DISCLAIMER : Masashi Kishimoto

Pairing : Of course always NaruSaku. Rated : M (for lemon, language, etc) Genre : Romance & Hurt/Comfort. Warning : OOC. AU. Typos. Boring. Mainstream theme.

Story by me, HikariNaruSaku

DON'T LIKE DON'T READ


Only Me [Chapter 2] LAST

.

.

.

.

Kakiku terus melangkah mengikuti Naruto. Aku berusaha menyamakan langkah kami, tapi Naruto terlalu cepat sehingga aku lebih sering tertinggal dibelakangnya.

"Naruto." Aku menarik lengan kemejanya, dan lagi-lagi lepas. Aku mendesah gusar.

Setelah melalui perkelahian hebat, Naruto langsung pergi membawa tubuh dalam keadaan babak belur. Tidak ada bedanya dengan Gaara - Senpai, tapi begitu tega aku meninggalkan Gaara - Senpai yang jelas sekali terluka lebih parah daripada Naruto.

Aku mengabaikan Gaara - Senpai demi Naruto, dan aku malah diabaikan oleh Naruto sebagaimana aku memperlakukan Gaara - Senpai. Ini timbal baliknya.

Naruto benar-benar marah setelah menangkap basah aku berduaan dengan Gaara - Senpai, sementara selama tiga minggu penuh aku menghilang dari kehidupannya. Kami berpisah tanpa kabar, lebih tepatnya aku yang sengaja menghilangkan diri sendiri.

Melihat sikap Naruto membuatku berpikir, menghilangnya diriku sepertinya telah merusak hidup lelaki pirang itu. Ia terus memikirkan aku hingga tak peduli terhadap diri sendiri.

Harusnya aku tidak menguji Naruto sampai separah ini, padahal awalnya tidak berniat melakukan ini. Semua terjadi begitu saja.

"Naruto, aku bisa jelaskan."

Ucapanku berhasil menghentikan langkah Naruto. Kini ia berbalik dan telah berhadapan denganku. "Kau sudah keterlaluan!" Ia menudingku. Pandangannya tajam dan menusuk.

Aku terhenyak. Bukan karena bentakannya melainkan memar di wajah Naruto. Sudut bibirnya memar dan robek, batang hidungnya terdapat luka gores. Yang paling parah, pipi kiri Naruto membiru dengan bentuk bulat dan besar. Bekas pukulan Gaara - Senpai.

"Aku menderita sementara kau bersenang-senang. Ini sangat tidak adil. Tindakanmu kelewatan!"

Tuduhanmu salah Naruto. Kita sama-sama menderita, atau mungkin aku yang paling menderita.

"Maafkan aku."

Hanya maaf yang bisa aku ucapkan, karena aku sadar benar telah melakukan kesalahan dengan menerima ajakan kencan Gaara - Senpai. Ini gara-gara Ino.

Dasar mak comblang itu.

Di tengah-tengah berdebatan kami, mendadak seseorang datang kemudian langsung mengambil peran penting. Mendekati Naruto lalu menyentuh wajah penuh lebamnya.

Aku terheran-heran, begitu pula Naruto.

"Naru-kun, apa yang terjadi? Kenapa babak belur begini?"

Tudingan itu terlontar penuh akan kecemasan. Aku cemburu. Aku marah melihat Naruto diperdulikan oleh wanita lain.

"Jangan sok peduli kepadaku! Menjauhlah dariku Sara!"

Naruto menepis tangan wanita yang bernama Sara itu.

Sara tidak terima atas perlakuan Naruto. "Apa-apaan sikapmu ini Naruto-kun!?'

Aku masih heran. Lagi-lagi selingkuhan ya?

"Tiga minggu lamanya kau menghilang, begitu ketemu seenaknya saja kau bersikap kasar kepadaku. Sadarlah Naruto-kun, aku ini manusia biasa yang masih punya hati dan perasaan. Kau tidak bisa mempermainkan perasaanku sesuka hatimu."

Jadi itu yang selama ini Naruto lakukan padaku. Mempermainkan perasaanku. Setelah membawaku terbang setinggi-tingginya, saat itulah aku dijatuhkan dari ketinggian hingga terhempas di atas ribuan pisau.

Benar-benar sakit.

Baru sekarang kusadari, namun apalah dayaku bila semua ini sudah terjadi dan aku terlanjur mencintai Naruto. Tinggal menunggu perubahan, setelah itu semuanya akan baik-baik saja. Hubungan kami akan berjalan normal seperti orang-orang di luar sana.

Naruto menggeser Sara ke samping kiri, lalu meraih tanganku dan menarikku melangkah untuk segera pergi dari tepi taman.

"Naruto-kun!"

Pangilan Sara dihiraukan. Tatapan Naruto fokus ke depan, namun aku terus menoleh kebelakang sampai sosok Sara semakin dekat dengan kami. Ia nekat mengejar.

Sara menggapai lengan Naruto, namun segera disentak dan tanganku terus digandeng erat. Kami terus melangkah sampai tiba di mobil. Naruto membukakan pintu untukku, lalu menyuruhku masuk lebih dulu setelah itu ia tutup kembali.

BLAM!

Dari dalam mobil aku menyaksikan keributan Naruto antar Sara. Aku tercenung melihat Naruto marah-marah sambil menunjuk wajah sembab Sara. Ya, wanita itu menangis makanya wajahnya sembab.

Tentu saja terluka saat di benci dengan lelaki yang dicintai. Pastinya Sara mencintai Naruto sampai menangis seperti itu.

"Berhenti mengganggu hidupku. Ingat itu!"

Usai memberi peringatan, Naruto pun masuk menyusulku. Ia membanting pintu mobil dengan keras, Sara terlonjak karenanya, begitupun aku sendiri.

"Naruto-kun, setidaknya jelaskan dulu permasalahan kita." Sara menggedor-gedor jendela mobil.

Naruto tak menghindahkan panggilan Sara. Pandangan tajamnya fokus ke depan sana. "Pakai sabuk pengamanmu." Perintahnya kepadaku tanpa menoleh.

Aku lekas bertindak. Mengenakan sabuk pengaman setelah mendapat perintah, selang beberapa detik kesibukanku beres dan mobil hitam bermerk Honda inipun melaju.

Sara tertinggal jauh lalu pasrah. Aku menatap sedih Sara yang saat ini sedang menangis tersedu-sedu di pinggir jalan, bisa kulihat melalui kaca spion di luar.

x X x

Aku membaluri kapas dengan cairan obat mengandung alkohol, ketika hendak aku sapukan di sudut bibir Naruto yang robek, ia menolak dalam diam. Cuma memutarkan kepala hingga membelakangi diriku.

Aku menghela nafas. Naruto masih marah gara-gara ketahuan aku pergi kencan dengan Gaara - Senpai. Lucu sekali kalau melihat dia marah seperti ini. Imut.

"Arahkan wajahmu ke sini agar bisa aku obati." Bujukku.

"..." Naruto bersikukuh dalam pendirian. Mendiamku sepanjang waktu.

Aku menghela nafas pasrah. "Baiklah, kalau begitu kau lakukan saja sendiri." Apapun yang terjadi luka Naruto harus diobati agar sakitnya berkurang, karena ia menolak maka aku serahkan tugas ini sepenuhnya kepada yang bersangkutan.

"..."

Sialnya, Naruto masih saja diam. Aku mendengus sebal kemudian meraih tangan lebarnya, ditelengangkan ke atas dan aku letakan kapas di sana.

Ketika sedang meletakan tangan di atas telapak hangat Naruto, keningku dibuat mengernyit karena sesuatu. Sesuatu yang aneh tanpa sengaja tertangkap dalam indera penglihatanku.

Aku menarik tangan Naruto hingga dekat dengan wajah serta mata, cara itu berhasil membuatku memahami keanehan tersebut. Tidak salah lagi, yang kulihat ini luka bekas sayatan.

Artinya...

"Naruto, kau..."

Kekasih pirangku itu pernah mencoba mengakhiri hidup dengan cara menyayat tangan, di mana terletaknya urat nadi.

Bodoh sekali!

Nyet!

"Aww!"

Protesan Naruto tersembunyi dibalik rintihan. Usai mencubit perutnya delikan tajam tak segan aku layangkan, membuat pria itu urung marah lalu mengerucutkan bibir.

"Kenapa kau mencubitku."

"Karena kau ingkar janji! Kita pernah berjanji untuk sehidup semati, lalu kenapa kau mau mati sendirian hah?" Janji yang akan kuingat sepanjang hidup. Tentunya tidak boleh dilanggar.

Naruto meraih tanganku yang masih memegang kapas. "Kau duluan yang memulai dengan mengingkari janji kita." Ia menggerak-gerakan tanganku di wajahnya. Sedekar menempelkan alkohol dikapas pada lebam. "Kau meninggalkanku begitu saja, lalu apa gunanya aku hidup apalagi mengajakmu mati bersama sedangkan kau sendiri tidak mencintaiku lagi."

"Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu mengenai cintaku!?"

"Tindakanmu yang mengatakan."

BLETAK!

"Aduh. Hey!" Giliran Naruto mendelik.

Aku tidak takut dengan tatapan tajam penuh cinta itu, aku malah berani menyerang Naruto dengan kekerasan menjitak kepalanya, sekarang aku cubit-cubit lagi seperti yang kulakukan diperut.

"Aduh sayang, jangan begini donk. Hiihiihii... geli tahu. Hahahaha..."

Pipiku menggembung pertanda kesal. Aku benar-benar kesal kepada Naruto, tindakan bodohnya yang membuat aku seperti ini. Aku marah.

Naruto tertawa geli menerima seranganku secara bertubi-tubi. Aku mencubiti perut dan pinggangnya bergantian, tapi tidak kulakukan dengan bersungguh-sungguh. Sekedarnya saja.

Mengenai Sara, aku tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya setelah kepergian kami. Naruto meninggalkan wanita tak bersalah itu begitu saja di jalanan, dan malah membawaku ke tepi lautan.

Kami berdua sedang berada di atas jembatan gantung. Duduk di pinggir jalan yang dirasa aman, dan aku mengenakan jas hitam milik Naruto agar tidak kedinginan, sedangkan Naruto sendiri hanya mengenakan kemeja putih yang merupakan dalam dari jas hangat ini.

Kekasihku itu tangguh dan bertanggung jawab, ya... meskipun dia nakal. Selain suka selingkuh juga mesum, tapi mesumnya cuma kepadaku. Aku tahu semuanya.

"Ssth." Naruto berdesis. "Pelan-pelan sayang." Katanya sambil menahan sakit diwajah.

Saat ini aku sedang mempolesi luka memar diwajah Naruto, padahal sudah kulakukan dengan penuh kelembutan namun ia masih saja protes.

"Jangan manja." Aku berujar ketus.

Bibir Naruto manyun lebih panjang dari sebelumnya. "Jangan galak-galak begitu, memangnya kau tidak rindu padaku?"

"Tidak."

"...tapi aku rindu padamu." Naruto menyentuh daguku. Ia menaikan pandanganku sehingga tatapan kami saling bertemu. "Sangat rindu." Ia tersenyum.

Separah apapun luka diwajah Naruto, sekali ia tersenyum dunia seakan berhenti berputar. Awal aku jatuh cinta saat pertama kali karena tanpa sengaja melihat senyum Naruto, waktu itu aku terpukau dan kehabisan kata.

Senyuman Naruto membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Aku juga sangat merindukanmu." Balasku lalu tersenyum dengan wajah memanas. Tidak salah lagi, aku pasti sedang merona.

Naruto mendekatkan wajahnya padaku. Mengira akan mendapat ciuman dibibir, ternyata aku salah. Naruto mengecup keningku yang lebar ini, setelah ia menjauh akupun membuka mata. Menatapnya dengan eskpresi aneh.

"Aku mencintaimu."

Baru membuka bibir untuk memberi jawaban, niatku terhentikan oleh sesuatu. Rasa panas dan kental mengalir keluar dari dalam hidungku. Ini pasti darah mesum.

Selalu seperti ini. Kalau sudah lama tidak mendapat belaian manja dari Naruto tubuhku akan terasa panas, darah segar keluar dari hidung. Beberapa hari yang lalu aku mengalami kejadian yang sama tanpa sepengetahuan Ino.

Naruto tertegun melihat hidungku yang berdarah. Aku membalas tatapannya dengan penuh kehausan, karena yang aku hauskan ialah belaian kasih hanya darinya.

"Aku menginginkan dirimu, Naru..."

x X x

Ia memagutku liar sekali. Aku berusaha mengimbangi, namun selalu kalah. Aneh juga, padahal di sini aku yang sedang kehausan tapi malah Naruto yang paling banyak mengambil peran.

Aku kewalahan menghadapi ciuman liar Naruto. Ia mendesakku ke dinding tembok yang berdiri kokoh. Menghimpit tubuh kecilku hingga tak bergerak, hanya bisa meremas-remas rambut pirangnya yang terus kulakukan sejak memulai perciuman liar ini.

Entah bagaimana ceritanya tadi. Kejadiannya begitu cepat. Setelah secara terang-terangan aku mengungkapkan perasaan, Naruto tidak bertele-tele lagi. Ia bergegas menarikku dan menyuruh masuk ke dalam mobil. Begitu aku mematuhi, iapun langsung melajukan mobil dan menuju ke suatu tempat.

Naruto lelelaki yang bermodal banyak, untuk mengajakku bercinta ia tak melakukannya disembarang tempat. Kalau tidak di Apartementku tentunya di Hotel sebagai ganti.

Naruto orang pertama yang menjamah seluruh tubuhku, dan akan selalu menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir. Selamanya.

Ciuman kami semakin dalam dan rakus. Lututku lemas, jika saja tidak segera ditangkap oleh lengan kokoh Naruto, pastinya saat ini aku sudah terduduk di lantai dingin.

Naruto mengangkatku dari bokong, lalu mendudukan aku disalah satu lengannya, satu lagi yang tersisa sedang bekerja menurunkan resleting baju merahku.

Kret!

Begitu resleting terbuka, maka terpampanglah sepasang tonjolan di dadaku yang tertutup rapat dibalik bra merah. Naruto melepas pagutan kami dan menurunkan ciuman ke leher, dalam kesempatan ini aku menghirup nafas dalam-dalam untuk ditabungkan.

Aku ngos-ngosan. Ciuman kami panjang, hanya saja sesekali diberi celah oleh Naruto untuk pernafasanku. Ia mengerti semua yang aku butuhkan, entah terbuat dari apa kepala laki-laki pirang ini. Ia selalu bisa memahami keinginanku.

Naruto menekan hidung dan bibirnya diantara belah dadaku, dan menarik nafas sedalam mungkin di sana. Ia menghirup wangi tubuhku, katanya membuat mabuk.

Kepala pirang itu ditarik kembali. "Ne, ukurannya semakin bertambah ya..." Ia menyeringai nakal, membuat wajahku terasa makin panas. Pasti sudah merah semua.

"Di-diamlah." Aku menjadi salah tingkah.

Tangan Naruto bergerak ke atas menggapai menutup payudaraku. "...aku semakin suka." Ia masih saja menggoda. Maluku tak terkontrol lagi.

"Please Naru..." Aku memelas.

Pria itu tersenyum menantang. Tanpa aba-aba ia langsung menyingkap bra merahku, kemudian menyerang kedua dadaku secara bersamaan. Yang kiri dilumat dan yang kanan dipijat.

Pandanganku merabun. Kepalaku berputar. Ini sangat luar biasa, sampai aku tak lagi merasa apa-apa selain kenikmatan. Tubuhku seperti terbang setinggi mungkin.

Di sela ada kesempatan, akupun menggunakannya sebaik mungkin. Menarik paksa kemeja putih Naruto tanpa peduli benik-beniknya akan lepas. Biarkan aku berlaku sedikit kasar dan beringas, karena untuk saat ini aku benar-benar membutuhkan Naruto.

Sudah berkali-kali kami melakukan ini, awalnya saat Naruto mengantarku pulang ke Apartement dalam keadaan hujan deras. Aku tak mengizinkan dia pulang karena cuaca buruk waktu itu, ia patuh pada laranganku dan memilih tetap tinggal sampai hujan reda di pagi hari.

Saat baru memasuki tengah malam hujan masih turun dengan begitu derasnya, aku dan Naruto sedang bercanda ria bermain ponsel bersama. Melihat-lihat dunia internet, streaming anime mulai dari genre friendship, humor dan romance.

Kami terbawa suasana. Cuacanya dingin, seakan mendukung kami untuk melakukan perbuatan tak senonoh. Awalnya aku bersikap manja, menarik tengkuk Naruto lalu mencium bibir esktosisnya.

Ciuman kami tidak berhenti hingga berujung ranjang. Naruto menelajangiku seperti Bayi baru lahir, mencumbuku dari pucuk kepala hingga ujung kaki. Ia tak melewatkan sedikitpun keindahan tubuhku untuk dinikmati.

Padahal aku tahu Naruto lelaki brengsek, tapi aku sangat percaya akan cintanya padaku. Ia hanya mencintai diriku, mengenai selingkuhan aku tahu benar bahwa yang ia lakukan untuk sekedar bersenang-senang.

Mungkin dulunya Naruto punya trauma dimasa lalu, maka dari itu aku mencoba mengerti. Ia selalu mengerti terhadap diriku, sudah seharusnya aku melakukan yang sebaliknya.

Saling mengerti satu sama lain adalah kunci dalam hubungan kami. Selain mengerti tentunya juga melengkapi.

Kini ciuman Naruto beralih. Tadi kedua dada dan leher, sekarang kembali lagi ke bibir. Berulang kali seperti itu.

Tangan hangat Naruto meraba punggungku, terus turun lalu berhenti dipinggul. Ia menelusup masuk ke balik bajuku, mengelus-elus lembut pinggulku dan berakhir dengan seluruh tangan yang berhasil masuk sampai ke balik celana dalamku.

"Ahh..."

Naruto menatap wajah merah pekatku setelah memisahkan tautan bibir kami. "Kau suka ini sayang?" Ia menggodaku terus-terusan. Sudah menjadi kebiasaan sejak awal kami bercinta. Setiap pujian dan kata-kata manis tak pernah terlewatkan.

Aku memejamkan mata menikmati gesekan lembut di bawahku. Nafasku berhamburan tak beratur. Naruto berhasil menyentuh titik sensitivie di tubuhku dari jalan belakang, dan rasanya benar-benar dasyat.

"Akhh— hmmpptt..."

Ketika aku terpekik saat mendapat sentakan, Naruto menggunakan kesempatan itu untuk membungkam bibirku. Ia menciumiku dengan beringas sedangkan aku mencoba mengimbangi. Tentu saja aku tidak mau kalah.

Jantungku berdegup hebat. Naruto mulai memainkan jari tengahnya di dalam sana, aku yang merasakannya dibuat menggigit bibir karena gemas.

"Ja-jangan menggodaku." Aku tidak tahan lagi. Aku ingin segera dipuaskan meskipun hanya dengan satu jari.

Bagaimana bisa kami melakukan ini dalam keadaan berdiri dan menempel rapat didinding. Naruto kuat sekali. Ia bisa menahan berat badanku hanya dengan satu lengan kiri.

Seiring cepatnya pergerakan jari Naruto, jantungku dengan setia mengikuti setiap pacuannya. Aku semakin terengah-engah. Naruto benar-benar hebat.

Aku tidak kuat, dan aku melepaskan semuanya bersama lenguhan panjang. Dapat kurasakan cairan cinta yang dihasilkan dari rahim menyembur jari Naruto. Ia masih menusuk-nusuknya sebelum kemudian dikeluarkan dalam keadaan berlumur cairan putih dan lengket.

Nafasku masih berpacu, dan aku mencoba mengaturnya. Mungkin Naruto tahu tenagaku sudah pulih, iapun menurunkan tubuhku dan membiarkan aku berdiri.

Panas dipipiku semakin menjadi-jadi kala melihat Naruto menjilat jari tengahnya yang berlumuran cairan cintaku. Ia menikmatinya sambil menatapku dengan mata nakal.

"Baka."

Naruto terkekeh karena makianku tadi. Ia menyudahi acara jilatannya pada jari, memberi celah diantara kami lalu mencopoti busana. Ia menelanjangiku, dan aku melakukan sebaliknya. Menelanjangi Naruto mulai dari kemeja, ketika hendak menuju celana ia segera menghentikan niatku.

"Tidak sekarang."

Aku kebingunan, namun pertanyaan demi pertanyaan itu musnah kala tubuh telanjangku dibopong oleh Naruto. Dalam sekejap ia berhasil menelanjangiku hingga polos total.

Naruto membaringkan tubuhku di tempat tidur, ia lalu mengungkung dari atas dan mulai menciumku di bibir.

Lama kami berlumatan, berbagi saliva dan saling bergumul lidah, lagi-lagi ciuman Naruto beralih. Ia menggerayangiku, turun dan terus turun kemudian berhenti setibanya di area bawah pinggang.

Kedua kakiku dibuka, direntangkan lalu diletakan di atas bahu telanjang Naruto. Kepala pirangnya menyosor ke dalam, selanjutnya sesuatu yang hangat dan basah terasa bermain-main di tubuhku yang telah basah sempurna.

Naruto mengulum kewanitaanku. Itu sudah menjadi hobinya, ia bilang berbau wangi menggoda, alasan yang membuat ia begitu menyukai tubuh berhargaku itu.

Semua yang ada dalam diriku dicintai sepenuh hati. Entah itu kekurangan atau kelebihanku, sementara aku sendiri mencintai Naruto apa adanya. Termasuk menerima dirinya yang jelas-jelas menyandang gelar lelaki brengsek nomor satu.

Aku tak menyangkal Naruto memang lelaki brengsek. Meninggalkan tunangan demi wanita lain lebih pantas disebut bajingan bukan? Jika cinta yang bermain maka manusia tidak lebih dari sampah, karena cinta memang dapat mengubah segalanya.

Kebrengsekan Naruto ada pada sifatnya yang tak pernah puas, selalu berganti-ganti wanita meski tetap bertahan dengan diriku, sebagaimana wanita yang punya perasaan tentu saja aku tersakiti.

Kebodohanku selama ini dimanfaatkan oleh Naruto. Kali ini sudah cukup, aku tak ingin lagi berpura-pura bodoh dengan sok tidak tahu apa-apa. Naruto harus berubah.

Terlalu lama aku bercerita, kegiatan kamipun terus berlangsung sampai pada intinya. Badanku lemas, padahal baru dua kali mendapat klimaks berkat roleplay tapi lelahnya bukan main.

Lelah dalam artian lain. Selelah apapun tetap saja aku tidak ingin kegiatan kami selesai dalam waktu singkat. Aku ingin menikmati kebersamaan kami setelah sekian lama berpisah tanpa kabar, memendam rindu dan menderita sepanjang hari.

Persetubuhan ini akan menjadi bukti cinta kami benar-benar tulus. Aku mencintai Naruto, dan Naruto juga mencintaiku. Kami saling mencintai.

Cup.

Kebiasaan Naruto saat dalam masa penyatuan, ialah memberi kecupan pada keningku. Ia selalu melakukan itu setiap kali bercinta, karena selain kewanitaan ia juga menyukai jidatku yang lebar dan aneh ini.

Sekedar kecupan berkasih, namun rasanya mengalir dan memberi dampak pada seluruh tubuhku. Aku mendesah erotis, mencengkeram geram bokong Naruto lalu menekan pinggulnya agar menanamkan benda keras itu lebih dalam.

"Anhh... Narutohh~"

Naruto tahu benar puncakku akan segera tiba. Ia lekas membantuku dengan cara menambah tempo kecepatan, sampai membuat tubuhku ikut tersorong ke atas ke bawah.

Aku tak lagi mencengkeram bokong Naruto. Tanganku beralih memeluk leher kokohnya, sesekali memberi remasan geram pada rambut pirang yang aku suka itu.

Pada saat selangkangan kami saling bersentuhan setiap kali melakukan kegiatan yang seharusnya, rasa nikmat tiada tara berulang kali aku rasakan— seakan membuat tubuhku terambung-ambung tinggi diudara.

"Aduh, nikmatnya..."

Itulah yang aku pikirkan sepanjang malam ini.

Tubuh bawahku terasa sesak. Padat dan hangat. Karena ukuran barang itu tidaklah sepele, baru beberapa menit digenjot sesuatu dalam rahimku mengobrak-abrik tubuh dengan cepat. Lagi-lagi klimaksku tercapai, sedangkan Naruto masih bertahan kuat dan lama. Aku kewalahan.

Sekali lagi menghentak, ini yang terakhir setelah itu lepas sudah cairan cintaku yang ketiga kalinya. Aku melenguh tertahan sambil mendekap erat kepala pirang Naruto, memberinya kesempatan bermain-main dengan payudaraku.

Ini malam memuaskan dan yang sejak lama aku rindukan. Rasanya aku tidak ingin sampai berpisah lagi dari Naruto. Aku sudah bergantungan dengan pria itu, tanpa dirinya maka hidupku tiada arti lagi.

Lebih baik aku mati daripada kehilangan Naruto.

Kalau sudah begini rasanya dunia ini seperti milik kami berdua. Saling berbagi kehangatan dan kenikmatan, inilah kebiasaan aku dan Naruto dalam menjalin hubungan.

Kebiasaan-kebiasaan yang menjadikan ikatan batin.

Naruto menukar posisi kami. Awalnya aku berada di bawah kungkungan serta tentunya menjadi bahan yang dikendalikan, kini saatnya Naruto memberi kesempatan kepadaku untuk berkuasa. Ia mendudukan diriku di atas pangkuan.

"Keluarkan semuanya sayang..." Naruto menangkup leherku sesudah menyibak rambut sepunggungku kebelakang. "Jangan menahan desahanmu, lepaskan sebagaimana kau melepaskan cairan cintamu."

Kata-kata Naruto menjadi rangsangan. Aku menggoyangkan pinggulku tanpa membendung desahan, kubiarkan suara memalukan ini mengalun lembut di telinga Naruto.

"Arghh... Sakura~"

Dan Naruto sendiri menyahut desahanku dengan geraman seksi. Nyatanya geraman Naruto memang terdengar seksi, alasanku semakin mempercepat tempo karena ingin mendengar geraman itu lagi.

Dalam bercinta Naruto tidak mendesah, namun cukup menggeram. Desahanku bersahutan dengan geraman Naruto, selalu begitu setiap kali kami memadu kasih di tempat tidur.

x X x

Disaat sedang nyamannya terlelap, tiba-tiba aku terbangun. Aku tak menemukan Naruto di tempat tidur ini, alasan yang membuatku bangun sepenuhnya di tengah malam ini.

Aku mengedarkan pandangan di sekitar tempat, dari tempat tidur kosong di sebelahku lalu di tempat lainnya. Naruto benar-benar tidak ada, akupun memutuskan bangun dari rebahku untuk menemukan kekasih pirang tercintaku itu.

Setelah aku cari-cari, Naruto berhasil kutemukan di tempat terbuka. Ia sedang berdiri di balkon membelakangi kamar penginapan ini. Aku tersenyum melihatnya.

Sebelum keluar menyusul Naruto, tidak lupa aku mengenakan baju tidur yang tersedia. Jubah ungunya kutinggalkan begitu saja di atas laci, lalu aku segera menyusul Naruto ke balkon.

Naruto tidak menyadari kedatanganku, saat langsung kupeluk dari belakang sentakan terkejut menjadi respons. Aku tersenyum kala ia menolehkan kepala.

"Apa yang kau pikirkan? Kenapa tidak tidur?"

Aku yakin sekali, ia pasti tidak tidur sama sekali setelah bercumbu. Aku yang kelelahan terlelap begitu saja, tentunya sesudah memuaskan Naruto dengan memberi dua kali orgasme. Dua kali saja cukup.

"Meratapi kesalahan."

Keningku mengernyit. Aku tak mengerti.

Naruto membalik badan, menghadap ke arahku sepenuhnya lalu meraih kedua tanganku yang sudah tidak lagi memeluk pinggangnya.

"Maafkan aku."

"Maaf untuk apa?"

"Untuk semua kesalahanku."

Sekarang aku mengerti. Naruto menyadari kesalahannya selama ini dengan memperlakukanku secara tidak adil.

Naruto merogoh saku celana balzer hitamnya, mengeluarkan suatu benda berbentuk bulat warna merah kemudian membuka tutupnya di depan mataku.

Aku terkejut hingga membekap mulut sangking shocknya.

"Awalnya aku berpikir untuk mengajakmu bertunangan setelah mendengar pernyataanmu pada malam itu, tapi aku langsung berubah pikiran begitu perpisahan diantara kita terjadi."

Naruto melepaskan bekapan pada mulutku. Ia meraih tangan kiriku, memposisikan punggung tangan di atas setelah itu menyematkan cincin perak berbalut emas kuning pada jari manisku.

Tidak salah lagi, Naruto membeli cincin itu sejak lama. Pasti pada malam terakhir kami bersama dan membelinya di Toko itu juga.

"Kepergianmu membuat hidupku hancur. Aku uring-uringan, hidup segan mati tak mau. Hanya kau yang kau inginkan. Hanya kau yang aku cintai. Hanya kau yang paling berharga. Hanya kau tujuan hidupku. Aku sangat mencintaimu, Sakura Haruno."

Naruto mengutarakan semuanya. Mendengar tuturan itu aku tak kuasa menahan bulir-bulir air mata. Aku menangis bahagia.

"Naru baka, apa masa nakalmu sudah berakhir?"

Calon Suamiku itu mengangguk mantap. Aku tersenyum semakin lebar tanpa menghentikan tangis.

"Aku benar-benar minta maaf. Jangan tinggalkan aku, teruslah cintai aku seperti ini. Aku tak bisa hidup tanpa dirimu, daripada tanpa dirimu lebih baik aku mati, Sakura. Aku bersumpah lebih memilih mati jika kau tidak di sisiku."

Naruto menjatuhkan kedua lutut di hadapanku.

"Kumohon Sakura, terimalah cintaku."

Ia mengangkat kedua tanganku lalu mengecup punggungnya, dan kembali menatapku dengan mata berkilat tajam yang mengatakan bahwa ia benar-benar menginginkan diriku bukan sebatas nafsu.

Aku menarik tangan, menyentuh pipi halus Naruto setelah itu. "Coba katakan Naru, apa yang membuatmu sadar?" Biarkan aku tahu.

Naruto menarik pingangku. Ia memelukku. Menyandarkan sisi wajah pada perut rataku. "Aku sadar setelah melihat kau bersama laki-laki lain. Di situ aku berpikir kalau dikhianati sangatlah menyakitkan."

"Aku tidak mengkhianatimu."

"Tapi aku merasa seperti itu."

Aku mendengus. "Padahal cuma teman, tapi sebegitu marahnya kau sampai kalap di tempat dan memukuli Gaara - Senpai hingga babak belur."

"Jangan panggil Senpai, pakai nama saja."

Satu hal yang perlu diketahui. Naruto suka selingkuh, tapi giliran melihatku bersama pria lain ia akan mengamuk habis-habisan. Marah-marah sepanjang hari, cemberut dan bersikap dingin.

Tidak adil sekali.

Padahal lelaki yang bersamaku sebatas teman kuliah, contohnya saja seperti Gaara - Senpai. Ups, Gaara maksudku. Mulai detik ini aku harus menggunakan nama kecil kalau menyerukan Gaara. Lebih baik seperti itu daripada menghadapi amukan Naruto.

"Aku dan Gaara tidak ada hubungan apa-apa. Kita berbeda... kau punya banyak selingkuhan, sementara aku hanya setia kepadamu seorang. Jangan menyamakan sifatmu dengan sifatku."

Pandangan Naruto mengarah ke atas. Menatapku dengan wajah cemberut. "Sebanyak apapun selingkuhanku, hanya kau satu-satunya wanita yang aku cintai setelah Ibu. Perlu juga kau ketahui, bahwa aku tidak pernah tidur dengan wanita lain selain dirimu."

Aku mengelus lembut pipi Naruto. "Aku tahu itu... semuanya sudah aku ketahui, karena selama ini aku selalu memonitoring dirimu, jadi apapun yang kau lakukan aku pasti tahu." Setelah pipi kini elusanku beralih pada rambut. Kuusap penuh cinta rambut pirang dengan helaian lembut ini.

"Kalau tahu, lalu kenapa kau tidak pernah protes?"

"Untuk apa protes kalau sekali berbohong akan terus kau lakukan, tinggal menunggu masa nakalmu berakhir meski sakit hati harus kuderita setiap hari. Aku hanya berpikir positive, mungkin saja kenakalanmu berhubung dengan masa lalu."

"Pemikiranmu tepat. Apapun yang kulakukan semuanya terhubung dengan masa lalu, karena du—"

"Ssthh..." Telunjukku menahan belah bibir Naruto. Menghentikan kalimat berikutnya yang hendak ia lontarkan. "Kau tak perlu menceritakan semuanya. Aku menerima semua yang ada pada dirimu, baik itu masa lalu atau masa kini. Sebagaimanapun keadaanmu tetap aku cinta."

Naruto tersenyum riang. Jade milikku dapat menangkap semburat merah yang menghisasi pipi Naruto. "Inilah..." Ia kembali memeluk pinggangku, dan kali ini terkesan erat dari sebelumnya. "...inilah alasan aku benar-benar jatuh cinta kepada Sakura Haruno. Karena kau adalah seorang wanita tangguh. Semua lelaki menginginkan didampingi wanita tangguh seperti dirimu, begitu pula denganku sendiri. Suatu keberuntungan tersebar dalam hidupku karena memiliki dirimu."

Aku dipuji habis-bisan oleh Naruto, dan aku bangga mendapat pujian itu. Tidak sia-sia perjuanganku selama ini, meski kerap menahan sakit dihati tetapi pada akhirnya akulah yang berhasil memenangkan Naruto. Mereka kalah.

"Dari dulu aku sering selingkuh... sejak bersama Hinata."

Aku mendengarkan curhatan Naruto seraya memainkan jemari dalam helaian rambutnya.

"Awalnya salah paham. Hinata menuduhku selingkuh, dia tidak terima atas sikapku lalu mengadu kepada keluarganya. Kau tahu yang terjadi selanjutnya?"

Naruto mendongakan kepala, dan aku menunduk guna membalas tatapan darinya.

"Aku dipukuli oleh Kakak sepupu Hinata berkat perintah pemimpin keluarga Hyuga. Mereka memperlakukanku seperti hewan kotor, sejak saat itu aku putuskan untuk bermain-main saja dengan Hinata. Padahal sebelumnya aku serius ingin menikahi wanita itu, tapi semua impianku pupus setelah aku dituduh selingkuh. Aku mengerjakan proyek bersama klien dituduh selingkuh, lalu disampaikan kepada keluarga dan aku dihakimi habis-habisan dengan tindak kekerasan."

Cerita Naruto membuatku tercenung. Jadi ini alasannya.

"Hidung dan tulang pipiku patah akibat ulah Hyuga. Selama berbulan-bulan aku dirawat di Rumah Sakit, dan yang memukuliku bukan cuma satu orang. Aku dikeroyok oleh tiga lelaki sekaligus. Waktu itu aku terlihat seperti mainan yang diperebutkan oleh anak-anak."

Aku sudah menduganya sejak awal. Pasti ada alasan dibalik kenakalan Naruto dan ternyata alasanannya terhubung dengan masa lalu.

"Ayahku mengamuk dan ingin membalas perbuatan Hyuga, aku menghentikan tekat Ayah karena aku sendiri yang akan membalasnya."

Naruto menatapku dengan sorot lembut. Aku tersenyum menerima tatapan tersebut.

"Terimakasih karena kau sudah membantuku."

Dan aku terkena karmanya.

"...terimakasih atas kehadiranmu dalam hidupku."

Naruto beranjak, tak lagi berlutut dihadapanku kini malah berdiri. Aku menengadahkan kepala agar tidak terlepas dari tatapan yang tajam itu.

"Mau 'kah kau menikah denganku, Sakura?"

"..." Aku diam sejenak, tak lama kemudian akupun tersenyum. "Bagaimana mungkin aku menolak, justru inilah yang aku tunggu-tunggu setelah masa nakalmu tak berlaku lagi."

Naruto menangkup wajah meronaku. "Iya sayang, sekarang aku sudah tidak nakal lagi." Ia mengecup keningku sesaat lalu kembali menatapku. "...aku hanya cinta dan setia kepadamu. Selamanya akan seperti itu mulai detik ini juga."

Aku bahagia. Sangat bahagia. Reflek saja, karena rasa bahagia yang tak terbendung lagi aku langsung memeluk Naruto. Ia merengkuh tubuh kecilku dengan penuh kasih.

"Persiapkan semuanya, besok sore aku akan langsung melamarmu."

Naruto tidak ingin membuang-buang waktu, aku pun sama. "Baiklah sayang." Jawabku lalu menenggelamkan wajah bersemu ini dibalik dada hangat Naruto.

Malunya saat hendak dilamar. Hihihi...

THE END

Jika tadi Naruto yang terjaga, maka kini giliran Sakura. Sejak dua jam lalu Naruto terlelap sedangkan ia tidak bisa ikut terlelap dan memilih tetap terjaga seperti saat ini.

Menikmati tubuh hangat Naruto yang menjadi tilam nyaman untuk dirinya, begitulah Sakura. Menimpa tubuh telanjang serta menumpukan kepala didada pria itu.

Sakura tersenyum-senyum sendiri, hal yang dilakukan tanpa lelah. Emerald miliknya terus menatap cincin emas di jari manis, saat tersorot cahaya lampu benda indah itu akan berkilau.

So beautiful...

Begitu lebarnya tersenyum, barisan gigi Sakura sampai kelihatan. Ia tak bisa untuk tidak tersenyum karena ini hari yang paling membahagiakan dalam sepanjang hidupnya. Inilah kemenangan terbesarnya.

Kalau tidur Naruto pasti mendengkur. Sakura mengangkat kepala gulalinya untuk menatap wajah damai Naruto, sejak awal sudah ia ketahui selama terlelap bibir Naruto jarang sekali tertutup. Dibelah bibir yang terbuka itu mengeluarkan suara dengkuran halus.

Sakura terkekeh mendengar dengkuran tersebut. Lucu sekali, juga menggemaskan. Rasanya ingin ia lumat dengan penuh kelembutan bibir tipis itu, namun mengurungkan niat kala ingat betapa lelahnya Naruto melalui hari-hari suram tanpa dirinya.

Naruto butuh istirahat setelah berminggu-minggu resah gelisah memikirkan Sakura. Sepanjang hari dia bermenung sambil menanti Sakura kembali, tak lelah pula mencari ke sana kemari.

Jikalau keluar mencari keberadaan Sakura, Naruto begitu persis dengan lagak pria stress kehilangan Istri. Gila tak tentu arah. Menanyakan kepada setiap orang yang ditemui dengan berbekal selembar foto Sakura.

Mereka selalu menjawab, tidak tahu. Tidak kenal. Tidak pernah lihat, dan yang terjadi setelah itu Naruto akan menggeram gila sambil mengacak rambut.

Begitu besar perjuangan Naruto dalam menginginkan Sakura kembali. Kenekatannya tidak main-main, maka dari itu sekarang ia bersumpah demi Tuhan untuk selalu menjaga cinta di hati sang calon Istri. Tidak akan lagi menyakitinya seperti dulu.

Itulah janji Naruto agar Sakura dikembalikan.

Perempuan itu mencondongkan kepala. Mendekati wajah Naruto lantas memberi kecupan lembut dipucuk hidung. Setelah meninggalkan kecupan, iapun kembali merebahkan kepala di atas dada kokoh Naruto.

Perlahan-lahan kelopak dengan bulu mata lentik itu menutup. Mulai menyembunyikan manik indah nan cerah tersebut, dan memulai kehidupan baru mulai besok tanpa perselingkuhan.

Semua berubah mulai dari malam ini dan sampai seterusnya.

OWARI


Duh, rated M lagi #tutupmuka. Tp gpplah kan?

Oh ya, mengenai fanfic Day by Day, mau ga mau terpaksa divakumin dulu, soalnya kemarin semua data di hp hilang termasuk isi document, ini gara-gara dimainin sama adik, dan untungnya fanfic yg satu ini masih selamat karna pada saat itu udah sy evakuasikan di doc manager ffn hiks, sedih ane :'(

Untuk Day by Day nya masih dalam masa pengetikan, dan... chap 20 akan menjadi akhir dari cerita :'D