nyaman, sini Jungkook ceburin ke laut. Begini-begini ia juga berkali-kali dibantu oleh Taehyung; hubungan mereka terjaga seiring banyaknya permintaan tolong dan ucapan terima kasih yang tulus.
"Omong-omong, Jiminie mau mampir ke Korea tahun baru nanti. Dia sering upload story di Instagram tuh, kamu nggak pernah cek?"
"Kucek tiap hari."
"Gitu gamau nge-dm? Atau add Kakao-nya gitu? Kan udah kukasih kontak personalnya dari zaman kapan."
"…."
Nah kan, soal blak-blakan dan mengekspresikan diri, Jungkook kalah jauh. Ia butuh banyak-banyak didorong agar bisa akrab dengan seseorang, mendapat sesuatu yang ia impikan, atau sesimpel mencoba pengalaman baru. Keberadaan Taehyung di sampingnya perlahan membuat diri makin berani dan berkembang, tapi kalau diminta menghubungi Park Jimin sekarang juga ya Jungkook tetep mikir keras dulu. Kadang anak satu ini kepalanya memang batu, alasannya juga macam-macam; bingung nggak punya topik lah, takut dikira penguntit lah, ngapain nanya-nanya kabar kalau ketemuan langsung aja ga pernah. Singkatnya: doi nggak pede dan nggak siap. Maklum, Jungkook ini kenal Jimin cuman lewat cerita-cerita Taehyung aja. Dulu ia sempat mengira Taehyung tidak punya teman akrab selain dirinya, ternyata malah punya teman ngobrol sejak masih minum dot. Keduanya nyaris tidak terpisah, sayang sekali pada satu waktu ― saat lagi seneng-senengnya mereka lulus SMP, Jimin harus ikut keluarganya pindah ke negeri orang. tak ingin kehilangan arah dan tujuan, akhirnya mereka selalu menyempatkan untuk ngobrol lewat telpon, video call atau bertukar pesan hingga sekarang. belakangan Taehyung baru tahu kalau keluarga Jimin sudah balik ke kampung halaman, sedangkan kawannya tetap tinggal untuk menimba ilmu. Hatinya ikut teriris tiap nguping percakapan emosional mereka, tapi justru momen-momen seperti itu yang menumbuhkan bibit protektif pada Taehyung, sekaligus rasa penasaran terhadap sosok Jimin.
Uh, baiklah, biarkan Jungkook membuka instagram dan melihat foto-foto akun pjm1310 lagi buat ngobatin kangen. Definisi sukanya pada Jimin memang abstrak dan sedikit membingungkan. Cukup mendengar suara dan melihat penampakannya dari layar saja sudah bikin deg-degan, kriminalitas macam apa ini. Ia berasa seperti gadis muda yang memuja idol, ingin pingsan padahal cuman lihat low quality fancam. Tak disangka-sangka, kangennya langsung terjawab dengan penampakan video pendek Jimin di bagian teratas feed. Ia terlihat sedang bermain-main dengan teman kampusnya, saling mengejar di sebuah ruang baca. Oh sungguh ia iri, ingin menjemput dan Say Hi. Sayang sekali ia cuman seonggok kentang yang tidak bakal ternotis.
Brak.
Iya, iya. Jungkook tahu. Ia juga pengen lempar hape dan menggelinding.
"Jeonjungkookplisdiatipekubangetplisplissssss."
Eh.
Jungkook mengalihkan pandangannya dari layar handphone dan mendapati Taehyung sedang menggenggamkan tangan di dada sambil menutup mata syahdu. Bibirnya komat-kamit mengucapkan sesuatu dengan cepat seperti sedang merapal mantra. Ia tidak mendengar jelas apa yang barusan ia ucapkan, tapi album berisi foto calon gebetan dan partner kencan yang jatuh ― beberapa sampai keluar dari kantong, berceceran di bawah meja, menandakan ada sesuatu yang terjadi. Bisa-bisanya album dibuang spontan, padahal sudah susah-susah ia susun. Fine. Maunya sih pura-pura bete, tapi Jungkook kemudian mendapat serangan tatapan penuh harap. Ya, mata lebar yang persis seperti anak anjing sedang ingin diajak main itu ― tolong dikondisikan.
"Kenapa, hyung?"
"Aku, sudah menemukannya, The Love of My Life."
Oh.
Kalimat sakti itu.
Kalimat yang selalu Taehyung ucapkan saat menemukan target baru. Sekalipun doi menambahkannya dengan 'Ini beneran yang kucari-cari selama ini!' dan bersumpah akan mengerahkan berbagai cara untuk menyatukan dua hati, ujungnya pasti nggantung ― nggak bakal terealisasi. Dalam keadaan normal, Jungkook akan menggeleng-gelengkan kepala, dengerin aja apapun yang Taehyung kobarkan. Tapi karena ini adalah misi khusus, ia berusaha jadi konsultan kalem, siap mempertemukan klien dengan seseorang yang beruntung di luar sana. Bukan sarkasme, ia berharap seseorang ini tadi benar-benar bisa membuat keadaan menjadi lebih baik. Toh daftar calon sudah melesati proses seleksi, ia cukup mengenalkan dan menjadwalkan kencan saja kan, nantinya?
"Hmm jadi siapa pria pilihan kali ini?" Jungkook tidak melewatkan bagaimana Taehyung mengambil kembali album foto yang terjatuh dengan hati-hati, kemudian membalik halaman-halamannya hingga berhenti pada bagian paling belakang.
"Min Yoongi. 26 tahun. Di foto dia yang memakai mahkota bunga dan rambut pink dan ― kemeja berpalet pastel. Estetik."
"Oke. Min Yoongi."
Biar Jungkook catat,
Min.
"Dia terlihat lembut dan menyenangkan sekali. Lucu, seperti marshmallow. Matanya juga cantik seperti my Kkanji. Kamu tahu kan Kook, aku lemah pada segala sesuatu yang … soft! Yang nampak berseberangan dengan style kesukaanku!"
Yoongi.
"Hyung."
Eskpresi Jungkook mendadak berubah dari biasa saja menuju kegelisahan. Senyum tipisnya berganti dengan gigitan bibir.
"Hyung, dia rekan kantorku."
"Wah, benarkah? Lalu?" Taehyung mengantisipasi penjelasan lebih detail, tapi Jungkook malah terlihat seperti korban teror. Ada apa gerangan. gelagatnya semakin aneh ketika menyatukan jemari di depan dada, menunduk pelan dan berdoa memohon keselamatan. Tidak ada yang tahu kalau di saat yang sama, batin Jungkook menjerit pilu, ingin dideportasi dari bumi saja. Rasanya gelinya mendengar kesan Taehyung terhadap calon kencan musnah seketika, begitu tersadarkan kalau Min Yoongi ini bukan sekedar rekan kantor biasa ― yang diajak bercanda secara kasual apalagi digoda. Dia ―
Jungkook menghela napas panjang.
Dia Supervisor Aku yang Anu.
Mampus.
.
.
"Kan udah kubilang, seleksi dulu baik-baik."
"Hyung, bukannya dia itu nggak layak ― aduh, gimana jelasinnya ya."
"Statusnya sebagai supervisormu di kantor menurutku nggak ada efeknya. Kan yang mau kencan sama dia Taehyung, bukan kamu. Apa dong yang bikin kepikiran?"
Jungkook menggaruk-garuk kepala bingung. Ia dan Seokjin sudah duduk setengah jam di spot langganan untuk membicarakan rencana yang harusnya sudah terlaksana dengan penuh suka cita. Tapi karena klien pertama agen perjodohan abal-abal memilih calon yang ― sedikit sulit, Jungkook jadi mikir apa kali ini dia sudah salah langkah? Atau ini adalah sebuah ujian hidup karena ia sudah terlalu lama jadi anak nakal yang kabur-kaburan ketika ditanya gaji oleh orangtua?
"Min Yoongi orangnya baik," bisik Jungkook, sambil pura-pura batuk agar kegelisahannya tidak terpampang nyata; meski Seokjin paham kalau pelanggan tetap di kafenya itu sedang merangkai kata-kata yang tepat untuk menghindari dugaan pencemaran nama baik. Jadi ceritanya, Jungkook sudah mengenal Min Yoongi alias pengawas divisi fotografi begitu diterima sebagai bagian dari agensi advertising. Buat Jungkook yang selama ini cuma jadi freelancer dan ngatur macem-macem sendirian, masuk dalam lingkaran kerja butuh penyesuaian yang cukup menguras tenaga. Di masa-masa sulitlah ia mengaku beberapa kali mendapat nasihat dari yang bersangkutan. Bila yang lain menyarankannya untuk undur diri, melatih skill dan kerja tim dengan magang di agensi yang lebih besar, Yoongi justru menyuruhnya bertahan dan memperbanyak jam kerja. "Dia semacam tahu aku kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru, sebesar apapun ambisiku ingin bersanding dengan para fotografer handal."
"Lho bagus kan, dia nggak akan menghakimi Taehyung dengan cara pengamatan seperti itu."
"Makanya aku masukin daftar," ― selain karena aku tahu dia sedang single dan tidak punya preferensi khusus. Dua hal itu adalah kriteria standar yang tidak dimiliki banyak kawan di sekitarnya. Jungkook meneguk ludah, kemudian melanjutkan elaborasinya tentang Mas Pengawas. Min Yoongi ini terbilang masih muda, tapi sudah merintis karir sebagai fotografer lepas sejak sekolah. Lulus dari kampus seni yang bergengsi, sempat magang juga di beberapa agensi branding dan advertising, sebelum akhirnya direkrut jadi pegawai tetap di sebuah agensi yang sedang berkembang, ya, tempat Jungkook menimba ilmu dan mengumpulkan pundi-pundi uang kini. Bila Jungkook mengaku sebagai penikmat tema-tema sosial dan kultural, Yoongi sangat antusias bila agensi mendapat klien yang terlibat dalam bidang fashion dan musik.
"Orangnya menonjol sekali, Hyung. Saking menonjolnya sampai kebal diomongin orang." Rasanya Jungkook sudah tak bisa menghitung berapa kali pengawasnya itu merubah warna rambut dan mengutak-atik style pakaian. Nampaknya ia selalu mengikuti tren musim, tahu selera netizen dan pendapat dari para kritikus. Kalau soal ini Jungkook tidak yakin Yoongi akan mengapresiasi penampilan Taehyung, kecuali kawannya satu itu memutuskan untuk kencan dengan kaos putih polos dan rambut jatuh. Taehyung yang culun lebih terlihat natural dibanding Taehyung versi nakal. Tapi yakinlah, Jungkook lebih mengkhawatirkan masalah lain; masalah yang cukup krusial dan mengguncang. Yang mendadak membuatnya bingung harus ke mana memberi arahan dan sederet peringatan, Taehyung atau Yoongi duluan?
"Tunggu," sela Seokjin, menginterupsi sesi nikmatnya menyeruput kopi, "Yoongi yang kamu ceritakan ini … jangan-jangan teman kantor yang suka banget dengan warna pastel itu? Yang kadang-kadang datang ke kantor memakai mahkota bunga, celana pendek dan suspender?"
"Iya."
"Yang selalu bawa boneka Barbie dan kadang-kadang anjing lucu dengan kostum renda?"
"IYA."
"The Infamous Pastel Boy?"
"TEPAT SEKALI."
Pada momen ini, Jungkook bersyukur punya Seokjin sebagai teman berbagi. Meski mereka belum sampai taraf saling menginvasi kamar satu sama lain, main game, nonton film dan ketiduran di lantai bareng, atau ngomongin aib-aib tertentu, setidaknya Seokjin banyak tahu soal keluh kesahnya sebagai budak korporat dan dikelilingi kawan-kawan yang anti-mainstream. Maunya sih meniti karir sebagai entrepreneur sejati dan bergaul dengan sesama orang elit, tapi namanya juga manusia, omongannya gak bisa dijagain. Jungkook ingin tertawa hambar, tapi ia kembali ingat ada dua orang yang akan dijadwalkan untuk bertemu. Dua orang yang sama-sama susah mau dilepas sendiri tanpa membuat onar sekitar (Yak ini berlebihan, tapi Jungkook bisa membayangkan para pejalan kaki ternganga saat melihat Taehyung yang itu dan Yoongi yang itu, berjalan berdampingan). Ia sudah menebak Taehyung bakal milih calon yang punya perawakan gemas dan lucu, seperti bang Jihoon dari agensi sebelah atau bang Kyungsoo, scriptwriter di kantornya. Ternyata Yoongi malah jadi nomer satu. Jungkook langsung mengibarkan bendera SOS.
"Tapi selama ini kamu lihat dia dari sudut pandangmu aja, kan. Sama asumsi-asumsi orang-orang kantor. Siapa tahu dia di luar nggak seperti yang ditakutkan." Memang kamu pernah main ke rumahnya dan lihat bagaimana ia bergaul dengan tetangga? Wow, pertanyaan Seokjin langsung menapar sisi-sisi sok tahunya. Hyung satu itu tidak menyalahkan proses seleksi lagi sekarang, justru mempertanyakan kenapa ia ragu dengan orang-orang yang sudah terseleksi.
"… Bener." Jungkook melipat tangan dan memandangi langit-langit. Masih banyak yang tidak ia ketahui soal pengawasnya itu, terutama kehidupan personalnya di luar kantor. Gosip-gosip yang beredar mengatakan kalau Yoongi itu mudah terobsesi pada sesuatu dan sulit lepas bila sudah klik, seperti yang terjadi pada warna pastel dan fashion secara umum. Sebelumnya ia bilang kalau Yoongi suka mengganti warna rambut dan style pakaian, sebenarnya itu jarang diterapkan pada dirinya sendiri ― namun pada boneka Barbie kesayangan yang dipanggilnya Seoltang, My Sugar Baby. Yoongi-nya sih loyal terhadap beraneka motif kemeja dan paduan atas-bawah, asalkan semua masih masuk dalam palet warna pastel. Dari kacamata Jungkook, obsesi yang seperti ini sedikit menyeramkan, apalagi ia pernah dengar kalau Yoongi bisa menghabisi siapa saja yang menghilangkan Seoltangie atau mengejek style yang ia terapkan untuk 'gadisnya'. Tapi, selama setahun lebih bekerja di satu atap, ia tidak ingat Yoongi melakukan sesuatu yang membahayakan? Paling-paling marah karena kerjaan anak buah gak selesai-selesai atau hasilnya ngasal. Ya kalau ini sih normal banget.
Lalu apa yang sebenarnya ia khawatirkan? Taehyung gak bisa menghadapi sisi tegas Yoongi di balik penampilannya yang lembut? Yoongi gak tahan denger Taehyung yang super bawel di balik penampilannya yang garang? Lah itu kan urusan mereka sendiri nanti. Mereka adalah sepasang pria dewasa dan ia bukan babysitter! Ia cuma perantara yang kebetulan tak sanggup menolak saat ada yang meminta tolong. Duh, saatnya Jungkook mengesampingkan sisi-sisi negatif dulu dan fokus pada kelebihan-kelebihan yang (semoga) akan mengantarkan keduanya pada kebahagiaan haqiqi.
"Yaudah deh, Hyung. Gapapa. Aku mencoba membesarkan hati dan pasrah mereka bakal gimana nantinya. Pokok kita udah berusaha." Lha iya, kemarin-kemarin padahal sudah sempat cuek bebek, membiarkan waktu yang akan menjawab semua.
"Gitu dong. Kamu jangan kebanyakan lihat sisi negatif dan merasa terbebani. Kayak gini nih yang bikin kamu ga punya pacar!"
"HYUNG!" Jungkook spontan memukul lengan Seokjin dengan buku catatan yang ia bawa kemana-mana (buat pengingat jadwal, nandain proses kerjaan, dan daftar belanjaan). Mukanya sudah semerah selai stroberi pancake yang ia makan pagi ini. Tumben banget lho Jeon Jungkook bisa tersipu, biasanya muka default-nya melongo sambil mikir jauh. "Aku nggak mau dikatain sama korban curhatzone!"
"Dengar, aku bisa aja macarin mereka kapan saja, adik kecil. Bahkan merebut hatimu? Hohoho, semua tergantung aku," goda Seokjin sambil mengedipkan sebelah mata. Siyal, padahal Jungkook mau berterima kasih karena mas-mas satu ini sudah banyak membantu dari sisi teknis sampai dukungan mental. Ia sempat mengira Seokjin punya sisi super bijak; menghadapi masalah dengan kepala dingin dan mengedepankan diskusi secara kekeluargaan. Ternyata doi tetaplah sosok yang suka godain anak orang sambil lempar lelucon tidak sehat. Untung hari ini ia tidak memergokinya melempar cium jauh ke para pengunjung kafe. Kalau terjadi, Jungkook tidak mau bayar kopi dengan keluhan spesifik: pandangannya sudah dicemari.
"Omong-omong, kapan jadinya mereka bertemu? Kalau mau reservasi meja secepatnya aja, weekend selalu penuh lho, kamu tahu kan ini kafe paling enak dibuat nongkrong anak muda. Udah nyaman, terjangkau lagi." Mulai deh Seokjin berlagak seperti promotor nomer satu, tapi namanya juga yang punya usaha, gimana mau diem-diem aja lihat orang lalu lalang, semuanya kan berpotensi jadi pelanggan. Huh, tanpa dikode begitu sebenarnya Jungkook juga sudah lebih dahulu merencanakan. Ia tidak punya ide tempat pertemuan lain, lagian peran Seokjin masih sangat dibutuhkan (plis, siapa nanti yang bisa ngawasin mereka dekat dan melaporkan situasi kondisi). Nggak lucu juga ia ngajak si Hyung sembunyi di kafe saingan. Siapa sih yang nggak kenal Seokjin di daerah sini? Sekali ketahuan langsung dikira sedang mata-matain.
"Secepatnya, Hyung. Aku belum bilang ke Yoongi-sunbae soal ini. Kuusahain besok udah dapet tanggal mainnya." Jungkook menjelaskan dengan jujur. Ia sudah menjanjikan Hari-H di minggu ini pada Taehyung, tapi sampai sekarang ia belum ada waktu untuk ngobrol dengan supervisor-nya secara privat. Maunya Jungkook culik bentar buat sejenak lupain kerjaan. Ia yakin Yoongi tidak akan marah (banget), karena ia tahu yang bersangkutan juga lagi butuh pacar. Uhm. Kalau nggak butuh, gak mungkin dia terpicu tiap dipanggil "GGJ-nim" oleh rekan kerja super nekat bernama Hoseok. GGJ, alias Ganteng Ganteng Jomblo, nantang banget gak tuh. Pokoknya ia sekarang hanya bisa berdoa, semoga ekspektasinya bisa jadi nyata. Nggak muluk-muluk, ia cuma ingin mereka bertemu sekali dalam keadaan baik. Masalah lanjut atau tidak, Jungkook sudah angkat tangan, tidak mau memikirkannya terlalu dalam.
―
to be continued.
halo.
aku balik dengan seri baru ― janji ini bakal terdiri dari dua (edit: tiga) part aja. dan gak akan aq tinggalkan uhuk uhuk. mau digabungin rasanya agak timpang, karena bagian selanjutnya lebih banyak disorot dari sudut pandang taehyung. (dan saya gak pengen panjang-panjangin oneshot, saya sudah lelah garap wip tertentu sejak dua bulan lalu).
maaf banget kalau bahasa saya tidak karuwan. mode crack with feelings saya too strong lately. get ready for pastel boy yoongi / bad boy taehyung aka one of the cutest prompts i've ever found. mohon doa agar jungkookie diberi kesabaran :)