Tetangga masa gitu?


Hello, Neighbor!

WANNA ONE (Produce 101 Season 2) – Main (Bae Jinyoung x Park Jihoon), Sub (Lai Guanlin x Yoo Seonho, Park Woojin x Ahn Hyungseob, Kim Samuel x Lee Daehwi).

GenderSwitch (GS). Slice of Life. Drama, Romance.

©baejinbaejin


Prologue


Seperti biasa, Park Jihoon baru saja dijemput ibunya pulang dari taman kanak-kanak. Gadis kecil dengan rambut yang dicepol dua dengan jepit berhias bunga mawar pink itu menggenggam tangan ibunya selagi berjalan di aspal basah yang masih disirami hujan rintik.

Tidak pernah tahu kalau ternyata di hari itulah hidupnya akan berubah.

Mata bundar berbintang itu memandang rumah paling besar di kompleknya itu sedang sibuk pindahan. Rumah yang hanya diseling satu rumah dari rumah Jihoon itu memang belum lama rampung pengerjaannya dan memang ada kabar kalau akan segera diisi oleh keluarga yang jauh-jauh pindah dari Taiwan.

Ibunya –Byun Baekhyun, melewati rumahnya sendiri dan malah berjalan ke arah rumah yang jalannya terhalang truk besar pengangkut barang. Mengucapkan permisi sebelum akhirnya disambut oleh perempuan tinggi dengan mata kucingnya.

Berkenalan dengan sang istri pemilik rumah dan tuan muda di rumah baru ini –Huang Zitao dan anak semata wayangnya, Lai Guanlin. Jihoon bisa melihat bocah yang lebih muda darinya itu berusaha bersembunyi dibalik kaki panjang ibunya. Baekhyun dan Zitao hanya bisa tertawa kecil melihat kelakuan kedua anaknya yang sama-sama penasaran namun masih malu untuk melakukan kontak.

Ibunya bilang kalau Guanlin masih belum lancar berbahasa Korea. Tentu saja karena umurnya yang masih terlalu muda –umurnya baru dua tahun setengah, lebih muda dua tahun dari Jihoon. Mulai pindah, Guanlin akan dibiasakan berbicara dalam Bahasa Korea agar makin lancar karena keluarga Lai Yifan itu berencana menetap permanen di negri orang karena tuntutan pekerjaan.

Semenjak kepindahan Guanlin, Jihoon akhirnya memiliki teman bermain didaerah tempatnya tinggal. Karena komplek yang ia tinggali ini kebanyakan orang-orang yang baru saja menikah dan belum mempunyai anak atau malah kakek-nenek. Bisa dikatakan kompleknya tinggal ini terlalu sepi untuk ditinggali anak kecil.

Meskipun Guanlin masih belum mengerti apa yang dikatakan Jihoon, Jihoon tetap berusaha untuk mengajarinya kata-kata dasar. Mulai dari benda, warna, sampai kata kerja. Terkadang kalau Jihoon sudah lelah mengajari Guanlin, Guanlin akan mengganggunya dengan cara bicara dalam bahasa yang Jihoon tidak mengerti. Namun Jihoon senang mendengar Guanlin bicara dalam Bahasa Mandarin.

Sampai akhirnya lima tahun sudah semenjak kedatangan Guanlin.

Jihoon sudah berumur sembilan tahun dan Guanlin sudah tujuh tahun. Lima tahun lamanya mereka bermain hanya berdua –kadang bertiga jika sepupu Jihoon yang bernama Park Woojin datang untuk menginap, akhirnya komplek mereka kedatangan penghuni baru.

Rumah yang ditinggali tepat ditengah-tengah rumah Guanlin dan Jihoon. Padahal Jihoon sudah merengek pada kedua orangtuanya untuk membeli rumah yang membatasi rumahnya dan rumah Guanlin sehingga ia dan Guanlin bisa lebih dekat. Tentu saja orangtuanya tidak mengiyakan.

Jackpot, keluarga yang pindah ke rumah nomor A6 itu ditinggali oleh keluarga bermarga Bae yang juga memiliki anak lelaki berusia delapan tahun bernama Bae Jinyoung. Lagi-lagi, Baekhyun –ibu dari Jihoon, yang pertama kali mendatangi rumah itu. Karena memang dasarnya kepo, Baekhyun menyapa mereka dan memberi tahu kalau ia adalah pemilik rumah nomor A5. Si pemilik rumah baru, Bae Sehun dan isterinya Xi Luhan serta anak lelaki mereka –Bae Jinyoung, berkenalan dengan Baekhyun.

Kebetulan Jihoon yang sedang bermain di rumah Guanlin mengintip dari balkon kamar Guanlin. Keduanya berjongkok agar tidak kelihatan kalau mereka sedang mengintai. Baekhyun menunjuk rumah nomor A7 –milik keluarga Lai, dan memberitahu Luhan kalau tetangganya ini juga pindahan dari Taiwan. Kepala keluarga Bae, yaitu Bae Sehun sebenarnya asli Korea namun isterinya asli Beijing. Tiga tahun lalu mereka pindah ke Beijing lalu akhirnya kembali lagi ke Seoul. Luhan senang mendengar kalau ada orang yang mengerti bahasa ibu-nya didaerah ia tinggal.

Jihoon dan Guanlin yang menguping mengira bocah baru dikompleknya itu bernama Syaoran –Xiaorang (serigala kecil), karena ibu bocah itu memanggilnya demikian. Jadilah keduanya menggosip tentang Syaoran, anak baru yang meninggali rumah yang Jihoon ingin tinggali.

Sebetulnya, hanya rumah bernomor A5 dan A6 yang modelnya sama. Karena pemilik terdahulunya memiliki dua tanah super luas dan akhirnya dibuatlah dua rumah kembar dengan denah yang kebalikan. Jika garasi mobil rumah Jihoon ada di sebelah kanan, garasi keluarga Bae ada di sebelah kiri. Begitu pula dengan bagian dalam rumah.

Jarak dari satu rumah ke rumah lainnya adalah empat meter, dua meter kebun samping disetiap rumahnya. Karena itu pula Jihoon ingin rumah bersebelahan dengan Guanlin, karena ada jendela yang letaknya berdiagonal dengan jendela kamar Guanlin. Kalau Jihoon tinggal dirumah itu, Jihoon akan menempati kamar yang jendelanya tidak jauh dari jendela kamar Guanlin. Sehingga mereka bisa mengobrol tanpa harus keluar rumah.

Namun khayalan keduanya untuk bicara dari kamar ke kamar sirna.

Beberapa hari kemudian rumah keluarga Bae mengundang untuk makan malam bersama dalam rangka berkenalan dengan tetangganya. Di blok A –gang tempat Jihoon, Guanlin, dan Jinyoung tinggal hanya sedikit yang meninggali karena blok A ini blok terdepan dalam komplek dan tanahnya yang luas membuat harganya lumayan jauh lebih mahal, sehingga sulit untuk laku terjual. Sehingga hanya lima keluarga saja yang datang, termasuk Jihoon, Guanlin, dan Woojin –yang menginap dirumah Jihoon karena sedang libur sekolah.

Guanlin yang masih lebih pendek dari Jihoon itu hanya bisa menurut saat Jihoon menggeretnya kesana-kemari untuk melihat-lihat rumah yang hanya beda warna cat dan perabot dengan rumahnya. Woojin juga mengekori keduanya. Denahnya yang mirror dari denah rumahnya, Jihoon lebih leluasa untuk berkeliling selagi para orangtua sedang sibuk menikmati hidangan.

Gadis itu penasaran karena anak kecil yang beberapa hari lalu itu tidak pernah terlihat keluar rumah. Memang sih sekarang masih libur semester jadi wajar saja kalau dia tidak kelihatan, tetapi Jihoon masih penasaran dengan si Syaoran itu.

"Ngapain sih kita naik ke lantai atas?" Tanya Woojin sambil ngunyah kue.

"Emang kamu nggak penasaran sama si pendatang baru ini, apa?" Jihoon balik nanya ke sepupunya yang seumuran itu. "Namanya aja aneh gitu. Syaoran, aneh kan?"

"Nama Guanlin juga aneh."

"Ih, hyung. Wajar lah aku 'kan bukan orang sini, ayah sama ibuku juga orang Taiwan," Bela Guanlin karena namanya dibilang aneh. "Lagian namanya juga wajar kok kalau dia ada turunan Cina-nya."

"Apa waktu itu kamu bilang artinya, Lin?"

"Serigala kecil."

"Tuh. Masa nama anaknya serigala, emang dia bisa ngaum apa?" Kata Jihoon ketika sampai di lantai atas.

"Yang ngaum itu singa, serigala mah menggeram namanya," Kata Woojin sambil nepok kepala Jihoon, yang ditepok langsung bales nampar. Karena sudah biasa, Woojin hanya mengusap pipinya. "Terus mau tang-ting-tung nih?"

Jihoon menerka-nerka anak itu ada di kamar yang mana. Tadi Bibi Luhan bilang kalau anaknya itu sedang tidak enak badan, sehingga ditinggal dikamarnya di lantai atas. Perempuan cantik itu bilang kalau mau jenguk boleh, tetapi tidak boleh ganggu istirahatnya.

Satu-satunya perempuan disitu berjalan menuju kamar yang posisinya sama seperti kamarnya di rumah. Pintu bercat putih tepat di depan tangga, jendelanya bersebelahan dengan jendela kamar Jihoon. Kaki gadis itu melangkah mendekati pintu itu, disusul Guanlin dan Woojin yang mau-mau saja mengikuti apa kata Jihoon.

Jihoon menekan kenop pintu pelan-pelan dan mengintip ke dalam. Kamar bernuansa biru tua dan biru muda itu tampak rapi. Mata Jihoon bersinggungan dengan lelaki rambut hitam yang sedang memandang layar komputernya.

"AAKKK!"

Lelaki yang Jihoon tahu bernama Syaoran itu terjatuh dari kursinya. Woojin mengintip dari bawah lengan Jihoon, sedangkan Guanlin menyisipkan kepalanya disebelah kepala Jihoon untuk melihat ke dalam kamar. Yang terjatuh mendongak dengan wajah memerah.

"K-kenapa kalian disini?" Tanyanya gugup.

"Katanya kau sedang sakit," Jawab Jihoon sembari melangkah masuk. "Kami ingin jenguk."

Guanlin masih berdiri dibelakang Jihoon, sedangkan Woojin berani melangkah mendekati anak yang masih di alas karpet dan membantunya berdiri. Anak lelaki itu memakai piyama lengan dan celana panjang dengan gambar bintang-bintang.

"Siapa namamu?" Tanya Jihoon.

"Bukannya noona sudah tahu namanya itu Syaoran?" Ini Guanlin.

Jihoon meliriknya kesal, dia 'kan hanya ingin memastikan kalau namanya itu sungguh Syaoran atau bukan. Yang dilirik tidak sadar kalau ketua gengnya itu melayangkan tatapan tajam padanya.

"Xiaorang itu nama panggilan kedua orangtuaku, nama asliku Bae Jinyoung." Lelaki kurus itu berdiri dan terlihatlah ia hanya setinggi Woojin dan Guanlin, Jihoon masih paling tinggi.

"Oh.. hanya nama panggilan," Jihoon manggut-manggut. Terkuaklah misteri selama ini yang mengerami otaknya. "Kalau begitu salam kenal, Jinyoung. Aku Jihoon, Park Jihoon. Umur 9 tahun. Tinggal di A5,"

Gadis itu memperkenalkan dirinya tanpa ada kesan ramah sama sekali, malah lebih ke sisi angkuh. Seolah-olah gadis itu tahu kalau Jinyoung akan menjadi bawahannya setelah ini. Sama seperti Guanlin yang mengekorinya sejak lima tahun lalu.

"Yang ini Lai Guanlin, umurnya –uh, tujuh tahun, tinggal di A7," Jihoon menunjuk Guanlin dengan dagunya, masih bersikap angkuh. Guanlin hanya mengangguk kecil. "Itu Woojin, sepupuku seumuran denganku dan tinggal di Busan. Kalau liburan dia menginap dirumahku."

"Kalau begitu kau noona dan kau adalah hyung," Katanya pelan. "Aku Bae Jinyoung, umurku 8 tahun dan –aku tinggal disini."

"Kau bisa Bahasa Mandarin?" Tanya Guanlin langsung.

Jinyoung mengangguk kecil. "Lumayan, karena ibuku orang Beijing meskipun di Beijing aku sekolah di sekolah berisi orang Korea."

Lalu keduanya bicara dalam bahasa yang Jihoon dan Woojin tidak mengerti. Kedua bocah Park itu hanya beradu pandang dan mengangkat bahu mereka. Mendengar tawa Guanlin, Jihoon jadi penasaran mereka membicarakan apa sehingga Jihoon menghentikan pembicaraan keduanya.

"Hei, hei! Kami ada disini, tahu? Jangan bicara dalam Bahasa Mandarin karena aku dan Woojin tidak mengerti." Katanya sebal.

"Justru karena noona tidak mengerti makanya kita pakai Bahasa Mandarin."

Jihoon melayangkan pukulan ke lengan atas Guanlin. Yang dipukul hanya bisa menggosokkan lengannya yang nyeri dan mendesah kecil melihat Woojin dan Jinyoung yang tertawa diatas penderitaannya. Melihat tawa Jinyoung, Jihoon sedikit merasakan hal aneh. Seperti… apa ya? Jihoon juga tidak paham.

"Jadi, kau sakit apa?" Tanya Woojin.

Kelihatan kembali gugup, Jinyoung menggaruk leher belakangnya. "Uh, sebenarnya aku tidak sakit apa-apa. Aku tidak biasa bertemu dengan orang-orang baru, jadi aku berpura-pura sakit agar bisa tinggal di kamar."

"Oh, baguslah. Aku jadi tidak usah mendoakanmu untuk cepat sembuh," Kata Woojin cuek. "Permainan apa yang sedang kau mainkan, Jinyoung?"

Mata Woojin fokus pada layar monitor Jinyoung –sebenarnya ia sudah memperhatikan layar itu sejak tadi, maklumlah Woojin juga suka main game di komputer sehingga ia penasaran dengan game yang dimainkan Jinyoung. Jinyoung menjelaskan permainan yang tadi ia mainkan, Guanlin ikut nimbrung dengan keduanya.

Jihoon?

Gadis itu berdiri dan menyenderkan perutnya disandaran belakang kursi yang Jinyoung duduki. Sebenarnya ia tidak mengerti apa yang Jinyoung jelaskan, namun ia memperhatikan Jinyoung yang bermain game sembari menjelaskannya pada Woojin dan Guanlin.

Bergantian, Jinyoung mengajari Woojin cara mainnya dan Guanlin mengantri untuk bermain. Jihoon pindah duduk diatas ranjang Jinyoung. Mengambil komik yang ada di atas laci samping ranjang dan membacanya sambil rebahan. Semacam rumah sendiri.

Ketiganya asik bermain –memang kalau lelaki lebih mudah berbaur, sedangkan Jihoon mulai bosan. Semua komik yang ada di laci ber-genre untuk laki-laki semua, sedangkan ia masih ingin baca shoujo-manga meskipun dirinya tomboy.

Jihoon berdiri dari ranjang dan melangkah ke meja belajar Jinyoung. Melihat-lihat foto berpigura yang dipajang dan melihat-lihat barang yang ditaruh disana. Banyak action figure, mobil-mobilan, selayaknya meja belajar anak lelaki. Tidak jauh berbeda dengan milik Guanlin. Kalau milik Woojin? Tidak serapih ini tentunya.

"Anak-anak?"

Luhan mengintip ke dalam kamar dan membukanya lebar-lebar. Perempuan dengan rambut cokelat itu membawa masuk nampan berisi kue-kue, 3 jus jeruk dingin, dan satu gelas cokelat hangat lalu menaruh nampan itu di meja belajar Jinyoung.

"Dimakan ya," Katanya sambil tersenyum manis. Punggung tangannya mengecek kening Jinyoung. "Kamu jangan minum es dulu, ya?"

"Hn, iya bu."

Setelah Luhan keluar, Woojin yang tadinya sedang main langsung mem-pause dan mengambil minumannya. Guanlin baru saja ingin duduk, namun Woojin merebutnya kembali dengan alasan belum selesai. Kesal, Guanlin akhirnya duduk di ranjang Jinyoung bersama Jihoon.

"Sabar ya," Jihoon mengelus kepala Guanlin sayang. Hubungan keduanya ini sudah seperti adik-kakak, yang kadang terlalu sayang atau malah berkelahi hebat. "Woojin minggu depan pulang kok."

"Hei, aku dengar." Kata Woojin.

"Bagus kalau hyung dengar," Cibir Guanlin sambil melipat tangannya di dada, tanda ia kesal. "Aku mau pulang."

Paham kalau teman barunya ini butuh permainan, Jinyoung berjalan menuju lemari yang menyatu dengan meja belajarnya. Dia mengeluarkan dua papan berbeda ukuran berbahan plastik keras dan menaruhnya diatas lantai karpet. Membukanya cukup membuat mata Jihoon segar dan mata Guanlin berbinar.

"Ayo, main monopoli saja." Ajak Jinyoung sambil tersenyum.

Woojin menoleh ke bawah. "Aku ikutan!"

"TIDAAKKK!"


Hello, Neighbor!

-To Be Continue-


A/N: APANEEHH wkwk

Halo! Aku kembali dengan fic baru. Ini hanya slice of life, jadi mungkin tidak ada plot serius didalamnya. Hanya kisah-kisah bobrok geng yang berketuakan GADIS bernama Park Jihoon –anaknya Park Chanyeol dan Byun Baekhyun, lalu Lai Guanlin –anaknya Lai Yifan dan Huang Zitao, Bae Jinyoung –anaknya Bae Sehun dan Xi Luhan, dan Park Woojin –kagatau anaknya sapa.

Aku sebenernya mau masukin Ongniel, tapi apakah Ong cocok jadi cewek? Gak yakin aku haha. Aku pengen ini GS karna ada scene dimana Jihoon diharuskan menjadi perempuan. You know, puberty and yadda yadda… kalau Jihoon cowok, gak seru gitu. Jadi ya, mohon maaf kalau kalian ngga berkenan karena ini GS.

Ini baru prologue biar kalian ngerti sedikit tentang mereka sih. Pokoknya drama seperti biasa lah tapi romancenya belum lah orang masih kecil. Tapi ya siapa sih yg gak pernah suka sama cowok waktu SD? Aku aja dari TK udah suka sama cowok (LAH CURHAT) apalagi perempuan kan pubernya cepet, jadi yah gapapa kan kalo Jihoon duluan yang suka? HEHE

Terus boleh banget request next plot! Karena ini slice of life, jadi kalo bisa sih requestnya masih alur dimana mereka masih bocil. Jihoon dan Woojin 9 tahun, Baejin 8 tahun, Guanlin 7 tahun. Ngikutin umur asli aja sih aku. Lanjutan fic aku yang lain menyusul ya, belum ada ide nih hehe. Maafkan!

Dah gitu aja. Yo ayo di review~