Main cast : Sehun Oh, Kai Kim
Untuk Kaihun lover
CHAPTER 1
"Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan, silahkan hubungi beberapa saat lagi. Atau silahkan meninggalkan pesan suara setelah bunyi biipppp.."
"Sehun apa kau sedang melakukan operasi nak? Maaf mengganggumu, jika kau menerima pesan ini segeralah menelpon mama. Selamat bekerja sayang." Lilly Oh wanita paruh baya itu baru saja meninggalkan pesan suara untuk anak keduanya Oh Sehun. Dengan gerakan yang lemah gemulai wanita berdarah Belanda-Korea itu kembali duduk diatas sofa di ruang santai mansionnya.
"Anak itu benar-benar gila bekerja. Aku takut Sehun akan menolak ide ini." Lilly mengeluh sambil memegangi cangkir tehnya.
"Kau tahu bagaimana dekatnya Sehun dengan Kai. Kecil kemungkinan dia akan menolak pria semapan dia." Jawab Adam Oh selaku ayah kandung dari Sehun Oh. Pria dengan aura kewibawaan kental itu duduk disamping istrinya sambil mengusap tangan lilly bermaksud menenangkan.
"Aku tahu Sehun memang dekat dengannya sejak kecil, tapi bukankah Sehun selalu menganggap Kai sebagai seorang kakak? Begitu pula dengan Kai." Kali ini Lilly menggenggam tangan Adam dengan lebih kuat.
"Aku menyukai Kai." Kalimat yang sarat akan makna lain itu keluar mulus dari mulut Adam dan membuat sukses membuat Lilly tersedak tehnya.
"maksudku aku menyukai Kai karena aku telah mengenal seluk beluk keluarganya dan aku pikir Kai adalah orang yang tepat untuk Sehun." Adam dengan cepat mengklarifiksi opini yang sempat membuat Lilly kaget.
"Apa kau pikir Kai akan menerima perjodohan ini?" Lilly bertanya sambil menerawang ke arah jendela kaca besar di ruang santai mansion keluarga Oh.
"Gosh Lilly, mari kita tidak menebak-nebak apa yang akan terjadi. Biarkan mereka yang memutuskannya. Sekarang bisakah kau membuatkanku secangkir kopi lagi?" Jawab Adam sambil menyodorkan cangkir kosongnya.
Di suatu mansion yang tak kalah megahnya, sebuah keluarga kecil sedang menikmati makan malamnya. Terlihat seorang kepala keluarga duduk dibagian ujung meja makan yang dapat menampung dua belas orang sekaligus. Di samping kanan duduk lah seorang wanita cantik yang menyandang status sebagai istri dari sang kepala keluarga. Dan di samping kiri duduklah anak satu-satunya dalam keluarga ini.
Hidangan-hidangan yang ditata dengan amat cantik, sebuah pisau dan garpu yang menemani disisi kanan dan kiri hidangan, gelas wine yang diisi setengah, serta tisu yang ditata sedemikian rupa menambah keindahan makan malam keluarga ini.
"Bagaimana kontrak kerja dengan perusahaan Jerman itu Kai?" Tanya sang kepala keluarga sambil memotong kecil steaknya.
"Mereka menyetujui kerja sama yang kita tawarkan pa. Kontrak sudah ditanda tangani. Kali ini tidak terlalu banyak terjadi penawaran. Mereka langsung setuju karena financial problem yang saat ini sedang mereka alami. Aku senang karena masalah mereka memudahkan pekerjaanku." Jawab Kai dengan senyuman ramahnya.
"Enough gentleman, we have made our rule. No business on diner table." Esther Kim mulai janggah dengan suami dan anaknya yang selalu melanggar satu-satunya peraturan tegas yang berlaku saat makan malam.
"As you wish mrs. ex supermodel." Oscar Kim menjawab dengan penuh sarkasmenya kepada sang istri.
"Well thank you mr. Husband. I appreciate that." Balas Esther dengan senyuman manisnya. Mereka melanjutkan makan malam dengan sedikit candaan. Kai sangat bersyukur karena memiliki keluarga yang harmonis, meskipun kesibukan yang dimilikinya sering membuatnya melewatkan waktu berharga untuk keluarga dan harus mengesampingkan hal-hal pribadinya.
"Jadi bagaimana Kai? Kau setuju sayang?" Pandangan Esther dan Oscar tertuju kepada Kai.
"Maaf ma, aku tidak terlalu fokus. Bisa mama ulang lagi?" Kai meminta dengan sopan sambil memajukan kursinya.
"Dasar anak ini, mama bicara panjang lebar malah tidak didengarkan." Esther membuang muka sambil meneguk winenya.
"Maaf ma, aku sedang memikirkan beberapa hal." Kai adalah tipe pria yang tenang, dan pandai mengontrol ekspresi sehingga sulit untuk lawan bicaranya menebak apa yang sedang ia pikirkan.
"Jadi begini Kai. Mama dan papa bosan melihatmu selalu terpaku pada pekerjaan. Pencapaianmu sebagai pria 33 tahun sudah sangat cemerlang. Dan sebagai pria dewasa kau sudah sangat pantas memiliki pasangan." Ini adalah pertama kalinya Esther membawa topik pembicaraan yang menyangkut tentang pasangan. Suasana sedikit canggung karena Kai tidak segera memberikan respon.
"Ekhemm.." Oscar berusha membangunkn Kai dari lamunannya.
"Aku akan berusaha ma." Kai benar-benar tidak tahu harus menjawab bagaimana. Ini semua karena sebuah alasan yang selalu mengganjal diotaknya.
"Sedikit sulit menemukan wanita yang sesuai dengan tipeku. Ditambah lagi dengan semua pencapaianku akan membuat ini tambah rumit. Aku yakin mama dan papa mengerti apa yang aku maksudkan." Jawab Kai dengan sedikit menghela nafas pada akhir kalimatnya.
"Kau tidak perlu mencarinya Kai. Kami sudah menemukan orang yang tepat untukmu." Jujur saja Esther sedikit gugup karena kalimat yang baru saja ia utarakan. Kai adalah anak yang tidak pernah mengeluh dan selalu berpikir positif. Tapi satu helan nafas di bagian akhir kalimat Kai menunjukkan sebuah ketidak tertarikan dan sebuah beban.
"Great. Now its getting interesting. Perjodohan? Sangat klise." Sebuah seringaian kecil keluar dari bibir tebal itu.
"Kai, kau akan menyukai gadis yang kami pilih. Kau ingat teman kecilmu Sehun Oh?" Kali ini Oscar yang bersuara. Berharap Kai akan menerima perjodohan ini.
"Sehun." Kai mengulang nama itu pelan dan senyuman kecil terliahat dari sudut bibirnya.
Di buah rumah sakit besar di pusat kota New York, terlihat seorang dokter yang sedang berkutat dengan dokumen-dokumen yang berisi riwayat kesehatan pasien-pasiennya. Sebuah kacamata bertengger manis di puncak hidung mancung itu. Dengan rambut yang digelung ke atas, serta riasan tipis yang mulai memudar karena peluh yang menetes saat operasi besar yang terjadi beberapa jam lalu. Hari sudah mulai gelap, makan malam terpaksa ia lewatkan karena operasi rumit itu. Pintu ruangan dokter bedah itupun dibuka oleh seseorang tanpa diketuk terlebih dahulu.
"Sehun, operasimu selesai dari dua jam yang lalu. Tidakkah kau lelah setelah melakukan operasi selama 13 jam? Pulang dan istirahatlah." Sebagai teman seprofesi serta sahabat dekat Sehun, Kris tentu saja khawatir dengan kesehatan Sehun.
"Besok aku memiliki operasi penting lainnya Kris. Aku hanya mereview riwayat pasienku. Bukankah itu hal yang harus dokter lakukan?" Jawab Sehun masih dengan memandangi dokumen di tangannya.
"Apa kau sudah makan? Setelah operasi tadi aku tidak melihatmu keluar dari ruanganmu untuk membeli makanan." Tanya Kris sambil menyenderkan tubuhnya disamping meja Sehun dengan tangan terlipat di depan dada.
"Waahh kau memperhatikanku ya? Jangan-jangan kau menaruh rasa padaku?" Selidik Sehun dengan menyipitkan matanya.
"Jawab saja Sehun. Tidak perlu mengalihkan pembicaraan." Kris hanya menghela nafas karena omongan Sehun.
"Kau terlalu serius Kris. Berkencanlah." Sehun kembali menatap dokumennya lagi.
"Kau sedang melucu ms. Sehun Oh? Any way lupakan pertanyaanku tentang kau sudah makan atau belum, aku menyesal mengatakannya." Kata Kris sambil memutar bola matanya.
"Aku hanya menyuruhmu berkencan dan kau merajuk? Astaga dokter Wu, anda benar-benar lucu." Sehun berdiri dari tempat duduknya dan mulai mengemasi dokumen-dokumennya.
"Pulang, makan, dan istirahat. Besok kita memiliki operasi penting." Kata Kris sambil meninggalkan ruangan Sehun.
"Kita?"
"Ya Sehun, kau dan aku. Kau bahkan lupa dengan siapa kau akan menangani operasimu besok." Untuk yang ke dua kali Kris memutar bola matanya. Sehun hanya menyengir sebagai jawaban.
Sehun melihat jam tangannya ketika memasuki Aston Martin silver miliknya. Pukul 22.18 dan ia belum makan malam. Sambil bersenandung kecil ia mengendarai mobilnya memecah hiruk pikuk kota New York. Suhu pada pertengahan bulan Maret memang belum bisa dikatakan bersahabat, masih terasa jejak-jejak musim dingin pada tiap hembusan anginnya. Dua puluh menit kemudian sampailah Sehun di apartementnya. Segara ia mengganti pakaiannya dengan pakaian santai, dan langsung membuka kulkas.
"Alright Sehun, what do you have here. Tomato, fish, eggs, chicken, i think pasta sounds good." Karena terbiasa hidup sendiri sejak dibangku kuliah, bermonolog adalah salah satu kebiasaan Sehun. Dengan cekatan ia memasukkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk membuat seporsi pasta carbonara. Setelah menyelesaikan masakannya ia langsung menuju meja makan dan menyantap makanannya.
"Now Sehun, enjoy your food." Pasta yang dibuat kurang dari dua puluh menit lenyap dalam waktu 7 menit. Good job Sehun. Sambil meneguk segelas air putih ia mulai mengecek teleponnya.
"Huh? Mama?" Sehun mulai mendengarkan pesan suara yang ditinggalkan Lilly dan langsung menelponnya balik.
"Hai ma, ada hal penting apa?" Tanya Sehun langsung sambil menaruh piring dan gelas kotor kedalam dishwasher.
"Bagaimana operasimu hari ini sayang?" Terdengar suara Lilly di seberang sana.
"Berjalan dengan lancar ma. Apa semua baik-baik saja?" Sehun benar-benar tidak sabar.
"Begini sayang, mama akan mengunjungimu hari Sabtu nanti. Apa kau ada acara?" Suara lemah lembut itu kembali terdengar tapi Sehun mengerti benar bahwa ibunya memiliki hal penting yang harus ibunya sampaikan kepadanya.
"Tiap weekend aku libur ma. Mama dan papa bisa mengunjungi apartementku. Aku akan menyiapkan semuanyauntuk kalian." Jelas Sehun sambil membuka kembali dokumen kesehatan pasiennya.
"Mama tidak sabar bertemu denganmu baby."
"im a grown up women ma, not a baby." Sehun sangat benci dipanggil baby. Baginya itu sangat kekanak-kanakan.
"Ok ok grown up women, go sleep now. Eat well and sleep well. I love you."
"You too ma. I love you." Sehun menunggu hingga Lilly menutup telponnya. Ia berjalan menuju lantai dua dimana kamarnya terletak. Membaca sebentar dokumen dan setelahnya Sehun memutuskan untuk mandi dan beristirahat berhubung besok adalah hari melelahkan lainnya untuk Sehun.
Weekend adalah hari dimana Sehun sama sekali tidak mau berurusan dengan pekerjaan. Ia akan memulai harinya dengan olah raga kecil seperti jogging atau berenang lalu mandi dengan air hangat serta lilin aroma, sarapan berkualitas seperti salad, beberapa potong pisang, alpukat, serta yoghurt rendah lemak. Setelah itu biasanya ia akan memanjakan dirinya dengan berbelanja, pergi ke spa untuk dipijat, atau sekedar menonton film.
Hari ini Lilly dan Adam akan datang, ia sudah menyiapkan bahan-bahan makanan untuk memasak makan malam nanti dan wine untuk orang tuanya. Ia bahkan sudah membersihkan rumahnya sejak setelah sarapan tadi pagi. Meskipun sehari sebelumnya datang seseorang tukang bersih-bersih yang akan membantu Sehun membersihkan apartement super besanya.
Ting tong
Bel berbunyi, Sehun bergegas dan langsung membuka pintu apartementnya.
"Hai ma, hai pa." Kata Sehun sambil mencium pipi Lilly dan Adam bergantian.
"Silahkan masuk ma, pa." Sehun mempersilahkan kedua orang tuanya masuk.
Mereka duduk di sofa ruang tamu Sehun. Suasana terbilang canggung, atau kebih tepatnya Lilly sedikit gugup karena hal yang akan ia sampaikan.
"So, wine? Coffe? Tea? Water?" tawar Sehun kepad orang tuanya.
"Coffe please." Jawab Adam.
"For me also coffe baby, thank you." Senyuman tak pernah lepas dari bibir Lilly. Sehun langsung menuju dapur dan menyalakan mesin kopi sambil sedikit bersenandung. Dua menit kemudian Sehun kembali dengan dua cangkir kopi dan teh hijau yang terletak diatas nampan.
"Jadi, bagaimana kabar kalian?" tanya Sehun pada akhirnya. Karena sebenarnya ia sudah menaruh curiga pada orang tuanya ini, mereka terlalu pasif untuk ukuran orang tua yang selalu banyak bertanya tentang kehidupan pribadinya.
"Kami baik-baik saja Sehun. Mamamu masih sering pergi belanja dan papa sibuk bekerja. Aku pikir kita butuh berlibur." Adam menjawab pertanyaan Sehun dengan suara rendahnya.
"Sayang, bagaimana dengan pekerjaanmu?" Lilly terlalu bingung bagaimana cara membawa topik perjodohan ini agar tidak terdengar memaksa.
"I'm fine ma, as always. Aku selalu mengambil libur pada hari Sabtu dan Minggu. Aku butuh waktu untuk membebaskan penatku dari rangkaian operasi yang harus aku lakukan. But so far, i enjoy every schedule that i have." Jelas Sehun.
"Apa kau memiliki orang yang kau suka sayang?" pertanyaan pembuka sukses meluncur dari mulut Lilly Oh.
"Aku terlalu sibuk dengan kegiatanku ma, tidak ada waktu untuk memikirkan hal seperti itu."
"Usiamu menginjak kepala tiga Sehun, dan kau sama sekali belum pernah menceritakan tentang pria yang menarik perhatianmu." Kali ini Adam membuka suaranya.
"Tiga puluh tahun bukanlah akhir segalanya pa, aku tidak akan jadi perawan tua. Kalian tenanglah sedikit." Sehun menyeduh tehnya.
"Apa lagi yang kau tunggu? Karirmu sudah sangat matang. Seorang dokter bedah. Bukankah itu luar biasa? Papa selalu membebaskanmu memilih apapun yang kau mau. Saat kau tak ingin berkelut di bidang bisnis, papa juga langsung menyutujuinya." Adam berusaha membujuk Sehun.
"Ini bukan tentang hal-hal yang telah aku miliki. Ini tentang kesiapan mental dan hatiku ma, pa. Kumohon mengertilah." Sehun mengubah sisi duduknya jadi sedikit bersandar.
"Kau sudah dewasa untuk memiliki seorang kekasih Sehun." Sanggah Lilly.
"Aku tahu ma, tapi aku benar-benar tidak sedang dekat dengan pria manapun. Mencari pasangan tidak semudah mengatakan bahwa bulan itu bulat." Sehun sangat mengerti jalan pikiran orang tuanya.
"Sehun, kau ingat teman masa kecilmu Kai Kim?" Lilly pindah duduk di sebelah Sehun.
"Terakhir kali kalian bertemu saat ulang tahun pernikahan Oscar Kim dan Esther Kim yang ke 30. Sekitar 3 tahun lalu." Lanjut Lilly sambil memainkan ujung rok pensilnya.
"Dia tumbuh menjadi lelaki yang tampan, cerdas dan sopan. Mama dan papa pasti akan senang jika kalian bisa dekat." Pada akhirnya keluarlah uneg-uneg yang ditahan Lilly sejak beberapa waktu terakhir.
"Waaww.. Kai Kim? Kalian ingin aku menjalani hubungan dengan dia?" terdengar nada tidak suka dari petanyaan Sehun.
"Apa jangan-jangan ini hanya karena kalian ingin memperluas bisnis yang kalian kembangkan? Ini adalah cara yang licik. Menumbalkan anak untuk keegoisan kalian." Jelas sekali Sehun menolak keinginan orang tuanya. ia adalah independent woman, ia tak ingin hidupnya ditentukan oleh orang tuanya. Sudut pandang Sehun terlalu beraroma negatif sehingga membuat Adam dan Lilly bungkam.
"Boleh aku menanyakan sesuatu pada kalian? Apa uang yang kalian miliki tidak cukup sehingga aku harus menjadi yang terjual?" Halilintar tak kesat mata tercipta tatkal Sehun menyelesaikan pertanyaannya. Terjadi jeda beberapa detik sebelum Adam duduk di samping Sehun dan menggenggam tangannya.
"Sehun putriku, dengarkan papa sayang. Tidak ada istilah menumbalkan, atau menjual. Kami menawarkan ini hanya karena keluarga kita sudah sangat dekat mengingat Esther adalah teman dekat seprofesi mamamu dulu dan Oscar adalah rekan bisnis papa. Kami mengamati perkembanganmu dan Kai bersamaan sayang. Kami tidak akan memaksamu menikah dengan Kai. Kami hanya ingin kalian mengenal satu sama lain. Jika kau merasa Kai bukanlah orang yang tepat, kau bisa menganggapnya teman. Sama sekali tidak ada unsur paksaan disini sayang." Suara tegas Adam membuat Sehun berangsur-angsur melembut. Sehun sadar bahwa perktaannya pasti sangat menyakitkan untuk kedua orang yang sangat ia cintai itu.
"Maafkan aku pa, ma. Aku hanya terbawa emosi, mengingat kalian datang tiba-tiba meminta aku berkencan dan tanpa sepengetahuanku kalian telah merencanakan semua ini." Sehun menundukkan kepalanya.
"Tidak apa-apa sayang. Mama pasti juga bersikap sama jika ada di posisimu. Any way, minggu depan Esther Kim akan merayakan ulang tahunnya yang ke 55. Dan kita diundang, Mama harap kau bisa menemani kami Sehun." Lilly memasang senyuman semanis mungkin agar Sehun tidak semakin merasa bersalah.
"Akan aku usahakan ma." Jawab Sehun singkat.
Dan begitulah akhir dari suasana tegang yang tercipta. Karena setelah itu Sehun menelpon jasa manicure and pedicure yang membuat mereka sedikit melupakan perbincangan sensitif yang baru saja terjadi.
"Can you do my nails also?" pertanyaan Adam kepada pegawai khusus perawatan kuku itu membuat semua orang tertawa.
"No nail polish please, tolong rapikan bentuknya dan buat sedikit berkilau." Adam mengutarakn keinginannya sambil menahan senyum karena Sehun dan Lilly tak habis-habisnya menggoda Adam.
Di sebuah ruangan luas dalam sebuah gedung pencakar langit terlihat dua orang laki-laki yang sedang berdiskusi kecil. Mereka duduk berhadapan di atas sofa empuk sambil memegang gelas kopi masing-masing.
"Jadi orang tuamu sudah mengatakannya?" Tanya yang lebih tua.
"Ya, dan aku tidak tahu harus senang karena wanita itu adalah Sehun atau harus sedih karena kau akan menjadi kakak iparku." Jawab Kai sarkastik.
"Memangnya kenapa? Aku kan tampan." Balas Chanyeol tak mau kalah.
"Kau pikir dengan tampan saja cukup? Dasar gila." Umpatan serasa hal yang wajar bagi keduanya karena mereka memang sudah mengenal sejak lama serta dunia bisnis yang membuat mereka berada pada kubu persekutuan yang sama.
"Kau pikir kau cukup tampan? Dasar gila." Chanyeol selalu membalas umpatan yang Kai berikan.
"Ayolah Chanyeol, aku sedang mencurahkan isi hatiku. Aku tidak dalam mood meladeni kesintinganmu." Nada bicara Kai sarat akan keluhan yang membuat Chanyeol sedikit kasian pada sahabatnya.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan dengan menceritakan semua hal ini kepadaku? Aku sudah tahu jauh sebelum kau tahu. Dasar mengganggu orang bekerja saja." Nada menyebalkan itu terdengar lagi.
"Aku tidak tahu apakah kau akan menyukai ide ini atau tidak. Sebagai pria sejati aku ingin meminta izin kepadamu untuk mendekati Sehun. Jadi sebagai kakak Sehun, apakah kau mengizinkanku?"Dengan tekad yang kuat Kai meminta izin langsung kepada Chanyeol.
"Kau pikir aku akan menyerahkan adikku satu-satunya kepada monster penggil seks dengan libido tinggi? Tertinggal dimana otakmu?" Dan kembali lagi umpatan jenis lain menggema di ruangan itu.
"aku sedang tidak main-main Chanyeol Oh." Kai mengurut pelipisnya. Sedari dulu Chanyeol amat sangat mengerti bahwa pandangan yang ditujukan Kai kepada Sehun bukanlah sesuatu yang terlihat biasa saja. Hanya saja Kai terlalu bodoh dan selalu menyangkal apa yang ia rasakan.
"Bagaimana bisa aku membiarkan adikku didekati pria yang selalu bergonta-ganti pasangan tiap malam? Aku tau aku sama brengseknya denganmu, tapi bukan berati aku akan menyerahkan Sehun kepada pria yang tingkat kebajingannya sama denganku." Chanyeol benar, dan Kai sadar betul akan hal itu.
"Kau tau sendiri bahwa perempuan-perempuan itu yang menggodaku. Aku bahkan tidak pernah sekalipun mengemis sebuah malam panas kepada mereka." Memang begitulah kenyataanya, dengan percaya diri Kai menyunggingkan seringaiannya.
"Percaya diri sekali kau, sebenarnya seberapa besar ukuran penismu?" Kalimat-kalimat frontal mulai muncul dengan lancar.
"Kau ingin melihatnya? Atau hanya merabanya saja?" Dan omongan ngawurpun menjadi balasan yang didengar Chanyeol.
"Dulu saat kita masih kecil, kau selalu tidak mau berpakaian seusai kita berenang. Tidak perlu melihatnyapun aku yakin ukurannya masih sama." Chanyeol benar-benar kehilangan otaknya kali ini.
"Goshh.. Kau membayangkan ukuran penisku? Aku tidak tau kau bosan dengan lubang wanita." Kai bergidik ngeri mendengar penuturan Chanyeol. Karena geram mendengar klimat Kai, Chanyeolpun langsung berjalan menuju arah Kai dan meremas erat kejantanan Kai yang membuat Kai meringis kesakitan.
"Chann! Kau sinting! Lepaskan, sakiiittt bodooohhh.. ahhh Fuck!" Teriakan Kai menggema di ruangan itu.
Tok tok tok..
"Mulutmu itu benar-benar harus disekolahkan Kai. Aku adalah calon kakak iparmu, jadi sopanlah sedikit." Tegas Chanyeol sambil terus memelintir bagian vital Kai. Mereka yang sedang sibuk dengan kegiatan memelintir dan mengaduh tidak sadar bahwa pintu sudah terbuka dan menampilkan sesosok wanita cantik yang sedang dilanda shock.
"Ehheemm.. sepertinya aku mengganggu kegiatan intim kalian." Suara itu langsung membuat kegiatan kedua pria dewasa itu berhenti.
"Sehun!" Seru keduanya bersamaan.
"Aku bisa menjelaskan, dia yang menyentuhku!" Jelas itu suara Kai. Penjelasan yang tidak membantu bukan?
"Kau pikir aku senang menyentuhmu? Aku sedang menyakitimu." Wajah masam Chanyeol mengiringi kalimat yang keluar dari mulutnya.
"Kau memang sangat menggemaskan Chanyeol, aku tidak sabar ingin memanjakanmu." Kalimat itu terdengar sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Ketika Chanyeol akan membalas, terdengar suara Sehun menyela.
"Well, aku tidak tahu kalian semesra ini." Jawab Sehun sambil berjalan kearah kedua pria itu. Lalu mencium pipi kiri Chanyeol sebagai salam. Karena ada Kai juga di sana maka Sehun memilih menjulurkan tangannya bermaksud untuk menjabat tangan Kai.
"Pppffftttt.. hanya jabatan tangan?" Chanyeol berusaha mengejek Kai.
"Kau bisa diam?" Gertak Sehun. Dan senyuman kecil mengembang di bibir Kai untuk mengejek balik Chanyeol.
"Kau ini, datang tidak memberi kabar. Jika aku sedang ada meeting bagaimana?" tanya Chanyeol sambil meraih pergelangan tangan Sehun agar duduk di sofa sampingnya.
"Aku tinggal menunggu di depan meja Richard Laurent." Sehun tersenyum nakal kepada Chanyeol.
"Bagaimana bisa kau berbicara tentang pria lain saat kau bersama dengan calon teman kencanmu?" Mendengar kata 'teman kencan' membuat Sehun menjadi gugup. Ia sama sekali tak menginginkan suasana menjadi canggung. Tapi terima kasih untuk Chanyeol karena candaanya membuat sesuatu yang tak diinginkan menjadi kenyataan.
"Tenanglah Sehun aku tidak akan menggigitmu." Terdengar tawa kecil Kai disana karena melihat reaksi Sehun yang menggemaskan.
"Tenang saja Kai, aku tidak takut kau gigit." Senyuman itu mengiringi kalimat Sehun. Memang beginilah kenyataannya, Sehun sangat pintar mengembalikan suasana yang awalnya canggung menjadi lebih rileks. Sehun sangat cantik hari ini. dengan blus merah marun dan rok pensil hitam yang sangat pas menempel pada figur semampai Sehun, sepasang sepatu gucci dengan hak 5 senti memperjenjang tungkai rampingnya, serta rambut yang digerai menambah keanggunan seorang Sehun Oh. Dan seorang Kai Kim sedang terpesona oleh sosok wanita cantik yang duduk dengan menyilangkan kaki didepannya.
"Sehun apa kau mendengar alunan piano? Atau melihat pancaran sinar warna-warni? atau melihat bunga-bunga bermekaran?" Chanyeol kembali menjadi seseorang yang sangat menyebalkan. Dan bangunlah Kai dari lamunan singkatnya.
"Apa maksudmu Chan?" tanya Sehun yang memang benar-benar bingung. Pertanyaan Sehun hanya dibalas dengan senyuman mengejek Chanyeol pada Kai.
"Lupakan Sehun, mengapa tiba-tiba datang?"
"Tadi papa mengunjungi rumah sakit untuk kontrol kesehatan, aku tidak sempat bertemu memang karena aku ada jadwal operasi kecil. Papa sempat salah membawa berkas yang ia kira berisi foto ronsen ternyata adalah salah satu berkas perusahaan. Setelah papa selesai, dokter yang menangani papa menemuiku dan berkta bahwa papa tidak sengaja meninggalkan berkas perusahaannya. Aku sempat membukanya, dan yang kulihat hanya diagram-diagram yang tidak kumengerti." Jelas Sehun sambil sesekali mencuri pandang kearah Kai yang saat ini sedang memandanginya.
"Mengapa kau yang mengantarnya?" Sehun menyodorkan dokumen itu kepada Chanyeol.
"Karena setelah kontrol papa memiliki janji dengan tuan Oscar. Dan ketika aku hubungi papa meminta tolong untuk memberikan dokumen ini langsung kepadamu. Papa memang sudah pikun." Sehun memasang sedikit wajah masamnya.
"Thanks Sehun."
"Ya sudah Chan aku akan pergi, aku tidak ingin mengganggu quality time kalian." Jawab Sehun sambil meraih tasnya.
"Kau tidak ingin menum kopi atau teh dulu Sehun?" Chanyeol meraih tangan Sehun.
"Kalian saja, aku ingin pulang." Sehun berdiri diikuti Chanyeol dan Kai.
"Any way sampai ketemu hari Sabtu Kai." Senyuman itu muncul lagi, dan Kai terpesona lagi. Sungguh gila bukan seorang Kai Kim terperangah hanya karena sebuah senyuman meskipun hanya sepersekian detik.
"Ah iya, sampai ketemu Sehun." Kai membalas senyuman itu dan menjabat tangan Sehun.
Sehunpun keluar dari ruangan Chanyeol. Jantungnya sudah berdebar-debar sejak ia bertatapan dengan Kai diawal pertemuan mereka. Gila memang, tapi Sehun menyukai irama getaran itu. Ia menikmati setiap detakannya. Dan tanpa sadar ia melukis senyum ketika kilasan-kilasan pertemuan singkat mereka terulang di kepalanya.
"O my god, that was rediculously funny! " Chanyeol tertawa terbahak-bahak melihat bagaimana wajah bodoh Kai saat memandangi Sehun.
"You're an asshole!" umpat Kai untuk yang kesekian kalinya.
"Kau tau, jika aku jadi kau saat ini aku akan mengejar Sehun, mengajaknya ke cafe dan memesankannya sepiring cheese cake dengan segelas caramel macchiato." Chanyeol menarik satu alisnya keatas.
"Kai mengizinkanku?" tanya Kai
"Jika aku mendapatimu bermain dibelakang Sehun atau membuat Sehun menangis dan sakit hati, aku akan memaksamu menelan penis Richard Laurent bulat-bulat." Chanyeol mengatakannya sambil membuat gerakan seolah-olah ia sedang mengocok sesuatu.
"Thanks bro. Aku mencintaimu." Kai memberi senyuman kepada Chanyeol dan tanpa aba-aba Kai lengsung mencium bibir Chanyeol kemudian berlari mengejar Sehun. Sedangkan Chanyeol masih terdiam karena otaknya belum berhasil mencerna apa yang baru saja Kai lakukan.
TBC
First story of redaddict
Maaf ini saya pemula jadi mohon dukungannya. Saya selalu menerima kritik dan saran :)