Colors

Chapter 1

.

.

Produce 101/Wanna One Fanfiction

Romance, Humor, Highschool!AU, Hybrid!AU, Yaoi

Main!Guanho Couple

(Lai Guanlin x Yoo Seonho)

Rating: M

.

.

.

Happy Reading! -Buttermints-

.

.

.

DRTT– DRTT–

"Ungh."

Sosok bersurai caramel tampak menggeliatkan tubuhnya yang terbaring di atas sofa, merasa terganggu dengan suara getar ponselnya yang tak kunjung berhenti. Ia tampak memutar tubuhnya, bermaksud mengabaikan siapapun yang menelponnya di pagi buta seperti ini. Tak lama suara berisik tersebut akhirnya berhenti, pemuda itu tampak menyunggingkan senyum dengan mata yang masih terpejam. Ia kembali membungkus tubuh dengan selimut bermotif kotak-kotak miliknya, bersiap untuk masuk lagi ke alam mimpi.

DRTT– DRTT–

"Ya tuhan! Siapa yang berani merusak Minggu pagiku yang tenang ini?!" Kakinya bergerak menendang-nendang selimut yang membungkus tubuhnya. Surai caramel miliknya terlihat semakin acak-acakan akibat jambakan kecil yang diberikan oleh tangannya sendiri. "Jika sampai tidak penting, akan kutuntut orang yang menelpon! Aish!"

Pemuda berpipi tembam itu tampak menegakkan tubuhnya dengan bibir mengerucut. Diraihnya benda persegi panjang yang masih asik bergetar di atas meja, segera menjawab panggilan masuk tanpa melihat informasi si penelpon yang tertera di layar.

"Halo?"

"Ah selamat pagi, kami dari jasa pengantar barang, apa benar ini tuan Yoo Seonho?"

Seonho mengerutkan dahinya heran, jasa pengantar barang? Seingatnya ia tidak membeli barang-barang online beberapa hari terakhir ini. Ah, apa jangan-jangan kiriman dari ibunya? Tapi selama ini ibunya selalu memberi tahu dirinya jika akan mengirimkan barang.

"Halo?"

Suara lelaki di seberang sana sontak membuyarkan lamunan Seonho. "A– Ah benar aku Yoo Seonho."

"Tuan Yoo Seonho, paket anda sudah kami antarkan tepat jam 7 pagi tadi." Seonho melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh. Ia segera beranjak dari sofa menuju pintu depan apartmentnya, penasaran dengan isi paket yang dikirimkan untuknya.

"Silahkan cek di depan apartmen anda, terimakasih."

Sambungan telepon terputus ketika Seonho membuka pintu apartmentnya. Hal pertama yang ditangkap oleh inderanya adalah sebuah koper kecil berwarna hitam. Tampak sebuah keranjang rotan berukuran sedang di sebelah koper itu, dengan seekor anjing yang tengah menggulung diri di dalamnya.

Tunggu–

"Anak anjing?"

.

.

.

~Buttermints~

.

.

.

Sudah setengah jam berlalu sejak kedatangan paket tanpa identitas itu di apartment Seonho. Saat ini si pemilik apartment terlihat asik mengamati anak anjing berjenis Siberian Husky yang masih setia meringkuk di dalam keranjang. Ia sudah membongkar koper mini yang ternyata berisi alat perawatan anjing, snack, satu stel baju, dan juga sebuah colar berwarna hitam.

Ah, bicara masalah colar, Seonho merasa aneh dengan bentuk colar yang tidak biasa untuk seekor anjing. Colar itu sekilas mirip seperti yang sering dipakai oleh teman-teman sekolahnya, baik dari segi ukuran dan model. Tidak mungkin kan seekor anak anjing memakai colar dengan ukuran selebar itu. Selain colar, terdapat satu stel kaos dan celana di dalam koper. Baju itu jelas bukan untuknya karena saat dicoba tadi ukurannya terlalu besar, jadi ia kembali meletakkan baju itu ke dalam koper.

Seonho mengambil colar berbahan beludru dari dalam kotak. Dahinya terlihat berkerut, pertanda bahwa ia sedang menggunakan otaknya untuk berpikir. Pemuda bersurai caramel itu baru mengalihkan pandangannya ketika sebuah geraman rendah memasuki indera pendengarannya.

"Ah kau sudah bangun."

Ia melayangkan senyum lebarnya pada gumpalan cokelat dengan kombinasi putih yang kini tengah merenggangkan tubuh berbulunya di dalam keranjang. Mata gelap si anjing tampak menatap tajam pada Seonho, mengamati pemuda manis yang masih setia menyunggingkan senyum lebarnya.

"Um... aku Yoo Seonho, pemilikmu yang baru. Aku tidak tahu siapa yang telah mengirimkanmu padaku, tapi mulai hari ini aku akan merawatmu dengan sepenuh hati."

Hening.

Bibirnya mengerucut ketika si anjing tidak merespon kata-katanya. Anjing kecil itu malah beranjak dari duduknya dan berlarian kesana kemari, mengendus-ngendus setiap sisi apartmentnya. Hell, ia baru saja diabaikan oleh seekor anjing.

"Yak! Jangan mengabaikanku! Aish!" Netra gelap Seonho bergerak mengikuti pergerakan anjing itu. Sebuah pekikan tertahan meluncur dari bibirnya saat si anjing menggigiti karpet bulunya. Buru-buru digendongnya gumpalan cokelat itu, membawanya sejauh mungkin dari sana.

"Kau nakal sekali hmm." Seonho mendudukkan tubuhnya di atas sofa kemudian memangku anjing itu. "Hmm... aku sedang memikirkan nama yang pas untukmu."

Pemuda manis itu tampak mengetuk-ngetuk dagu dengan telunjuknya, seketika raut wajahnya berubah serius. Sesekali diliriknya wajah si anjing yang kini tengah menatapnya lekat-lekat. Sedetik kemudian Seonho menjentikkan jari telunjuknya.

"Kau akan kupanggil Linlin mulai sekarang, setuju?"

Linlin terlihat memiringkan kepalanya sejenak, kemudian menggonggong dengan antusias. Seonho kembali menyunggingkan senyum lebar, ditepuk-tepuknya kepala Linlin dengan sayang.

"Nah, lebih baik kita sarapan sekarang, akan kusiapkan snack untukmu juga."

Sepasang telinga berwarna soft gray itu tampak menegak ketika Seonho mengucapkan kata snack. Linlin segera melompat turun dari pangkuan tuan barunya, menghampiri koper kecil di dekat meja, lalu menarik-narik bungkusan snack dari dalam sana menggunakan gigi. Seonho hanya bisa tertawa gemas melihat kelakuan peliharaan barunya. Si anjing kembali menghampiri Seonho dengan menggigit sebuah bungkusan transparan yang berisi snack anjing.

"Hahaha... baik baik, kita makan sekarang." Seonho mengambil alih bungkusan itu kemudian beranjak menuju dapur untuk membuat sarapan sekaligus memberi makan Linlin, anjing barunya.

.

.

.

~Buttermints~

.

.

.

"Ya tuhan! Lucu sekali! Kau tidak pernah bilang padaku jika punya seekor anjing!" Seorang pemuda bersurai dark brown tampak mengamati Linlin–anjing Seonho–dengan penuh minat.

"Dia baru tinggal di sini selama lima hari!" Sahut Seonho dari dapur.

"Hey! Kemarilah..."

Pemuda itu menepuk-nepuk pelan ruang kosong di sebelahnya, meminta Linlin untuk duduk di sana. Linlin menghampiri pemuda itu tanpa ragu, duduk tegak di sebelahnya sambil mengibas-ngibaskan ekor.

"Anak baik~" Ucap pemuda bersurai dark brown seraya menepuk-nepuk pelan kepala si anjing.

"Hum? Kenapa dia bisa menurut padamu?"

Seonho memasuki ruang tengah dengan sebuah nampan berisi cemilan dan dua gelas lemon tea dingin. Pemuda itu menolehkan kepalanya kearah Seonho, ia tampak mengerutkan dahi mulusnya.

"Memang biasanya tidak?"

"Dua hari yang lalu Jaehwan dan Minhyun-hyung datang kemari." Pemuda bersurai dark brown masih setia mengerutkan dahinya, penasaran dengan cerita Seonho. "Saat itu Jaehwan bermaksud mengajaknya berkenalan, namun anjing itu malah menggigit pipi Jaehwan cukup keras hingga dia harus memakai plester."

"Pfftt–"

"Kau harus melihat wajahnya saat itu. Benar-benar lucu, terutama saat dia merengek pada Minhyun -hyung dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya."

"Hahahaha– kerja bagus um– siapa namanya?"

"Linlin."

"Ah, kerja bagus Linlin." Pemuda itu terkekeh pelan. "Namaku Ahn Hyungseob, salam kenal."

Hyungseob menjabat sebelah kaki Linlin lalu menggoyang-goyangkannya pelan, layaknya berjabat tangan dengan manusia. Anjing itu menggonggong beberapa kali sambil mengibas-ngibaskan ekornya semangat.

"Sepertinya dia menyukaimu."

"Kurasa begitu hehe. Ah, ngomong-ngomong ada apa kau menyuruhku kemari?"

Seonho berhenti melakukan kegiatan mengunyahnya. "Um– aku ingin cerita sesuatu." Atensi Hyungseob seketika beralih pada Seonho.

"Kedengarannya serius sekali."

"Sebelum aku cerita, kau harus janji tidak akan memberitahukannya pada siapapun." Hyungseob terlihat mengangguk cepat.

"Aku janji."

Pemuda berpipi tembam tampak menghela napasnya pelan sebelum memulai ceritanya. "Selama tiga hari belakangan ini aku selalu mimpi didatangi oleh sosok lelaki bertubuh tinggi."

"Apa wajahnya tampan?"

"Uh, ya dia tampan."

"Lebih tampan mana dengan Woojin?"

"Yak! Aku sedang tidak membahas tingkat ketampanan wajahnya eoh!" Hyungseob hanya bisa nyengir kuda ketika Seonho melemparkan pandangan kesal padanya.

"Maaf maaf, lanjutkan."

"Dia selalu mengucapkan kalimat 'aku akan segera menemuimu Yoo Seonho' dan mengecup keningku sebelum akhirnya aku terbangun."

"Kejadiannya selalu seperti itu?"

"Yap, hanya tempat mimpinya saja yang berbeda-beda, tapi kata-kata di penghujung mimpi selalu sama. Aku jadi takut Hyungseob-ah."

"Apa kita perlu pergi ke peramal untuk menanyakan arti mimpimu?" Kunyahan Seonho seketika berhenti ketika Hyungseob mengucapkan kata peramal.

"Peramal? Aish, kau kan tahu jika aku tidak percaya dengan yang namanya peramal."

"Lalu jika tidak percaya peramal, kenapa kau mempermasalahkan tentang mimpimu? Anggap saja itu sebagai bunga tidur." Sahut Hyungseob kesal.

"Aku mempermasalahkan mimpi ini karena semuanya terasa begitu nyata Hyungseobie." Seonho berusaha meyakinkan sahabatnya. "Ciuman itu–"

"GUKK!"

Sepasang pemuda berwajah manis itu sontak menghentikan pembicaraan mereka. Pandangan keduanya beralih pada seekor anjing Siberian Husky yang tengah duduk tegak di depan mereka. Terlihat sebuah bungkusan kecil berisi makanan anjing di dekat kaki berbulunya. Kedua lelaki tersebut langsung saja mengabadikan momen menggemaskan itu menggunakan ponsel masing-masing.

"GUK!"

Linlin kembali menggonggong ketika sang tuan tidak merespon gonggongannya yang pertama. Suara tawa seketika memenuhi ruangan itu, sang tuan segera meletakkan ponselnya dan menghampiri si anjing yang masih setia duduk tegak sambil mengibas-ngibaskan ekornya.

"Baiklah baiklah... ayo makann." Ia meraih bungkusan snack dan membawanya ke mangkuk makan Linlin di sudut ruang tengah. Linlin tampak mengekor di belakang Seonho, gumpalan cokelat itu menggonggong senang ketika sang tuan menuangkan butiran snack ke dalam mangkuknya.

"Butuh berapa lama sampai dia bisa menurut padamu?"

"Sepuluh menit."

"Sepuluh menit?" Pekikan kaget Hyungseob hanya dibalas dengan anggukan mantap oleh Sonho. "Woah... hebat. Biasanya butuh waktu beberapa hari agar seekor peliharaan bisa menurut pada tuan barunya."

"Mungkin karena aku tampan– yak!" Hyungseob tertawa puas ketika lemparan bantalnya tepat mengenai wajah Seonho.

"Jangan pernah menghubungkan ketampanan dengan hewan peliharaan, karena itu tidak ada hubungannya sama sekali."

"Aku kan hanya bercanda, ish!" Seonho mendudukkan tubuhnya di sebelah mangkuk makan Linlin. Netra gelapnya memandangi si anjing yang sedang melahap snack di mangkuknya. "Entahlah, ada perasaan senang ketika pertama kali melihatnya di depan pintu. Seperti ada sebuah ikatan diantara kami."

"Mungkin saja anjing itu berjodoh denganmu."

"Maksudmu?"

"Perasaan terikat antara peliharaan dan pemilik menandakan bahwa mereka itu berjodoh. Artinya, peliharaan itu akan menjadi sumber kebahagiaan bagi si pemilik nantinya." Seonho tampak mengangguk-anggukkan kepalanya. "Contohnya seperti sekarang, kau tak lagi kesepian karena sudah ada Linlin yang menemanimu."

"Ah benar juga. Apartmentku jadi tidak sepi sejak dia disini. Apalagi di masa-masa libur sekolah seperti sekarang." Tangannya menepuk-nepuk pelan kepala Linlin yang duduk manis di sebelahnya.

"Setidaknya dia bisa menghiburmu sampai kau punya pasangan."

"Yak! Jangan menyinggung masalah itu."

Sedetik kemudian sebuah bantal tampak melayang kearah Hyungseob yang tengah terbahak di atas karpet. Sadar dengan hal itu, Hyungseob segera menggulingkan tubuhnya ke samping, alhasil benda persegi itu jatuh mengenai frame foto. Pemuda bersurai caramel tampak membelalakkan mata saat melihat frame foto miliknya berjatuhan dari atas meja.

"Astaga Ahn Hyungseob! Cepat bereskan!"

"Aish! Kenapa aku eoh?!"

Mereka mulai berdebat tentang siapa penyebab jatuhnya frame-frame foto tidak bersalah itu. Linlin hanya duduk diam di keranjang tidurnya sambil memperhatikan dua orang pria manis yang sedang asik berdebat di hadapannya. Sebuah dengusan pelan terdengar meluncur dari moncongnya, seakan lelah mendengarkan perdebatan tidak penting yang dilakukan oleh sepasang sahabat itu.

.

.

.

~Buttermints~

.

.

.

Hamparan bunga beraneka warna menyapa penglihatan Seonho ketika ia membuka kedua matanya. Kepalanya menoleh kesana kemari, memperhatikan setiap sisi tempat itu dengan seksama. Ia merasa familiar dengan taman ini, sebuah patung air mancur berbentuk malaikat di tengah-tengah taman, jalan setapak dari batu-batuan besar, juga sebuah pondok kecil yang berada di ujung taman bunga, semua itu terasa tidak asing baginya.

Pemuda bersurai caramel itu bangun dari duduknya kemudian mulai berjalan menyusuri jalan setapak. Decakan kagum tak henti-hentinya keluar dari bibir penuhnya, mengagumi hamparan bunga-bunga cantik tanpa mempedulikan rasa dingin yang menyapa kaki telanjangnya.

Langkah kakinya berhenti tepat di depan patung malaikat yang berada di tengah-tengah taman. Seonho mengamati lekat-lekat patung yang berdiri kokoh di hadapannya itu. Sayap sang malaikat tampak membentang di bagian belakang tubuhnya, sementara kedua tangannya sedikit terulur bebas ke depan.

"Akhirnya kau datang, aku sudah menunggumu."

Tubuh Seonho sedikit tersentak ketika suara berat itu memasuki gendang telinganya. Suara ini–

"Ya, ini aku Seonho."

Seonho segera membalikkan tubuhnya dan mendapati sosok lelaki bertubuh tinggi tengah berdiri tak jauh darinya. Senyuman manis tampak menghiasi wajah tampan lelaki itu, senyuman yang mampu membuat hati Seonho menghangat sekaligus meningkatkan irama detak jantungnya.

Dialah sosok yang selalu hadir dalam mimpi Seonho selama tiga hari berturut-turut. Sosok bersurai cokelat gelap dengan kemeja putih polos yang membalut tubuh tegapnya.

"Merindukanku?" Seonho tersadar dari lamunan singkatnya ketika suara bernada rendah itu kembali menyapa indera pendengarannya. Wajah setengah bingung Seonho mengundang kikikan pelan dari si pemuda tampan.

"S– Sebenarnya kau siapa? D– dan kenapa kau selalu datang ke mimpiku?"

Sosok itu kembali mengulas senyum. "Aku mate-mu."

"M– Mate?" Pemuda tampan di hadapannya tampak mengangguk kecil. Seonho mengerutkan dahinya, bukankah mate berarti jodoh atau pasangan hidup?

"Benar. Aku adalah pasangan hidupmu, Yoo Seonho."

"K– Kau bisa membaca pikiranku?" Matanya membulat ketika sosok di depannya kembali menganggukkan kepala, tanda ia mengiyakan pertanyaan yang baru saja dilontarkan.

Keheningan menyelimuti mereka berdua setelahnya. Pemuda yang lebih tinggi tampak diam memperhatikan sosok manis di depannya, sementara Seonho masih berkutat dengan pikirannya yang dipenuhi banyak pertanyaan. Sesekali Seonho tampak melirik ke arah pemuda asing itu, detak jantungnya kembali berpacu ketika ia tak sengaja menatap mata pemuda itu.

"U– Um, jika kau memang benar mateku, kenapa tidak datang langsung padaku? Kenapa harus datang lewat mimpi?"

"Aku sudah datang padamu, hanya dirimulah yang belum menyadari kehadiranku."

Ekspresi bingung Seonho mengundang senyum di wajah tampannya, ia mulai berjalan mendekati si pria manis. Seonho hanya menatap pemuda itu tanpa berniat untuk berpindah dari posisinya, jantungnya kembali berdetak kencang seiring menipisnya jarak diantara mereka. Pemuda manis itu sedikit tersentak ketika sepasang tangan lebar menangkup kedua pipinya, netra gelapnya kembali terfokus pada sosok tampan yang kini berada sangat dekat dengannya.

"Ini adalah kali terakhir aku mengunjungi mimpimu."

Seonho mendadak tidak bisa menggerakkan seluruh anggota tubuhnya, manik gelap pemuda tampan itu seakan membekukan seluruh otot-ototnya. Ia berusaha membuka bibirnya untuk bicara, namun seluruh usahanya sia-sia, ia tak bisa membuka bibirnya sedikitpun. Hanya organ untuk mendengar, melihat, bernapas, dan perasanya saja yang bisa bekerja dengan baik.

"Setelah ini aku tidak akan pernah muncul di mimpimu lagi." Seonho merasakan usapan lembut pada pipinya. Ia merasakan sesak pada dadanya ketika ia mendengar pernyataan itu, merasa tidak rela karena harus berpisah dari sosok itu.

"Tapi jangan khawatir Seonho-ah, aku akan segera menemuimu di alam nyata. Aku janji."

Pemuda itu terlihat menyunggingkan senyumnya.

"Sekarang sudah waktunya kau untuk bangun."

Mata Seonho mulai terasa memberat ketika bibir pemuda itu mulai mendekati bibirnya.

"Sampai jumpa sayang. Aku, Lai Guanlin, sangat mencintaimu."

CUP–

.

.

.

Tubuh Seonho sedikit tersentak ketika ia membuka kedua matanya. Deru napasnya tampak tak beraturan, persis seperti orang yang baru saja melakukan maraton, peluh tampak membasahi surai caramelnya yang berantakan. Netra gelapnya menangkap angka yang ditunjukkan oleh jam digital yang ada di atas nightstand. Masih jam 8 pagi, batinnya.

'Aku, Lai Guanlin, sangat mencintaimu'

Seonho menyentuh bibirnya perlahan, pipinya mendadak memerah ketika memori tentang adegan ciuman itu berputar di kepalanya. Ciuman yang terasa begitu nyata, ia ingat betul bagaimana rasanya ketika bibir lembut pemuda itu menyentuh permukaan bibirnya. Ya tuhan, entah kenapa ia merasa sangat mau, padahal semua itu hanyalah mimpi semata.

"Ah aku bisa gila jika terus memikirkannya." Ia menghela napasnya pelan seraya menerawang ke langit-langit kamar. "Lai Guanlin, siapa–"

PRANGG!

Ucapannya seketika berhenti saat suara benda pecah menggema di apartmentnya. "Bunyi apa itu? Ah, Linlin!" Pemuda itu segera bangun dari posisi tidurnya dan beranjak keluar dari kamar untuk mencari tahu apa yang terjadi.

"Linlin? Kaukah itu?"

Hening.

Seonho mengerutkan keningnya heran. Biasanya Linlin akan berlari menghampirinya ketika namanya dipanggil. Aneh, kemana dia?

"Linlin!" Seonho kembali memanggil nama anjingnya yang tak kunjung muncul. Terbersit sedikit kekhawatiran di hatinya, takut sesuatu terjadi pada Linlin yang baru dirawatnya selama lima hari.

Ia mulai berputar mengelilingi ruang tamu, mengecek setiap kolong meja dan kursi, serta daerah-daerah lain yang kira-kira bisa dijadikan tempat sembunyi oleh Linlin. Tapi hasilnya nihil, ia masih belum bisa menemukan Linlin.

"Ya tuhan, kemana dia– ah! Dapur!"

Seonho segera berlari menuju dapur, tempat terakhir yang belum ia periksa. Langkah kakinya mendadak berhenti ketika kedua matanya menangkap sosok lelaki yang tengah memunguti pecahan piring di lantai dapur. Sosok itu hanya mengenakan kaos hitam polos dan celana pendek, sebuah ekor yang tak terlalu panjang tampak menjuntai dari belakang tubuhnya.

Tunggu. Ekor?!

Rasa kagetnya semakin bertambah ketika sosok itu berdiri dan membalikkan tubuh tingginya. Rambut sewarna kayu, kulit putih, dan manik hitam yang tengah menatapnya intens. Dia–

GREPP–

Tubuh ramping Seonho sedikit tersentak ketika sosok itu menerjang dan memeluknya dengan erat. Kepalanya nampak tenggelam di dada bidang orang itu, ia bisa mendengar suara detak jantung yang berpacu begitu cepat di sana.

"K– Kau siapa?"

"Kau tidak mengenaliku?" Seonho mendongak, tubuhnya seketika terpaku ketika manik gelap mereka bertemu. "Kau sungguh tak mengenaliku, Yoo Seonho?"

Seonho masih diam tak merespon. Sosok itu menghela napasnya pelan, perlahan ia mendekatkan wajahnya pada pemuda manis di depannya. Napas Seonho seketika tercekat ketika sepasang daging kenyal memagut belah bibirnya dengan tiba-tiba. Pemuda manis itu memejamkan matanya, larut dalam ciuman lembut yang terasa begitu manis.

Perlahan pagutan itu terlepas, menyisakan deru napas tak beraturan dari keduanya. Seonho kembali membuka mata, mempertemukan manik gelapnya dengan milik pemuda tinggi di hadapannya.

"L– Lai Guanlin?"

.

.

.

TBC

.

.

.

Cerita ini terinspirasi dari MV 10cm – Pet, Seonho dan si anjing bener-bener bikin aku gemes buat bikin FF Guanho Hybrid!AU. Bagi yang kepo gimana, silahkan saja ditonton MVnya XD.
FF ini gak bakal panjang kok, mungkin dua sampai tiga chapter aja. Kenapa? Karena hutang-hutang yang lain masih menunggu untuk dilunasi. Maaf kalau alurnya terasa kecepetan dan cerita yang tidak nyambung /bow/
Terimakasih bagi yang udah nyempetin baca cerita ini, jangan lupa klik follow, favorite, dan juga Review.
Kritik, saran, dan komentar yang membangun akan selalu aku terima dengan senang hati~

See you in the next chapter!

(Coming up next Critical Beauty. Stay tune!)

Love

~Buttermints~