Jika memang manusia adalah makhluk yang mampu memaafkan satu sama lain, kenapa perasaan marah dan benci itu ada di dalam setiap diri manusia?

Pernahkah kalian berpikir kenapa kita bisa marah terhadap orang lain disaat sesungguhnya kita juga bisa memaafkan mereka?

Pernahkah kalian berpikir bahwa perasaan marah, dengki, iri, dan benci merupakan sisi gelap dari tiap diri manusia yang tidak bisa dihilangkan namun bisa dielakkan?

Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi sosok yang pemaaf, tapi iblis menambahkan bumbu dalam perasaan manusia agar mereka saling membenci.

Ini adalah sistem pro dan kontra dalam diri sendiri, karena sesuatu selalu butuh lawannya, termasuk dengan rasa untuk memaafkan.

Rasa benci ada karena kemampuan untuk memaafkan juga ada dalam diri manusia.

Kemampuan memaafkan merupakan sesuatu yang sesungguhnya ada secara natural, namun dipilih untuk diabaikan oleh ego manusia. Hal itu dikarenakan manusia tentunya akan lebih mengedepankan ego mereka daripada apapun, manusia memiliki kecenderungan untuk membenarkan seluruh tindakan untuk dirinya sendiri daripada menyadari kesalahannya.

Akan tetapi sesungguhnya itu bukan masalah, karena ego manusia juga salah satu yang membuat seseorang mampu bertahan hidup menghadapi dunia yang bertambah kejam dan tanpa belas kasih di tiap detiknya.

Namun jika seseorang dibutakan oleh egonya, dia tidak sadar bahwa dia telah ikut mengambil bagian dalam kehancuran dunia ini. Dia mengeluh dunia semakin menyedihkan tanpa sadar bahwa dia juga ikut mengambil andil dalam kehancuran dunia karena keegoisannya.

Lantas bagaimana caranya untuk menyeimbangkan ini?

Di sanalah kemampuan untuk memaafkan berperan, dengan memaafkan maka manusia merendahkan sedikit ego mereka dan nantinya tidak ada lagi usaha untuk memaksakan kehendak karena dia sudah memaafkan kesalahan yang diperbuat orang lain.

Kemampuan memaafkan adalah kemampun yang berharga paling mahal karena ego juga sesuatu yang harganya sangat mahal. Namun jika kita memaafkan orang lain, maka kita akan mendapatkan sesuatu yang tidak bisa dibeli oleh apapun juga.

Sesuatu itu berupa perasaan kecil bernama rasa lega dan lapang, karena tidak lagi dihimpit oleh kemarahan dan kemurkaan pribadi.


Half-Olympians

.

.

A BTS fanfiction

by

Black Lunalite

.

.

.

.


Warn!

BL, Demigod!AU. The Imity AU © Black Lunalite

Slightly Inspired by: Percy Jackson and The Olympians


.

.


NamJin, with TaeKook and another BTS Members.


.

.

.


Part 25: Special Stage


Seiring dengan berlalunya waktu setelah pertandingan babak ketiga, atmosfer babak terakhir sudah semakin terasa di udara dan kelihatannya akademi ini sudah merasakan antusiasme itu sejak sebelum tanggal resmi babak terakhir itu diumumkan.

Akademi ini jelas menanti pertempuran di antara Namjoon Kim dan Seokjin Kim yang berhasil melewati babak pertandingan yang terlampau sulit. Mereka bekerja sama dengan terlampau baik sehingga seluruh akademi sangat penasaran mengenai bagaimana kiranya ketika mereka diminta untuk melawan satu sama lain.

Tanggal pertandingan luar biasa itu telah ditetapkan dan akan dilaksanakan di tiga hari ke depan, Seokjin dan Namjoon mendapatkan keringanan yaitu dibebaskan dari kelas-kelas mereka dan dipersilahkan untuk mempersiapkan diri untuk melakukan babak terakhir dari keseluruhan rangkaian Titan's Game yaitu Special Stage yang akan dilaksanakan di Titan's Arena dimana seluruh akademi dapat menyaksikan mereka.

Berbeda dengan seluruh akademi yang menyambut pertandingan terakhir ini dengan sukacita, Seokjin tidak terlalu antusias untuk melakukan babak terakhir. Dia memang dibebaskan dari kelasnya dan diminta untuk mempersiapkan diri, tapi tidak banyak yang dilakukan Seokjin selain berolahraga di Playground.

Seokjin meluruskan punggungnya setelah dia selesai melakukan pemanasan ringan kemudian dia memulai dengan posisi yoga awal dengan merentangkan kakinya lebar-lebar dengan kedua kaki terangkat ke atas. Tekanan dari babak terakhir ini sebenarnya juga mulai membebani Seokjin sehingga dia memutuskan untuk melakukan yoga di hari-hari terakhir menjelang pertandingan.

"Yoga? Seriously?"

Seokjin mengenali suara yang berbicara padanya namun Seokjin memutuskan untuk tetap fokus pada yoganya. "Ini bagus untuk menekan kadar stress."

Sosok yang tadi baru saja berbicara pada Seokjin melangkah mendekat dan berdiri di sebelah matras yang digunakan Seokjin. "Kupikir kita membutuhkan latihan fisik?"

Seokjin melirik ke arahnya, "Ketenangan batin juga penting dalam pertandingan, Namjoon."

Sosok itu, Namjoon, tertawa pelan, dia menggaruk pelipisnya. "Yah, aku tidak pernah melakukan yoga sebelumnya karena tubuhku tidak selentur dirimu." Namjoon mengangguk-angguk, "Kau.. elastis."

Seokjin tertawa kecil saat mendengar Namjoon menyebutnya 'elastis', "Aku akan sangat senang jika kau menyebutku 'fleksibel'."

"Ah, ya itu juga bagus."

Seokjin melirik Namjoon lagi, "Itu bukan 'bagus', tapi itu memang kata yang tepat, Namjoon Kim." Seokjin akhirnya menyerah karena Namjoon sudah benar-benar mengganggu ritual yoganya, dia menegakkan tubuhnya dan menatap Namjoon, "Tiga hari lagi, huh? Ada saran?"

"Lawan aku dengan serius." Namjoon berujar serius. "Kau harus bersungguh-sungguh saat melawanku, Seokjin. Jangan mengalah, jangan pernah. Biarkan mereka tahu bahwa kau adalah demigod yang sanggup diperhitungkan."

Seokjin terdiam, dia memperhatikan ekspresi Namjoon dan dia tidak melihat apapun selain keseriusan di sana. Seokjin menarik napas, "Kau sadar dengan konsekuensi dari perkataanmu itu, kan?"

"Ya,"

"Dan kau masih tetap yakin untuk yang satu ini?"

Namjoon mengangguk lagi, "Bukankah sudah kukatakan padamu untuk memberikan mereka pertandingan final paling luar biasa dari yang pernah ada?"

Seokjin memikirkan maksud ucapan Namjoon dan akhirnya dia mengangguk. "Baiklah,"

Namjoon tersenyum tipis, "Bagaimana kalau kita sparring?" ujarnya kemudian dia berjalan dan mengambil salah satu pedang yang ditambatkan di rak, "Bukankah ini bisa digunakan sebagai latihan juga?"

Seokjin mendengus geli tapi dia tetap meraih salah satu pedang yang berjajar di rak sementara Namjoon sudah melompat naik ke podium kecil berbentuk lingkaran dengan ukuran diameter sekitar 5 meter yang memang biasanya digunakan untuk sparring ringan.

Namjoon menggerakkan tangannya untuk mengayunkan pedangnya sembari menatap Seokjin yang menaiki podium dengan perlahan. "Bagaimana jika kita bertaruh?"

Seokjin memutar bola matanya seraya menguatkan pegangannya di gagang pedang, "Joon, ini cuma sparring."

"Yah, tapi tidak ada salahnya, kan?"

Seokjin tersenyum geli kemudian dia mengangguk, "Baik, apa?"

"Siapapun yang kalah atau terjatuh dari podium ini, maka dia harus melakukan apapun permintaan dari pemenang. Bagaimana?"

Dahi Seokjin berkerut, "Bukankah itu terlalu besar untuk hadiah sparring? Kenapa bukan hadiah untuk pertandingan besok?"

Namjoon tersenyum, "Nanti kau akan tahu, Seokjin."

Seokjin mengerutkan dahinya tapi akhirnya dia mengangguk pelan-pelan. "Okay.. kurasa bukan masalah."

Namjoon memasang kuda-kudanya, "Nah, kalau begitu kita sepakat."

Seokjin mengulum senyumnya dan mengangguk pelan. "Ya, kita sepakat."

Kali ini mereka tidak menunggu siapa yang akan bergerak lebih dulu karena Seokjin sudah melangkah maju dan melayangkan serangan yang berhasil ditangkis dengan baik dari Namjoon. Suara benturan antara dua mata pedang masing-masing terdengar mengisi seluruh ruang kosong di sana.

Namjoon menaikkan sebelah alisnya karena Seokjin menyerang lebih dulu tapi Seokjin tidak membiarkannya terpaku terlalu lama karena setelahnya Seokjin bergerak lagi untuk melayangkan serangan berikutnya.

Namjoon terkekeh pelan dan akhirnya mulai bergerak dengan serius, Namjoon sedikit banyak cukup kagum pada teknik menyerang Seokjin yang terasa halus namun tetap mendesak lawannya di berbagai sisi. Bisa dibilang Seokjin bertempur seperti dia sedang menari jika melihat dari bagaimana halusnya dia bergerak, berbeda dengan gerakan lebar dan tegas Namjoon.

Seokjin bergerak dengan gesit untuk melancarkan serangan ataupun berkelit dari serangan Namjoon yang kuat. Mereka berdua bergerak mengingari sekeliling podium kecil itu dan sejauh ini belum ada yang kalah karena semua serangan berhasil ditangkis dengan baik.

Namjoon menggeleng pelan, "Seharusnya kau seperti ini saat kita bertempur untuk pertama kalinya di Titan's Arena."

Seokjin tertawa kecil, "Oh, percayalah aku akan terus seperti ini saat bertempur denganmu ke depannya."

Namjoon menangkis serangan Seokjin dan memasang kuda-kudanya lagi, "Yeah? Baguslah."

Seokjin tertawa namun karena tawanya itu dia menjadi sedikit tidak fokus sehingga mengambil satu langkah ke belakang lebih banyak daripada seharusnya. Seokjin kehilangan keseimbangan karena kehilangan pijakan, dia melepaskan pedang yang digenggamnya untuk bersiap menahan tubuhnya saat terjatuh namun sebelum Seokjin benar-benar terjatuh, Namjoon sudah melompat untuk menangkap tubuhnya dan memutar posisi mereka sehingga mereka berdua jatuh bertindihan dengan posisi Namjoon di bawah Seokjin.

Namjoon mengaduh pelan saat punggungnya menghantam lantai dan ditambah beban tubuh Seokjin di atas. Sementara itu Seokjin sendiri juga tengah mengerang seraya menjauhkan tubuhnya dari tubuh Namjoon dan menggunakan dada Namjoon sebagai tumpuan.

"Kau oke?" tanya Namjoon.

Seokjin mengangguk, dia membuka matanya dan langsung menyadari bahwa saat ini posisi wajah mereka benar-benar dekat untuk satu sama lain. "Kita berdua terjatuh."

Namjoon terkekeh, "Yah, nampaknya aku tidak bisa membiarkanmu terjatuh sendirian."

Seokjin tersenyum, "Bagaimana jika masing-masing dari kita menuruti satu permintaan dari satu sama lain?" Seokjin mengedikkan bahunya, "Karena kita berdua terjatuh dan tidak ada pemenang resmi di sini."

Namjoon tertawa pelan, "Yah, kurasa itu keputusan yang bijaksana."

Seokjin tersenyum, dia menepuk dada Namjoon sekali kemudian melompat bangun. "Kalau begitu kita sepakat."

Namjoon menegakkan punggungnya dan menahannya dengan kedua siku, "Yeah, kita sepakat."

Seokjin tersenyum lagi, "See you later in the arena, Joon." Seokjin berjalan meninggalkan Namjoon yang masih tidak bergerak dari posisinya di lantai ruang latihan.


.

.

.


Hari pertandingan Special Stage akhirnya tiba dan seluruh akademi benar-benar menyambutnya dengan sangat antusias. Mereka semua bergerak memenuhi Titan's Arena untuk mendapatkan posisi terbaik dalam menonton babak final dari pertandingan kali ini dan tentunya mereka akan menyaksikan siapa kiranya yang akan mendapatkan gelar The Titan hari ini.

Seokjin duduk diam di dalam ruang tunggunya yang terletak di lantai dasar arena. Pembantu gamenya baru saja selesai membantunya bersiap, dia memberikan pakaian gladiator dari kulit berwarna hitam kelam pada Seokjin, helm besi berwarna sama dan juga sebuah pedang berukuran cukup besar dan terlihat sangat tajam serta berkilat.

Pembantu gamenya sempat menjelaskan kepada Seokjin bahwa sistematika pertandingan hari ini adalah sama seperti pertandingan gladiator satu lawan satu pada umumnya. Seokjin dan Namjoon akan dibiarkan berduel sekeras mungkin sampai salah satunya kalah dan nantinya pemenang dari duel ini akan menjadi The Titan.

Tidak ada batasan waktu, tidak ada batasan serangan yang diperbolehkan, semua diizinkan dan legal, termasuk jika itu melukai hingga taraf luka parah. Semuanya diizinkan karena ini merupakan babak final dari keseluruhan pertandingan.

Seokjin menarik napas dalam kemudian tak lama kemudian dia mendengar suara genderang dan juga suara Mr. Krakenshield saat membuka pertandingan ini dengan sapaan basa-basi seperti biasa. Seokjin berdiri dan meraih helmnya kemudian memakainya, dia juga mengambil pedangnya yang disandarkan ke meja dan menggenggamnya.

Seokjin menarik napas dalam kemudian dia berjalan keluar dari ruang tunggunya, Seokjin berjalan menyusuri koridor menuju arena utama yang berupa tanah berpasir. Seokjin berhenti melangkah tepat di depan gerbang yang akan membawanya ke arena utama itu, dia menunggu sampai Mr. Krakenshield mengumumkan namanya dan gerbang di hadapannya dibuka oleh pembantu game.

"Kompetitor dari Namjoon Kim hari ini adalah Seokjin Kim, putra Dewi Athena!"

Bersamaan dengan suara Mr. Krakenshield yang menggaung, kedua pembantu game yang berdiri di kedua sisi gerbang mulai membuka gerbang itu dan Seokjin pun mulai melangkah maju. Dia menginjak tanah berpasir arena dan sorak-sorai penonton segera memenuhi ruang pendengarannya.

Seokjin melangkah dengan pasti menuju lingkaran yang telah dibuat di tengah-tengah arena, dia melihat Namjoon juga muncul dari arah berlawanan dengannya dan pria putra Hades itu mengenakan pakaian yang sama dengannya.

Namun yang membedakan hanyalah pedang yang dipegang oleh Namjoon di tangan kanannya.

Itu Pedang Hades.

Pedang itu masih sama seperti terakhir kalinya Seokjin melihatnya, memancarkan sinar kemerahan namun kali ini Seokjin bisa melihat sedikit lidah api yang mengelilingi keseluruhan mata pedang. Seokjin menarik napas dalam dan mengeratkan pegangannya pada gagang pedangnya sendiri.

Ketika akhirnya mereka masuk ke dalam lingkaran arena untuk pertandingan Seokjin bisa melihat Namjoon menatapnya dengan ekspresi serius.

Seokjin menyunggingkan sebuah senyum kecil seraya menggerakkan kakinya untuk memasang kuda-kuda. "Joon, remember that we hava a deal."

Dahi Namjoon berkerut, dia memasang kuda-kudanya masih dengan mata yang terfokus pada Seokjin.

Seokjin mengangkat pedangnya, "Ingat, aku berhak meminta satu permintaan padamu dan kau harus menurutinya."

Namjoon terlihat seolah dia baru saja mengingat itu dan Seokjin memanfaatkan kelengahan Namjoon untuk menyerangnya. Namjoon berhasil berkelit di detik terakhir dan suara sorakan penonton bergemuruh akan serangan Seokjin.

Seokjin memasang kuda-kudanya lagi, dia tidak mempedulikan ekspresi bingung Namjoon karena Seokjin sudah kembali melancarkan serangan. Namjoon masih menghindari serangan Seokjin dengan sempurna tapi terlihat jelas dia tidak ingin menyerang sehingga Seokjin melakukan serangan besar lainnya agar Namjoon sadar dan mulai bertempur.

"Seokjin, kau serius?" tanya Namjoon seraya menahan pedang Seokjin.

Seokjin mengangguk, "Berikan mereka pertandingan final terbaik dari yang pernah ada."

Namjoon masih terlihat ragu tapi akhirnya dia mulai melancarkan serangan pada Seokjin. Seokjin segera menggunakan kedua tangannya karena kekuatan serangan Namjoon tidak bisa ditahan dengan menggunakan satu tangan.

"Bertarunglah dengan serius, Joon." Seokjin mengayunkan pedangnya untuk menangkis serangan Namjoon dengan kuat, mata pedangnya mengeluarkan bunyi berdesis karena bersinggungan dengan mata pedang Namjoon yang dihiasi api.

"Well, baiklah." Namjoon mengayunkan tangannya, memberikan sebuah serangan besar yang tidak siap dihadapi Seokjin hingga pedangnya terlepas dari tangannya dan terlempar ke udara.

Seokjin menoleh ke arah pedangnya terlempar kemudian menendang dada Namjoon untuk mengambil sedikit jarak dan setelahnya melakukan salto untuk mencapai pedangnya sendiri. Seokjin menyambarnya dengan cepat dan kembali memegangnya di kedua tangannya.

Napas Seokjin mulai terengah karena energinya mulai terkuras, melakukan serangan melawan kekuatan fisik Namjoon sudah sulit, ditambah lagi Pedang Hades bisa membuat mata pedangnya tumpul.

Namjoon bergerak maju dan menyerang Seokjin lagi, mereka terlibat dalam pertarungan yang sengit dan tiap kali Seokjin mulai kewalahan maka Namjoon akan mengurangi kekuatannya.

Akan tetapi itu bukanlah sesuatu yang diinginkan Seokjin.

Seokjin menggigit bibirnya kemudian dengan menggunakan gerakannya yang halus dan cepat Seokjin berhasil memberikan sebuah serangan dan pedangnya berhasil menggores lengan atas Namjoon hingga mengeluarkan darah.

Penonton bersorak untuk keberhasilan Seokjin melukai Namjoon. Seokjin mengambil langkah mundur dan kembali memasang kuda-kudanya sementara Namjoon melirik luka di lengan atasnya.

"Kau benar-benar serius?" tanya Namjoon.

Seokjin mengangguk singkat dan kembali mengangkat pedangnya, kali ini menyerang kaki kiri Namjoon. Namjoon menggerakkan tangannya dan menangkis serangan Seokjin dengan sempurna, sekali lagi mementalkan serangan Seokjin hingga pedangnya terlempar jauh, kali ini hingga hampir keluar arena.

Namjoon terleihat terkejut, dia sudah hendak melepaskan pedangnya namun Seokjin menggeleng, Seokjin bergerak maju dan melayangkan tinjunya ke rahang Namjoon, Namjoon berkelit dan Seokjin menggunakan kesempatan itu untuk menendang perut Namjoon.

Namjoon menunduk untuk mengaduh pelan dan Seokjin memanfaatkan kesempatan itu untuk meraih pedangnya yang tergeletak cukup jauh. Seokjin kembali menghadap Namjoon dan memasang kuda-kuda, napas Seokjin semakin habis, dia mulai kelelahan karena bekerja keras dalam pertandingan ini.

Seokjin tahu dia harus mengakhiri pertandingan ini dan Seokjin sudah menyiapkan caranya. Seokjin menarik napas dalam, "Namjoon, stab me."

Namjoon mengerutkan dahinya, "Apa?"

"Kau harus melukaiku untuk menang. Quick, stab me." Seokjin melangkah maju dengan perlahan, sengaja membuat mereka terlihat seperti sedang bertempur walaupun sesungguhnya mereka sedang berbicara satu sama lain.

"Seokjin, aku tidak.."

"Ya, kau bisa, dan kau harus. Ingat janjiku? Aku akan membuatmu menang, Joon. Kau harus menang. Harus." Seokjin mengayunkan pedangnya untuk mengincar bahu Namjoon dan berhasil dihindari Namjoon dengan baik.

"Seokjin, aku tidak bisa melukaimu."

"Namjoon, ini permintaanku." Seokjin menatap Namjoon dengan tajam, "Kau harus menurutinya."

Namjoon membelalakkan matanya, dia jelas terlihat terkejut namun Seokjin tidak bisa membuang waktu. Dia harus membuat Namjoon memenangkan pertandingan ini.

Seokjin melirik posisi pedang Namjoon yang terhunus kemudian bergerak untuk melayangkan serangan ke tangan kanan Namjoon yang memegang pedang. Namjoon yang tidak siap bergerak secara refleks untuk menghindari serangan Seokjin namun Seokjin justru menggunakan kesempatan itu untuk membiarkan Pedang Hades di tangan Namjoon mengiris sisi kiri tubuhnya.

Seokjin berteriak karena rasa sakit yang begitu kentara, dia merasakan tubuhnya seperti nyaris terbelah dua walaupun Pedang Hades itu hanya mengiris sisi kiri tubuhnya. Seokjin melepaskan pedang di tangannya untuk menyentuh sisi tubuhnya yang terluka parah, darah mengalir deras dari sana sementara Namjoon terlihat panik.

Seokjin tahu jika dibiarkan Namjoon akan melemparkan pedangnya sebagai tanda bahwa dia menyerah dan Seokjin tidak bisa membiarkan itu. Seokjin menatap Namjoon dan menggeleng hati-hati, memberi isyarat agar Namjoon tidak melakukan itu.

"Pukul aku, Namjoon. Cepat pukul aku agar mereka mengakhiri pertandingan ini." Seokjin berbisik hati-hati dengan napas terengah seraya terus memegangi sisi tubuhnya yang terkoyak akibat Pedang Hades. Darah Seokjin mengalir deras dari sana, Seokjin bisa merasakannya mengalir melewati sela-sela jarinya dan menetes di tanah berpasir di bawahnya.

"Namjoon.. cepat.." bisik Seokjin.

Namjoon menggeleng pelan, dan Seokjin memejamkan matanya frustasi.

"Kau harus menang. Harus." Seokjin meringis saat dia bisa merasakan luka di tubuhnya semakin parah, api di Pedang Hades benar-benar melebarkan lukanya.

Namjoon melangkah maju dengan hati-hati, Pedang Hades di tangannya masih bercahaya kemerahan walaupun lidah api tidak lagi menjilat sekeliling mata pedangnya. Namjoon menunduk menatap Seokjin yang bersimpuh seraya memegangi sisi tubuhnya yang terluka, "Maafkan aku, Seokjin." Namjoon berbisik pelan sebelum kemudian dia melayangkan pukulan ke rahang Seokjin dengan menggunakan tangan kirinya.

Namjoon sengaja tidak menggunakan tangan kanannya karena dia khawatir dia akan mematahkan tulang Seokjin jika dia menggunakan tangan kanan.

Seokjin merasa kepalanya pusing serta telinganya berdenging akibat pukulan Namjoon. Seokjin terhuyung ke belakang dan menghantam tanah berpasir dengan cukup keras, rasa pusing yang menderanya membuat Seokjin tidak lagi memegangi lukanya.

Napas Seokjin terhela satu-satu, dia menanti suara genderang yang menandakan pertandingan berakhir karena sejujurnya Seokjin tidak kuat bahkan untuk sekedar menggerakkan satu jari. Seokjin mengerjap dengan gerakan perlahan dan akhirnya suara genderang dibunyikan.

"Congratulations to our new The Titan, Namjoon Kim!" suara Mr. Krakenshield yang membahana adalah hal terakhir yang Seokjin dengar hari itu, karena setelahnya dia tidak lagi sanggup mempertahankan kesadarannya.


.

.

.


Seokjin sudah pernah merasakan lengannya yang tergores Pedang Hades dan rasanya sungguh sakit luar biasa. Padahal saat itu dia hanya menggores, tidak mengiris kulitnya seperti apa yang terjadi saat ini.

Maka dari itu Seokjin rasa sensasi panas dan nyeri yang menjalari sisi tubuhnya ketika dia membuka mata bukanlah sesuatu yang aneh. Seokjin mengerang kesakitan dengan sepenuh hati ketika dia membuka matanya, tubuhnya terasa sangat sakit terlebih lagi bagian perut dan pinggangnya yang baru saja terkena Pedang Hades.

"Hei, Seokjin, hei.." Seokjin merasakan seseorang mengusap tangannya, "Sakit sekali?"

Seokjin membuka matanya yang tadi tertutup karena mengerang kesakitan dan melihat Namjoon tengah duduk di sebelah tempat tidurnya. "N-Namjoon?"

Namjoon mengusap punggung tangan Seokjin, "Ya, ini aku. Lukamu sakit sekali ya?"

"K-kenapa.."

"Kenapa aku ada di sini? Jelas saja karena aku mengkhawatirkanmu." Namjoon menghela napas pelan, "Jangan menakutiku seperti itu lagi, Seokjin. Aku benar-benar menahan diri untuk tidak membawamu sendiri ke para healer karena aku tahu itu melanggar peraturan."

"P-pertandingannya?"

"Aku menang, tentu saja. Gelar The Titan kembali menjadi milikku." Namjoon meraih tangan Seokjn dan menangkupnya kemudian mengecupnya pelan. "Tapi sesungguhnya aku lebih ingin kalah daripada melihatmu harus berbaring di sini."

Seokjin tersenyum tipis, "Bukankah sudah kukatakan padamu? Kau harus menang, apapun yang terjadi nanti, kau harus menang."

"Ya, kau memang mengatakan itu. Tadinya kukira kau tidak serius."

"Jelas saja aku serius." Seokjin menatap Namjoon, "Tapi bagaimana dengan upacara gelar The Titan? Bukankah seharusnya itu dilaksanakan setelah pertandingan?"

Namjoon berdehem canggung, "Ya, tentang itu.. aku meminta Mr. Krakenshield untuk menundanya sampai kau sembuh. Termasuk menunda Venus Ball."

Dahi Seokjin berkerut, "Kenapa?"

Namjoon tersenyum malu-malu, "Karena The Titan harus membawa teman kencannya ke Venus Ball dan melakukan dansa pertama. Aku sudah tidak melakukannya tahun lalu dan kurasa Mr. Krakenshield akan melemparku ke Poseidon Mirror jika aku tidak melakukannya lagi."

Seokjin mengulum senyum geli, dia jelas mengingat saat Namjoon memenangkan Titan's Game tahun lalu tapi muncul di Venus Ball seorang diri. "Lalu?"

Namjoon meremas-remas tangan Seokjin di dalam genggamannya dengan gugup, "So, what do you say if.. we go together? Being the boyfriend of The Titan is huge, you know."

Seokjin menyeringai, "The boyfriend?"

Namjoon terlihat semakin gugup, "Well yeah, of course."

"Is it for another protection things?" goda Seokjin.

Namjoon terkekeh pelan, "No, I mean it." ujar Namjoon serius kemudian dia menatap Seokjin. "I mean it."

Seokjin tersenyum, mendadak saja dia tidak lagi merasa nyeri dan sakit di bekas lukanya, "Well, how can I say no for that offer?" Seokjin meremas pelan tangan Namjoon yang menggenggamnya karena dia masih terlalu lemah untuk meremas dengan kuat, "I'll come to the Venus Ball with you.." Seokjin menyeringai, "..as your boyfriend."


The End


.

.

.

Half Olympians versi Wattpad dan FFN sudah berakhir di sini yaa~

.

.

Terima kasih banyak untuk seluruh dukungannya selama proses penulisan hingga proses pembuatan Half Olympians ini menjadi fanbook. Love you~ *hugs*

Sampai ketemu di karyaku yang selanjutnya!