Disclaimer:
Naruto: Masashi Kishimoto
Tales Of Zestiria: Bandai Namco Studios
.
.
.
Pairing: Naruto x Lailah
Genre: adventure/friendship/romance/mystery/hurt/comfort/supranatural
Rating: T
Setting: negeri yang bernama Zestiria (dunia imajinasi author sendiri)
Minggu, 17 September 2017
.
.
.
Fic request for Immortal Combat
.
.
.
LEGEND OF THE MAGIC RING
By Kinomoto Hoshiko
.
.
.
Chapter 1. Penyerangan tiba-tiba
.
.
.
Di padang rumput yang luas, tampak rerumputan yang menari-nari karena ditiup angin. Tampak segerombolan domba yang sedang berdiri sambil makan rumput. Mereka sangat bersukacita, menikmati alam bebas yang indah ini. Bercengkerama bersama-sama, sambil ditemani angin yang lalu.
Tak jauh dari para domba itu, tampak seorang laki-laki yang berusia 18 tahun, yang sedang duduk bersandar di sebuah batang pohon rindang. Seorang laki-laki berambut pirang jabrik. Matanya biru seperti langit yang biru. Ada tiga garis di dua pipinya. Namanya Namikaze Naruto.
Pakaian yang dikenakannya seperti pakaian kerajaan eropa abad pertengahan. Berupa baju kemeja putih berlengan panjang yang dilapisi dengan rompi coklat. Bawahannya adalah celana panjang selutut berwarna coklat. Sepatu kulit berwarna coklat membungkus kedua kakinya.
Dia adalah anak biasa-biasa saja. Anak sematawayang dari keluarga Namikaze yang memiliki usaha pertanian dan perternakan. Saat ini, dia telah menjadi seorang penggembala domba yang ditugaskan ayahnya untuk melatih dirinya agar dirinya menjadi laki-laki yang kuat dan tidak malas. Hal ini telah diajarkan padanya sejak dia berumur 7 tahun.
Sekarang dia sudah menginjak dewasa. Waktu berlalu dengan cepat, sehingga pola pikirannya juga ikut berubah. Dia berpikir tidak ingin menjadi petani ataupun peternak seperti orang tuanya, dia punya cita-cita yang lain yaitu ingin menjadi seorang ksatria kerajaan. Cita-cita yang sangat tinggi dan menurutnya itu bisa menaikkan derajat keluarganya.
Dia telah mengatakan cita-citanya itu pada orang tuanya, tetapi orang tuanya membantahnya dan melarangnya untuk pergi ke kota, dimana sebuah kerajaan berada di sana.
Dari teman-teman sedesanya, dia mendapatkan sebuah informasi bahwa telah tersiar ke seluruh negeri, pengumuman penerimaan prajurit kerajaan yang baru. Batas penerimaannya tinggal sebulan lagi. Semua teman seusianya sudah pergi ke kota untuk mendaftarkan dirinya menjadi calon prajurit kerajaan tersebut. Ini adalah kesempatan yang langka agar dia bisa mewujudkan cita-citanya itu.
Tapi...
Biarpun, dia telah memberitahukan tentang kabar itu pada orang tuanya, tetap saja orang tuanya tidak mengizinkannya pergi. Orang tuanya menginginkan dia tetap tinggal di desa dan meneruskan usaha keluarganya ini.
Mengingat hal itu, sungguh membuat Naruto tidak bersemangat. Dia menghelakan napasnya berkali-kali. Merasakan angin meniupnya lembut sehingga rambut dan pakaiannya berkibar-kibar seperti bendera.
"Aaah... Kenapa sih ayah dan ibu tidak mau mengizinkan aku pergi ke kota? Padahal Kiba, Sasuke dan teman lainnya sudah pergi ke kota, untuk mendaftar menjadi prajurit di sana...," gerutu Naruto sambil mencabut-cabut rumput untuk melampiaskan kekesalannya."Cuma aku saja yang belum pergi. Selamanya... Aku tetap akan terkurung di desa ini. Tidak pernah kemana-mana seperti yang lainnya."
Dia sangat kecewa dengan keputusan orang tuanya. Rasanya dia ingin kabur dari sini, tapi dia tidak ingin membuat orang tuanya khawatir jika dia benar-benar kabur dari desa ini. Karena restu orang tua adalah segalanya, dengan begitu pasti apapun yang dia hadapi, pasti akan mendapatkan kemudahan.
Apa boleh buat, dia terpaksa pasrah dengan keadaan ini. Tidak tahu apa yang dia lakukan lagi.
Di kejauhan sana, tampak dua orang dewasa yang mengamati Naruto. Mereka adalah orang tua Naruto.
Yang satu adalah pria berambut pirang dan bermata biru, bernama Namikaze Minato. Yang satunya lagi adalah wanita berambut merah panjang yang diikat ponytail dan bermata biru, bernama Namikaze Kushina.
Mereka berdua sedang berdiri di depan rumah mereka yang terbuat dari kayu. Saling berbicara antara satu sama lainnya.
"Akhir-akhir ini Naruto tidak bersemangat lagi. Apa itu karena kita tidak mengizinkan dia pergi ke kota?" tanya Minato yang memasang wajah kusut.
"Sepertinya begitu, Minato," jawab Kushina yang juga memasang wajah kusut."Pasti Naruto kecewa sekali dengan keputusan kita itu."
"Iya. Sudah kelihatan begitu."
"Apa kita izinkan saja dia pergi? Soalnya anak laki-laki seusia Naruto yang ada di desa ini, semuanya telah pergi ke kota untuk mendaftar menjadi prajurit kerajaan. Cuma Naruto saja yang tidak pergi."
"..."
Minato terdiam sebentar dan memandang Naruto dengan lama. Terlihat Naruto sedang memandang langit yang cerah.
"Baiklah...," lanjut Minato kemudian.
"Baiklah...? Maksudnya?" Kushina bingung.
Minato hanya tersenyum dan segera memanggil Naruto dengan suara yang sangat keras.
"NARUTO!"
Naruto menurunkan pandangannya dan melihat ke arah Minato. Minato melambaikan tangan padanya.
"NARUTO! CEPAT KEMARI!"
"ADA APA, AYAH?"
"POKOKNYA CEPAT KEMARI!"
"IYA. AKU DATANG KE SANA!"
Dengan cepat, Naruto bangkit dari duduknya. Langsung berlari cepat-cepat untuk menghampiri kedua orang tuanya itu.
DRAP! DRAP! DRAP!
Begitu dekat, Naruto menghentikan larinya. Berdiri berhadapan dengan ayah dan ibunya.
"Uhm... Ada apa ayah memanggilku?" Naruto bertanya dengan wajah yang penasaran.
"Langsung saja... Ini mengenai keinginanmu yang ingin pergi ke kota," Minato berwajah serius.
"Terus?"
"Kau benar-benar ingin menjadi prajurit kerajaan, kan?"
"Ya. Tentu saja. Itu cita-citaku dari dulu."
"Kalau begitu, pergilah."
"Eh?"
Naruto ternganga. Minato mengangguk sambil tersenyum.
"Pergilah... Ayah mengizinkanmu pergi. Gapailah cita-citamu yang ingin menjadi prajurit kerajaan."
"...," Naruto terpaku sebentar lalu berkata."Ya-Yang benar?"
"Benar."
"Ayah tidak bohong, kan?"
"Tidak."
Minato menggeleng dan sukses membuat Naruto tertawa senang. Lantas langsung memeluk sang ayah.
GREP!
Minato hanya tersenyum sambil mengacak-acak rambut pirang Naruto.
"Terima kasih, ayah."
"Ya, anakku."
"Aku senang sekali, tahu."
"Hahaha... Iya."
Ayah dan anak saling tertawa bersama. Sang ibu hanya tersenyum dan berucap.
"Syukurlah... Naruto..."
.
.
.
Keesokan paginya.
Naruto bersiap-siap akan pergi. Dia tampak gagah dengan penampilannya yaitu baju kemeja berwarna jingga yang dilapisi dengan rompi berwarna hitam yang diikat di tengahnya. Bawahannya adalah celana panjang berwarna hitam. Sepatu boots kulit berwarna hitam setengah betis membungkus kedua kakinya. Tidak lupa juga dia membawa tas kulit di punggungnya, ditambah topi berwarna hitam menutupi kepalanya.
Dia berdiri berhadapan dengan ayah dan ibunya di dekat pagar kayu yang mengelilingi rumahnya. Dia tersenyum dengan raut wajah yang kusut.
"Ayah... Ibu... Tiba saatnya kita berpisah...," kata Naruto dengan nada yang lirih.
"Naruto... Hiks... Hiks...," Kushina sudah menangis duluan."Jaga dirimu selama dalam perjalanan di sana ya. Lalu ini..."
Kushina berjalan pelan mendekati Naruto dan menyodorkan sesuatu pada Naruto. Naruto mengulurkan tangan kanannya saat sesuatu itu terlepas dari tangan Kushina dan jatuh di telapak tangan kanannya.
JREEENG!
Rupanya sebuah kalung bertali. Ada sebuah cincin putih berukir aneh yang terpasang di kalung bertali itu. Naruto heran dan memperhatikan cincin putih itu dengan seksama.
"Cincin?" tanya Naruto pada Kushina.
Kushina mengangguk sambil tersenyum, tapi tetap menangis.
"Cincin itu bukan cincin sembarangan," jelas Kushina."Jika kau memohon pada cincin itu, maka semua permohonanmu akan dikabulkan."
"Apa? Semua permohonanku akan dikabulkan oleh cincin ini?"
"Ya. Cincin itu akan melindungimu jika kau dalam keadaan bahaya. Jagalah cincin itu dengan baik. Jangan sampai hilang atau jatuh ke tangan orang yang salah. Ingat itu, Naruto."
"Baik. Aku akan menjaganya dengan baik."
SREK!
Naruto memasang kalung itu ke lehernya lalu menyembunyikannya di balik bajunya. Kushina memeluknya dan terus menangis.
"Hati-hati di jalan. Pulanglah ke rumah jika kau ingin pulang. Ingat itu ya Naruto."
"Iya, bu. Jangan menangis ya."
"Iya."
Sang ibu menyeka air matanya dengan tangan kanannya. Melepaskan pelukannya dari Naruto. Giliran Minato yang memeluk Naruto.
"Aku pergi, ayah."
"Semoga kau selamat sampai ke tujuanmu."
"Terima kasih, ayah."
"Hmmm..."
Minato mengangguk sambil menahan air matanya yang ingin tumpah. Dia ingin menangis, tapi dia tidak ingin membuat Naruto bertambah sedih. Makanya sebisa mungkin dia menahan air matanya itu.
Setelah itu, Naruto pun berjalan menyusuri jalan setapak desa tersebut. Di dua sisinya, tampak padang rumput yang terbentang luas. Angin berdesir kencang tatkala Naruto berbalik lagi untuk melihat kedua orang tuanya.
Ayah dan ibu melambaikan tangan padanya. Dia pun terpaku dan tersenyum. Namun, air matanya turun jua dari pelupuk matanya.
"Ayah... Ibu...," gumam Naruto yang melambaikan tangan pada orang tuanya."AKU AKAN PULANG LAGI KE SINI! TUNGGULAH AKU, AYAH, IBU!"
Dia berteriak keras, berharap suaranya sampai pada orang tuanya. Terlihat orang tuanya mengangguk, bertanda menanggapi perkataan Naruto tadi. Naruto tersenyum seraya menyeka air matanya dengan tangan kanannya lalu berbalik lagi untuk pergi.
TAP! TAP! TAP!
Dengan hati yang riang bercampur sedih, Naruto melangkah menuju ke arah kota. Dimana sebuah kerajaan terletak di kota tersebut, kerajaan yang bernama Vermilion, yang sedang menerima calon prajurit-prajurit baru.
Tak lama kemudian, Naruto tidak tampak di ujung jalan setapak itu. Minato dan Kushina saling berbicara.
"Semoga Naruto bisa menggunakan cincin itu dengan baik. Karena hanya cincin itulah yang bisa melindunginya selama dalam perjalanan ke kerajaan Vermilion itu...," ucap Kushina yang sudah berhenti menangis.
"Ya. Cincin turun-temurun dari keluarga Uzumaki. Cincin legendaris yang sangat terkenal di dunia, aku yakin pasti 'dia' sedang mencari cincin itu," ungkap Minato yang memandang langit yang biru.
"Dia...?"
"Kau pasti tahu siapa 'dia' yang kumaksud, kan?"
Minato teringat tentang "dia" itu. Kushina bingung, tapi kemudian dia mengerti.
"Aku harap 'dia' tidak bertemu dengan Naruto."
"Semoga saja tidak."
"Mari kita berdoa demi keselamatan Naruto."
"Baiklah, Kushina."
Mereka berdua pun berdoa sambil mengatupkan dua tangan masing-masing. Berharap semoga Naruto baik-baik saja selama perjalanan menuju ke kerajaan Vermilion.
.
.
.
TIGA HARI KEMUDIAN...
Naruto tiba juga di kota yang bernama Vermilion. Kota yang sangat besar dan dipenuhi dengan bangunan-bangunan yang tinggi.
Dimana-mana, banyak orang yang terlihat berjalan kaki di tengah jalan kota. Ada kereta kuda yang lewat, anak-anak yang sedang bermain bola, dan berbagaimacam pemandangan yang menarik, menjadi perhatian Naruto saat menginjakkan kakinya untuk pertama kali di kota ini.
Bisa kau bayangkan bagaimana reaksi orang desa yang baru datang ke sebuah kota besar. Pastinya orang desa itu akan kagum dengan keindahan kota besar tersebut, dan akan bertingkah sangat menyolok hingga menarik perhatian orang-orang sekitar.
Tapi, itu tidak berlaku untuk Naruto. Dia hanya bisa berdiri terpaku di tengah keramaian itu. Karena dia tidak tahu harus kemana lagi alias tersesat.
Celingak-celinguk seperti orang bodoh begitu, Naruto mencoba untuk bertanya pada orang-orang yang lewat itu.
"Ah... Paman... Permisi!" sapa Naruto pada seorang pria berambut putih dan mengenakan masker putih yang menutupi hidung dan mulutnya.
"Hmmm... Ya?" pria itu berhenti berjalan dan menoleh ke arah Naruto.
"Ano... Apakah Paman tahu dimana letaknya kerajaan Vermilion itu?"
"Kerajaan Vermilion ya?"
"Ya."
"Ah ya... Tentu saja aku tahu. Memangnya kenapa kau ingin ke sana?"
"Aku ingin mendaftar menjadi prajurit di sana."
"Oh... Begitu... Kebetulan... Aku ini Kepala Prajurit Kerajaan Vermilion. Jika kau mau, kita bisa pergi langsung ke sana."
"Ah... Baiklah..."
"Ayo, ikut aku!"
"Baik!"
Naruto mengangguk dengan wajah yang sangat cerah. Pria berambut putih itu yang berjalan duluan dan diikuti Naruto dari belakang.
TAP! TAP! TAP!
Maka mereka pun berjalan menuju ke kerajaan Vermilion itu.
.
.
.
Tak lama kemudian, Naruto dan pria itu tiba juga di kerajaan Vermilion.
Istana Kerajaan Vermilion itu terletak di pusat kota. Istana yang berwarna perak dan berdesain elegan. Dikelilingi dengan pagar tembok batu putih setinggi 7 meter. Banyak penjaga yang berjaga di berbagai sudut kerajaan itu.
Kerajaan Vermilion itu diperintahkan oleh seorang Raja. Raja yang sudah tua dan memiliki satu putri yang sangat cantik. Raja itulah yang membuat pengumuman penerimaan prajurit-prajurit baru guna memperkuat pasukan pertahanan kerajaannya.
Sudah banyak orang yang mendaftar menjadi prajurit-prajurit kerajaan tersebut. Tentunya diseleksi lagi secara bertahap-tahap. Jangan sampai menerima prajurit yang ternyata mata-mata dari kerajaan lain. Harus dicek asal usulnya dengan seksama. Itulah syarat utamanya.
Ketika Naruto dan pria berambut putih itu tiba di halaman dalam istana, mereka menemukan banyak orang yang berkerumun di sana. Ramai sekali. Sehingga membuat suasana menjadi gaduh.
"Harap tenang! Kami harap kalian bersabar untuk mendaftar! Mengantrilah satu persatu!" seru seorang prajurit yang bertugas untuk mendata para orang yang mendaftar. Dia duduk di belakang meja panjang bersama tiga temannya.
"Iya, kami akan mengantri!"
"Tolong, cepat sedikit dong!"
"Iya. Lama sekali!"
Beberapa pendaftar menggerutu kesal pada prajurit berbadan gendut itu. Prajurit berbadan gendut, hanya berkata 'maaf'.
Menyaksikan pemandangan yang ada di depannya ini, pria berambut putih yang bersama Naruto tadi, datang mendekati kerumunan itu.
"Ada apa ini?" tanya pria berambut putih itu.
"Ah... Komandan Kakashi rupanya," jawab prajurit berbadan gendut."Ini... Para pendaftar saling menyerobot saat mendaftar. Mereka tidak sabaran sekali. Padahal aku sudah bersusah payah untuk menasehati mereka."
"Oh, begitu ya."
CLIK!
Pria berambut putih yang diketahui bernama Hatake Kakashi itu, memandang lepas ke arah para pendaftar. Kedua mata sayunya, tampak menajam.
"Dengar ya... Kalau kalian ingin menjadi prajurit di kerajaan ini, harus tahu yang namanya ketertiban. Bukannya menyerobot yang lain, dan pada akhirnya akan menimbulkan pertengkaran, kan? Jika seperti itu, sudah dipastikan kalian tidak akan diterima menjadi prajurit di kerajaan ini."
Salah satu dari para pendaftar, berteriak keras pada Kakashi.
"Memangnya kau siapa, sehingga seenaknya berbicara begitu?"
"Kau tidak tahu siapa aku?"
"Aku tidak tahu."
"Kuberitahu ya, aku ini Hatake Kakashi, Kepala Prajurit Kerajaan ini."
"EEEEH!?"
Semua orang ternganga. Kakashi hanya bersikap santai dan menoleh ke arah prajurit-prajuritnya yang sedang mendata calon-calon prajurit baru itu.
"Silahkan lanjutkan pendaftarannya. Lalu daftarkan juga satu anak lagi."
"Baik... Komandan. Siapa anak yang ingin Komandan daftarkan?"
Kakashi melambaikan tangan kanannya pada Naruto yang sedari tadi diam berdiri di kejauhan sana.
"Hei, kau yang di sana! Cepat kemari!"
"Ah... I-Iya."
Naruto buru-buru berjalan mendekati Kakashi. Semua orang memandangnya dengan heran.
"Namamu siapa?" Kakashi bertanya pada Naruto ketika Naruto sudah berdiri di sampingnya.
"Namikaze Naruto," jawab Naruto cepat.
"Asalmu?"
"Desa Konoha."
"Umurmu?"
"Delapan belas tahun."
BLA... BLA... BLA...
Kakashi bertanya dan Naruto menjawabnya dengan jujur. Prajurit gendut tadi yang mencatat semua data tentang Naruto itu.
Beberapa orang tidak senang melihat Naruto yang didaftarkan langsung oleh Kakashi. Tidak mengantri seperti yang lainnya. Menganggap semacam itu adalah curang.
Tiba-tiba...
"ZELDOKEYA!"
Seseorang di antara para pendaftar itu meneriakkan sebuah mantra, dan memunculkan bola api berukuran besar. Semua orang kaget saat bola api itu meluncur di tengah-tengah mereka sehingga mereka menepi untuk menghindari bola api itu.
WHUUUSH!
Bola api itu bergerak cepat ke arah...
"WUAAAAH!"
"ADA BOLA API!"
"AWAS SEMUANYA!"
Kakashi, yang menjadi target bola api itu. Kakashi membelalakkan kedua matanya saat jaraknya dengan bola api itu semakin tipis.
"WU-WUAAAAAAH!"
DHUAAAASH!
Terjadilah ledakan cahaya saat bola api itu bertabrakan dengan sesuatu. Sesuatu itu adalah cahaya merah yang berpijar dari kalung cincin yang dikenakan Naruto. Naruto sendiri juga kaget saat cincin itu keluar dari balik bajunya dan cincin itu melindungi dirinya yang secara refleks berdiri di depan Kakashi.
Kakashi menyadari bahwa Naruto yang melindunginya, menjadi kaget akan yang terjadi. Cincin Naruto bercahaya merah dan balik menyerang orang yang telah menyerang Kakashi.
FWAAAAATS!
Cahaya merah menyelimuti tempat itu. Orang yang menyerang tadi, ternyata adalah jelmaan iblis, menjadi terbakar karena terkena cahaya merah yang terasa panas ini. Dia berteriak keras sambil menari-nari kepanasan.
"WUAAAAAH! PANAS! PANAS! WUAAAAAAAH!"
Pada akhirnya dia pun meledak tanpa tersisa sedikitpun, dalam selimut cahaya merah itu.
FYUUUSH!
Cahaya merah tadi menghilang. Semua orang bisa melihat dengan jelas. Perhatian semua orang pun tertuju pada Naruto.
"Eh? Apa yang terjadi?"
"Anak laki-laki itu siapa?"
"Dia melindungi Kepala Prajurit dari serangan bola api itu."
"Tapi... Bola api tadi asalnya darimana ya?"
"Apa tadi itu penyihir? Lalu anak laki-laki itu juga penyihir ya?"
"Bohong ah... Mana ada penyihir di dunia ini?"
"Sudah ada buktinya kok."
WAS! WES! WOS!
Semua orang saling berbisik-bisik antara satu sama lainnya. Naruto yang merasa bingung, tak tahu apa yang terjadi. Dia hanya memegang cincinnya yang tidak bercahaya lagi.
"Namikaze Naruto..."
Naruto menoleh ke arah Kakashi.
"Ya, Paman?"
"Kalau begitu, ikut aku ke dalam istana sekarang! Karena Raja memintaku untuk membawamu langsung menemuinya."
"Eh?"
Naruto ternganga. Kakashi menatap Naruto dengan tajam. Dia mendengar perkataan sang Raja di telinganya, lewat sihir telepati.
'Bawa anak muda itu untuk menemuiku sekarang, Kakashi. Dialah orang yang tepat untuk menjadi Ksatria Kerajaan sihir ini.'
'Baik, Yang Mulia.'
Maka Kakashi dan Naruto pergi lagi masuk ke dalam istana. Keadaan kembali tenang seperti biasa. Acara pendaftaran prajurit baru pun dimulai kembali.
.
.
.
BERSAMBUNG
.
.
.
A/N:
Fic request untuk Immortal Combat sudah jadi.
Beginilah cerita yang saya buatkan untukmu. Semoga kamu suka ya. ^-^
Oke, sampai di sini saja. Jika ada waktu luang, akan saya lanjutkan lagi.
Terima kasih banyak.
Minggu, 17 September 2017
