Sipnosis

Kisah ini menceritakan seorang anak laki-laki malang bernama Narumi Naruto (Imo Sarada/Potato Salad), seorang siswa SMA yang juga menggambar sebuah manga yang diserialkan di majalah mingguan. Karena manga yang dia kerjakan itu adalah komedi romantis yang menggelikan, dia merahasiakan fakta ini dari semua orang di sekitarnya, dengan adik perempuannya Toa dan teman terbaik kakaknya, Mihiro adalah satu-satunya yang tahu.

Tapi suatu hari, saat dewan dewan siswa Rokuonji Kaoruko mencari anggota laki-laki untuk dewan siswa, dia tahu Naruto adalah penulis manga itu. Naruto bergabung dengan dewan siswa sebagai imbalan Kaoruko tidak mengungkapkan rahasianya. Namun, wakil presiden, Sakuragi Roofolet Ashe, sangat menentang dia bergabung, dan di tengah semua ini, berbagai permintaan dan masalah siswa mulai menumpuk.

Berbagai macam kejadian selalu menimpa kehidupan SMA Naruto yang mulanya tenang. Tapi dengan semua masalah itu, Naruto perlahan membiasakan diri dan menikmati masalah yang datang dari pada mengeluhkannya.


1/April

Sebuah pagi damai di sebuah rumah biasa di kota tokyo. Seorang anak muda berusia 16 tahun tertidur di depan komputer meja belajar di kamarnya. Anak laki-laki berambut pirang tertidur hingga cahaya pagi menyinari matanya membuatnya mau tidak mau harus kembali ke dunia nyata.

"..."

Untuk beberapa alasan aku merasa sangat sakit sekali di tubuhku. Lalu aku berusaha untuk membuka mata walau aku tahu sebenarnya aku sangat malas sekali untuk bangun.

"huh?"

Aku mengusap mataku untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam mataku. Lalu aku mengangkat kepalaku dan menatap komputerku yang ada di depanku.

Untuk beberapa alasan komputerku keluar bunyi beep hingga beberapa saat. Hingga akhirnya layar monitor komputerku mati sepenuhnya. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Lalu aku mencoba melihat arus listrik. Namun arus listrik dari saklar masih menyala.

'Apa yang terjadi pada komputerku?'

Aku berusaha untuk berpikir sebentar dan melihat ke komputerku lagi.

"uhm... hallo-halo?... Permisi?" aku memanggil di depan layar monitorku yang masih blank.

Dengan beberapa alasan aku berusaha untuk membuat komputerku kembali menyala dengan menekan berbagai macam tombol di keyboard dan mouse di saat yang sama. Namun masih tidak ada respon sama sekali.

"Apa kau bercanda!"

Aku melipat tangan dan berusaha untuk tenang memikirkan penyelesaian ini. Mungkin ini sebuah kesalahan di kabelnya. Dengan berdiri sebentar, aku melihat di bagian kabel dimana semuanya terlihat sangat baik.

Dengan wajah sedikit panik aku berusaha tenang lagi. "Baiklah, jika ini bercanda, aku tidak keberatan. Tapi semuanya ada tempat dimana kita bisa bermain" aku berbicara sendiri di depan komputerku yang mati.

Aku melakukan cek ulang di bagian kabel dan menyalakan komputerku sekali lagi. Namun apa yang aku dapatkan justru membuatku bertambah panik.

Senyap...

Aku menekan sekali lagi tombol power on di CPU dan..

Senyap...

Tunggu dulu. Ini bukan artinya komputerku sudah mati sepenuhnya. Dengan berharap sangat banyak pada percobaan kali ini. Aku menekan kembali tombol power CPU.

Senyap...

"oh tidak..."

Aku bertambah panik ketika melihat komputerku tidak merespon sedikitpun. Baiklah di situasi seperti ini aku harus menggunakan teknik rahasia.

Ambil nafas yang dalam dan coba lagi.

Senyap

Ah ini mungkin pertanda buruk.

Aku mengangkat kedua tanganku dengan wajah memohon kepada siapapun yang bisa mendengarku. Aku berdoa untuk penyelesaian masalahku disini. Dan setelah selesai berdoa aku mencoba ulang dan hasilnya adalah tetap senyap seperti tadi.

"Ah... ini buruk"

"ini sangat-sangat buruk"

Aku mengingat apa yang aku bicarakan dengan editorku malam itu.

flash malam itu

"Narumi-san, kau tahu jika jadwal deadline adalah lusa malam" suara perempuan berbicara padaku melalui teleponku.

"Hai..aku tahu itu. Apakah aku pernah melewatkan deadline sebelumnya?"

Suara perempuan itu mendesah ketika aku berbicara mengenai melewatkan deadline. "Iya kau pernah dan berulang kali"

"Iya kau benar. Aku minta maaf"

"huh... apa kau tahu siapa yang membual dengan mengatakan jika kehilangan lisensi kendaraan lalu tidak bisa keluar dengan lisensi itu?"

"lalu siapa yang membual lagi dengan mengatakan jika tetangganya kehilangan hewan peliharaan dan memutuskan untuk menolongnya tanpa memikirkan situasinya sendiri""Dan

juga... siapa kau pikir yang membual dengan mengatakan padaku jika komputer orang itu terdapat seorang gadis aneh di dalamnya dan memerlukan waktu untuk membantunya keluar dari komputer" Suara wanita itu mengandung nada gelap padaku.

Aku merinding ketakutan. "Maafkan aku! Aku sedikit bergetar ketakutan ketika editorku membuat nada menyeramkan.

"Apa kau yakin apa kau akan baik-baik saja?"

"Tidak ada masalah"

"Baiklah jika begitu... Narumi-san. Kau pasti tahu akau seperti apa iya kan?"

Aku mengangguk walau sebenarnya aku sedang berkomunikasi melalui telepon. "Hai.. aku sangat mengenal anda"

"Bagus.. begitu katan apa yang aku benci?"

"Seorang yang telat dalam pekerjaan"

"Sempurna... jika begitu, sampai jumpa nanti lusa"

Hal itulah yang aku ingat kemarin malam. Berdasarkan ancaman takatsuka-san... atau bisa di katakan sebagai pengingat dari panggilan malam itu. Aku mengorbankan setiap waktuku untuk bekerja secepat mungkin mengorbankan makan dan tidur.

Dan disinilah aku. Menatap komputer yang blank dengan semua data pekerjaanku terjebak di dalam PC. Namun aku kembali berpikir mengenai lima menit sebelum komputerku mati.

Jika tidak salah aku mengirim semua dataku melalui E-mail hingga akhirnya komputerku mati. Dan sudah pasti jika email itu gagal terkirim dan disini aku dengan terjebak masalah baru.

"Ah?"

"oh tidak!" aku berteriak ketika menyadari semua ini

Kemarahan dan perasaan hampa mendatangiku ketika merasakan sebuah bencana. "Kenapa?! Kenapa harus sekarang! Aku hanya satu langkah lagi!"

Komputerku yang satu lagi senyap dan tidak bisa memunculkan apapun. Satu-satunya yang dapat aku lihat adalah seorang pria menyedihkan yang berusaha meratapi nasibnya yang malang.

Takatsuka-san adalah tipe orang yang tidak akan memberikan sedikitpun alasan yang tidak masuk akal.

Apakah aku harus berteriak disini dengan wajah lesu bagai orang mati.

Setelah semua pengorbanan yang aku lakukan sekarang aku terjebak dengan kehancuran untuk sekali lagi. Ini sangat gawat sekali bagiku. "Bagaimana sekarang!" aku memegang kepalaku dengan rasa sakit kepala.

Komputer bukanlah sesuatu yang aku bisa pahami dengan mudah, bahkan jika aku pelajari dengan keras sekalipun. Seandainya ada dewi yang bisa memberikan karunianya padaku...

'Eits tunggu sebentar...!'

Hingga aku menyadari sesuatu. "Itu dia!" walau aku panik aku berusaha untuk tenang ketika merasakan sebuah harapan dimana aku bisa bergantung pada seseorang yang ahli.

Dengan langkah seribu aku keluar dari kamarku dan menuju kamar seseorang. "Toa!" aku berteriak lalu mendobrak masuk kedalam kamar adik perempuanku.

Namun ketika aku membuka pintu kamar terlihat dua gadis sedang tiduran di kasur dengan wajah menatap layar komputer. Mereka bermain games sepanjang malam. Di kamar adik perempuanku terlihat banyak sekali layar monitor dengan berbagai macam data terbuka.

"Berisik..." Suara malas adalah yang pertama aku dapatkan dari adik perempuanku.

"wooa.. toa, bagaimana bisa kau melakukan itu?" gadis kedua menatap Toa dengan terkejut ketika mereka sedang asik masin game mereka.

"Oi.. apa kalian dengar aku!" aku melihat kearah mereka berdua.

Dua perempuan dengan baju piyama sedang asik bermain game dan dari pandangan mataku terlihat jika mereka nampaknya menghabiskan waktu semalaman. Gadis pertama, dia adalah adik perempuanku. Narumi Toa, 15 tahun kelas I SMA dengan rambut berwarna putih dan mata berwarna merah.

Sementara yang kedua adalah teman dekat Toa. Miyase Mihiro, 15 tahun dengan rambut berwarna merah muda dengan mata berwarna hijau.

"Oi.. sejak kapan kalian bermain game?"

Toa menatapku dengan wajah malas lalu mengalihkan pandangannya ke layar monitor. "Kemarin malam"

"ua.. Toa, kau sangat hebat sekali" Miyase memberi wajah terkesan pada Toa yang masih sibuk dengan game.

Mereka berdua mengabaikanku untuk beberapa alasan aku sangat kesal dan siap untuk berteriak pada mereka karena aku sudah dalam keadaan darurat.

"Oi.. jangan acuhkan aku!"

Namun mereka masih asik bermain game dan terus mengabaikanku.

Jujur saja aku sangat kesal namun apa yang bisa aku katakan lagi. Adik perempuanku adalah maniak games dan ketika ia mengatakan jika tidak mau bergerak maka percuma saja jika aku memanggilnya.

"Toa, aku mohon... Onii-chan mu ini sedang dalam kesulitan"

Aku terpaksa membuat nada memohon dengan membuang harga diriku aku berlutut agar adik perempuanku memberi perhatian sedikit.

"Ergh... Onii-chan apa yang kau inginkan, aku sedang sibuk mengalahkan dragon level 71"

Toa menatap dengan serius di game yang ia mainkan bersama Mihiro.

"Komputerku mati dan tidak bisa di nyalakan tolong bantu onii-chanmu yang sedang merana"

Aku berlutut dengan membuat nada memohon.

Mihiro menatap kearahku dengan terkejut. "Ah.. Dia benar-benar menunduk"

"Onii-chan, kau tidak akan mendapatkan apapun kecuali ada hal yang sepadan" Toa memberikan senyuman tanpa melirik kearahku sedikitpun.

"Jika begitu apa yang kau inginkan"

Senyuman Toa semakin terlihat jelas. "Liburan seminggu penuh. Sabtu, Sabtu, Sabtu, Minggu, Minggu, Minggu"

Aku mulai mengerutkan dahi dengan wajah marah. "Oi.. Jangan membuat permintaan yang mustahil. Bagaimana dengan peraturan pertanggalan?"

Toa menyeringai "aku yang akan memberi persetujuannya." Toa tertawa kecil.

"Jadi apa yang sebenarnya terjadi?"

Aku kemudian menjelaskan pada Toa mengenai PC ku yang dead dan Mengenai jadwal Deadline ku yang besok malam yang seharusnya aku sudah mengirimkan email 5 menit sebelum komputerku mati.

Toa kemudian memejamkan mata. "Begitukah.."

"Kau sudah mengertikan sekarang ayo bantu aku"

"Aku tidak mengatakan jika aku ingin melakukannya Onii-chan"

Aku terkejut atas respon Toa. "Tapi kenapa? Aku sudah di ujung tombak kematian!"

Tanpa menghiraukan diriku Toa masih menatap layar dan fokus dengan gamenya."Entah kenapa mekanisme tubuhku berhenti bergerak dan menyebabkan aku tidak bisa berpindah"

"Itu bukan alasan!"

Mihiro kemudian mengalihkan pandangannya kearahku dengan senyuman. "Oh Senpai. Apa kau akan membawa Toa dengan gaya bridal?"

Aku tidak peduli lagi jika kau bertanya mengenai hal itu. "Gaya bridal, gaya punggu, atau gaya apapun itu semuanya tidak masalah selama aku terselamatkan dari bencana"

"..." Toa mulai menggumamkan sesuatu lalu melirik kearahku sedikit.

"Mihiro Tolong aku disini!"

Namun Mihiro hanya membuat senyuman mengejek dan mengedipkan sebelah mata. "Maaf senpai, aku harus menolak" (:P)

Aku mulai kesal dengan tingkah teman dekat Toa satu-satunya yang sangat membuatku kesal.

Toa kemudian mendesah dan menatap kearahku yang masih di posisi bersujud. "Haah... Onii-chan aku hanya bisa memberimu waktu selama 10 menit"

Aku langsung mengangkat wajahku dan menatap Toa dengan wajah bersemangat. "Benarkah"

Namun Toa hanya diam

"Baiklah ayo ke kamarku!" aku berdiri dan menuju pintu keluar Namun...

"Toa?"

"..."

Toa hanya diam dan menatap kearahku dengan wajah marah. "Atas"

"Atas?" aku tidak mengerti sedikitpun apa yang Toa inginkan.

Toa kemudian mendesah lagi dan menatap ku. "Angkat aku Onii-chan..."

Aku terkejut jika Toa meminta hal ini. Namun karena aku sudah kelelahan dan ini juga keadaan genting maka aku tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti apa yang Toa minta.

"Ooo... Sangat tidak perhatian sekali, senpai. Mengangkat adik perempuan tanpa merasakan perasaan malu sedikitpun"

Mihiromengatakan dengan wajah terkejut ketika melihatku membawa Toa dengan gaya bridal.

Saat aku bergegas menuju kamarku dimana komputerku mati. Aku membiarkan toa untuk melakukan penelitian sebentar.

"Bagaimana?" aku berharap jika ini bisa namun semua harus di lihat oleh tangan profesional.

Toa terdiam sesaat lalu melihat-lihat sebentar. "Harddisk Drive mengalami kerusakan"

"Apakah bisa di perbaiki?"

Toa kemudian menatapku dengan wajah datar seperti biasa. "Itu sudah tamat Onii-chan. Jika ingin cepat maka beli yang baru"

Aku langsung jatuh berlutut dengan wajah shock. "Tidak mungkin.. Dataku!"

"Sepenuhnya hilang"

Dengan wajah putus asa aku hanya bisa menangis di dalam batinku. "Sampai jumpa Manuskripku"

Kali ini aku sudah pasrah sepenuhnya mengenai deadline besok malam maka waktuku tidak banyak. Dengan kata lain aku harus siap begadang malam bahkan jika itu artinya aku harus memaksakan diri.

"Hooo senpai, kau terlihat menyedihkan"

Mihiro menatapku dengan sedikit prihatin walau sebenarnya wajah miyase jelas-jelas mengatakan. 'Menyedihkan sekali kau senpai'

"Bagaimana ini" aku mulai pasrah ketika menerima takdirku yang suram.

Pagi itu aku tetap dalam posisi bagai orang stress karena kehilangan seluruh dataku dan harus mengulang lagi dari awal.

Beberapa saat setelah itu

"Oi kalian berdua, mau kemana kalian"

Aku menatap mereka berdua yang ingin masuk kedalam kamar lagi.

Toa menatapku dengan wajah datar seperti biasanya. "Melanjutkan main game"

"Bagaimana dengan sekolahmu. Lihat jam sekarang hampir pukul 7"

Toa kemudian diam sebentar "hm..."

Aku mulai kesal sekarang. "Jangan 'hm'padaku! Cepat bersiap-siap"

"Tidak mau"

Toa dengan santai menjawab dan menggelengkan kepala diikuti senyuman. "Aku harus menyelesaikan Quest dadakan di game tadi"

Aku mendesah pada adik perempuanku. Toa adalah pecandu game, namun di satu sisi ia adalah programmer jenius. Banyak game yang ia kembangkan adalah hasil buatannya sendiri. Jika di tanya antara bangga dan kecewa maka aku memilih keduanya.

Aku bangga karena Imouto ku berbakat dalam suatu hal tapi hal yang membuatku kecewa adalah Imouto ku adalah seorang hikkikomori yang memilih mengurung diri di kamar.

Aku kemudian menyeret mereka ke meja makan agar mereka mau bersiap-siap untuk pergi kesekolah.

Mihiro yang sedang duduk di meja makan mulai tersenyum padaku. "hooo senpai, kau mungkin harus memperbanyak mandi bunga"

"Apa kau pikir aku pembawa sial!"

"Eheheh... siapa yang tahu"

Mihiro sukses membuatku kesal di pagi hari ini. Toa kemudian duduk di meja makan berhadapan dengan Mihiro lalu mengeluarkan game konsol yang entah bagaimana ada di saku baju piyamanya.

"ho.. Toa, aku selalu heran bagaimana bisa kau mengalahkan bos di level 70 itu?"

Toa tersenyum pada Mihiro. "Jika kau mau aku ajari bagaimana, pinjamkan aku tugas sejarahmu"

aku mendesah pada dua gadis ini. Mereka berdua adalah teman sejak lama dan aku sudah mengenalnya juga. Jadi aku sangat tahu persis bagaimana sifat Miyase Mihiro ini.

"Oi kalian berdua. Lihat jam dan cepat bersiap"

"Oh tidak.." Mihiro mulai panik ketika melihat jam 7.15

"Tcih"

Toa mulai membuat nada tidak menyenangkan ketika kalimat bersekolah dimulai. "Aku tidak masuk"

Jawaban Toa sebenarnya sudah aku prediksi jika ia akan memilih untuk tidak mau masuk. "hah... pastikan kau mengunci pintu dengan benar"

Toa hanya mengangguk dan memainkan game konsolnya.

Aku juga bersiap membuat makan pagi. Aku dan Toa hidup sendirian di rumah ini, jadi sebagai kakak laki-laki aku harus lebih bekerja ekstra untuk kami berdua. Aku bekerja sebagai Mangaka dan di bantu oleh ilusatorku yang bernama Shika-kun.

(Sfx memasak)

Sejujurnya aku belum pernah bertemu dengan ilusatorku sedikitpun namun aku hanya tahu jika ia adalah Ilusator berbakat dengan jumlah fans sangat banyak.

"Onii-chan... masak Kentang goreng" Toa menatapku dengan mata bersinar.

T_T

Aku hanya membuat wajah datar, adik perempuanku terkadang membuatku bingung sendiri. "Hai..Hai"

Setelah aku selesai memasak aku meletakkan sarapan yang aku siapkan di meja. "Ah.. senpai, kau semakin mahir ya"

Mihiro selesai mandi dan berpakaian sekolah kali ini menatap masakan yang aku buat. "heh... mungkin aku perlu berterima kasih padamu nanti Mihiro"

"Hooooo? Kau harus membayar tinggi Senpai"

Mihiro membuat seringai dan aku langsung membuat jawaban ketika mengantisipasi jawaban seperti apa yang diinginkan Mihiro

"Tidak akan"

"Sudah jangan banyak bicara dan makan. Lihat jam" aku menunjukkan jariku ke arah jam yang menunjukkan pukul 07.30

Sekolah dimulai pukul 08.00 setelah upacara penyambutan dari ketua Dewan Siswa (Osis) jadi kami masih ada waktu untuk sarapan dan bersiap-siap.

Pakaian SMA ku terdiri dari sebuah kemeja, celana berwarna coklat kehitaman dan baju blazer yang berwarna sama seperti celanaku.

Untuk siswa perempuan terdiri dari pakaian kemeja dengan sebuah kemeja putih diikat dasi kupu-kupu cukup besar dengan rok berwarna coklat hitam.

Aku kemudian mengambil mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. "Toa, aku pergi dan jangan lupa mengunci pintu" aku menatap adik perempuanku yang berbaring malas di sofa.

"Hai..."

Toa tidak memperhatikanku dan terus terpaku pada layar smartphone miliknya.

Aku mendesah dan segera menuju pintu keluar lalu sebuah pemandangan tidak aku duga terjadi di hadapanku. "..."

Mihiro memakai sepatu di posisi berdiri membiarkan bajunya terangkat dan menunjukkan celana dalamnya.

"Oi... Pantsu kau kelihatan"

Aku mengatakan tanpa ekspresi karena aku ingin segera cepat sampai sekolah dan menyelesaikan manuskripku. Namun Mihiro tidak memperdulikan dan memberikanku senyuman menggoda. "hooo. Senpai, apa kau mau melihatnya?"

Aku maju mengambil sepatuku dan memukul kepala Mihiro dengan pelan.

"Ittai"

"Apa-apaan maksudmu itu"

Namun mihiro masih membuat senyuman menggoda untuk mempermainkan sekali lagi. :"Senpai, kau tidak perlu malu-malu"

Aku mengangkat bahu dan melangkah keluar dari rumah.

"Tunggu aku senpai!" Mihiro berlari mengejarku ketika aku mengabaikannya.

Miyase Mihiro. Anak dari pemilik Restoran Miyase yang terletak di belakang stasiun kereta api, Ayah Mihiro sudah mengenalku sejak aku berusia 6 dan Toa masih 5. Restoran bertemakan gaya barat itu sudah berjalan sekitar 10 tahun lamanya jika aku ingat dengan benar.

Karena aku hidup sendirian bersama Toa. Aku belajar banyak dari keluarga Miyase mulai dari cara memasak dan cara membersihkan rumah dengan baik. Bisa di katakan Miyase adalah yang sebuah keluarga dari kami.

"Senpai, bagaimana dengan celana dalamku apa imut?"

Kami berjalan menuju sekolah dengan beriringan dan anehnya Mihiro tidak malu-malu untuk mengatakan hal itu di harapanku.

"Jangan tanya aku" aku masih membuat wajah serius ketika menulis ulang manuskrip di buku catatan kosong.

Beruntung aku mengingat setiap lembar manuskrip yang aku tulis, sehingga menulis untuk kedua kalinya aku masih sanggup. Sekarang pertanyaannya adalah apakah sempat untuk siap dalam waktu satu malam.

"Hummmp... Senpai, kau tidak menyenangkan"

Mihiro marah padaku karena aku mengabaikannya. "Berisik"

"Tcih.."

'ahahah.. akhirnya aku bisa melampiaskan dendamku yang tadi' aku sedikit tertawa ketika merasakan kemenangan dalam diriku. Yah aku sepenuhnya tidak bisa mengatakan jika ini pantas untuk saling balas dendam.

Mihiro kemudian tersenyum padaku. "Ohohoho... Senpai, jika kau merasa menang karena bisa mengalahkanku saat ini. Maka kau salah besar, aku baru saja akan memulainya"

Aku tidak tahu bagaimana bisa Mihiro menebak dengan benar jalan pikiranku namun aku meyakinkan diriku jika aku bisa mengalahkan bocah ini.

Lalu kami sampai di halaman akademi dimana terlihat banyak anak murid-murid dan juga beberapa murid dari kelasku.

Mihiro kemudian menatapku dengan senyuman. "Jika begitu, aku duluan Senpai" Mihiro berlari masuk kedalam akademi

Ousui Akademi. Sekolah dimana aku, Toa, dan Mihiro belajar.

"Yo Narumi, apa kabarmu?"

Aku melihat seorang siswa laki-laki berusia sama sepertiku dengan dengan rambut coklat memiliki mata berwarna Violet ungu mengenakan kacamata .

"Yah untuk sekarang aku baik-baik saja..." aku beruntung memasukkan buku untuk manuskripku kedalam tas sebelum temanku memanggil karena akan merepotkan jika ada yang mengetahui rahasiaku.

"... bagaimana denganmu Masato? Dan dimana Saru?"

Masato kemudian mendesah. "Dia masih tertidur dan aku memutuskan untuk pergi paling pertama"

"Dia terlalu banyak tidur mungkin?"

"Mungkin saja"

Ikari Masato adalah teman sekelasku dan juga teman masa kecil dari Sarukawa Kinjirou. Dan alasan aku memanggilnya dengan panggilan Saru itu karena sikapnya yang bisa di katakan terlewat aneh sekali.

"Narumi.. kau pasti setuju denganku benarkan?"

Aku memiringkan wajah dan menatap bingung kearah Masato. "Apa maksudmu?"

Masato kemudian menunjukkan jarinya ke arah siswa perempuan. 'ah aku tahu maksudnya' aku membuat wajah tidak jelas kearah temanku ini.

"Mereka kurang banyak makan. Aku sangat heran kenapa perempuan jaman ini sangat kurus sekali... apa faktor makanan yang buruk?"

'tidak... bukan mereka tidak salah tapi kau yang rusak'

Aku mendesah pada temanku ini. Masato sangat populer di kalangan perempuan karena wajahnya dan kepintarannya, namun karena obsesinya terhadap perempuan yang 'sedikit' gemuk menjadi permasalahan utama dirinya tidak memiliki pacar sedikitpun.

Malahan jikapun ada yang mengatakan cinta pada Masato maka besar kemungkinannya akan di tolak mentah-mentah.

"Masato... mereka tidak akan berkembang seperti yang kau harapkan"

"hah... mungkin kau benar" masato mendesah lalu menatap kearahku.

"Sampai jumpa di dalam, Narumi"

Masato kemudian melangkah menjauh menuju akademi. Aku juga masuk kedalam dengan pikiran bercampur aduk antara bagaimana dengan jadwal deadline dan pelajaran di sekolah.

Setelah mengganti sepatu di loker aku segera menuju kelas sesaat ketika aku mendengar bel masuk kedalam kelas berbunyi.

Saat aku berhasil masuk kedalam kelas sebelum sensei masuk, aku segera duduk dan melihat bangku di sebelahku masih kosong. 'Saru akan di hukum lagi' aku mendesah ketika memikirkan temanku.

"Baiklah kalian semua, kelas dimulai"

Sensei datang beberapa saat kemudian. Sensei itu adalah seorang perempuan akhir usia 20 tahunan dengan rambut berwarna biru mengenakan pakaian terdiri dari kemeja dilapisi Blazer berwarna abu-abu.

"Oh ya... Sarukawa sedang absen. Baiklah kelas dimulai"

"Dengar kalian, setelah ini semua murid di harapkan untuk menuju GYM untuk mendengar beberapa perkataan dari anggota dewan siswa. Jadi jangan terlalu membuat repot"

Saat sensei ingin membuka pelajaran sebuah sambutan tidak di harapkan datang ketika pintu di buka dengan kuat.

"Hah...hah... akhirnya sampai... beruntung aku belum terlambat" Sarukawa Kinjirou pemuda 16 tahun dengan rambut berwarna kuning memiliki mata berwarna biru membuka pintu dengan terengah-engah

Namun sensei mengabaikan Sarukawa dan memilih melanjutkan pelajaran.

"Sarukawa"

Sensei membuat nada menyeramkan ketika melihat Sarukawa dengan tenangnya masuk dengan wajah tidak berdosa.

"Oh..Kuma-tan" Sarukawa mulai memerah dengan tingkahnya seperti orang bodoh mengarah ke sensei.

"Kuma-tan... aku merindukanmu" Sarukawa langsung melompat kearah sensei dengan bersiap untuk memberi pelukan.

Namun sensei dengan segera menyiapkan tangan dan ketika Sarukawa hampir menyentuh Sensei, dengan cepat sensei melepaskan pukulan dengan sangat kuat dan menyebabkan Sarukawa terpental.

'Yang benar saja!' aku tidak percaya apa yang aku lihat. Ini seperti Dragon ball namun versi dunia nyata dan ini terlalu epik untuk menjadi kenyataan

'Beristirahatlah dengan damai' aku berdoa pada Sarukawa yang terbaring pingsan.

'Dia tidak bisa diharapkan'

"Jadi begitulah kalian semua, karena ini masih hari senin jangan terlalu lemas oke" sensei entah bagaimana bisa bersikap tenang setelah menghajar Sarukawa hingga pingsan dan tidak bisa bangun lagi.

(Bel)

"Baiklah, kalian langsung pergi ke ruangan GYM"

Sensei kemudian pergi dan sarukawa masih berbaring di lantang dengan wajah berbinar.

"Oi...kau masih hidup?" aku melirik kearah Sarukawa yang terbaring di lantai.

Masato memperbaiki posisi kacamatanya dan menatap kearah Sarukawa. "Saru... Apa kau masih hidup?"

Sarukawa terbangkit dengan cepat.

"Kenapa kalian menggunakan kalimat Seolah-olah aku sudah mati!"

"Tapi apa kalian tahu? Kuma-tan hari ini sangat dingin sekali..."

Aku mendesah pada Sarukawa. "Mungkin karena dia kesal padamu"

"Hemhemhem..." Namun sarukawa tersenyum. "Narumi... Kau sangat naif tentang perasaan perempuan. Kuma-tan itu..."

"Dia adalah Tsundere... Ahn aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia menyatakan cintanya padaku ketika ia jujur dengan perasaannya sendiri"

Sarukawa mengatakan itu dengan wajah memerah bahkan dengan semangat terlihat jelas di wajahnya. "Apa kau masih waras?"

Masato menggelengkan kepala. "Narumi kau seperti tidak mengenal Sarukawa."

Aku hanya menggelengkan kepala.

"Ada apa ini apa kalian membicarakan kebodohan Saru?" suara baru datang menginterupsi kami.

Dia adalah seorang gadis cantik 16 tahun dengan rambut ponytail berwarna merah memiliki warna mata ungu violet. Watanuki Karen. Perwakilan kelas untuk 2-B di kelas kami.

"Ah ketua kelas. Seperti biasa kau tampak bersemangat" aku menyapa padanya.

Karen memberiku senyuman balasan dan menatap kearah Sarukawa yang masih memiliki wajah kesenangan karena memikirkan sensei perempuan tadi.

"Naruto-kun. Apa kau baik-baik saja, sejak awal masuk kedalam kelas. Kau terlihat sangat lelah"

Watanuki Karen menatapku dengan prihatin. Masato juga menatapku dengan penasaran akan hal itu juga.

"Yah... Banyak hal yang terjadi menyebabkan aku harus melakukan berbagai macam hal dengan ekstra" aku memberikan alasan dengan wajah lesu.

"Yah... Jaga kesehatanmu yang terpenting Narumi" Masato tersenyum sambil menepuk pundakku.

Aku tersenyum kembali padanya. "Aku akan mengingatnya"

Ketua kelas menatapku dengan penasaran. "Naruto-kun, apa kau menghabiskan waktu dengan membaca buku ero" Karen tersenyum dan menatap lagi dengan wajah curiga.

"Apa-apaan dengan pemikiran itu!"

Karen tertawa kecil "Kau adalah laki-laki remaja maka akan sangat masuk akal jika kau menghabiskan waktumu dengan hal seperti itu"

Aku membuat tawa gugup. 'Yah... Aku adalah pencipta hal itu. Maka sama saja jika aku menghabiskan waktu dengan membaca buku ero...'

Aku merilis manga Roman Comedy dengan alur Ero. Maka akan sangat menyulitkanku jika ada yang mengetahui hal ini. Yang terburuk adalah aku akan di cap sebagai pria hentai selamanya.

"eheheh... kemungkinan saja kau melakukannya" Karen tersenyum padaku.

lalu matanya mengarah ke Sarukawa yang sejak tadi diam dengan wajah masih berbinar memikirkan sensei galak yang menghajarnya tadi.

"Oi.. Saru, apa kau baik-baik saja?"

"...ah... Kuma-tan" Saru nampaknya masih membayangkan sensei itu.

'apa dia masih normal' kami bertiga berpikiran hal yang sama ketika melihat dia yang seperti itu. jujur aku sangat prihatin padanya namun aku hanya bisa menikmati tingkah dari dia untuk sementara

"hah... apa kau masih waras atau tidak?"

setelah Karen mengatakan hal itu, Saru langsung membuat wajah marah padanya. "Apa kau mengatakan aku sudah gila!"

Karen mendesah pelan dan menganggukkan kepala. "Bukankah kauu sangat senang jika Sensei menghajarmu bagai hewan peliharaan?"

"Ha?... mana mungkin aku seperti itu, apa kau pikir aku bodoh?"

kami bertiga dalam kepala kami memiliki satu jawaban yang sama. 'Ya.. kau memang dungu'

"Lagi pula kalian harus tahu. Kuma-tan sangat suka jika aku memanggilnya seperti itu. dan aku sangat yakin jika Kuma-tan sangat mencintaiku" dengan wajah bersemangat Sarukawa menatap kami dengan wajah yakin namun wajah seperti itu justru membuat dirinya bagai orang bodoh yang paling bodoh.

'hah... aku sudah tidak mengerti dengan dia' aku mendesah ketika melihat wajah senang dari Sarukawa.

aku tahu jika Sensei kami Iwakuma Yukari masih Single walau usianya sudah mencapai 29 tahunan. namun jika Sarukawa melakukan hal seperti itu padanya maka sama saja dengan kau membully Sensei karena tidak mampu memiliki pasangan.

"... aku sudah tidak bisa menahannya lagi... Kuma-tan, aku datang!"

"Eh dia pergi?" Karen heran ketika melihat Sarukawa segera pergi keluar dari kelas dengan wajah senang bagai orang M.

'aku memiliki perasaan buruk mengenai ini' aku menatap kearah Sarukawa yang berlari menuju lokasi Sensei Iwakuma.

saat aku masih menatap pintu keluar dimana Sarukawa melesat pergi Karen menatapku dengan senyuman. "Naruto-kun. ayo kita ke ruangan GYM"

aku menganggukkan kepala lalu menatap kearah Masato. "Ayo kita pergi bersama"

masato mengangguk dan kami segera menuju Auditorium dimana banyak siswa dan siswi berkumpul.

normalnya kami disuruh untuk berdiri namun aku cukup terkesan ketika melihat banyaknya jumlah kursi tersedia untuk setiap siswa dan siswi yang ada.

"Semua siswa diperkenankan untuk duduk. acara akan kita mulai" Sensei memberitahukan melalui Mic.

semua siswa kemudian duduk di kursi masing-masing. aku, Karen, dan Masato duduk bersebelahan dan satu lagi kosong yang seharusnya Sarukawa tempati. yah aku tidak heran jika Sarukawa di hajar oleh Sensei Iwakuma.

kenapa aku mengatakan hal itu, jawabannya sangat sederhana. itu karena Sensei Iwakuma satu-satunya Sensei yang tidak ada di tempat kami saat ini.

aku mendengarkan apa yang dewan mahasiswa katakan dengan cermat. yah walau sebenarnya aku diam-diam menulis manuskripku tanpa ketahuan sama sekali.

"..." aku diam dan melihat ketua dewan mahasiswa yang berbicara di depan umum mengenai apapun itu.

"haaa... Presiden dari dewan siswa sangat cantik sekali"

karen mengatakan dengan kekaguman. aku sejujurnya tidak tertarik mengenai hal itu sedikitpun karena aku sedang fokus mengerjakan tugasku yang akan di kirimkan ke editorku malam ini. jika aku mampu.

"Kau pasti setujukan. Naruto-kun"

aku diam dan terus menulis hingga aku terkejut ketika Karen menyentuh pundakku. "Iya!" aku hampir berteriak karena terkejut.

"Naruto-kun. Apa kau mendengarku? Dan juga apa yang kau tulis?" Karen melihat buku catatan yang ku pegang.

"Tidak ada... Hanya menulis beberapa hal. Lagi pula, apa yang kau katakan tadi?"

Karen kemudian menatap kearah Ketua dewan siswa yang berdiri di atas panggung.

"Aku bilang... betapa cantiknya ketua dewan siswa..."Karen mengatakan dengan nada kagum.

Aku mengambil perhatian sedikit. 'Rokuonji Kaoruko.. Kelas 2. Jika aku tidak salah ia adalah murid dengan peringkat tertinggi dan paling populer di kalangan pria'

Aku menatap kearah ketua Dewan dimana ia memiliki rambut berwarna hitam, mata berwarna merah muda gelap, dan memiliki dada yang berukuran cukup besar (E+). 'Hah... Aku harus bekerja sangat ekstra' aku berpikir.

"Jadi begitulah. Saya sebagai ketua dewan siswa mengucapkan terima kasih atas perhatiannya dan semoga kedepannya kita bisa saling membantu dengan baik" Rokuonji Kaoruko selesai berbicara dan disambut tepuk tangan dari siswa maupun siswi kecuali aku yang masih diam-diam mengerjakan mangaku.

"Terima kasih atas pembawaannya. Sekarang akan di teruskan oleh wakil ketua. Untuk wakil ketua di persilahkan untuk berbicara"

Selesai sensei berbicara aku sedikit tertarik untuk melihat siapa itu. 'Sakuragi Roofolet Ashe... Jika aku tidak salah ia adalah keturunan keluarga kaya di tokyo' aku melihat Sakuragi yang berdiri di podium dan bersiap untuk membuka beberapa kata-kata dengan wajah senyuman.

Sakuragi Roofolet Ashe, memiliki rambut blonde alami diikat twintal kearah belakang, dan mata berwarna biru khas keturunan barat. Bisa di katakan Sakuragi R. Ashe adalah peringkat 2 gadis paling populer.

Beberapa saat berlalu dan dewan siswa selesai memberikan beberapa perkataan namun aku sedikitpun tidak mendengarkan apapun itu.

Aku berdiri dan bersiap meninggalkan ruangan hingga kami bertiga (Masato, Karen, Naruto) melihat wajah familiar baru saja datang.

"Sarukawa. Darimana saja kau?"

Aku memanggil ketika melihat wajah bersinar Sarukawa yang nampaknya sedang dalam kondisi terbaiknya.

"Apa ada sesuatu yang bagus telah terjadi?" Karen mengatakan dengan wajah penasaran.

Dengan wajah masih bersinar Sarukawa kemudian menatap kami. "Begini... Kuma-tan..."

'Oh tidak, ini buka suatu hal yang bagus" aku memprediksi perkataan macam apa yang akan ia katakan.

"... Kuma-tan tadi memberikanku sebuah pelukan dengan kasih sayang"

Aku sedikit membayangkan pelukan macam apa itu. 'Pasti sebuah teknik gulat' teknik dimana mencekik lawan dengan siku di arahkan ke pinggang sang pengguna.

Aku menggelengkan kepala. "Ayo kita kembali" aku memberi saran ketika melihat Sarukawa terdiam bagai patung disitu dengan wajah bersinar

Sesampainya di kelas

"Oh ya... Belum ada murid yang datang?" aku menatap kelas yang masih kosong. Berarti semua murid masih berada di luar karena kelas di mulai jam 9 sementara ini masih 8.30 maka dangat masuk akal jika murid-murid masih di kantin atau di taman.

"Jika begitu aku keluar dulu." Masato melambaikan tangan ke arah aku dan Masato, aku dan Karen adalah satu-satunya murid di kelas.

Aku duduk di meja dan melihat Karen dengan senyuman di wajah cantiknya merapikan meja guru dan beberapa hal lainnya.

"Apa kau butuh bantuan?" aku melihat Karen yang masih merapikan beberapa hal hingga ia menatapku dengan senyuman.

"Tidak masalah, aku masih bisa sendiri" karen berusaha membersihkan kaca dari debu dengan menggunakan kursi sebagai pijakan.

'Ah... Jika seperti itu ia akan terjatuh' aku kemudian berjalan dan menuju Karen.

"Ah!" Karen terkejut ketika kursinya kehilangan keseimbangan dan ia hampir terjatuh.

"..."

"Sudah aku katakan.. Lebih baik aku bantu" aku berhasil menangkap Karen dengan posisi bridal.

Karen tetap diam menatapku "..."

Aku kemudian menurunkan Karen dan menatapnya. "Apa kau baik-baik saja?"

Karen memerah sedikit dan menatapku dengan menganggukkan kepala sedikit. "Uhm.. Aku baik-baik saja, terima kasih untuk itu. Naruto-kun"

Aku hanya menganggukkan kepala sedikit. Untuk hari ini tidak ada yang spesial dimana aku menjalani rutinitas sehari-hari dengan normal. Walau sebenarnya aku menulis manuskripku secara diam-diam saat pelajaran dimulai.

12.00

Jam istirahat

Aku memilih untuk pindah ke lokasi dimana aku bisa tenang. Saat sensei Iwakuma keluar sebuah serangan datang.

"Kuma-tan...!" Sarukawa berusaha untuk memeluk sensei.

"!" sensei dengan wajah ganas segera berbalik badan dan memukul perut Sarukawa hingga terpental menabrak tembok

Aku memilih untuk cepat-cepat keluar dari ruangan dan mencari temlat untuk berdiam diri.

Aku berjalan di aula dan menuju sebuah tempat yang sempurna. Perpustakaan, disini aku lihat ada beberapa siswa dan siswi belajar dengan tenang.

Aku segera mengerjakan mangaku lagi ketika mendapat sebuah inspirasi ketika melihat kejadian tadi. 'Sarukawa, aku mungkin perlu berterima kasih padamu' aku membuat situasi dimana protagonis utama terjebak kondisi tidak terduga dengan perempuan dan menyebabkan dia terkena pukulan dari perempuan dan di cap sebagai hentai.

Saat aku menyelesaikan 7 lembar manuskrip di buku tulisku aku mendesah karena masih ada 13 halaman dari 40 lembar. Mangaku memiliki 40 halaman di setiap chap, yang baru aku kerjakan sekitar 27 halaman.

Sekarang situasiku tidak bisa membuatku bergerak lebih cepat. (Menguap)

Aku memilih untuk duduk dan membaringkan kepalaku di meja karena aku sangat lelah.

'Tidak! Aku harus mengerjakannya!' aku memaksakan diri untuk menulis dan mengerjakan manga ini. Hingga ketika aku berhasil mengerjakan 10 halaman aku tertidur karena kehabisan energi.

"..."

Aku tertidur dan merasakan jika aku sudah saatnya untuk bangun

Aku membuka mata dan menatap perpustakaan yang sudah sepi. 'Baru beberapa menit aku tidur, kenapa sangat sepi?' aku meyakinkan diriku jika mereka semua kemungkinan ke kantin.

(Bel)

Saat bunyi bel aku dengar aku sedikit malas untuk bangkit. "Habis ini pelajaran Bahasa Inggris" aku berdiri sepenuhnya dan ada sesuatu yang aneh.

'Tunggu sebentar...'

Dari nada bel itu sangat berbeda dengan bel masuk ke dalam kelas.

"Itu bel pergantian jam pelajaran!" aku panik karena mengetahui jika aku terlambat.

Aku berlari dengan buku catatan di tanganku. 'Sialan... Berapa lama aku tertidur' aku terus berlari menuju ke kelas.

Hingga ketika aku sampai di tangga aku tidak melihat ada seseorang di hadapanku. (Sfx tabrakan)

"Awgh.. Maafkan aku!" aku cepat menunduk

Murid itu juga meminta maaf lalu kami berdua berlari kembali ke kelas. Nampaknya ia juga terlambat masuk kedalam kelas.

Saat aku sampai di kelas aku langsung membuka pintu. "Maafkan aku" aku melihat dimana sensei belum datang namun semuanya menatapku yang baru saja masuk.

Aku menuju kursiku dan duduk menunggu sensei menganggap semuanya tidak ada yang terjadi sedikitpun.

'Tadi itu nyaris sekali'

Pelajaran dimulai setelah sensei tidak lama masuk kedalam kelas.

Di luar

Seorang siswi dengan rambut hitam berjalan di aula dengan buku catatan ia pegang. "Hmm?" matanya tertuju pada sebuah buku yang berada di lantai.

"Buku siapa ini?"

Saat ia mengambil buku tersebut, ia penasaran akan isi dan membukanya.

"Buku ini..."

Mata siswiperempuan itu terbuka sedikit ketika melihat isi dari buku. "Heheh..."

Ia tertawa kecil ketika membaca buku itu. "Kira-kira dimana pemiliknya?"

Siswi perempuan itu melirik ke kanan dan ke kiri. "Ah itu dia.. Akan aku bawa ke ruang dewan siswa"

Presiden dari dewan siswa Rokuonji Kaoruko kemudian membawa buku tanpa nama itu kembali ke ruangan dengan senyuman ceria. 'Ini buku dari imo sarada-kun... Aku akan bertemu dengannya'

Rokuonji berjalan dengan senyuman cerah nampaknya ia memiliki hari yang bagus.

Sementara itu (15.00)

Bel pelajaran berakhir. Namun aku mendesah lelah, karena nanti akan ada jam olahraga setelah jam istirahat II selesai.

Aku beruntung dapat menghindari pertanyaan interogasi dari ketua kelas Karen. Aku menjawab jika aku berada di UKS karena aku mengalami sakit kepala.

Dan anehnya alasanku dapat di terima begitu saja. Setahuku Watanuki Karen, adalah ketua kelas yang sangat bertanggung jawab normalnya jika siswa lain memiliki situasi yang sama. Maka Karen akan menuju UKS untuk konfirmasi.

Namun kali ini ia menerima alasanku tanpa banyak bicara. 'Dasar aneh'

Aku mengambil baju olahragaku dari dalam tas, namun aku merasakan sesuatu yang janggal. 'Oh tidak!' aku panik ketika merasakan ada yang hilang dari tasku.

Aku mencoba mencarinya sekali lagi. 'Itu hilang!' aku panik

Aku mencoba membongkar seluruh isi tasku. Namun hasilnya tetap Nol besar. Aku terus mencari mulai dari saku, laci meja, bahkan tasku aku bongkar berulang kali.

"Apa kau mencari sesuatu Naruto-kun?"

Ketua kelas Karen menatapku dengan penasaran ketika aku membuka seluruh isi tasku.

"Apa bisa aku bantu untuk mencarikan barangmu?" Karen berbicara lagi ketika aku mengabaikannya.

"Ketua kelas itu tidak ada apa-apa. Aku hanya kehilangan buku catatanku" sambil mengobrak-abrik seluruh isi tasku.

"Naruto-kun biar aku bantu!"

Aku hanya menggelengkan kepala. "Tidak perlu, aku hanya melupakannya. Aku bisa mencarinya sendiri"

"Tapi apa kau yakin Naruto-kun?"

Aku menganggukkan kepala dan mencarinya lagi. Lalu aku berakhir menggaruk kepala belakang dan berpikir.

"Naruto-kun coba kau kembali menyusuri dimana saja kau bergerak. Mungkin kau bisa menemukannya"

Aku langsung tersenyum ketika menemukan solusinya. "Ketua kelas, terima kasih!" aku segera melesat keluar dari kelas meninggalkan Karen yang terdiam di tempat.

"Mou... Naruto-kun, kau selalu saja ceroboh" Karen tersenyum kearah laki-laki yang berlari menyusuri dimana ia berada tadi.

Naruto kemudian menuju perpustakaan dimana ia tertidur. "Tidak ada"

Aku melirik meja yang kosong dimana aku tertidur. Lalu aku segera menuju lorong kelas namu hasilnya tetap tidak ada.

"Dimana itu" aku menggaruk kepala bagian belakangku.

"Jika aku tidak salah aku menabrak seseorang lalu berakhir terjatuh disini" aku menatap tangga dari perkiraanku ada kemungkinan jika murid itu mengambil bukuku. Namun itu tidak mungkin.

"Aku sangat tahu jika murid itu berlari menuju kelas tepat setelah aku meminta maaf. Dan juga murid itu sama sekali tidak membawa apapun. Berarti"

Aku membuat wajah takut ketika membuat prediksi terakhir. 'Bukuku di ambil oleh murid lain ataupun Sensei'

Ini sangat membuatku gugup. Tidak mungkin aku secara acak bertanya pada setiap murid yang ada disini.

Juga tidak mungkin aku bertanya pada sensei.

'Apa yang harus aku lakukan'

(Suara bel)

("Perhatian pada siswa yang merasa kehilangan sebuah buku berwarna biru, diharapkan untuk segera datang ke ruangan dewan siswa")

Setelah pesan itu di ulang sebanyak dua kali aku langsung memikirkan kemungkinan. 'Tidak mungkin ini sebuah kebetulan'

Apa aku harus ke ruangan dewan siswa atau tidak...

Aku sedikit beradu argumen, namun jika ini benar buku milikku maka ada kesempatan untukku dapat menyelamatkan pekerjaanku namun bagaimana cara menjelaskannya.

'Lebih baik mencoba' aku kemudian memberanikan diri untuk menuju keruangan dewan siswa.

Saat aku mencapai di depan pintu aku mempersiapkan diri untuk masuk kedalam.

"Permisi"

Saat aku masuk aku mengharapkan sebuah sambutan tidak menyenangkan, karena jika itu benar buku milikku dan ada yang membacanya. Maka mereka berpikir aku orang bajingan mesum.

"Ehehe..." aku melihat ketua sedang duduk dengan wajah tertawa kecil ketika membaca buku biru.

'Itu memang bukuku' aku mulai sedikit panik.

Namun aku sebagai pria maka harus siap mengambil resiko apapun itu yang akan terjadi. "Ano Ketua-san?" aku memanggil ketika melihat wajah tertawanya membaca isi buku.

Saat ia mengangkat kepalanya dan menatap kearahku ia terkejut. "Ah.. Maafkan aku" Rokuonji Kaoruko meminta maaf dengan cepat.

"..." aku tetap diam dan menatap bukuku yang ia pegang.

"Ano... Saya datang untuk memeriksa apakah buku saya dapat saya terima lagi" aku langsung ke inti pembicaraan karena aku melihat sepintas mengenai ilustrasi manuskrip miliku.

Rokuonji langsung terkejut dan menatap buku milikku. "Eh... Ini milikmu?"

Aku langsung menganggukkan kepala

aku sudah berkeringat gugup mengenai pendapat dari Ketua Osis. jujur saja satu-satunya yang mengetahui jika aku penulis manga adalah Toa, Mihiro, dan Takatsuka Chitose atau bisa dikatan sebagai Editorku.

"Kamu Narumi Naruto-kun dari kelas 2-C, benar?"

aku menganggukkan kepala dan ketika Ketua OSIS menatapku dengan senyuman. 'apa yang terjadi' aku bertanya-tanya.

lalu ketika Ketua Osis berada di depanku aku menelan ludah sedikit dan mempersiapkan mentalku akan respon yang akan datang.

"Narumi-kun, kisahmu menarik aku sangat menyukainya..."

"Ha?" aku sedikitpun tidak mengharapkan respon seperti ini. namun wajah dari ketua osis sudah cukup untukku jika memang ia sangat tertarik dengan cerita dari buku catatanku.

lalu Ketua osis tertawa kecil. "... aku sangat terhibur ketika melihat protagonis yang terkena pukulan gadis saat ia tidak sengaja mendarat di depan perempuan... itu sangat lucu"

aku membuat wajah datar. 'Yah.. mungkin aku harus berterimakasih pada Sarukawa mengenai hal itu'

'hei.. ini bukan saatnya untuk senang, aku harus mendapatkan kembali buku catatanku' aku mengingat tujuan sebenarnya aku datang ke ruangan OSIS.

"Ano.. aku menghargai pendapatmu. tapi bisa berikan kembali bukuku?" aku meminta dengan sopan.

"oh iya.. maafkan aku" Ketua osis segera memberikan buku milikku dengan wajah memerah sedikit.

"..."

aku dan ketua osis jatuh dalam diam ketika aku menerima kembali buku milikku. aku yang membuatku khawatir adalah bagaimana jika ketua OSIS menyadari jika aku adalah penulis manga dengan tema Ero.

"Ano... Narumi-kun"

"Hai!" aku terkejut ketika ketua OSIS memanggilku.

lalu ketua osis menatapku dengan wajah penasaran. "Ano... Narumi-kun, apa kamu laki-laki"

kali ini pertanyaan aneh membuatku sangat bingung. "Tentu saja aku laki-laki. Kenapa kamu menanyakan hal itu Ketua Osis"

Ketua osis mulai gugup sedikit. "Ano.. aku mengira jika penulis dari buku itu adalah perempuan, terlebih lagi di halaman terakhir"

aku mulai takut. 'oh tidak, jangan katakan jika ia membaca mengenai rancangan beberapa baju perempuan'

"...'

sekali lagi kami berdua jatuh dalam diam dan tidak bisa berbicara apapun lagi. "Ano.. maafkan aku, aku juga berterima kasih jika kamu menemukan bukuku." pilihan yang aku buat adalah segera mengakhiri ini dan segera pergi dari ruangan OSIS secepat mungkin.

"Ano sebelum itu, bisa lihat ini sebentar Narumi-kun"

Ketua osis menghentikanku dari bergerak dan ketika aku menatap kearahnya dengan wajah bertanya, ada apa

Ketua osis mengambil sesuatu dari dalam meja dan memberikan sebuah kertas dengan jumlah sekitar 50 lembar padaku.

"Ini" aku terkejut ketika melihat apa itu.

'ini ilustrasi yang sudah di kerjakan dan seharusnya di terbitkan bulan ini. aku ingat jika aku mengirimkannya pada Takatsuka-san minggu lalu, tapi bagaimana bisa Ketua Osis memiliki ini yang seharusnya di pegang oleh ilusatorku, Shika-kun'

aku berputar otak mengenai hal ini, namun saat aku melihat wajah Ketua osis. ia jelas-jelas memberikan wajah tersenyum cerah seolah-oalh mengatakan padaku. bagaimana menurutmu?

aku kemudian menganggukkan kepala ketika selesai membaca dan melihat semua ilustrasi yang dikerjakan oleh Shika-kun. aku sangat mengenal cara Shika-kun menggambar dengan sangat baik, pria misterius itu sangat terkenal untuk para penulis karena kepintarannya dalam menggambar.

"Ini sangat bagus..."

"Sungguh?"

aku mengangguk lagi dan Ketua OSIS nampaknya sangat bahagia mengenai pendapatku. saat aku memberikannya kembali mengenai manga yang sudah Shika-kun kerjakan, ini saatnya aku bertanya.

"Ano..."

"hm... apa itu. Imo-Sarada?"

aku langsung terkejut bahkan aku hampir melompat karena kaget ketika Ketua OSIS entah bagaimana bisa memanggil nama samaranku. 'apa aku menulis namaku di buku ini' aku memeriksa apakah aku tidak sengaja meletakkan namaku, namun aku tidak melihat namaku sedikitpun.

'Bagaimana mungkin' aku mulai berkeringat gugupnamun Ketua OSIS hanya tersenyum.

"..."

aku diam karena bingung harus bicara pa. lalu Ketua Osis menatapku.

"NArumi-kun.. apa kau tidak bertanya padaku, bagaimana aku mengetahui identitasmu"

aku hanya menganggukkan kepala karena masih gugup untuk bicara.

"..." aku berpikir sebentar. 'jangan bilang, jika' aku mulai melebarkan mata ketika berpikir akan kemungkinan.

"Apa kau..."

Ketua Osis kemudian tersenyum padaku dengan menganggukkan kepala. "Mou... kau terlalu lama untuk menebaknya Narumi-kun. aku adalah SHika-kun"

dan saat itu juga aku sangat heran akan jalan hidupku. apakah tidak ada jalan hidup yang lebih normal dalam sehari.

"Tapi bagaimana mungkin.. aku kira"

Ketua OSIS tertawa kecil padaku yang memasang wajah shock karena terkejut akan kebenaran ini. sejujurnya aku tidak mengharapkan sesuatu seperti ini datang.

Kami bercerita mengenai keadaan tidak terduga ini. sejujurnya aku lah yang paling banyak bertanya padanya mengenai bagaimana mungkin seorang Ilusator terkenal menjadi ilusatorku.

"Narumi-kun, aku juga sebenarnya sangat terkejut mengenai ini, karena semua konten yang kau tulis jadi aku mengira kau adalah perempuan"

aku langsung mengangguk karena itu Ketua OSIS menanyakan mengenai genderku.

"Aku sejak awal sangat tertarik pada ceritamu, jadi aku selalu berharap jika kita akan bertemu suatu saat nanti. karena jika itu terjadi maka kita akan banyak sekali bercerita" Ketua OSIS mengatak nhal itu dengan wajah tersenyum senang.

aku hanya menganggukkan kepala dan tersenyunm padanya.

"Jadi NArumi-kun, untuk kedepannya semoga kita bisa lebih akrab"

Ketua OSIS memberikan jabatan tangan padaku dengan senyuman di wajahnya.

"Aku juga. semoga kita bisa akrab di kedepannya, KEtua OSIS" aku menerima jabatan tangan.

"Oh.. jadi untuk pemulaan, jangan panggil aku ketua. panggil saja dengan namaku"

aku menganggukkan kepala. "Baik.. Rokuonji-san" masih menjabat tangan Ketua Osis dan berusaha untuk tetap tenang.

namun ketua osis nampaknya tidak senang jika aku memanggilnya dengan nama belakang karena aku melihat ekspresi wajahnya.

"Mou.. jangan begitu, kau bisa panggil aku dengan namaku. Naruto-kun"

aku sangat gugup dengan wajah perlahan memerah. aku baru ini bisa memanggil nama depan gadis yang menjadi idola di seluruh akademi.

"Baiklah.. senang berkenalan dan semoga akrab di masa depan... Kaoruko-san"

"Hm" Ketua osis langsung tersenyum cecria dan menganggukkan kepala.

saat kami selesai memperkenalkan diri aku melepaskan jabtan tangan.

"'Jadi Kaoruko-san... bisa beritahu aku bagaimana kau menemukan buku milikku"

"oh.. itu" Kaoruko menjelaskan jika ia menemukan buku itu di dekat tangga dan karena melihat isinya mengenai Manuskrip yang familiar Ketua OSIS langsung menyadari jika ini milik dari Imo-Sarada

saat penjelasan selesai aku mengangguk mengerti, sebenarnya aku sangat gugup berduaan dengan gadis di ruangan ini. "Jadi, karena urusan kita selesai. saya permisi dulu" aku dengan cepat menarik pintu untuk keluar namun lagi-lagi aku di tahan.

"Tunggu Naruto-kun"

Kaoruko menahan pundakku dengan tangannya. "Naruto-kun, bisa aku meminta sesuatu darimu"

aku sudah dalam kondisi berbahaya, karena baru ini aku mendapatkan kontak sedekat ini dengan perempuan. "Hai!" aku langsung membuat wajah kaku ketika menatap Kaoruko.

"Naruto-kun.. aku sebagai ketua OSIS, mengundangmu untuk bergabung kedalam Struktur OSIS akademi Ousui"

"Menjadi anggota?"

Ketua osis kemudian menganggukkan kepala dan tersenyum lagi. "Tentu... saat ini OSIS membutuhkan beberapa anggota baru sejak kelas 3 sudah selesai menjabat. Jadi aku selalu berpikir untuk menemukan orang yang tepat untuk masuk kedalam struktur OSIS."

"Tapi kenapa aku"

Dengan senyuman tidak luntur dari wajahnya Rokuonji Kaoruko menatapku. "Karena aku ingin. jika kau berada disini aku yakin OSIS lebih menarik"

aku berpikir sebentar. 'Jika aku masuk, maka aku bisa dengan mudah berkomunikasi dengan ilusatorku secara langsung. tapi apakah aku mampu. setahuku mereka yang masuk ke OSIS adalah mereka yang memiliki peringkat teratas' aku sedikit ragu.

namun ketika melihat wajah memohon dari Kaoruko maka aku tidak memiliki alasan lain untuk menolak, maka satu-satunya jawaban yang aku berikan adalah mengangguk. "Baiklah, aku mau"

"Sungguh"

aku mengangguk lagi dan nampaknya jawabanku membuat Kaoruko tersenyum ceria.

saat kami terus berbicara mengenai chapter berikutnya diamana aku mengacaukan semuanya karena komputerku, Kaoruko memberikanku sebuah solusi yaitu dengan mengerjakannya bersama-sama.

lalu aku sepakat dan diundang lagi untuk datang ke ruangan OSIS besok. aku hanya bisa setuju saja mengenai semua rencana dari ketua OSIS.

lalu akupun keluar dari ruangan OSIS dan menuju kelasku lagi. "Oh gawat. ini sudah jam masuk kedalam kelas" aku panik dan segera berlari menuju kelasku

15.00

saat jam pulang sekolah tiba, aku segera menuju loker sepatu dengan Masato dan Karen mengikuti dari belakang.

saat kami sampai di gerbang Masato melambaikan tangan. "Sampai jumpa besok Narumi"

aku mengangguk dan melihat Masato perlahan menjauh. "Ayo kita pulang" aku menatap Karen.

kami berjalan bersama karena kami satu arah hingga persimpangan.

"Sampai Jumpa, Naruto-kun" aku menganggukkan kepala dan ku lihat Karen menyebrang jalan sambil menuju rumahnya dengan cepat.

saat aku berjalan dengan wajah lelah aku merasakan jika aku kehilangan beberapa energi. setelah selesai jam olah raga pada jam 16.00 aku menuju Ruangan OSIS dimana aku meminta bantuan Ilusatorku untuk menyelesaikan tugasku setelah aku mendapatkan ide dari Sarukawa yang membuat SenseiIwakuma Yukari marah dan berakhir menghajarnya

dan respon yang aku dapatkan adalah sebuah tawa dan respon positif. 'kali ini aku bisa membuat chapter terbaik' aku merasakan hal baik yang akan datang.

tidak aku duga jika dari hari sialku justruk membuatku dalam situasi yangg menguntungkan. mungkin aku perlu berterima kasih pada keberuntungan yang aku terima hari ini.

"Tadaima" aku menyapa ketika membuka pintu,

dan saat aku masuk aku melihat sebuah sepatu asing di rak sepatu. 'Mihiro berkunjung lagi, ya?' aku menebak dan memutuskan untuk tidak mengambil peduli.

"Ah.. Senpai.. Okaerinasai" aku melihat Mihiro mengenakan Apron merah muda dengan seragam sekolah masih terpakai.

aku kemudian duduk di meja makan. "Dimana Toa?"

Mihiro kemudian menatapku setelah selesai menyiapkan makan malam. "Dia masih di kamarnya"

aku kemudian menatap kalender yang terpasang di dinding. 'Tanggal 2 April berarti deadlinenya'

"Senpai, apa kau mau makan dulu? apa mandi? atau Diriku?'

Mihiro membuat nada main-main ketika di depanku dengan senyuman menggoda.

"Sampai jumpa" aku langsung berdiri meninggalkannya.

"Senpai kau kejam sekali!' Mihiro membuat nada merajuk padaku.

aku hanya mengabaikannya dan memilih kembali ke kamarku.

aku juga harus bersiap untuk besok. dengan selesainya pekerjaanku maka aku bisa berbicara pada Takatsuka-san mengenai kondisiku.

saat aku selesai mandi dan mengganti pakaian, aku segera menuju meja makan dimana aku melihat Toa dan Mihiro bercerita dengan gembira.

"Maaf karena harus memasak malam ini, Mihiro"

Mihiro hanya membuat senyuman padaku. "ohohoho... senpai, kau harus membalas budinya"

"Toa, apa yang kau lakukan seharian ini" aku dengan cepat mengabaikan Mihiro dan berbicara pada Toa.

"Jangan abaikan aku, Senpai"

Mihiro membuat wajah hampir menangis ketika aku berhasil mempermainkannya,

"Berisik" Toa mulai marah pada kami berdua karena mengganggu waktunya.

malam aku habisakan dengan tenang karena hari ini aku sepenuhnya kehilangan ketenanganku. besok aku juga harus menuju Ruang OSIS untuk verifikasi diriku sebagai anggota.


Keesokan harinya.

2/April

12.00 jam istirahat.

"Bagaimana Takatsuka-san" aku menyerahkan manuskripku di buku catatan pada takatsuka.

takatsuka membaca sebentar dalam diam dan melihat dengan serius.

"Baiklah ini dapat di terima"

jawaban dari takatsuka membuatku tenang untuk beberapa alasa. dan ketika aku berhasil menarik nafas lega. takatsuka menatapku.

"Narumi-san, untuk selanjutnya cobalah untuk mengerjakan manuskripmu lebih awal. aku tahu kau siswa, tapi kau juga harus memenuhi tanggung jawabmu"

aku mengangguk dan membuat wajah menyesal. "Maafkan aku"

Takatsuka kemudian mengangguk sebagai balasan. "Baiklah. sekarang, kau bisa pergi. aku akan menanyakan hal ini pada ketua OSIS"

"Tunggu... maksudmu Kaoruko-san" Takatsuka menatapku dan menganggukkan kepala.

"Shika-kun, sudah menjelaskan padaku apa yang terjadi di anatara kalian berdua. jadi akau rasa tidak perlu untuk menutup-nutupinya lagi"

aku mengangguk. hal seperti ini memang sangat jarang terjadi namun jika sudah terjadi maka untuk apa menutup-nutupinya lagi.

setelah itu aku pergi dari ruangan menuju ke ruangan OSIS.

takatsuka-san adalah guru yang bertugas dalam membina murid bermasalah. oleh karena itu aku sering di jadikan korban disini. Takatsuka-san tidak perlu marah, cukup membuat nada menyeramkan maka aku sudah takut padanya.

setelah aku pergi dari ruangan Konseling, aku segera menuju ruangan OSIS dimana menurut Kaoruko-san aku harus datang siang ini.

saat aku sampai di depan pintu OSIS aku menghela nafas dan segera membuka pintu. "Permisi" aku segera masuk.

"Hiyah!'

suara baru berhasil menangkap telingaku.

"!' aku melihat sesuatu yang membuatku jatuh dalam bahaya.

di depanku terlihat wakil ketua OSIS sedang melepaskan pakaiannya dan aku dapat melihat ia hanya mengenakan bikini.

"Ah!" aku mulai terkejut akan situasi ini.

Sakuragi R. Ashe segera memerah dan matanya berubah menjadi spiral.

"Haaaah!' aku berteriak terkejut ketika menyadari jika hal yang ada di depanku bukanlah sebuah imajinasi.

"Kenapa kau yang berteriak!" Sakuragi langsung membalas teriakanku.

"Maafkan aku!" aku langsung menutup mata dengan tanganku dan mengalihkan wajah.

situasi seperti ini terkadang bisa membuatku jatuh kedalam situasi berbahaya seperti yang di alami protaginis utamaku di manga.

jika aku tetap seperti ini maka aku akan di cap sebagai orang hentai. maka dari Manga aku mendapat referensi bagaimana menyelesaikan permasalahan ini.

aku segera berbalik badan. "Maafkan aku... aku sebenarnya tidak tertarik pada anak sekolahan yang kecil"

jawaban seperti itu biasanya akan menuju pintu keluar tanpa kekerasan. lalu aku memberanikan diri membuka mata dan melihat Ashe masih membeku dengan wajah masih memerah.

"Oleh karena itu... tubuhmu tidak menarik perhatianku sedikitpun"

aku segera membuat nada keras seperti sedang memproklamasikan diriku sendiri namun jawaban yang aku terima ternyata jauh dari harapanku.

sebelum aku jatuh ke dalam kegelapan aku merasakan sebuah hantaman benda sangat keras mengenai wajahku.

"KELUAR DASAR MESUM!"

dengan berteriak aku terlempar keluar dari ruangan karena terkena sebuah buku tebal menghantam wajahku.

'...'

aku pun jatuh ke dalam kedalam mimpi karena hantaman itu.

Beberapa saat kemudian.

aku mengerang sakitketika duduk di kursi ruangan OSIS. Ashe yang sudah berpakaian lengkap, menatapku dengan mata laser.

"Auch.." aku mengerang sakit lagi.

Ashe masih mengawasiku. "Apa yang kau lakukan disini, Mesum"

aku mendesah. "Dengar aku bukan mesum!"

"Jadi apa yang kau ingin lakukan... jangan bilang kau selalu kemari dan mengintip kami" Ashe mulai membuat wajah takut.

"Dengar untuk apa aku mengintip jika aku langsung masuk dan meminta maaf"

Ashe nampak berpikir sebentar. "Memang benar..."

"Lihat..."

lalu Ashe tetap membuat wajah marah padaku. "Tetap saja, kenapa kau langsung mengatakan hal itu..."

"Eh.. maafkan aku!' aku langsung panik dan meminta maaf dengan segera.

"Halo" Suara baru datang dan menginterupsi kami berdua.

"Kaoruko-san"

Ashe membuat nada hormat pada ketua OSIS yang baru saja tiba. "Apa ini" dengan wajah penasaran Kaoruko menatap kami berdua.

lalau Ashe menjelaskan situasi yang terjadi dan membuat Kaoruko tertawa kecil.

"Ashe-chan... Aku yang mengundang Naruto-kun untuk datang"

"Haa?"

lalu dengan senyuman Kaoruko memberikan jawaban yang tidak Ashe duga. "Mulai saat ini, Naruto-kun adalah anggota OSIS"

"Heeee?!"

Ashe berteriak terkejut dan aku sendiri harus menghela nafas karena ini akan semakin berat bagiku