Offspring of The Air
Summary: Kecewa karena anaknya tidak dianggap sebagai pahlawan dan malah dibenci oleh penduduk desa Konoha. Aether aka Minato membawa Naruto pergi ke dunia lain, dunia yang memang seharusnya menjadi tempat tinggal anaknya sejak lama.
Disclaimer: Naruto dan Percy Jackson and the Olympians dimiliki oleh pemiliknya masing-masing ( Masashi Kishimoto dan Rick Riordan )
Keep Calm and Enjoy Reading!
.
.
.
Chapter 1
My Father Bring Me To My Real World.
"Lebih baik kau menyerah saja, dobe, kita berdua tahu siapa yang akan keluar menjadi pemenang dalam pertarungan ini."
Naruto, yang memasuki mode Ekor-Tiga, memandang tajam ke 'teman' terbaiknya itu.
"Aku tidak akan menyerah untuk membawamu pulang ke Konoha, teme. Meskipun itu berarti aku harus mematahkan tulang-tulangmu terlebih dahulu."
Sasuke, dalam mode curse seal, mendengus, "Teruslah bermimpi, Naruto, niatku sudah bulat semenjak aku keluar desa itu, " dia menendang sebuah ikat kepala, dengan simbol daun, "Orochimaru menjanjikan sebuah kekuatan kepadaku, kekuatan yang aku butuhkan untuk membunuh Itachi. Tidak mungkin 'kan aku mensia-siakan kesempatan emas ini."
Sebuah pusaran chakra biru terbentuk di tangan Naruto, "Sakura menangis dan memohon padaku untuk membawamu kembali," katanya, "meskipun hatiku sakit melihat orang yang aku suka berkata seperti itu, tapi, aku tidak akan pernah mengingkari janjiku."
Aliran chakra petir tercipta di tangan Sasuke, "Ketahuilah tempatmu, dead last."
Mereka saling menatap satu sama lain, sebelum keduanya melesat ke arah yang sama.
"NARUTOOOOOOOOOOOO!"
"SASUKEEEEEEEEEEEEEEEE!"
Rasengan dan Chidori berbenturan, menghasilkan bola energi hitam di sekeliling mereka.
"Menyerahlah, Naruto!"
"Tidak terpikirkan sekalipun, Sasuke!"
Beberapa saat kemudian, ledakan besar terjadi, membuat Naruto dan Sasuke terpental.
Sasuke menabrak sebuah batu besar.
Sedangkan Naruto, dia jyga terpental, tapi dirinya ditangkap oleh lengan seseorang.
Si ninja selalu keras kepala itu menghela nafas, ia menoleh pada penolongnya.
"Terima kasih ba—"
Jleb!
? P.O.V
Aku memutuskan untuk mengunjungi Elemental Nation dan menjenguk keadaan putraku.
Sudah tiga belas tahun aku tidak ke dunia ini, dunia tempat jiwa mortal ku tinggal.
Sebagai primordial. Aku di beri akses untuk pergi ke suatu dimensi ke dimensi lainnya. Aku memilih Elemental Nation, dunia penuh konflik yang akan membuat Ares. Sang dewa perang Olympus. Meneteskan air liurnya dalam kesenangan.
Karena terdapat sebuah peraturan, aku harus mengambil tubuh mortal dan memori asliku disegel. Setelah beberapa tahun, aku bertemu Kushina Uzumaki, dan jatuh cinta padanya.
Ada satu hal yang membuatku ingin tertawa, bahwa Kushina Uzumaki, merupakan seorang demi-goddess, putri Hestia. Sang dewi perapian Olympus.
'Dan, aku tidak menyangka bahwa Zeus belum mengetahui bahwa saudari tertuanya telah melanggar sumpahnya untuk tetap perawan.'
Lamunanku buyar ketika mendengar sebuah ledakan, dari salah satu tempat keramat di sejarah shinobi. Valley of the end.
Aku melihat putraku, bersama dengan remaja rambut bebek kepala bebek. Aku langsung menyadari remaja itu adalah Uchiha, karena di belakang kaosnya terdapat simbol kipas.
Aku nyengir menatap anakku sudah sangat sekuat ini. Tapi, darahku langsung mendidih dan amarahku naik sampai ke Uranus.
Root. Dua ninja Root, datang dan menusuk anakku tepat di punggung.
Aku langsung menuju ke sana, ingin membunuh mereka, sebelum sebuah awan hitam menutupi tubuh mereka.
"Awan apa ini?"
"Jangan khawatir, mungkin ini hanyalah Genjutsu."
"Kai!"
Aku tidak jadi mendekati mereka, karena awan itu sangat sakit jika terkena sedikit saja.
"Hagoromo pasti menangis berguling-guling di kuburannya sekarang, melihat Ninshuu telah digunakan di jalan yang sangat salah."
Aku familiar dengan suara ini, aku melirik ke samping, melihat seorang pria dengan rambut hitam runcing, mata hitam mengenakan kaos hitam lambang tengkorak di depan, celana jeans hitam, serta sepatu boot.
"Erebus," aku terkejut, "apa yang kau lakukan disini?"
"Menjenguk keponakanku," ujar Erebus. Sang primordial of darkness.
"Kau... Mengikutiku?"
Erebus mengangguk, dia menjulurkan tangan kanannya ke depan.
Awan hitam tersebut menghilang, bersama dengan tubuh para ninja Root.
Aku berlari menuju putraku, aku mengecek urat nadi lalu hidungnya.
'Masih bernafas,' aku lalu mengecek kondisi tubuhnya.
'Racun,' aku merinding, aku langsung mengeluarkan nectar dan memasukkannya dengan pelan-pelan ke dalam mulutnya.
Aku melihat chakra merah mengelilingi tubuhnya, 'Kyuubi, dia bertindak sangat cepat rupanya.'
Erebus menyentuh dahi Naruto, memori keponakannya itu mengalir ke dalam otaknya.
Aku melihat mata Erebus berubah dari hitam menjadi putih, itu adalah pertanda kalau dia sedang angry.
"PARA MORTAL ITU! BERANI-BERANINYA MEREKA..."
Aku penasaran dengan apa yang ia bicarakan, "Ada apa Erebus?"
Erebus membagi memori kehidupan Naruto yang dia lihat, ekspresiku menjadi jijik dan marah.
"Desa itu tidak pantas untuk Naruto."
"Aku setuju." kata Erebus, dia melanjutkan, "jadi, apa yang akan kau lakukan setelah mengetahui kebenaran ini?"
"Aku akan membawa Naruto pergi dari dunia ini, persetan dengan prophecy, dia lebih pantas hidup di dunia asalnya di banding di sini."
Erebus tersenyum, "Keputusan yang bijak, saudaraku. Ayo kita pergi sekarang."
Aku mengangguk, sebelum menggendong Naruto di pundak.
Erebus menjentikkan jarinya, sebuah portal tercipta dari ketiadaan.
Mereka segera lompat ke sana, kemudian portal itu tertutup dengan sendirinya.
Seorang pria dengan rambut silver, memakai jaket Jounin dan masker, sampai bersama seekor anjing.
Pria itu memandang Sasuke, lalu pandangan berkeliling mencari murid paling berisik di teamnya.
"Pakkun, apa kau bisa mencium bau Naruto?"
"Baunya hanya bisa kucium sampai disini, Kakashi."
Kakashi menundukkan mukanya, dia merasa malu dan kecewa pada dirinya sendiri.
'Minato-sensei, maafkanlah murid bodohmu ini yang telah gagal menjaga anakmu.'
Naruto membuka matanya dalam tempo lambat, kepalanya masih terasa pening dan pandangannya sedikit kabur.
Dia berkedip beberapa kali, ia melihat seorang wanita rambut auburn, warna mata hazel, mengenakan gaun putih.
"Oh! Kau sudah bangun," kata wanita itu, seraya tersenyum.
Iris biru Naruto menajam, dia melakukan Shunshin no Jutsu dan muncul di belakang wanita itu dengan kunai di lehernya.
"Siapa kau?"
Wanita itu tetap tersenyum, tidak takut sama sekali dengan kalimat ancaman yang di lontarkan oleh Naruto. "Kau benar-benar seorang ninja, Naruto."
Naruto kaget, darimana wanita ini tahu dia seorang ninja? Bahkan dia juga tahu namanya, padahal Naruto belum memperkenalkan diri sama sekali.
"Bibi mana yang tidak tahu nama keponakannya sendiri."
Naruto jaw drop, "Bibi? Keponakan? Apa maksudmu?"
"Aku akan menceritakan semuanya padamu," kata wanita itu, "tapi sebelumnya, bisa kau turunkan senjatamu dari leherku?"
Naruto menurunkan kunainya, tapi dia masih waspada dengan segala serangan yang mungkin ada.
"Namaku Hemera." mulai Hemera, "Primordial of Day. Saudari dari Primordial of Upper Air. Aether. Salam kenal, Naruto Uzumaki. Putra Aether. Demi-Primordial pertama dan terakhir."
(Two Years Later)
Percy Jackson melihat banyaknya panah meluncur kearah Dr. Thorn, aka Manticore, makhluk buas yang merupakan campuran dari kepala singa, ekor ular, dan badan elang.
Sang putra dewa laut mengutuk siapapun di atas sana yang telah melibatkannya pada situasi seperti ini.
Dia hanya ingin menikmati liburannya bersama Annabeth, Grover, dan Thalia, tapi sepertinya hal itu tidak mungkin terjadi dalam waktu yang dekat.
Dr. Thorn mendesis kesakitan, dia melihat gadis rambut pirang, warna mata abu-abu, menghela nafas lega, "Para pemburu."
Seorang gadis berumur empat belas tahun, rambut hitam runcing, dengan pakaian seperti punk. Ia mengenakan kaos hitam, celana jeans compang-camping, dengan jaket hitam yang bertuliskan Green Day, mengerang sambil berkata, "Oh, hebat sekali."
Percy memandang darimana asal panah-panah tersebut, dan ia terkejut. Para pemanah itu adalah para perempuan usia tidak lebih dari tiga belas atau dua belas tahun. Mereka mengenakan jaket ski bertudung bulu binatang warna perak dan celana jeans, dengan bersenjatakan sebuah busur di tangan masing-masing.
Salah satu pemburu paling besar maju ke depan dengan busur siaga. Dia tinggi dan anggun dengan warna kulit sewarna tembaga. Tak sama seperti perempuan lain, ia mengenakan lingkaran kepang perak terjalin di bagian atas rambut hitam panjangnya, membuatnya tampak seperti putri dari Persia. "Izin untuk membunuh, Yang Mulia?"
Percy tak tahu siapa yang perempuan itu ajak bicara, karena dia memakukan pandangannya lurus ke arah sang Manticore.
Sang monster mengerang, "Ini tidak adil! Keterlibatan langsung! Ini bertentangan dengan Hukum Purba!"
"Tidak juga," sahut seorang perempuan lain. Perempuan ini memiliki rambut auburn diikat kuncir kuda, mata kuning-keperakan seperti bulan. Dia adalah Artemis, sang dewi pemburu.
"Pemburuan semua makhluk buas yang berkeliaran berada dalam medanku. Dan kau, makhluk jahat, termasuk makhluk buas." ujarnya tenang.
Dia memandang ke perempuan yang lebih tua dengan lingkaran kepang, "Zoe, izin diberikan."
Manticore menggeram, "Kalau aku tak bisa mendapatkan anak-anak ini hidup-hidup, aku akan mendapatkan mereka dalam keadaan mati!"
Manticore menerjang ke arah Thalia dan Percy, tahu kalau mereka sedang lengah dan kebingungan.
"MENUNDUK!"
Tubuh Percy dan Thalia menuruti suara tersebut, yang mereka tahu, seorang remaja rambut pirang, mengenakan jubah putih, muncul menghalangi Dr. Thorn sambil menghantam sebuah bola energi biru, ke perut sang monster.
"RASENGAN!"
Dr. Thorn meraung kesakitan, ketika Rasengan merusak inci demi inci tubuhnya.
Beberapa menit kemudian, Dr. Thorn telah berubah jadi sebuah debu emas.
Dua demigod kembar, Bianca Di Angelo dan Nico Di Angelo. Memiliki kulit olive dan rambut hitam kecoklatan, nampak menonton apa yang dilakukan remaja rambut pirang-yang entah datang dari mana- dengan ekspresi yang berbeda.
"Itu tadi sangat keren!" seru Nico, umur sebelas tahun, dengan cengiran di wajah. Dia menoleh pada Bianca, umur tiga belas tahun, yang tampak terkejut. "Kau lihat tadi, Bianca, dia tadi menyerang Dr. Thorn dengan bola biru di tangannya, kemudian terjadi 'BOOM'." Jelasnya, membuat gestur ledakan dengan kedua lengannya.
"Diamlah, Nico!" bentak Bianca, sebelum melirik ke demigod yang lain. Dia menjulurkan jari telunjuknya ke Naruto. "Apa ada yang tahu dia itu siapa?"
"Yah—tidak," kata satyr bernama Grover Underwood. Ia juga sama bingungnya saat ini.
Remaja itu memutar balikkan badannya ke belakang, menghadap ke semua orang di sana.
Mereka melihat remaja itu memiliki mata dengan warna mirip seperti Thalia, hanya saja lebih cerah, dengan tiga garis yang menyerupai kumis kucing di masing-masing pipi, jumpsuit hitam-orange, dengan sendal ninja biru.
"Yang Mulia," kata Zoe, memandang boy di depannya dengan pandangan marah dan jijik. "Hamba meminta Izin untuk membunuh laki-laki ini."
"Tunggu, Zoe, kita jangan gegabah dalam mengambil keputusan," kata Artemis, dia melangkah mendekati remaja itu, "Anak muda. Terima kasih atas bantuanmu tadi. Jika boleh ku tahu, siapa namamu?"
Sambil berseri, remaja itu menjawab,
"Namaku, Naruto Uzumaki. Senang berjumpa dengan kalian semua."
T-B-C
A/N: Yah, seperti yang kalian tahu ini adalah pengganti dari fic DOC.
Cerita ini dimulai dari Buku ketiga.
Untuk pair, mungkin, aku akan memilih antara Naanca ( NarutoxBianca ) Nalia ( NarutoxThalia ) Nalypso ( NarutoxCalypso ) Naobe ( NarutoxPhoebe )