The Earth and The Moon; Waxing Gibbous Moon

A Taekook fict feat Jikook

Genre : fantasy, vampire, romance, hurt, genderswitch

Rate : K

By Dlovkookie

Insipired by Twilight saga, Love yourself theory, ARMY, & EXO-L

Warning!

Sebagian fakta yang ada di fict hanya karangan author belaka. Jika ada kejanggalan atau apapun, itu bagian dari fantasi berlebihannya author. Thanks... J

You'll see another shades of KimTaehyung here... /:v/

Happy reading...

ꕥ ꕥ ꕥ

Italy,

Selasa, 3 Oktober 2017 – Waxing Gibbous; iluminasi 91,1%

Kenaikan kelas akan dilaksanakan dalam hitungan hari. Salah satu bentuk apresiasi untuk para siswa yang akan menginjak ke kelas yang lebih tinggi dan kelulusan bagi siswa yang telah menempuh lima tahun masa studi; Prom night.

Jika kalian mengira akan terjadi saling mencari pasangan sebelum pesta, itu tidak dilakukan disini. Pasangan mereka akan diketemukan saat pesta dansa tiba. Mereka akan mendapat partner dansa dengan sesama siswa berpestrasi. Jika prestasimu tinggi kau juga akan dapat pasangan secerdas dirimu. Sejenis refleksi.

Cukup dengan persiapan 'gaun apa yang akan dikenakan' tanpa memikirkan hal ribet lain. Sama halnya dengan Terra Kim –atau yang lebih sering disapa V Kim−. Ia telah mempersiapkan diri sedemikian rupa hingga wajah polosnya berubah menjadi pangeran dari negeri dongeng.

Sentuhan curly –ia pilih sebagai tatanan rambut cokelat tuanya yang akan menambah kesan menawan pada paras rupawan anak tunggal dari keluarga Kim itu. Dipadu iris biru safir yang seolah memancarkan sisi lain dari Terra Kim.

Balutan tuksedo hitam dengan kemeja merah maroon didalamnya, sangat cukup untuk membuat gadis-gadis disekolahnya lupa untuk mengatupkan mulut.

"Hai, V..." Ia salah satunya. Gadis pirang keturunan Inggris yang baru saja bersimpangan dengan V di koridor sekolah. Prom night memang diselenggarakan di sekolah mereka. Dengan alasan berhemat dan sesekali memanfaatkan fasilitas sekolah dengan baik.

"Hai, Selena..." Balasan yang membuat si gadis pirang melompat-lompat seperti kelinci idiot. Menambah kadar ketampanan V yang tersenyum kala melihatnya.

ꕥ ꕥ ꕥ

Waktu terbaik untuk puncak acara Prom night; pengumuman siapa pasanganmu.

Dan sebagai pemilik nilai tertinggi di kelas ekonomi, V berhak mendapat giliran kedua setelah peraih gelar master matematika yang mendapat partner dari sang penakluk ilmu fisika.

"Selanjutnya, Terra Kim. Peraih nilai tertinggi di kelas ekonomi, yang akan berpasangan dengan peraih nilai tertinggi di kelas biologi, −Luna Jeon." Tepuk tangan meriah mengiringi dua insan yang berjalan dari dua ujung jalan yang berbeda, kemudian bertemu di satu titik untuk berlanjut menuju lantai dansa.

'Manis sekali.' Isi kepala V Kim yang terpana dengan sosok gadis bersurai gelap. Gaun merah yang menjulur hingga menutupi mata kakinya begitu serasi dengan warna kemeja V. Senyuman singkat yang ia tebarkan bahkan lebih cantik dari bulan yang membantu menyinari malam pesta Prom. Sangat cantik.

Langkah keduanya terhenti. Salah satu tangan V telah siap menunggu si gadis Jeon menyambutnya. Onyx pemuda itu tak pernah sedetikpun selingkuh dari netra gelap milik si gadis Jeon.

Gelenyar asing merambati tubuh V saat gadis bermata cantik itu meletakkan tangan rampingnya yang begitu pas ditelapak tangan V.

'Luna Jeon.' Sekarang V menyesal telah menyia-nyiakan waktunya disini. Menyesal karena adanya sosok seindah Luna yang telah ia lewatkan.

Lantai dansa terlihat dua kali lebih indah ketika kedua onyx V Kim tak pernah lepas dari sosok bak bidadari yang menaruh tangan di pundaknya sementara tangan lain bertaut erat disisi yang lain. Dengan jarak sedekat ini, ia juga dapat melihat scar serupa garis tercetak di pipi atas kiri Luna yang tersapu make-up tipis. Seakan V sedang melakukan observasi di kelas bahasanya.

"Origin vampire?" Ia –pemuda Kim− berbisik lembut.

Gadis itu terkekeh pelan. Merdu sekali. Bahkan V tak tahu harus membuat perumpamaan seperti apa, untuk menyamakan suara indah ini.

"Aku benar 'kan?" Mereka mulai bergerak seirama, mengimbangi lagu yang sedang diputar.

"Kau benar, Terra Kim?" Ia tampak ragu menyebut nama itu.

"V. –Mereka sering memanggilku begitu."

"Terra bukan nama panggilan yang buruk." Ia terkekeh sekali lagi.

"Aku tak suka nama itu." Ia menggeleng tapi senyumnya masih terpatri. Apa maksudmu, Kim?

"Kau cukup arogan untuk ukuran origin vampire."

"Benarkah? Kau orang pertama yang menyebutku dengan julukan itu." Memang baru kali ini ia mendengar namanya dijelekkan. Ia dikenal sebagai seorang nerd yang easy going menurut teman-temannya. Bukan seorang scroundel dengan cover bak seorang putera mahkota.

"Mungkin mereka berpikir sempit sehingga tak tahu siapa V Kim yang berkeliaran disampingnya."

Gadis ini pandai menebak.

"Tebakan bagus, Nona Jeon."

"Luna." Ia mendadak serius. –Atau pura-pura serius?

"Baiklah. Luna, senang berkenalan denganmu."

Alunan musik berganti. Gerakan tarian mereka juga berubah. Awalnya hanya sayup-sayup melodi sendu, berubah menjadi jelmaan musik dengan bass yang menambah hentakan suara speaker.

"Selain biologi, kau juga pandai berdansa."

"Tidak, −jika bukan bersamamu, V."

"Aku tersanjung."

Musik berganti lagi. Lebih mellow dibanding sebelumnya.

"Kau orang korea?" Si gadis Jeon giliran memulai.

"Exactly. Aku yakin kau juga."

"Bukan. Orang tuaku yang keturunan korea. Aku lahir di Italy."

V yang terlalu bodoh untuk menebaknya atau ia sedang dirasuki sesuatu sehingga mengganggu akal sehatnya dalam berpikir? Logat Luna Jeon terlalu kental untuk dikatakan sebagai penduduk Korea.

"Waw, kau penduduk pribumi, ternyata."

"Begitulah."

"Aah... Aku merasa kalah telak denganmu." Ia tersenyum lagi. Kali ini hingga kedua manik indahnya tertutup, dengan kerutan samar di sudut mata, dan dua gigi kelincinya yang tampak. Cantik sekali. "Biarkan aku menebak satu fakta lagi tentangmu."

"Silakan."

"Kau pasti sudah memiliki seorang kekasih." Sebenarnya ia ingin merapalkan dalam bentuk pertanyaan tapi ia mengharuskan menebak.

"Kalau itu,−" Meski bukan pembaca raut wajah, V yakin gadis ini sedang memendam sesuatu. "−Aku tidak memilikinya." Ia merubah kembali ekspresi wajahnya. Tersenyum secerah mentari. Dan menghilangkan cahaya keraguan yang terlintas beberapa detik yang lalu.

Ada apa dengannya? Kenapa gadis ini bak sebuah buku tertutup?

"Kau terlalu cantik untuk berdiri sendirian tanpa seorang kekasih."

"Kau juga terlalu tampan tanpa sebuah tangan yang terus kau pegang."

"Tapi sekarang aku sedang memegang tanganmu..."

"Kau menggodaku?"

"Menurutmu?" Gadis bersurai hitam itu tertawa anggun. Sangat menawan.

Pesta malam itu berakhir dengan beberapa kembang api yang melambung di udara. Dan sepertinya akan menjadi the last night dimana V tak akan bertemu gadis Jeon lagi. Ini tahun terakhir mereka di sekolah menengah. V harus kembali ke Korea. Sedangkan Luna meneruskan kehidupannya di Italy.

ꕥ ꕥ ꕥ

Rabu, 4 Oktober 2017 – Waxing Gibbous; iluminasi 96,1%

Tidak sepantasnya V berburuk sangka pada takdir. Buktinya ia kembali dipertemukan dengan gadis bermarga Jeon itu.

Disebuah gereja yang berubah menjadi museum. Di Vatikan. Di siang hari. Origin vampire (vampir murni) tak perlu takut dengan matahari. Mereka tetap akan membaur seperti manusia pada umumnya.

"Aku rasa, aku harus bersyukur karena bertemu denganmu disini."

"Senang melihatmu lagi, V."

"Aku juga, Luna."

"Apa yang membawamu kesini? Terlalu aneh jika seorang vampire berkeliaran di gereja."

"Seharusnya kau juga menjawab pertanyaanmu itu, V."

Ia tertawa. "Mungkin."

Pertemuan mereka berlanjut dengan makan malam bersama. Meskipun seorang vampire, mereka yang memiliki darah murni dapat mengkonsumsi makanan manusia. Tetapi rasa haus mereka hanya akan teratasi dengan darah manusia.

"Besok−, graduation ceremony, −kau datang?"

Luna menggeleng. "Sepertinya tidak." Bagi Luna upacara itu hanya sebuah simbolis yang mengulur waktunya. Ia harus mengurus hal lebih penting dari itu. "Orang tua ku yang akan datang."

"Oh."

Oh? Mungkin ia kecewa.

"Setelah itu, kau pulang ke Korea?"

"Iya. Hari ini orang tuaku datang. −Menjemputku." Ucapnya sembari memasukkan beberapa potong salad dalam mulut.

"Jadi ini pertemuan terakhir kita?"

"Kurasa begitu." Gadis itu cemberut dengan logat menggemaskannya. Lucu sekali. "Mau ku ajak jalan-jalan ketempat favoritku?"

Ia tampak menimbang sebelum menggangguk antusias.

Berlanjut dengan perjalanan jauh menuju tempat yang ada dikepala V Kim.

"Kenapa menggendongku?" Setelah percobaan berlari bersama, V dengan kemampuan berlari cepat –lebih cepat dari golongannya− berubah pikiran untuk membantu Gadis Jeon agar segera sampai.

"Kau lambat sekali saat berlari. Aku jadi ragu kau itu vampir murni."

"Kau mengejekku?" V mengendikkan bahu seolah bersikap tak acuh.

Diluar dugaan. V mengajaknya ke sebuah tebing yang curam, dimana air laut bergejolak menghempas bebatuan yang membentuk jurang dengan ketinggian puluhan kaki.

Selain itu, mereka juga ditemani bulan yang bersinar cukup terang karena iluminasi yang mencapai angka 100%. Bersama bintang yang menyebar diseantero langit. Jangan abaikan angin musim gugur yang berhembus lebih dingin dibanding musim panas.

Yup, mereka adalah vampire. Angin yang lebih menakutkan dibanding suhu dikutub tak berpengaruh sama sekali.

Manusia akan berucap 'dia aneh' saat melihat Luna merentangkan tangannya melawan kekuatan angin. Meresapi setiap sepoi benda tak kasat mata yang menyentuh kulitnya. Dan melupakan sejenak apa yang akan ia hadapi esok hari.

"Aku tak pernah ke tempat ini saat malam hari. Ternyata lebih indah dengan sinar bulan." V berujar.

Gadis disampingnya menoleh dan mengembalikan posisi kedua tangan disisi tubuh. "Kau benar. Bagus sekali." Kemudian ia berujar lirih, "–Last waxing moon."

"Apa maksudmu?" V khawatir. Bahkan setelah mencari kebenaran kesana kemari. Tapi Luna masih ia samakan dengan buku tertutup yang tak tersentuh. Ia hanya mampu membaca bagian depannya saja.

"Bukan apa-apa." Ia menggeleng cepat. Lalu duduk dibebatuan yang mencuat disekitar tebing.

V mengikuti. "Kau selalu membuatku penasaran." Gadis dengan iris hitam itu tersenyum. Menyalurkan ketenangan dan membawa pergi kekhawatiran pemuda Kim.

Kedua netra hitamnya menatap lembut pemandangan langit. Helaian surainya terbang di antara semilir angin yang berhembus. Sedangkan pemuda yang duduk di sisi tubuhnya sibuk memproses fitur-fitur menarik dibawah sinar rembulan. -Pemandangan Gadis Jeon dari sisi samping. Cantik sekali.

"Ia tetap menyinari bumi meskipun tak secerah bulan purnama." V kembali bersuara tanpa mengalihkan tatapan.

"Waxing Gibbous Moon."

"Kau tahu tentang fase bulan?"

"Tidak banyak. Aku hanya gemar berhitung akhir-akhir ini."

"Apa arti nama itu?"

"Waxing moon merupakan periode pergerakan bulan dari new moon ke full moon. Sedangkan Gibbous moon itu pertumbuhan bulan. Gibbous memiliki 2 fase. Satu fasenya seperti saat ini, pada waktu diantara first quarter dan full moon."

"Wah, kau terlihat tertarik dengan dunia perbulanan."

Ia terkekeh. "Tidak juga."

Pemuda itu tersenyum. "Kau tahu arti Terra, −namamu."

"Tidak. Kau tahu aku tak menyukainya."

"Kau sangat konyol V. Terra berarti bumi. Bukankah seharusnya kau bangga dengan namamu?"

'Terra berarti bumi. Bukankah Luna berarti bulan?'

"Kau benar. −Sekarang aku berubah pikiran, aku bangga dengan namaku. Ia –bumi yang sangat beruntung. Bulan selalu mengorbit padanya."

Luna tersenyum.

Mereka terdiam cukup lama. Bahkan sangat cukup untuk V memberanikan diri membongkar kecurangannya pada Luna.

Ia bersuara tenang,"Jeon Jungkook, -putri dari Jeon Namjoon dan Jeon Seokjin." Luna mengalihkan tatapan pada pemuda yang melontarkan beberapa kata untuknya.

"Hey−"

"Kau suka warna hitam, putih, merah dan sangat menyukai apapun yang berhubungan dengan musik."

"−Kau menyelidikiku?"

Ia hanya menampakkan senyum kotak. "Setidaknya aku tak akan mati penasaran setelah kita berpisah." Gadis itu merajuk lucu. "Kau marah?"

"Menurutmu?"

"Ah, aku ingat. Kau juga punya kebiasaan susah dibangunkan. Jika aku tertidur disampingmu, aku akan membawamu berlari saat matamu masih terpej−"

Serangan tiba-tiba menghentikan kalimat V. Ia terhempas bersamaan dengan dorongan kuat dari Luna yang tiba-tiba beringas. Gadis itu menyeretnya hingga menembus gelombang air laut di ujung tebing. Kemudian membiarkan V menyelam beberapa puluhan meter dibawah laut. Dan menghilang dibalik gelap dasar lautan. Meninggalkan Luna sendirian merangkak naik ke puncak tebing.

Ia tak boleh meremehkan kekuatan gadis itu.

V kembali ke permukaan dengan tawa menggelegar. Memicu Gadis Jeon kembali mengejar dan menarik kemeja basahnya. Berdampak pada tubrukan keras antara tubuh vampirnya dengan pohon ek yang ada.

"Masih berniat tertawa?" Ia mencekal kuat tubuh pemuda itu.

Namun, Pemuda Kim melesat pergi secepat cahaya. "Tentu."

Pandangan gadis itu mengikuti arah pergerakan V. "Kau yang minta." Luna mengejarnya dengan langkah lebih cepat.

Hitungan detik ia kembali mengurung Si Pemuda Kim. "Dan kau menuruti." V membalik keadaan. Bukan ia yang terkurung. Melainkan gadis Jeon yang terkesiap dengan kecepatan V.

"Terra Kim-." Ia seolah sedang mengingatkan.

Yang dipanggil menyibak surai hitam Luna dengan lembut dan menempatkan ke belakang telinga. "Kim Taehyung." Ia berbisik tepat dimana helaian surai itu tenang tanpa gesekan angin.

Melihat reaksinya yang sedikit terkejut, V melanjutkan perjalanan wajahnya hingga merasakan hembusan napas perempuan di hadapannya itu.

ꕥ ꕥ ꕥ

Aku tak tahu apa yang kulakukan ini benar atau salah. Menurut hasil penyelidikanku ia benar-benar tak memiliki kekasih. Tetapi berdasar pada informan yang ku temukan, ia tak yakin soal jalinan asmara Luna. Ini terlihat aneh.

Ia juga sama sekali tak memberikan respon atas tindakanku.

Kuanggap itu artinya tidak apa-apa. Dan ia menerima.

Jarak diantara bibirku dan bibirnya hampir tak bisa diukur dengan alat pengukur manapun.

Tatapan itu, apa artinya? −Luna terlampau sulit untuk dideskripsikan. Meskipun bukan kemampuanku membaca pikiran, tapi aku bisa menganalisis mereka dengan baik. Dan ini tidak berlaku untuk Luna.

Kembali pada pusat perhatianku, bibir merah mudanya. Sebelum aku mendaratkan satu kecupan disana, ia berbisik dengan nada ketakutan.

"Christ−" bisikannya terputus. Aku yakin pendengaranku tak salah. Vampir memiliki kepekaan yang baik.

Ia bergerak pergi. Sangat cepat. Lebih dari bayanganku.

Tapi ia berhenti dan kembali memandangku. Ia tampak kecewa dan –takut.

"Selamat tinggal, Taehyung." Ia berujar lirih. Kemudian menghilang di balik pepohonan.

Benarkah ini rasa perpisahan? Sakit sekali. Aku tak peduli dengan kegagalan kecupanku. Tapi kepergiannya?

Tak lama setelah ia melesat pergi dan menghilang ditelan gelap malam, aku mendengar gemerisik lain. Ada makhluk selain kami di tempat ini. Aku bisa merasakan auranya. Ia seorang vampir. Aku yakin bukan vampir murni. Baunya terlalu jelas.

Siapa dia? Dan apa yang ia lakukan?

ꕥ ꕥ ꕥ

Kamis, 5 Oktober 2017 – Full Moon; iluminasi 100%

"Sayang... kau tak bersiap?" Itu teriakan ibu Taehyung –Kim Baekhyun−.

Ia membukakan pintu kamar dan membiarkan ibunya masuk. "Aku berubah pikiran." Ia berujar tenang.

"Eh? Apa maksudmu, sayang?" Ibunya bertanya. Lembut. Tapi tak mampu menyembuhkan kerisauan hatinya.

"Aku ingin pergi ke upacara itu, Mom." Berharap menemukan sosok Jeon yang sangat ia rindukan keberadaannya.

Ibunya tersenyum manis. Taehyung tahu kenapa ayahnya jatuh ke pesona yang lebih manis dari gula ini. "Baiklah. Mom akan mengatur ulang jadwal penerbangan kita."

"Thanks Mom."

Panggil Taehyung seorang yang kolot atau apapun. Ia tak pernah sekalipun datang ke upacara itu. Upacara yang dilakukan setiap bulan purnama untuk memberikan sedikit sentilan bagi siapapun yang melanggar aturan. -Hukuman mati yang ditujukan pada vampire penghianat maupun vampire yang menyerah dengan keabadiannya.

Berbeda dengan ibunya yang rela merengek pada sang suami agar mau melihat upacara itu. tetapi jika Taehyung yang berkata tidak, ia bisa apa? Baekhyun sangat menyayangi anak tunggalnya itu. Namun, semua berakhir berbeda setelah Taehyung berubah pikiran.

Dan disinilah Taehyung. Bersama ayahnya –Kim Chanyeol− dan ibu tersayang.

Bangunan kastil khas masa kerajaan lampau yang terletak di pusat hutan di Volterra, Italy.

Bulan bersinar sangat terang. Gumamam sana-sini berperan sebagai hiburan menuju acara inti.

"Mom, apa yang akan mereka lakukan pada orang yang akan dihukum nanti?"

"Mereka memisahkan kepala si penghianat itu." Bergidik ngeri bukan respon yang tepat untuk vampir seperti Taehyung. Ia sedikit mengetahui bab peraturan dunia vampir.

Beberapa menit telah berjalan dan Taehyung terlampau bosan menunggu, namun sosok yang ia cari sedari tadi juga tak muncul. Apa ia juga berprinsip seperti Taehyung yang tak menyukai acara semacam ini? Rasanya tak mungkin.

"Kudengar vampir yang akan dihukum, −ia rela melakukan ini demi kekasihnya." Ibunya menggeleng pelan sembari terus mengoceh. "Ia gadis yang tidak beruntung. Berkorban demi kekasih laki-lakinya."

"Mungkin cinta mereka terlalu besar." Ayahnya menimpali.

"Kekasihnya terlalu pengecut. Bahkan ia menyembunyikan diri agar tidak dicari orang-orang dari Volterra."

"Keterlaluan."

"Kau benar. Kudengar ia bersembunyi di sebuah bangunan bekas gereja. Jelas sekali orang-orang Volterra tak akan kesana. Beruntung mereka masih mentolerirnya."

"Ia vampir murni?"

"Bukan. Ia seorang slave yang kehilangan master. Kasihan sekali kekasihnya harus berkorban demi menjadi pengganti master-nya."

"Seorang alter?"

Baekhyun mengangguk "Ia menggunakan cara licik agar mendapat pengganti master. Dan dengan bodohnya gadis yang ia incar menaruh hati padanya setelah dijebak berulangkali. Jelas sekali menyalahi aturan."

Terkadang Taehyung menggeleng tak percaya, darimana sang ibu dapat informasi sedetil ini.

"Dia keluar." Bahkan Taehyung terlalu malas untuk mendongak dan melihat siapa yang dikekang dua orang vampir disana. "Malang sekali gadis itu." Ibunya terus berkomentar.

"Iya. Dia gadis yang manis."

"Chanyeol?!"

"Maaf."

'Gadis yang manis? Bolehlah. Mungkin ia mirip Luna jika terkena sinar rembulan.'

Tahu kok, itu tidak mungkin, Tae.

Lupakan gadis didepan. Ia cukup sibuk untuk mencari Luna.

Dan Taehyung pikir, ia menemukan apa yang ia cari. Bau almond yang khas dengan potongan seledri. Harum rambut Luna Jeon. Ia ada disini. Betapa senangnya Taehyung. Ia dengan kembang apinya telah mengembang ke langit gelap, setelah degupan jantung yang naik turun efek ia menyalakan korek untuk memicu sumbu kembang api tersulut.

Kedua onyx biru safir miliknya menangkap sosok yang ia cari. Berdiri dengan balutan dress putih. Wajah menunduk. Surai hitam yang melayang disekitar raut sedihnya. -Seseorang yang telah merusak sulur hati Kim Taehyung yang merambat hingga mengunci pintu hatinya. Seseorang itu adalah gadis Jeon. Taehyung menemukannya dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.

"Jungkook...?" Ia berujar pelan. Sangat pelan. Hingga dua marga Kim lain tak mendengar.

"Full moon!" Ibunya berseru ringan.

Selanjutnya kedua tangan kekar yang memegang gadis malang didepan, menyeretnya dan membawa ke sebuah podium di depan kastil.

Dibawah sinar rembulan, Taehyung dapat melihat jika ada sisi lain dari bagian tata surya itu turut bersedih menyaksikan Luna yang lain menerima nasib buruknya.

'Tidak mungkin... ia tak memiliki kekasih. Pasti bukan Luna 'kan?'

Dugaan bahwa ia Luna semakin terbukti kala gadis itu mendongak menatap kerumunan klan yang sama dengannya.

Detik dimana ia mendongak, disitulah ia menyesal. Kedua netra cantiknya memenjarakan sepasang onyx biru safir yang lebih dulu memburu siluetnya.

Mereka saling berucap dalam diam. Seolah pemuda Kim menuntut penjelasan dengan apa yang ia lakukan disana.

"Hukuman bagi siapapun yang berkhianat. Tak ada kata ampun bagi mereka." Suara seorang pria paruh baya berseru. "Luna Jeon. Kesempatanmu berubah pikiran akan berakhir. -Christian Park atau keabadianmu?"

Dengan yakin gadis itu menyahut. "Keabadianku." Maniknya telah berubah arah. Sementara si onyx biru safir membelalak tak percaya.

"Jatuhkan hukumannya!"

Kedua vampir kekar itu memposisikan diri untuk melaksanakan perintah. Sepasang tangan mereka akan memisahkannya. Mengakibatkan leher gadis itu retak bak tanah yang terkena imbas pergerakan lempeng bumi.

Namun, sebelum suara memekakkan telinga terdengar, Pemuda Kim dengan kemampuan berlarinya, menembus kerumunan vampir lain dan mendorong tubuh Gadis Jeon hingga tersungkur kebelakang.

Pada saat yang sama, seorang lelaki bersurai abu muncul dibalik kegelapan dan melompati podium dimana Luna akan mengakhiri siklus hidupnya.

Luna juga melihat kedatangan si surai abu.

"Jimin!" Setelah itu suara halusnya tertelan hembusan angin.

Taehyung membawanya pergi.

ꕥ ꕥ ꕥ

"LEPASKAN AKU!" Suara lembutnya berubah menjadi geraman menakutkan.

"Tidak..." Taehyung mencekalnya.

Keuntungan bagi Taehyung karena telah mendapat pengalaman seberapa kuat Luna. Ia hampir membuat tangannya retak sana-sini demi menahan gadis itu. Suara debuman akibat bantingan Luna pada tubuhnya menggema di sekitar pohon ek yang menjulang. Berungkali ia mencoba lari, dan berakhir dengan dekapan Taehyung yang menahannya.

"Jungkook?" Ia mencoba menemukan suaranya diantara teriakan liar Luna.

Luna menangis keras. Bibir tipisnya belum berniat menghentikan jeritannya. Melodi frustasi yang mengiris relung hati Kim Taehyung menjadi berkeping-keping. Merusak perkumpulan kupu-kupu terbang hingga meloloskan satu aliran liquid bening di pipinya.

Inikah rasanya jika seseorang yang kau sayangi menderita? Bak pinang dibelah dua. Proporsi sakitnya sangat terasa.

Dua batang kayu yang patah secara bersamaan.

"Jika kau merelakan dirimu, ia juga akan berusaha membunuh dirinya sendiri. Bukankah kau menginginkannya tetap hidup?" Taehyung masih mengunci Luna yang tak henti melolong ingin dibebaskan. "Dewan akan menimbang kembali keputusannya jika dia menyerahkan diri. Percayalah Jungkook, kau akan bersamanya. Jika kalian saling mencintai, maut tak akan segan memisahkan kalian dengan cara seburuk itu."

Ia melunak.

"Inilah saatnya membuktikan kekuatan kalian. Kau juga harus hidup dengannya. Lari bukan penyelesaian masalah. Berjalan bersisihan adalah jawabannya."

"Mereka akan membunuhnya!"

"TIDAK! Aku memang tak peduli upacara itu. Tapi otakku tak pernah luput dari buku peraturan vampir, Jungkook!" Ia balas berteriak.

Taehyung menurunkan intonasinya, "Mereka memiliki waktu pertimbangan lain. Aku yakin itu."

Tangisnya mereda. Kemudian ia memeluk pemuda itu dan kembali terisak untuk kesekian kali. Meredam suara isakan dalam belahan dada Taehyung sembari mengurangi diameter lingkaran kedua tangannya pada pinggang Taehyung.

Dan Taehyung membalas dekapan hangat itu. Menyalurkan setetes demi tetes ketenangan. Mengelus surai panjang Jungkook sembari berbisik, "semua akan baik-baik saja."

"Bulan tak pernah sendiri, Jungkook. Masih ada anggota tata surya lain yang menemanimu." Ia masih berupaya untuk membisikkan kalimat yang lain. "Dia salah satu bintang yang setia menemanimu. Walau kadang ia tak tampak. Tapi ia selalu ada. Membantu bulan menyinari kegelapan."

Ia semakin terisak oleh perkataannya.

Taehyung membawa Jungkook kembali ke kastil setelah gadis itu lebih tenang.

Namun keduanya mendapati kerumunan yang tadi memenuhi halaman kastil kini tinggal suara daun kering yang mereka injak.

"Luna-" Suara perempuan menjawab pertanyaan mereka. Seorang perempuan bersurai panjang dengan iris semerah darah. Tampaknya ia seumuran dengan Jungkook.

"Althaea-" Jungkook berujar serak.

"Christian ada didalam, -menunggumu." Ucapannya menjadi pemicu Jungkook berlari ke arah bangunan sesuai instruksi perempuan itu. Dengan Taehyung mengekor dibelakang.

Dan disanalah sebagian jiwanya yang sebelumnya terpisah. Christian Park. Kekasihnya.

Jungkook segera menjatuhkan diri dalam pelukan Christian.

"Maafkan aku." Suara khas pemuda Park memasuki pendengarannya. Ia sangat merindukan suara merdu ini. Entah berapa lama ia tak mendengar artifisial lonceng surga ini.

Kehadiran seorang gadis bersurai gelap yang panjangnya mencapai pertengahan punggung, membuat mereka mengendurkan pelukan lama keduanya.

"Dia adalah master Christian, Luna." Althaea menjelaskan pada Jungkook. "Namanya Min Yoonji. Ia yang telah menyelamatkan Christian. Berkat kesungguhan hatinya untuk memberikan darah vampir murni, Christian bebas dari hukuman itu. Dan kau bukan pengganti master Christian lagi. Selamanya." Kemudian ia berlalu meninggalkan Gadis Min bersama yang lain.

"Annyeong... Kutebak kita berasal dari negara yang sama." Suaranya tak selembut gadis pada umumnya. Ia tampak ketus dan dingin.

Jungkook menunduk singkat padanya. Begitu pula Taehyung.

"Jadi, dia kekasihmu?" Jungkook mengangguk pelan. "Aku tak bermaksud menjadi penghalang disini. Jika dia menginginkan darahku, kau bisa menemuiku. Aku seorang turis. Beberapa hari lagi aku akan kembali ke negara asalku. " Perkataannya sangat kontras dengan mimik wajahnya. Ia terdengar tulus. "Kau pasti bisa menemukanku di Korea." Ia menunjuk Jimin -Christian Park-.

"Terima kasih banyak, Yoonji." Bahkan panggilan akrab sudah mereka sepakati.

"Tak masalah. -Aku harus pergi." Dalam sekejap, siluetnya menghilang. Menyisakan tiga vampir disana.

Mungkin itu tak akan bertahan lama, karena setelah kepergian Yoonji, Jungkook kembali dalam pelukan Jimin dibawah tatapan Taehyung. "Jangan pernah meninggalkanku lagi." Ucap Jungkook.

"Maafkan aku." Mereka tenggelam dalam aroma tubuh masing-masing.

'Inikah yang mereka bilang, kau akan menyadarinya setelah dia pergi?' Taehyung dengan pemikirannya melangkah mundur, lalu berjalan pergi dalam keheningan.

'Kurasa mereka benar. -Dua hari fase waxing gibbous moon yang menyenangkan. Terima kasih, dan semoga kau selalu bahagia, Luna Jeon.'

Kim Taehyung menyadari, jika bulan memang selalu mengorbit pada bumi. Tapi pernahkah kau melihat mereka bersatu; saling mendekap satu sama lain? Bukankah itu mustahil?

'Goodbye, my first love, Jeon Jungkook...'

ꕥ ꕥ ꕥ

...END

ꕥ ꕥ ꕥ

Epiloge

Korea Selatan,

Rabu, 17 Oktober 2018 – Waxing Gibbous; iluminasi 52,5%

Aroma almond dengan potongan seledri semerbak terbawa arus angin malam.

"Ah, seseorang menyamai wangimu, Jeon Jungkook..." monolog Kim Taehyung yang tengah berdiri di sebuah halte.

Suara beratnya memicu seorang gadis yang beberapa detik yang lalu berjalan melewati punggungnya, menoleh karena terkejut.

"Terra Kim-" Gumaman yang sulit didengar telinga manusia, tetapi terlalu peka untuk ukuran vampir murni.

Taehyung memusatkan atensi ke sumber suara yang menyebut namanya.

"Luna-"

Iya. Dia Jeon Jungkook -Luna Jeon-. Sesorang yang berusaha ia sapu dan pel dari memorinya.

Jungkook melangkah mendekati Taehyung yang masih dalam mode mematung; tak percaya.

"Senang bertemu denganmu disini, V." Ia tersenyum seperti biasa. Seolah semua beban dapat ia sembunyikan dalam cengiran manisnya.

"Aku juga."

Taehyung mendapatkan beberapa fakta penting setelah pertemuannya dengan Jungkook. Berupa kabar menetapnya Jungkook di Korea hingga kabar kandasnya hubungan Luna Jeon dengan Christian Park.

"Maafkan aku, Jungkook. -Aku mulai menyukai Min Yoonji. Aku memang seorang yang buruk. Jika kau menginginkanku pergi darinya atau mencari master lain yang mau menerimaku, aku akan melakukannya. Semua keputusan kuserahkan padamu."

Awalnya Jungkook terdiam, kemudian "Tidakkah kau merasakan perubahan kita?"

"Kita?"

"Seseorang tanpa sengaja membawa sebagian hidupku pergi bersamanya."

"Siapa?"

"Kau ingat laki-laki yang bersamaku sewaktu kita di Volterra?" Jimin mengangguk.

Perpisahan juga menyadarkan Jungkook, bahwa ia merasakan bagian dari dirinya menghilang saat sebagian jiwanya kembali. Perasaannya berubah. Ia menginginkan orang lain.

"Terima kasih -karena tidak melupakanku, Taehyung."

Keduanya saling melempar senyuman termanis yang pernah mereka tunjukkan.

"Aku punya rekomendasi tempat yang bagus."

"Kali ini tebing mana lagi?"

Ia tertawa. "Bukan tebing. Tapi rumahku."

ꕥ ꕥ ꕥ

...they love story never end...