Author: Cocoa2795

Rating: T

Genre: Family/Hurt, Romance, Humor.

Diclaimer: All Characters of Naruto is belongs to Masashi Kishimoto. This story belong to me.

Warning: All Typo(s), Out Of Chara, If you dislike this story, please turn back with peace. No flames with barbarian's words. Thank you.

.

.

.

Suara bel yang panjang. Teriknya matahari di atas kepala. Ramainya para pelajar di Sekolah Menengah Atas Konoha.

Desau angin, membuat dedaunan pohon rindang bergoyang. Membawa rasa sejuk dan teduh bersamaan. Membuai pemilik rambut pirang itu untuk tetap memejamkan mata.

Di salah satu ruang kelas di lantai dua. Usai memberi hormat pada guru, murid-murid mulai menyebar. Ada yang keluar kelas, ada pula yang mulai menyatukan meja untuk makan bersama.

"Di mana Naruto?" remaja raven itu melirik sebuah kursi kosong di samping jendela.

Sebuah ransel berwarna oranye, duduk manis tanpa Sang Tuan.

"Sudah lenyap dari jam pertama." Jawab Shikamaru, laki-laki yang duduk di samping kursi kosong itu. "Dia pasti sedang tidur di Taman belakang," sambungnya lagi.

Lelaki raven itu menatap Shikamaru, lalu bergumam pelan sebelum berbalik. Di belakangnya, remaja bermata malas itu beranjak dari duduknya. Mengikuti, sambil menguap lebar.

"Jangan lupa ramen untuk si dobe."

"Ha... merepotkan saja."

...

Suara langkah yang bergesekan dengan rumput terdengar. Semakin mendekat, ada sosok yang tengah terlelap di bawah pohon.

Sasuke dan Shikamaru mendengus melihat wajah pulas teman mereka. Remaja bermarga Uchiha itu lalu menendang pelan kaki panjang temannya. Mencoba membangunkan remaja pirang itu.

"Oi, dobe! Bangun!"

Shikamaru menggelengkan kepalanya. Teman pirangnya yang satu ini memang paling susah dibangunkan. Ia pun memutuskan untuk duduk di samping teman pirangnya itu.

Roti yakisoba dan ramen cup dengan uap yang menyembul, ia taruh keduanya di atas tanah. Lalu ikut mencoba membangunkan temannya itu.

"Kau lupa Sasuke," ujar Shikamaru dengan senyum jahilnya. "Harusnya kamu melakukan ini agar dia bangun."

Sasuke memerhatikan Shikamaru yang mendekatkan dirinya pada bocah yang sulit dibangunkan itu. Alis tipis miliknya menekuk, sebelum ia menahan tawa. Sementara itu, Shikamaru sudah siap dengan tangannya yang menjepit hidung temannya. Lalu dengan kuat ia menarik hidung laki-laki yang memiliki tiga garis halus di kedua pipinya itu.

"ITTE!"

Jeritan terdengar dan pemuda pirang itu bangkit dari tidur panjangnya.

...

Uzumaki Naruto, nama remaja pirang yang kini menatap tajam kedua temannya. Shikamaru dan Sasuke dengan santainya mengacuhkannya, dan lebih memilih memakan makan siang mereka.

"Kalau kau tidak mau, ramen ini buatku saja." Ujar Sasuke sambil meraih ramen cup yang sejak tadi dibiarkan saja utuh di depan Naruto.

Dengan cepat, Naruto menyambar makanannya dan bertingkah layaknya kucing dengan bulu yang berdiri tegak. Sasuke mendengus geli, lalu kembali melahap bekalnya.

Naruto sendiri kini sudah tersenyum lebar sampai membuat kedua matanya terpejam. Sejak kecil ramen sudah menjadi makanan favorite-nya, dan dia rela melakukan apapun demi ramen. Hidup Ramen!

"Shikamaru, terima kasih sudah membelikanku ramen!"

"Tidak masalah, tapi bisakah kau berhenti bolos dan tidur setiap cuaca sedang cerah? Memangnya kamu ini kucing."

"Dan herannya lagi, kenapa dia tidak pernah tertangkap. Padahal tidur di Taman belakang sekolah." ujar Sasuke ikut menimpali.

Sebuah senyum miring Naruto berikan kepada temannya. Pemuda pirang itu bersedekap dan memasang wajah –yang bagi Shikamaru dan Sasuke terlihat bodoh.

"Hehe... itu semua berkat jurus ninjaku-dattebayo!" seru Naruto dengan cengiran lebarnya. "Seperti di anime ninja, aku menggunakan jutsu yang bisa membuatku—"

"—oke, oke. Lupakan saja kata-kataku barusan, dobe."

"Eh, kenapa?!"

Shikamaru menghela nafas pendek, lalu dengan santainya ia memasukkan sumpit dengan gulungan ramen ke dalam mulut Naruto. Berharap dengan begitu, teman berisiknya yang satu ini bisa diam walau sesaat.

"Oh, ya. Iruka-sensei memberi tugas pelajaran sejarah. Jangan lupa kamu kerjakan, Naruto!"

"Oke, Shika!" Saat Naruto akan kembali menyuap ramen, remaja pirang itu teringat sesuatu. "Sasuke, pulang nanti, tolong bantu aku mencari referensi bahasa inggris yang bagus, yah!"

Sasuke mengangguk, tanpa melirik teman pirangnya. Saat ini ia tengah menikmati potongan tomat segar kesukaannya. Shikamaru yang sudah selesai makan dari tadi, kini beralih menatap Naruto.

"Kau, jangan terlalu memaksakan diri dengan kapasitas otakmu itu, Naruto."

"Aku tahu, Shika." Naruto menyahut santai. "Toh, aku senang melakukannya." Ujungnya ada cengiran tulus di sana.

Shikamaru menggaruk tengkuknya, sebenarnya ia sudah menduga temannya akan berkata seperti itu. Sasuke yang masih mengunyah tomat, juga diam-diam ikut memerhatikan. Ada sedikit suasana canggung sebenarnya. Bagi Shikamaru dan Sasuke, sementara Naruto tetap asyik dengan ramen-nya –karena pemuda pirang itu tak tahu, lebih tepatnya.

Sampai tepukan di punggung Naruto, Shikamaru berikan. Membuat remaja pirang itu menoleh saat sedang menyeruput ramen.

"Kalau kau butuh bantuan, datang saja padaku."

Naruto mengernyit, "Bukan hanya Sasuke yang pintar di sini, kau tahu." Ujar Shikamaru melanjutkan, "Yah, walau itu merepotkan."

"Jadi maksudmu, aku boleh datang untuk minta ramen?"

Sasuke dan Shikamaru sama-sama mendengus geli. Kadang Naruto suka tidak nyambung dengan apa yang mereka berdua katakan. Remaja bermarga Nara itu mengibaskan tangannya sambil tertawa kecil.

"Yah, aku rasa itu lebih baik daripada membantumu mencari buku referensi."

Naruto menyengir lebar, "Thanks, Shika, Sasuke!"

Dua laki-laki berambut hitam itu tersenyum tipis. Naruto mungkin tidak tahu, tapi senyum ceria miliknya kadang mampu membuat suasana hati seseorang menghangat.

"Kalian bertiga benar-benar teman baik, yah."

Suara baru itu hadir di tengah-tengah mereka. Dalam dan tegas. Ketiganya menoleh sebelum air muka mereka berubah pucat.

"Ya-Yamato-sensei... ma-mau ramen, sensei?"

Guru berambut coklat itu tersenyum sebenarnya. Namun senyum itu tampak mengerikan di mata tiga sekawan itu.

"Terima kasih, Naruto. Tapi jam istirahat sudah selesai dari sepuluh menit yang lalu. jadi sensei terpaksa harus menolaknya."

Dan di akhir perkataannya, senyum Yamato semakin terlihat menakutkan.

...

PLAK! PLAK! PLAK!

Di ruang guru, tiga sekawan itu merapatkan gigi mereka. Sama-sama mencoba menahan rasa nyeri dan denyutan di telapak tangan kanan mereka. Yamato sendiri, tampak puas sambil memainkan tongkat kayu di tangannya. Pelaku yang sudah membuat tangan ketiga remaja itu memerah.

"Jangan kalian ulangi lagi, dan kau, Naruto!"

Remaja pirang itu berdiri tegak, "Ha'i sensei!"

"Jangan sampai besok kamu bolos lagi, kemarikan tanganmu! Kamu dapat bonus."

Naruto mengerang pelan, tangan kanannya masih berdenyut menyakitkan. Dan dia semakin menggerutu saat Yamato meminta tangan kirinya yang mulus.

PLAK!

Di luar ruangan guru, mereka bertiga belum beranjak dari depan pintu. Sasuke menatap tangan kanannya yang rasa-rasanya membengkak dengan guratan kesal di wajahnya. Naruto memandang kedua tangannya pedih, dengan mata berkaca-kaca. Sementara itu Shikamaru memasang wajah kesal dengan jari tengah mengacung tinggi.

"Kenapa harus tertangkap Yamato-sensei, sih?" Naruto menggerutu pelan.

"kalau dia tahu kau sering bolos, kenapa tidak menangkapmu saat kamu tidur?"

Naruto mendelik sengit ke arah Sasuke, "Jadi kamu berharap aku tertangkap?"

"Tidak, tapi mungkin itu lebih baik daripada kami juga kena."

"Hei, setidaknya kalian hanya kena satu pukulan. Lihat aku! Kedua tanganku sudah merah begini!"

Shikamaru menatap malas kedua temannya itu, tangannya masih perih dan haruskah ia menghentikan mereka berdua. Saat ia sudah membuka mulut, seseorang sudah mendahuluinya.

"Kalian masih ingin merasakan pukulanku?"

Tiga sekawan itu terdiam, menoleh dan terkejut mendapati sosok Yamato dari balik pintu. Menatap mereka dengan dua mata hitam besarnya yang menakutkan.

Tiga remaja itu saling lirik, saling mengirim pesan telepati.

Lari!

"Maafkan kami, sensei!"

Dan dengan cepat mereka mengambil langkah seribu.

...

Naruto menelusuri jejeran rak buku di sebuah toko buku kecil. Toko yang berada di pinggir jalan kota Konoha. Mencoba mencari buku referensi dengan judul yang tertera di secarik kertas yang Sasuke berikan.

Sasuke yang seharusnya menemaninya, terpaksa pulang duluan. Setelah sebuah telpon dari Ibu-nya, saat mereka baru keluar dari gerbang sekolah.

Setelah hampir sejam mencari, akhirnya Naruto mendapatkan juga buku yang ia cari. Buku berukuran sedang dengan ketebalan sekitar 3 senti. Buku referensi bahasa Inggris untuk anak SMP yang sedang mempersiapkan ujian masuk SMA.

Usai membayar di kasir, Naruto melangkah keluar toko dengan senyum puas. Rambut pirangnya bergoyang pelan dibelai angin. Senyum hangat juga merekah di wajahnya yang agak kecoklatan. Namun senyum itu tidak berlangsung lama. Saat mata biru lautnya terusik oleh sesuatu di depannya.

Sekitar 10 meter darinya berdiri, Naruto melihat seorang laki-laki paruh baya mengikuti seorang pelajar perempuan. Dari seragam yang siswi itu kenakan, Naruto tahu bahwa mereka satu sekolah. Seragam dengan atasan putih dengan bawahnya merah kotak-kotak, adalah khas Konoha Gakuen.

Meski mereka terlihat wajar, bahkan sesekali bersitatap dan bercakap. Ada gelagat dari pria itu yang membuat Naruto curiga. Akhirnya, remaja itu mengikuti mereka berdua dari kejauhan.

Jika Shikamaru atau Sasuke ada bersamanya, mungkin mereka akan melarangnya. Mengatakan untuk mengabaikannya saja karena bukan urusan mereka. Atau jangan suka berspekulasi sendiri –kalau bahasa beratnya Shikamaru.

Silahkan katakan Naruto orang yang sok sibuk dan suka mencampuri urusan orang lain. Ia hanya mencoba untuk perduli, karena ia tahu bagaimana sulitnya mengatasi suatu masalah seorang diri.

Cukup lama Naruto mengikuti mereka berdua. Kedua orang itu berjalan menuju kawasan yang agak jauh dari pusat perbelanjaan. Tempat di mana Naruto melihat mereka. Dan saat mereka berhenti di depan sebuah gang, Naruto segera bersembunyi di balik tembok.

Laki-laki paruh baya itu membungkuk beberapa kali, seakan mengucapkan terima kasih. Gadis dengan rambut panjang itu tersenyum dan ikut membungkuk, sebelum ia pamit dan berbalik pergi.

Naruto menghela nafas lega, ternyata laki-laki itu hanya bertanya. Remaja pirang itu ikut berbalik sambil tertawa kecil dan menggelengkan kepala. Merasa ia sudah berburuk sangka pada pria paruh baya itu. Sekali lagi Naruto memutar kepalanya, masih dengan senyumnya.

Namun saat ia menemukan jalan di belakangnya kosong. Tidak ada tanda-tanda siswi yang seharusnya berjalan menuju ke arahnya. Sementara jalan hanya ada satu dan di kedua sisi hanya ada tembok serta tidak ada gang kecil lainnya.

Senyum Naruto raib seketika, berubah pucat dan tegang. Detik berikutnya kakinya sudah berlari menuju gang tempat ia melihat laki-laki tadi. Nafasnya tersengal saat ia sampai di depan gang, gang itu sempit dan tidak ada lampu yang menyinari. Samar-samar telinganya mendengar suara perempuan. Darahnya berdesir dengan ketakutan serta panik di dalam dadanya.

"Diam!"

Sentakan itu berasal dari laki-laki paruh baya dengan rambut hitam cepak. Salah satu tangannya membekap mulut siswi di tangannya. Sementara tangannya yang lain ia pakai untuk menyeret korbannya.

Siswi itu mencoba memberontak, menarik tangan yang menutup mulutnya. Namun ayal, kekuatan laki-laki itu lebih besar darinya.

"Hei, Kau!"

DUAGH!

Usai suara teriakan itu, gadis itu langsung limbung dan tahu-tahu ia sudah terduduk di tanah. Seluruh tubuhnya masih bergetar ketakutan.

Manik lavendernya melirik takut-takut. Dan mendapati punggung seorang laki-laki dengan rambut kuning cerah, tengah menghajar pria asing itu.

"Hei, jangan kabur kau Pak Tua!"

Naruto mendengus saat pria itu berhasil kabur, ia memilih tidak mengejar laki-laki brengsek itu. Lantas ia segera menghampiri gadis yang masih tampak syok. Pelan ia menepuk pundaknya dan menatapnya cemas.

"Kamu baik-baik saja?" tidak ada jawaban, "Bisa berdiri? Lebih baik kita pergi dari sini."

Masih tidak mendapatkan jawaban, Naruto termenung sesaat. "Maaf," bisiknya kemudian, lalu dengan tiba-tiba menggendong gadis itu. Membuat manik lavender itu terbelalak dan spontan mengalungkan kedua tangannya pada leher remaja asing itu.

Mereka berdua sampai di sebuah Taman, dan langit sudah mulai mencair senja tanpa Naruto sadari. Setelah mendudukkan gadis itu ke kursi panjang Taman. Naruto berjongkok dan mengeluarkan botol air minumnya.

"ini, minum dulu." Naruto mengambil tangan gadis itu dan meletakan botol air yang masih penuh. "Maaf, aku kasih botol minumku, tapi tenang belum aku minum, kok."

Gadis itu masih terdiam dan mencoba membalas senyum cerah Naruto. Walau yang ada hanya segaris tipis yang tidak seperti senyuman.

Kedua tangannya masih bergetar, takut. Pertama kalinya ia mengalami hal ini, hampir diculik. Atau mungkin ia hampir menjadi calon korban pemerkosaan. Memikirkannya saja sudah membuat gadis itu kembali bergetar.

Naruto yang sejak tadi menatapnya dalam diam. Tiba-tiba menggenggam tangan mungil gadis itu, mencoba memberitahu bahwa semua sudah baik-baik saja. Lalu pelan, ia mengusap kepala gadis itu, membuatnya mendongak menatap mata biru Naruto.

"Terima kasih..."

Akhirnya gadis itu berucap, pelan yang hampir seperti berbisik. Naruto mengangguk, senyumnya semakin lebar sehingga membuat matanya menyipit.

Gadis itu mulai menegak air yang diberikan Naruto. Terus sampai air di botol tandas olehnya. Senyum Naruto berubah menjadi senyum geli. Siapa sangka, gadis itu kuat minum, yah meski hanya air putih.

"Rumahmu di mana? Mau ku antar?" tanya Naruto menawarkan setelah gadis itu selesai minum.

Gadis itu menggeleng, "Ti—"

"Ah, tunggu sebentar!" Naruto lebih dulu memotongnya saat ia merasakan getaran di saku celana.

Ia mengambil smartphone miliknya yang berwarna hitam dan menempelkan di telinganya. Belum sempat ia berucap, suara di seberang sana sudah memekakan telinganya, tanpa memberinya celah untuk membalas. Lalu kemudian sambungan terputus.

Naruto menatap layar ponselnya agak lama, sebelum menghela nafas pendek. Ia berbalik, menatap gadis itu dengan senyum cerahnya.

"Maaf, aku tidak bisa mengantarmu," ujar Naruto dengan tatapan bersalah. Gadis itu segera berdiri dan membuka mulut, hendak berkata ia baik-baik saja.

"Tapi bahaya kalau kamu pulang sendiri," lagi Naruto berujar, membungkam kembali mulut gadis itu. "Aku pesankan Uber, ya. Tenang saja, aku akan temani sampai Uber-nya datang!"

Merasa remaja pirang itu tidak akan mendengarnya. Gadis itu akhirnya mengangguk dan tersenyum manis. Lalu ia mengulurkan tangannya.

"Hyuuga Hinata, terima kasih sudah menolongku tadi."

Naruto tersenyum cerah dan menyambut uluran tangan Hinata.

"Uzumaki Naruto-dattebayo!"

...

"Aku pulang."

Naruto menutup pintu rumah dan sejenak terpaku. Hanya berharap bukan sepi yang menyambutnya. Berharap dari balik ruang tengah, akan ada surai merah yang muncul. Menyambutnya seperti dulu-dulu.

"Kau terlambat, Menma sudah pergi Les dari tadi!"

Naruto melangkah mendekat ke ruang tamu. Menghampiri si empunya suara yang berteriak dari sana.

"Maaf Bu, tadi aku ada keperluan sedikit jadi terlambat."

Wanita paruh baya yang saat ini tengah sibuk dengan dokumen-dokumen di tangannya berdecak pelan.

"Membeli buku referensi untuk adikmu saja tidak becus. Kamu ini bagaimana, sih, jadi kakak?! Sudah tahu ini saat-saat penting bagi adikmu."

Naruto menunduk pelan, "Maaf Ibu, tapi aku beli bukunya, kok."

Kushina kembali berdecak, ia bangkit sambil merapikan berkasnya dan memasukkannya ke dalam tas kerja. Wanita itu berbalik dan raut dingin terlihat di wajahnya.

"Meski kamu beli, adikmu itu membutuhkannya sekarang. Seharusnya kamu samperin dia di tempat Les."

"Kalau gitu, Naru pergi sekarang—"

"—Sudah, tidak perlu!" Kushina menghampiri Putra Sulungnya dan mengambil bungkusan di tangan Naruto. "Biar Ibu yang antar."

"Ah, bagaimana dengan makan malamnya? Ibu mau makan apa?"

"Tidak perlu," sahut Kushina. Wanita itu mencoba merapikan rambut panjangnya sebelum berjalan menuju pintu keluar. Naruto mengikuti di belakang.

"Malam ini Ibu pulang telat, Menma juga. kamu makan saja sendiri."

"Ah, iya, hati-hati—"

Brak!

"... di jalan."

Helaan nafas terdengar panjang. Naruto tersenyum kecil, setidaknya rumah tidak sepi seperti yang sudah-sudah. Meski setelahnya justru rasa sepi dan dingin terasa lebih dari biasanya.

Naruto berbalik, perutnya sudah minta diisi. Jadi lah ia menuju dapur dan mengeluarkan bahan-bahan yang ada di kulkas. Malam ini nasi goreng pedas sepertinya enak.

Dengan cekatan Naruto memotong bawang putih, sosis, dan beberapa sayuran. Tidak sampai setengah jam, sepiring nasi goreng sudah tersedia di atas meja.

Naruto tersenyum puas, ia menaruh nasi goreng di atas meja dengan secarik catatan kecil di sana. Setelahnya, Naruto membuka salah satu lemari kecil dan mengeluarkan sebungkus ramen. Setelah menyeduhnya, ia melangkah membawa makan malamnya ke kamar.

Lampu kamar menyala, menerangi kamar yang bernuansa hangat dengan cat oranye serta coklat tua dan putih. Naruto menarik kursi lalu menaruh ramen di sudut meja belajarnya. Ia membuka laci kedua di sisi kanannya dan mengeluarkan sebuah buku tulis dengan cover berwarna oranye.

Ia membuka buku yang berukuran sedang dengan ketebalan sekitar dua senti. Terus membuka lembaran buku hingga menemukan halaman kosong. Naruto mengambil pulpen di laci paling atas dan mulai menggoreskan tinta hitam di atas kertas. Tak butuh waktu lama sampai dirinya terlarut dalam pikirannya sendiri.

.

.

.

To Be Continue...

Coco di sini, saya datang dengan cerita baru. Ide cerita kali ini aku dapat dari gambar-gambar di IG. Jadi kalau misal kalian merasa gak asing, dengan interaksi dalam cerita ini. Yah mungkin, kalian pernah lihat fanart-nya hehe...

Karena bingung gimana ngasih credit buat fanart yang aku pakai sebagai referensi. Jadi di sini aku Cuma bisa bilang, terima kasih untuk gambar-gambar indah kalian yang membuat saya mendapatkan inspirasi, ilham, hehe...

Untuk cerita ini, akan update setiap selasa, Ditunggu yah...