Length : Chapter(s)

Warning : GS for Uke

Pair: temukan sendiri nanti ;)

Tolong tinggalkan komentar dikolom riview. Mari saling menghargai.

EXO fanfiction

"My Bad Boy."

Shinkyu

Mereka tak lebih dari seorang penjilat. Tersenyum lebar memandangnya. Mengais harapan akan kekayaan dan kedudukan yang dia miliki. Tak pernah sekalipun dia mendapatkan sorot mata tulus untuknya. Ya. Dia memang pantas, toh dia juga tak meminta.

Mimik wajahnya sedingin es dengan tubuh tinggi tegap serta kulit coklat yang berbeda dari orang Korea kebanyakan. Dia mampu mengintimidasi. Auranya dan keberadaannya selalu berhasil menakuti.

Para mahasiswa dan mahasiswi Seoul University dilorong langsung menyingkir pergi. Tak mau berurusan dengannya yang terkenal kejam. Kepala mereka sontak menunduk tatkala tatapan tajamnya melirik sekilas, mereka ketakutan, tidak mau walau sekedar beradu pandang.

Tolol. Dia membatin, keledai penurut yang enggan mengambil risiko apapun. Ejeknya dalam hati. Padahal dia mampu menawarkan kesenangan semu, kesempatan beradu jotos, hingga tubuh hancur lebur. Bukan kah itu mengasyikan? Hidup lah hingga terluka. Kesakitan yang mampu menyadarkanmu bahwa kau itu ada.

"Kim Kai." pemuda itu menoleh, mengangkat alis mendapati seseorang melambai padanya. "Datang awal?"

Seorang pemuda berperawakan mirip dengannya. Berjalan mendekati. Dia Oh Sehun salah satu orang yang tulus berteman tanpa memperdulikan kekayaan dan kekuatan fisiknya.

"Diamlah." dia mendesis malas. Masih mengantuk, tidak ingin membuang waktu untuk sekedar mengobrol.

Sehun tidak tersinggung sama sekali. Pemuda berwajah datar itu tersenyum singkat. Sudah hafal betul tabiat sahabatnya. Dua orang dengan tinggi hampir sama itu berjalan beriringan, diikuti pandangan kagum para mahasiswi. Wajah rupawan, tubuh ideal, kekayaan melimpah dan dari keluarga terpandang. Sungguh kesempurnaan sudah ditangan jika saja perilaku mereka jugalah sejalan.

Napas Kai berhembus vesikuler. Matanya sedikit terpejam walau begitu dia terus melangkah. Kelopak matanya berat sekali. Dia sangat mengantuk. Nyaris tidak tidur karena nongkrong di arena balapan hingga fajar datang. Di sisinya Sehun tidak berbicara, teman satu gengnya itu memang pendiam. Hanya buka mulut jika ada sesuatu yang penting saja. Mereka menuju kantin kampus, berniat membeli kopi dan sarapan seperti biasa.

Langkah kaki mereka sontak terhenti ketika cipratan jus jeruk mengotori sepatu Kai. Kai yang berjalan dengan mata terpejam tak sengaja menyenggol seorang pemuda yang sedang membawa nampan makanan. Suasana kantin yang ramai mulai sunyi mencekam. Semua mata kini tertuju pada Kai dan sang pemuda pemilik jus naas itu. Mengantisipasi kejadian apa yang akan terjadi nanti.

Walau sudah jelas ini semua kesalahan Kai. Dia justru pihak yang terlihat paling murka.

"Ma-afkan aku!" pemuda itu menjatuhkan nampannya, menimbulkan bunyi nyaring menarik perhatian hampir seisi kantin. Dia langsung bersimpuh berniat menggelap sepatu Kai dengan kemeja yang dia pakai namun sebelum itu dagunya tiba-tiba dihantam oleh lutut Kai. Sangat keras, kejadiannya begitu cepat hingga tak terlihat. Darahnya menetes mengotori lantai, bercampur dengan jus yang ia tumpahkan.

Suara tulang rahang yang patah mengerikan terdengar. Bagaikan musik kematian. Kai menyeringai begitu dua gigi berjatuhan karena ulahnya.

"AKHHHH" pekikan nyaring menggema. Semua orang memandang sang korban iba. Tak bisa berbuat apa-apa. Membantu pun bunuh diri rasanya.

"Pergilah ke alam baka," ujar Kai tanpa perasaan. Disampingnya Sehun hanya tertawa. Dia beruntung mendapatkan tontonan menarik pagi ini. Temannya memang luar biasa—jahanam sekali. Mereka berdua meninggalkan kantin, tidak perduli dengan korban Kai yang berdarah mulai dikerumuni orang-orang. Sudah tak berniat mengisi perut lagi.

Disalah satu sudut kantin dibalik tumpukan buku. Seorang gadis bertubuh mungil meremas tangannya, menyaksikan dengan hatinya resah, gundah gulana. "Kai-ya," gumamnya sedih.

«»

"Kai kembali berulah tadi pagi" beberapa siswi didalam toilet khusus perempuan mulai membuka pembicaraan. Salah satu temannya menanggapi dengan antusias. Mereka tengah memperbaiki make up agar selalu tampil cantik.

"Gila, dia keren sekali."

"Keren apanya Eunji-ya? Dia menyeramkan—" gadis berambut ikal bergidik ngeri. "Bagaimana bisa ada orang tak berperasaan seperti dia?" tanyanya heran, menggelengkan kepala dramatisir.

Dari dalam salah satu bilik. Kyungsoo mendengar semua yang mereka bicarakan. Gadis mungil itu menghela napas panjang sebelum keluar menuju wastafel untuk cuci tangan. Berdiri disamping mereka dengan wajah jutek.

"Kai tidak seperti itu. Kalian salah" kata Kyungsoo sebelum pergi meninggalkan mereka.

Para gadis memandangnya heran.

«»

Dalam kampus terdapat sebuah ruangan khusus yang dijadikan sebuah geng berkumpul. Orang-orang menyebut mereka EXO. Terdiri dari empat orang lelaki. Kris si ketua, Kai, Sehun juga Chen. Mereka lelaki dengan paras rupawan seperti dewa dan kelakuan juga bagai dewa.

Dewa kematian.

Kekayaan dan status sosial mereka yang tinggi meredupkan keberanian orang lain yang mampu melawan. Kekuatan dan kekayaan mereka mampu menyingkirkan siapapun begitu saja semudah menendang kerikil dijalanan.

Grafiti memenuhi dinding terdapat beberapa game seperti playstasion dan meja biliard. Sofa berwara merah berjajar rapi. Dipojok ruangan terdapat kasur untuk sekedar melepas lelah atau bercinta dengan para pelacur sesuai keinginan mereka.

"Ayo lah sayang abaikan saja mereka" Seorang pemuda blasteran memangku pacarnya. Jemarinya bergerak aktif berusaha membuka kancing teratas kemeja sang gadis.

"Tidak mau Kris" tolak sang pacar. Telak.

"Sedikit saja, Zitao." rayu Kris tak menyerah.

Diseberang ruangan Sehun yang sedang bermain psp bersama Chen memutar bola matanya, bosan akan tingkah ketua mereka.

"Tidak! Kau ini tidak tahu malu sekali, nanti saja di apartemen atau tidak sama sekali"

Kris melongo akan ancaman Zitao. Dia tak bisa marah malah memeluk pacarnya semakin erat. "Baiklah"

Cinta memang merubah sang ketua dari yang mengerikan menjadi imut seperti Puppy. Kai mendengus. Dia yang sedari tadi tiduran di sofa memilih bangkit dan mencari tempat lain untuk istirahat.

Keberadaan sepasang kekasih itu sangat menganggunya.

"Kalian menggelikan sekali" hina Kai acuh—menggacak rambutnya kesal menjadi semakin berantakan. Dia malah terlihat tambah keren.

"Terutama kau Kris hyung. Menjijikan" tambahnya lantas meludah ke lantai. Dia kecewa akan perubahan Kris. Ketua geng mereka itu adalah salah satu orang yang Kai hargai tapi, semenjak menjalin asmara dengan Zitao. Mahasiswi jurusan fasion. Lelaki itu berubah menjadi sangat jinak dan penurut.

"Bangsat!" umpat Kris pada Kai. "Rasakan nanti jika kau jatuh cinta" dia menyumpahi Kai dengan seringai sementara dipangkuannya Zitao terkikik geli.

Sehun dan Chen terbahak-bahak mendengarnya. Membayangkan Kai yang preman begitu akan memohon untuk dicium pacarnya kelak.

"Jatuh cinta pantatmu" Kai mendengus. Menahan muntah. Kata itu sangat menggelikan untuknya ucapkan. Baginya didunia ini tak ada Cinta. Tak ada kasih sayang. Jika pun ada. Mengapa orangtuanya meninggalkannya?

«»

Langkah kakinya menggema. Kai menaiki tangga menuju atap kampus. Disana tempat paling tenang untuknya tidur. Dia membuka pintu besi dengan sekali tendangan. Alisnya terangkat begitu menemukan seorang gadis berdiri di balik pintu seakan menunggu kedatangannya.

Gadis itu berambut hitam panjang dengan bando dikepalanya. kulit putihnya sangat bersih terpantul cahaya matahari. bagai berlian yang indah. Tubuhnya kecil sekali dan pendek, dia memakai dress berwarna putih dengan corak bunga. Type gadis polos dan baik-baik.

Apa yang dia lakukan di tempat seperti ini? Oh menyebalkan sekali. Lagi-lagi ada saja penggangu. Kai berdecak kesal. Hari ini sial sekali.

Dia berjalan cuek melewati gadis bermata bulat itu. Dia melirik sekilas dan mendapati sang gadis terus menatapnya dengan wajah bersemu. Kai mencoba tetap melangkah mengabaikan.

"Kai-ya!" panggil sang gadis. Suaranya indah dan lembut seperti coklat lumer yang meleleh.

Kai menoleh mengangkat alisnya. Berani sekali gadis itu memanggilnya sok akrab begitu, dia juga tidak tampak ketakutan melihatnya. Hebat juga. Biasanya para perempuan yang bersamanya kebanyakan menghindar tak mau berdekatan.

"A-aku.. Do Kyungsoo.. aku " dia terbata-bata. Sorot percaya diri matanya meredup saat Kai menatapnya tajam. Dia meremas jemarinya gugup sementara Kai menggertakan giginya mulai hilang kesabaran. Jika sedang mengantuk dia mudah sekali emosi.

"Jangan menggangguku. Aku tak segan memukul perempuan" Kai tersenyum meremehkan, mencoba mengancam. "Pergi sebelum aku hilang kesabaran" usirnya dingin lantas berbalik memunggungi.

"Tidak!" gadis bernama Kyungsoo itu berteriak. Kai terkejut tapi enggan menoleh kembali memandangnya. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu" kata Kyungsoo terdengar sunguh-sungguh.

Dalam hati sesuatu yang membeku terguncang mendengarnya. Namun Kai menggeleng mencoba menepis itu semua. Perkataan Kyungsoo aneh sekali.

"Aku bilang jangan menggangu!" secepat kilat Kai sudah berada dihadapan Kyungsoo. Mencengkram lehernya.

Kyungsoo mengap-mengap mengais oksigen namun dia hanya diam saja tak berusaha meronta. Kedua mata bulatnya memandang mata Kai. Seumur hidup Kai, baru Kyungsoo yang berani menatapnya begitu. Cengkraman Kai pada leher Kyungsoo melonggar. Dia melepaskan Kyungsoo begitu saja.

"Aku akan terus mengganggumu" ucap Kyungsoo keras kepala walau keadaannya kini terlihat lemah. Dia terbatuk tapi tetap berusaha menyampaikan isi hatinya. "Dengan rasa sayangku padamu. Aku tidak akan menyerah."

Kai menyeringai merasa tertantang. Memuji dalam hati keberanian gadis ini.

Rasa sayang katanya? Dia terbahak-bahak. Geli sekaligus jijik sekali.

Kyungsoo memandangnya polos—berkedip bingung.

Baru saja Kris menyumpahi Kai di basecamp. Sekarang dia langsung mendapatkan pengakuan sayang.

Apa ya.. biasanya ini disebut? Semacam takdir?

Tawa Kai semakin keras. Kyungsoo menunduk malu baru kali ini dia melihat Kai tertawa begitu. Walau menyeramkan dia tampan sekali. Apalagi jika dilihat dari jarak yang dekat.

Biasanya pemuda berkulit tan itu hanya bisa menyeringai meremehkan. Tersenyum pun jarang apalagi tertawa seperti sekarang.

"Baiklah, um.. tadi siapa namamu? Kyungcoo?" tanya Kai setelah menguasai diri memasang ekspresi dingin andalannya kembali.

"Kyungsoo. Its Do Kyungsoo" sang gadis meralat dengan senyuman riang. Gembira Kai menyebut namanya, walau pengucapannya salah.

"Terserah." Kai memutar bola matanya sama sekali tak perduli. "Kau bilang tadi apa... sayang padaku? Apa kau gila?" tanyanya sarkastik. Kai memandang Kyungsoo seakan gadis itu alien dari planet lain.

"Aku ini orang jahat, Kyungcoo." Kai mendesis memperingatkan. "Dan gadis sepertimu.." dia memperhatikan penampilan Kyungsoo dari kepala sampai ujung kaki membuat Kyungsoo gugup. "Tidak cocok untukku"

"Kau tidak jahat! Kau orang baik" Kyungsoo menyentak tak terima.

"Apa kau salah makan atau terbentur sesuatu, hah?" Kai mulai hilang kesabaran. Gadis ini sinting. Tadi pagi Kai sudah melukai orang hanya karena ketumpahan Jus. Dia bahkan pernah membuat orang koma. Baik apanya?

Kyungsoo menggeleng. "Aku terlalu menyukaimu" bisiknya sambil memilin dress yang ia kenakan.

"Jangan pernah berharap" Kai memasukan tanggannya kedalam saku jaket kulit yang ia kenakan. "Wake up! Ini bukan negeri dongeng dan aku bukan pangeran baik hati yang bersembunyi dibalik topeng kejahatan." dia menjadi banyak bicara. Kai sebenarnya muak dengan topik ini. Tapi entah kenapa Kai sedikit tertarik akan gadis dihadapannya ini.

Dia gadis pertama yang berani menyatakan suka padanya walau telah ia cekik sebelumnya.

"Pergilah sebelum aku memukulmu" Kai menoyor kepala Kyungsoo hingga si gadis pendek itu mundur selangkah.

Kedua mata bulat Kyungsoo berkaca-kaca. Tidak tahu cara apa lagi untuk meyakinkan lelaki berkulit tan itu. Bahwa dia benar-benar menyukainya. Sangat menyukainya sampai rasanya menyakitkan.

"Tolong jangan begini" Kyungsoo mulai menangis.

"Astaga" Walaupun Kai berengsek dia paling tidak bisa melihat wanita menangis tersedu begitu. Dia seperti menjadi lelaki paling rendah.

"Apa mau mu hah!?" tanyanya, memijat pelipisnya. Mendadak sakit kepala. Bisa saja dia menyingkirkan Kyungsoo dengan pukulan namun, sepertinya akan sia-sia saja. Gadis dihadapannya ini keras kepala.

"Hanya biarkan aku didekat mu, aku ingin selalu disisimu."

Kai menelan ludahnya—terkejut, baru kali ini ada orang yang mengatakan sesuatu seperti itu padanya. Dia tercenung dengan pandangan kosong kedepan.

"Oke" Kai setuju ditengah kebengongannya. Dia tak mengerti dengan dirinya sendiri. Biarlah menyingkirkan Kyungsoo akan Kai pikirkan nanti yang jelas Kai ingin segera masalah ini cepat selesai.

Wajah Kyungsoo merona. Dia tersenyum hingga bibirnya membentuk hati. Pipinya yang tembem menenggelamkan mata bulatnya. "Terima kasih, kau baik sekali." seru Kyungsoo.

"Omong kosong" ledeknya meninggalkan Kyungsoo. Kai sudah tidak ingin lagi tidur siang. Pembicaraan mereka menggangunya. Lebih baik dia mabuk-mabukan saja. Melupakan perkataan Kyungsoo yang terdengar tulus barusan.

Dia tak akan tertipu.

Cinta tidak ada. Kasih sayang hanya bualan semata. Batin Kai resah meyakinkan diri. Mencoba membentenginya lagi.

«»

Waktu terus berlalu begitu monoton bagi Kai. Hari-harinya begitu abu-abu. Dia menjalani bersama geng EXO seperti biasa; menggangu orang di kampus dan malamnya mabuk-mabukan atau balapan di arena. Tanpa sadar Kai menunggu... menunggu Kyungsoo yang berkata akan terus mengganggunya.

Di tengah keresahannya, Kai memukul orang lebih banyak. Dulu Kai hanya memukul jika ada yang mengusiknya tapi, kini dia akan memukul walau cuma beradu pandang saja. Sesuka hatinya. Apapun ia lakukan menjalani hidupnya yang mengenaskan.

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu"

"Ck, pembohong" botol minuman di meja ia putar. Benaknya melanglang buana. Jiwa Kai entah berada dimana.

"Ada apa?" Chen bertanya. Dia sudah memperhatikan Kai sedari tadi. Bocah itu lebih pendiam dari biasanya. Walau Kai memang jarang berbicara tetapi, dulu dia sesekali akan mengumpat atau marah-marah. Tidak pendiam seperti saat ini.

Kai menoleh memandang Chen lama. Ragu untuk bercerita. Dia pasti akan diledek dan ditertawakan.

Walau diantara mereka bertempat, Chen lebih baik. Dia tidak pernah bermain wanita atau balapan liar. Hanya sesekali ikut-ikutan saja. Tetap saja Kai enggan. Baru kali ini permasalahannya menyangkut perempuan.

"Tidak apa jika tidak mau cerita" seakan bisa membaca keraguannya Chen tersenyum.

Kai menghela nafas sebelum membuka mulut. "Dia bilang, dia menyukaiku, akan selalu menggangguku. Tapi kemudian dia menghilang. Apa aku sedang dipermainkan?"

Chen tersentak kaget. "Siapa gadis itu? Dia menyukaimu? Apa dia tidak waras?" tanyanya tak habis fikir.

Kai tersenyum sinis mengiyakan. "Benar dia tidak waras"

"Mungkin setelah berfikir dia sadar bahwa dia salah. Jadi dia menghindarimu," ucap Chen.

Pandangan mata Kai kosong. Chen tidak menyadari bahwa dia telah memadamkan cahaya kecil harapan untuk Kai.

"Seharusnya aku memukulnya saat itu" bisik Kai penuh penyesalan. Mencengkram botol minuman keras ditangannya hingga retak.

«»

"Kyungie-ah, apa kau sudah meminum obatmu?"

Kyungsoo dengan wajah pucat terbaring lemas di atas ranjangnya.

"Ne eonni. Jangan khawatir, nanti kau terlambat ke kampus. pergilah" Kyungsoo tersenyum pada sepupunya itu. Meyakinkannya bahwa dia baik-baik saja walau kepalanya sedikit pusing.

"Aku akan membuatkanmu susu dulu"

"Ahh Luhan eonni, aku bukan anak bayi!" Kyungsoo merengek menghentakan kakinya didalam selimut.

Luhan memasang wajah terpukul. "Kau adalah bayiku disini" Katanya kecewa bagaikan seorang ibu yang ditolak sang anak.

"Kita hanya berbeda beberapa tahun" Kyungsoo memprotes.

"Paman dan bibi Do menitipkanmu padaku selama di Seoul, Kyungsoo" ucapnya mengingatkan kemudian Luhan duduk disamping ranjang memandangnya sayang. Gadis cantik berambut coklat madu itu mengusap surai hitam Kyungsoo lembut lalu menyentil keningnya.

"Ouch! Appo" Kyungsoo mengusap keningnya akibat perbuatan Luhan.

"Bagaimana jika mereka tahu, anak tunggal mereka sakit begini?" tambah Luhan seperti hendak memukul Kyungsoo main-main. "Kau memang nakal."

"Ampun" Kyungsoo memajukan bibir bawahnya. Cemberut. "Aku terlalu senang jadi main hujan-hujanan" dia tertawa gembira mengingat Kai mengijinkannya mendekati lelaki itu. Kini dia selangkah lebih dekat.

"Dasar kekanakan. Kau tanggung jawabku sekarang, Kyungsoo. Jangan melakukannya lagi" Luhan kembali memarahinya.

Kyungsoo membalas dengan senyuman. "Gomawo eonni"

Luhan ikut tersenyum. "Gomawo?" dia membeo.

"Sudah peduli padaku" lanjut Kyungsoo beringsut memeluk tubuh langsing Luhan.

"Kau ini, tentu aku peduli. Kau sepupuku satu-satunya yang Bodoh dan cengeng." ucap Luhan mengelus punggung sempit Kyungsoo.

Mereka saudara yang merantau bersama di Seoul untuk kuliah. Luhan kini sudah semester akhir dia mulai disibukan oleh tugasnya sebagai mahasiswi kedokteran. Sementara adik sepupunya Kyungsoo masih semester awal. Dia anak yang keras kepala dan mudah sekali terluka.

Luhan sangat khawatir. Kesibukannya membuat Luhan tidak bisa sepenuhnya menjaga Kyungsoo seperti apa janjinya pada orangtua Kyungsoo. Kini sepupunya yang bertubuh lebih kecil darinya itu sakit. Sebagai mahasiswi kedokteran dia mencurahkan segala tenaga dan kasih sayangnya untuk kesembuhan Kyungsoo. Luhan sungguh merasa bersalah.

"Sudahlah eonni, kau sudah bolos kuliah untuk merawatku. Aku hanya demam biasa."

"Tidak kau tetap saja sakit" Luhan melepaskan pelukan mereka untuk mengecek suhu Kyungsoo.

"Sudah tidak panas kan?" tanya Kyungsoo setelah tangan Luhan menempel dikeningnya.

Luhan menghela nafas lega sebelum menjawab. "Iya"

"Apa aku bisa kuliah besok?" kedua mata Kyungsoo berbinar menatap Luhan penuh harap.

Dia bersoraksorai begitu Luhan mengangguk menyahutnya.

«»

Keesokan harinya Kai tengah bermain ponsel di taman kampus sendirian. Dia membolos kelas karena malas.

"Ack! Mati kau! Mati" jemarinya bergerak lincah menyerang para monster di game yang tengah ia mainkan.

"Kai-ya. Kau membolos?"

Jemari Kai yang tadinya bergerak lincah di atas layar ponsel membeku. Dia menengok dan mendapati gadis itu. Gadis yang mengusiknya beberapa hari belakangan.

"Kau.." dia kehilangan kata-kata. Ingin mengumpat tapi lidahnya malah kelu.

"Haaii" Kyungsoo menyapa riang gembira. Kai mendengus beranjak berdiri berniat pergi enggan menanggapi.

"Eh, mau kemana?" Kyungsoo menahan lengan Kai mencegah lelaki itu meninggalkannya. "Kau sudah berjanji membiarkanku mengganggumu" ujarnya mengingatkan.

Kai segera menepis lengan Kyungsoo. "Jangan menyentuhku."

Kyungsoo menundukan kepalanya. Dia kira Kai akan membuka hatinya sedikit. Ternyata sama saja seperti dulu. Kai tetaplah lelaki yang dingin dan kasar. Dia kira karena kesungguhan dan keberaniannya kemarin mata Kai sedikit terbuka. Bahwa didunia ini ada orang yang mencintainya dengan tulus.

"Kau bilang ingin terus disisiku kan?"

Kyungsoo mengangkat wajahnya terkejut akan pertanyaan Kai.

"Jawab!" Kai membentak. Suaranya menggelegar mengagetkan Kyungsoo.

"Iya" mata bulat itu berkaca-kaca. Kaget dan terluka.

"Hah lucu" Kai mengerutkan hidungnya jijik. Seakan muak akan tingkah Kyungsoo. "Jika iya. Lantas kemana kau selama ini? Sadar bahwa aku bukan orang baik seperti yang kau kira? Jadi kau menarik kata-katamu kembali?"

Dugaan yang Chen katakan padanya waktu itu terus menganggu Kai.

Pertanyaan Kai bertubi-tubi menghantam dada Kyungsoo tanpa ampun.

Kyungsoo menggeleng kencang. Rambut hitam panjangnya yang dikepang bergoyang. Kai salah paham, Kyungsoo tidak berbohong. Dia ingin benar-benar dekat dengan Kai.

"Kemarin aku sakit" Kyungsoo berkata. "Sungguh!" lanjutnya berusaha meyakinkan Kai yang memandangnya ragu.

"Ahh" Kai mengangguk. Gadis seperti Kyungsoo tidak pandai berbohong. Dia berkata sungguh-sungguh Kai bisa melihat dari pancaran matanya.

Kyungsoo berkedip tak mengerti.

"Begitu ternyata." gumam Kai tanpa sadar.

"Apakah kau mencariku?" Kyungsoo tersenyum lebar. Menebak-nebak bahwa ternyata Kai peduli padanya.

Kai segera membuang muka. Menyembunyikan ekspresi malunya. "Dalam mimpimu." lelaki dingin itu berjalan pergi.

"Ah tunggu aku!" Kyungsoo segera berlari mengejarnya. "Ah kiyeowo~" dia gemas sekali pada Kai. Rasa sukanya membuncah meletup-letup dalam dadanya.

«»

Kyungsoo begitu gigih dia pantang menyerah. Terus mendekati Kai walau dinding pertahanan Kai tinggi sekali. Walaupun Kai selalu mengusirnya pergi dan melakukan hal kasar padanya. Kyungsoo tetap tak perduli. Orang lain berfikir dia bunuh diri, tak apa Kyungsoo rela mati. Jika dengan begitu Kyungsoo bisa bersama Kai ke surga nanti.

"Sudah aku bilang, jangan bawakan aku makanan!" kotak bekal yang Kyungsoo serahkan, Kai tepis hingga tumpah ke lantai.

Kyungsoo memandang masakannya itu sedih. Dia bahkan bangun jam empat pagi untuk membuatnya demi Kai.

"Yah, jangan begitu." Chen menahan pundak Kai.

Kai itu melotot marah pada Kyungsoo walau gadis itu sebenarnya tak berbuat apa-apa.

"Kau berlebihan." Kris berkomentar singkat sementara seperti biasa Sehun cuek tak perduli.

Geng EXO tengah berkumpul dikantin. Kyungsoo dengan berani menghampiri mereka dan menyerahkan bekal spesial buatannya untuk Kai. Yang kini berakhir diinjak lelaki itu.

"Jangan ikut campur" Kai menyentak pundaknya, menjauhkan lengan Chen darinya.

Kyungsoo mengelap matanya yang berair dengan punggung tangannya.

"Maaf, jangan marah" Kyungsoo berjongkok sambil menangis. Mengais isi bekalnya yang berserakan. Dia memang cengeng namun tak juga mau menyerah akan perasaannya pada lelaki seperti Kai.

"Menyebalkan." Kai memasukan tangannya kedalam saku celana dan berjalan pergi meninggalkan kantin. Setelah beberapa langkah rasa aneh itu hadir lagi, seakan sesuatu meremas organ dalamnya. Dia melirik Kyungsoo melalui ujung matanya. Gadis itu masih sibuk membenahi bekalnya dilantai. Punggungnya yang sempit bergetar.

Dia menangis.

Kai menutup matanya mencoba tak peduli.

«»

"Baek" bahu itu digoncang pelan. Gadis bernama Baekhyun menoleh pada temannya Luna disampingnya.

"Kau lihat gadis itu?" Luna menunjuk Kyungsoo yang berjongkok didekat bekalnya yang berserakan. Terlihat sangat menyedihkan. Mereka duduk dimeja dengan jarak cukup jauh tapi masih bisa menyaksikan kejadian barusan.

Kyungsoo saat ini menjadi pusat perhatian.

"Yeah" Baekhyun mengangguk.

"Dia hebat juga berani mendekati, Kai" Luna mencibir menopang dagunya.

"Bukan hebat, tapi nekat tepatnya" Baekhyun menanggapi sambil mengaduk makan siangnya.

"Kau benar" Luna tertawa sinis. "Kita lihat nanti, sejauh mana dia mampu bertahan."

Jemari lentik nan indah itu mengibas pelan. "Abaikan saja, dia cuma cari perhatian." Kata Baekhyun malas.

Luna mengangguk setuju. "Tapi kupikir Kai sedikit keterlaluan juga. Kau mau bicara padanya nanti?"

"Tidak ah. Dia galak"

Luna mencibir. "Dia marah, apalagi bersikap kasar padamu saja tidak pernah. Galak apanya?!"

Baekhyun tersenyum penuh arti. Merapihkan surai coklatnya kebelakang telinga.

«»

"Sebaiknya kau menyerah, Soo" Zitao memeluk Kyungsoo dari samping. Sedari tadi dia menyaksikan semuanya tapi tak berani membela.

Zitao dan Kyungsoo memang saling mengenal namun tak terlalu akrab. Mereka pernah bertemu di beberapa kesempatan.

"Tidak mau" dengan tubuh bergetar dalam pelukan Zitao, Kyungsoo menggeleng.

"Kau ini keras kepala sekali sih!" walau kesal Zitao mencengkram pundak Kyungsoo iba. Seolah dengan tindakannya ia mampu memberikan gadis mungil itu sedikit kekuatan. Sebagai perempuan dia mengerti akan perasaan Kyungsoo. Tak bisa ia bayangkan bagaimana jika dirinya diposisi Kyungsoo saat ini. Bagaimana jika Kris yang berlaku kasar seperti Kai padanya. dia tak sanggup hidup rasanya. Membayangkan saja sudah menyakitkan.

"Apasih yang membuatmu begitu menyukai orang sepertinya?" gadis bermata panda itu bertanya kesal. Tak habis fikir akan jalan fikiran Kyungsoo.

Para lelaki geng EXO saling berpandangan tak tahu harus berbuat apa. Urusan perempuan.

"Kau tidak mengerti." Kata Kyungsoo meremas baju yang Zitao kenakan.

«»

Matahari hari itu terik sekali. Cahayanya begitu menyilaukan. Hembusan angin menggoyangkan dedaunan. Menerbangkan rambut panjang Kyungsoo yang dibiarkan terurai. Dia terus mengayuh sepedanya dengan semangat.

Di dalam keranjang terdapat beberapa bahan makanan. Dia akan memasakan sesuatu untuk Luhan. Sepupunya itu mendapatkan nilai A saat ujian. Selain cantik dan baik Luhan juga sangat pintar. Kyungsoo sangat menyayangi dan juga bangga padanya.

"Luhan eonni pasti senang" dia terkikik.

Sepedanya bergerak melewati taman. Ditengah kegembiraannya suara tangisan anak kecil mengagetkan Kyungsoo. Gadis itu segera menghentikan sepedanya dan mencari asal suara.

Dibawah pohon seorang anak kecil menangis kencang. Kyungsoo meninggalkan sepedanya dan segera bergegas menghampiri. Langkah kakinya terhenti begitu menyadari si anak tak sendiri terdapat seorang lelaki jangkung bersamanya.

Kyungsoo meyipitkan mata. Penglihatannya memang kurang bagus.

'Sepertinya aku kenal' Kyungsoo berusaha mengingat-ingat. Lelaki itu terlihat familiar.

Tiba-tiba pemuda jangkung itu menoleh. Kini Kyungsoo dapat melihat wajah rupawan itu dengan jelas.

"K-kim Kai?" ia terbata-bata. Kai si preman yang tak berperasaan. Tentu Kyungsoo tahu, mereka satu kampus dan Kai sangat terkenal. Kyungsoo bergidik enggan mencari masalah dengan pemuda itu.

Dia berbalik hendak pergi tapi sebelum itu suara tangisan anak kecil seakan menahannya. Dia tidak mungkin meninggalkan anak itu sendiri dengan Kai, jika Kai melukainya bagaimana?

Kyungsoo menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan takut. Ngeri membayangkan. Dengan dada yang berdentum-dentum Kyungsoo menghampiri ragu.

Dia harus berani, Kyungsoo harus menyelamatkan anak itu!

Dalam jarak yang makin dekat, Kyungsoo mampu mendengar pembicara mereka.

"Berhentilah menangis, berisik" Kai mengusap telinganya. Terlihat terganggu. Kyungsoo semakin mengkerut ngeri.

"Balonku terbang, oppa! Keatas sana" gadis kecil itu terus menangis sambil menunjuk-nujuk pohon yang tinggi diatas mereka.

"Sssst, arraseo!"

Kyungsoo terkejut melihat Kai berjongkok menghapus air mata dipipi anak itu.

"Oppa akan mengambilkannya untukmu" dia tersenyum.

Kai benat-benar tersenyum.

Kyungsoo mengerjap tak percaya. Mulutnya menganga begitu Kai mulai memanjat pohon yang tinggi itu demi mengambil balon. Sungguh diluar perkiraannya.

Mungkin orang lain hanya akan menenangkan anak itu lalu memberikan sang anak pada ibunya. Tapi Kai tidak, dia benar-benar peduli.

"Oppa hati-hati" pekik sang anak pada Kai yang sudah berada di atas pohon. "Cepat sekali, oppa seperti monyet." celetuk sang anak polos.

Kyungsoo terkikik geli. Jika saja bukan anak itu yang mengatakan melainkan lelaki dewasa mungkin orang itu akan mati ditangan Kai.

"Ini dia!"

Kyungsoo terkejut begitu Kai melompat turun dengan balon ditangannya. si anak bersorak senang. Dia mencium pipi Kai sebagai ucapan terimakasih.

"Oppa baik sekali."

Kai balas tersenyum mengusap puncuk kepala anak itu lembut. "Cuma kamu yang mengatakan itu padaku" katanya dengan nada lembut. Dia menggendong anak itu dipunggungnya.

"Kajja oppa antar pulang! Huuu pesawat meluncur" Kai menggoyangkan anak itu dipunggungnya. Mereka berlari tanpa menyadari Kyungsoo bersembunyi dibalik tembok.

Kyungsoo masih memandangi Kai dan anak itu. Dia tersenyum begitu Kai tersandung karena terlalu banyak bergerak agar menyenangkan si anak dipunggungnya.

Tawa mereka masih Kyungsoo dengar. Menumbuhkan benih kagum dalam dirinya. Kehangatan itu menyusup dalam relung jiwanya begitu saja.

"Kai... ternyata kau tak seburuk yang aku kira."

Untuk pertama kalinya dalam hidup. Kyungsoo jatuh cinta.

Hatinya dicuri oleh orang yang lain ditakuti.

To Be Countinue

A/N

Shinkyu hadir dalam fanfic baru ni. Seneng banget bikin karakter Kai jadi bandel. Bayangin aja Kai di era monster yak. Waktu rambutnya yang abu-abu sama muka nyeremin gitu.

Kai: parah lu thor

Suka suka gue:p

Kai: meuni julid ih ai kamu:(

Jangan lupa riview kalau mau update cepet~!

Kai: jangan mau, plis jangaaan!

Kyungsoo: hush, ayo pulang! /seret Kai.

Ps: tolong mampir di akun wattpadku. Shinkyu88 disana aku juga post ff dengan tambahan gambar/? Mungkin bisa menambahkan imajinasi jadi lebih berjalan. Jangan lupa follow ya~

Baiklah

Sampai jumpa_

Chap 2 nya sudah 50% loh