Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Warning! OOC, Typo, Absurd, Abal, Receh, Garing, Bahasa tidak baku, First fic, NOOB. Maklumin. Don't like don't read.

Tidak ada unsur kesengajaan bila ada kesamaan kata-kata, setting, maupun alur.


Sebelumnya..

Yamanaka Ino sendiri merasa ini semua terjadi karena mood swing yang parah membuat ia marah berapi-api kemudian menangis lembek di detik berikutnya. Namun yang jelas saat mata Sasuke melihat ke dalam aquamarinenya dan saat tangan besar itu membelai kepalanya, saat itu pula keteguhan Ino ketika mengadapi Sakura hilang bagai tersapu angin. Matanya semakin dan semakin berair. Sampai ia tak sanggup melihat Sasuke karena terlampau malu.

Hah~ apa yang harus ia lakukan dengan lelaki seperti Uchiha Sasuke sebagai sahabatnya ini?


THE BRIDAL'S BRIDE

©Skyzofrenia

.

.

.

Mengingat masa lalu membuat Ino menyadari sesuatu yang kini mulai ia rasakan, perasaan krisis yang sama. Perasaan yang membuatnya merasa seperti orang jahat. Iri, gelisah dan takut. Seperti sesuatu yang kau anggap harta karun, direbut paksa oleh orang lain. Serakah. Tidak rela.

Tapi nyatanya sesuatu itu bukanlah miliknya. Jadi, apa haknya untuk merasa tidak rela?

Dahulu, Ino remaja tidak akan tahu hal seperti ini. Ia hanya menganggapnya sebagai sesuatu yang rumit, sesuatu yang tidak boleh terjadi dan harus dihindari. Oleh sebab itulah Ino remaja memilih untuk lari. Pergi, dan tidak akan kembali sebelum perasaan buruk itu menghilang.

Namun, sekarang Ino dewasa tentu tahu hal seperti apa yang ia rasakan. Cemburu. Emosi paling menyebalkan yang saat ini kembali menghantuinya.

Ino tak tahu pasti sejak kapan sang sahabat memasuki hati kecilnya ini. Mungkin jauh sebelum itu dipenuhi oleh Sai—sang mantan tampan yang berselingkuh itu. Merembes perlahan, sedikit demi sedikit berakar di hatinya sampai Ino sendiri tidak sadar. Mengendap di dalam sana dalam diam, dan akan meledak di saat-saat yang sangat tidak ia harapkan. Seperti saat ini.

Tapi lagi-lagi ia harus mengingatkan dirinya sendiri, bahwa ia tidak berhak merasa cemburu. Dan kalau boleh jujur, ia takut. Ia takut jika hal ini berlangsung terus menerus dan emosi buruk itu berkembang menelan segalanya. Terlalu banyak hal yang dipertaruhkan jika itu terjadi. Terutama persahabatan mereka. Mereka berdua terlalu dekat, terlalu saling mengenal pribadi masing-masing dan terlalu banyak kenangan berharga yang akan berbalik menusuknya jika ia ngotot memupuk kecemburuan ini.

Jadi yang harus ia lakukan sekarang ini hanya diam, menekannya masuk kembali ke kerongkongan tanpa berniat memuntahkannya. Tetap menjadi sahabat baik yang mendukung apapun kebahagiaan sahabatnya, tanpa protes. Berpura-pura seperti tak terjadi apa-apa, dan—

"INO!"

Maniknya yang kehilangan fokus, membola kaget akan seruan yang datang dari balik punggungnya. Ah, ternyata ia sedang berselancar dalam lamunan. Sejak kapan? Entahlah ia sendiri pun juga tidak sadar. Dirinya berbalik menghadap seseorang yang memanggil namanya.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?" Tanya Yugao—kakak ipar sahabatnya.

Yang ditanya pun linglung sejenak. Kemudian asal menjawab sambil tersenyum, "Ah, hanya memikirkan persiapan apa yang kurang, neesan. Ada apa?" Ia menjawab kalem. Latar belakang cahaya oranye dari matahari terbenam yang menyelimuti punggungnya membuat Ino menjadi tiga kali lipat lebih lembut dari biasanya. Membuat Yugao mengerjab.

"Kaasan memanggilmu karena acara akan segera dimulai. Ayo." Yugao mengulurkan tangannya yang tentu disambut oleh tangan putih wanita pirang di depannya. Kemudian kaki mereka menyusuri pasir pantai menuju tempat pesta yang kini sudah dipadati beberapa kerabat dan tamu undangan.

Ya, saat ini adalah acara yang termasuk dalam proyek Bouquette yang paling menguras tenaga sepanjang tahun ini, setelah proyek pernikahan aktris Temari Sabaku dan suami politisinya. Ulang tahun pernikahan pasangan Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto. Banyak hal yang secara pribadi membuat Ino turun tangan, mengingat seberapa dekat Ino dengan keluarga Uchiha membuat Yamanaka Ino merasa menjadi kerabat mereka. Dan sebagai salah satu kerabat dekat, tentu Ino harus menyajikan seratus persen kesempurnaan tanpa ada cela yang membuat kerabatnya tidak puas.

Walaupun pestanya terlihat sederhana, namun sesungguhnya ini adalah sebuah kemewahan yang dibuat untuk tampak sederhana. Sebuah hal yang sangat sulit. Namun kerja keras Yamanaka Ino dan rekan-rekannya sungguh terbayar sepuluh kali lipat, terbukti dari decakan kagum dan pandangan penuh kepuasan baik kerabat yang merangkap sebagai kliennya dan para tamu undangan yang tak bisa ditutup-tutupi.

Ino yang kini berperan sebagai salah satu kerabat dan pihak penyelenggara kini tengah berdiskusi dengan Yugao, sementara pasangan tua Uchiha sedang menjamu para tamu. Saat matanya mengedar kerumunan, ia melihat sosok mencolok yang lagi-lagi membuat moodnya turun banyak.

Penasaran dia siapa? Tentu saja Haruno Sakura. Memang siapa lagi yang bisa?

Yugao yang penasaran karena wanita pirang itu tidak menyahut, ikut mengikuti tatapan Ino. Alisnya berkerut heran.

"Siapa itu Ino?"

Diinterupsi membuat Ino menormalkan tatapannya. "Teman sekolah Sasuke."

"Ah—pantas saja tadi aku melihatnya bersama Sasuke. Teman kalian ternyata." Balas Yugao datar.

Ino seketika menundukkan pandangan. Berkedip sambil menunggu sekelebat emosi hilang dari aquamarinenya, kemudian kembali menatap Yugao sambil tersenyum santai. "En."

"Ngomong-ngomong Ino-chan, apa kau sedang bertengkar dengan Sasuke?"

Ino bingung. "Tidak, kenapa neesan?"

Yugao mengedikkan bahu. "Hanya penasaran. Kalian berdua kemana-mana selalu bersama. Dan melihat Sasuke bersama wanita merah muda itu sedangkan kau berdiri sendirian, terasa agak aneh. Karena itu kupikir kalian sedang bertengkar"

Ino hanya tertawa. "Biarkan saja neesan. Ketampanannya akan sia-sia kalau ia tidak tebar pesona."

"Tapi aku dengar dari Kaasan, kalian berdua pacaran."

Skakmat.

Sejenak Ino merasa pusing, bingung bagaimana harus merespon. Namun dering dari ponsel Ino menginterupsi percakapan mereka. Saat melihat nama si penelpon membuat Ino mendesah lega diam-diam.

"Neesan, aku permisi dulu. Tenten memanggilku." Setelah mendapat anggukan dari Yugao, Ino berbalik menuju sudut pesta yang sedikit sepi.

Ingatkan padanya nanti untuk menaikkan gaji Tenten bulan depan, sang penyelamatnya.

.

- The Bridal's Bride -

.

Pada akhirnya sampai sepanjang acara selesai Ino sama sekali tidak bertemu baik Sasuke maupun Sakura. Selain di awal acara Ino mendampingi pasangan tua Uchiha untuk membuka acara serta menjamu tamu sebentar, Ino memilih untuk berada dibalik layar dan memastikan lancarnya acara bersama para kru-nya. Ketika acara benar-benar berakhir dan tamu undangan terakhir pulang, Ino baru sadar bahwa Ia terlalu sibuk sampai belum sempat makan apapun. Kantung permennya pun tertinggal di mobil, membuat ino merutuki kebodohannya hingga ia berakhir dengan perut perih disertai mual ringan.

"Masih sibuk?" Suara maskulin menginterupsi Ino dari kegiatannya mengawasi penurunan lighting dan candle holder di sepanjang meja undangan.

Ketika Ino menengok, sosok tampan Uchiha Sasuke tersaji di depannya. Ino belum sempat mengevaluasi dandanannya hari ini namun yang jelas hari ini ia tampak sedikit lebih tampan. Hanya sedikit.

"En, sebentar lagi selesai. Ada apa Suke?"

"Makanlah dulu." Sasuke cuek mengulurkan sepiring kecil croissant berlumur coklat pekat yang tentu diterima dengan senang hati oleh Ino. Ia lapar, sungguh.

"Sakura?" Ino bertanya cuek sambil menggigit makanannya yang kini tinggal setengah. Tidak perduli walaupun terdapat goresan coklat di sudut bibirnya.

"Sudah pulang." Balas Sasuke tak kalah cuek sambil mengulurkan ibu jari untuk langsung menghapus noda coklat di wajah Ino. Membuat wanita itu melambatkan kunyahan.

"Kau tidak mengantarnya?"

"Sudah, tapi dia menolakku." Sasuke menunduk sambil membersihkan ibu jarinya dengan selembar tisu di meja.

Ino sekarang benar-benar berhenti mengunyah. Hal lezat di mulutnya kini terasa seperti busa yang tak bisa ia telan. Mencari satu-satunya minuman yang tersisa di mejanya—kopi. Ia menelan paksa makanannya kemudian berujar jengkel yang sedikit dibuat-buat.

"Lelaki macam apa kau yang membuat wanita pulang sendirian di tengah malam?"

Sasuke menatapnya aneh. "Kalau begitu, aku akan mengantarmu pulang."

Ino masih melempar tatapan jengkel. "Tidak perlu. Aku pulang bersama Tenten. Daah~" Pamit kepada salah satu kru-nya yang berada di dekatnya. Kemudian melenggang cantik dari sana, tanpa melihat Sasuke untuk kedua kalinya.

.

.

.

Bohong. Tenten sudah pamit pulang sedari tadi bahkan sebelum acara benar-benar berakhir. Hanya saja ia sedang tak ingin melihat Sasuke. Ia takut tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Dan hatinya.

Alhasil, Ino duduk sendirian di mobilnya yang menyusuri jalan yang sudah sedikit sepi. Ia membunuh kesepian dengan menyalakan radio dan sesekali bersenandung, hal itu untuk menjaganya tetap fokus menyetir alih-alih tenggelam dalam pikiran-pikiran yang ia buat sendiri. Sekaligus mengalihkannya dari rasa mual dan nyeri perut yang semakin dan semakin terasa saat ia tengah sendiri seperti sekarang.

Jarum speedometer bergerak melambat dan melambat. Jika tadi ia hanya merasa mual, sekarang ia merasa ingin muntah. Ia merasa ada yang salah dengan dirinya. Tak tahan ia memutuskan untuk menepi tepat di persimpangan Konoha Hospital. Ketika wajahnya terpantul spion, ia melihat rona pucat yang tak bisa disamarkan bahkan oleh riasannya saat ini. Merasa bahwa benar-benar ada yang salah dengan tubuhnya, ia memutuskan untuk berbelok ke arah Rumah Sakit di depannya.

.

- The Bridal's Bride -

.

"Sabaku-sensei, terimakasih atas kerja kerasnya."

Kepala merah itu mengangguk cuek tanpa membalas sapaan dari perawat senior di Unit Gawat Darurat yang tengah ia lewati. Baru saja jam kerjanya selesai tepat setelah jadwal operasi terakhir yang sudah ia lakukan. Hari ini cukup melelahkan. Salah, setiap hari terasa melelahkan bagi Sabaku Gaara. Untung saja ia selesai berkeliling bangsal rawat inap sebelum melakukan operasi terakhir hari ini. jika tidak, bisa dipastikan ia akan pulang lebih lama dari biasanya.

Ketika matanya mengedarkan pandangan, matanya menangkap sosok akrab yang sedang diperiksa oleh Dokter jaga bersama salah satu Perawat yang sedang memasang infus. Alisnya mengernyit heran. Untuk apa dia ada disini?

Setelah menanti lebih dari lima menit, Dokter dan Perawat tersebut meninggalkan wanita itu yang kini tengah berbaring di ranjang paling ujung dari Unit Gawat Darurat. Saat sang Dokter melewati meja perawat tempat Gaara berdiri, ia sedikit menatap heran pada pria Sabaku itu.

"Ada apa dengannya?" Mata hijau Gaara kembali menatap wanita pirang itu.

Melewati tatapan Gaara, Dokter itu paham. "Ah, kemungkinan Gastritis. Tetapi karena stress berlebih dan kesalahan dalam pemilihan makanan membuat nyerinya sedikit lebih hebat. Untuk saat ini hanya akan diberikan obat oral dan intravena. Tetapi jika setelah itu nyeri tidak berkurang, pasien setuju untuk observasi lanjutan." Ia menjawab se-professional dan se-detail mungkin mengingat lawan bicaranya juga sesama Dokter. Meskipun ia tidak tahu mengapa lelaki dingin nan cuek di hari-hari biasa bisa se-kepo ini terhadap orang lain.

'Apa mungkin Sabaku-sensei merupakan fans Yamanaka Ino? Aih. Tidak mungkin.' Kewarasannya menyangkal.

"En. Kau sudah bekerja keras." Balas Gaara singkat. Menunduk pamit, kemudian kakinya entah kenapa melangkah meuju ranjang wanita pirang yang menyita atensinya. Sepertinya Sabaku Gaara sendiri pun tidak sadar akan perbuatannya. Meninggalkan Dokter jaga dan beberapa Perawat yang tersisa membola kaget terheran-heran.

.

.

.

Yamanaka Ino merasa ada seseorang yang menghampirinya. Ia mengernyit, seingatnya Dokter sudah pergi beberapa saat lalu sedangkan ia datang sendirian kesini. Ketika membuka mata, ia melihat kulkas merah berdiri tinggi disampingnya yang sedang berbaring itu. Kulkas itu diam tak bergerak, dengan wajah familiar—dan name tag Sabaku Gaara. Alisnya semakin mengernyit. Lalu sejenak ia sadar bahwa pria yang dingin kaku bagai kulkas ini memang bekerja disini, di Konoha Hospital. Adalah lumrah untuk bertemu dengannya.

Rasa mual dan nyeri perutnya sudah sedikit mereda, walau wajah pucatnya masih tersisa. Pandangannya menangkap mata jade Gaara yang tengah menyipit tak suka menatapnya. Apa salahnya? Apa ia diam-diam telah menyinggung pria ini saat dirinya sendiri tak sadar apa yang telah ia lakukan?

"Sabaku…san?" Sejujurnya Ino dalam dilema menyapanya sebagai kenalan atau Dokter –sensei.

"Amane-sensei bilang kau stress. Apa yang terjadi?" Fokus Sabaku Gaara memang lain daripada yang lain.

"Em, hanya masalah pekerjaan…kurasa?" Yamanaka Ino mengerjab bingung. Ia bahkan tak yakin dengan jawabannya sendiri. Ia masih speechless dengan pertanyaan Gaara yang tiba-tiba. Sedangkan dilihat dari reaksi pria Sabaku itu semakin mengernyit tidak puas mendengar jawaban Ino. Ia baru akan menyahut saat terdengar dering dari ponsel Ino.

"Ada apa Nyonya Yamanaka?"

'...'

"Oh~ aku menginap di apartemen Tenten. Wanita berkendara larut malam sendirian, bagaimana jika nanti anakmu ini diculik?"

'...' Gaara tidak mendengar jelas suara dibalik panggilan namun yang pasti ia tahu siapa yang menelpon wanita pirang yang saat ini sedang berkerut jengkel mendengar balasan si penelpon itu, entah apa yang dikatakannya.

"En, tidak perlu khawatir. Aku akan pulang besok."

'...'

"Ya, sampai jumpa."

Kemudian setelah menutup panggilan, manik aquamarine itu kembali menatap Gaara. 'Kenapa kulkas ini masih disini?'

Si Sabaku Gaara kini melemparkan tatapan tidak suka yang tak bisa ditutup-tutupi. Jelas-jelas wanita pucat ini sekarang sedang berbaring di ranjang rumah sakit, sendirian. Apa-apaan omong kosongnya barusan ketika berbicara di telepon? Menginap apa? Tenten siapa? Pemikiran Gaara semakin berputar-putar. Laki-laki 'kah?

Sudah kubilang, fokus Sabaku Gaara memang lain daripada yang lain.

Kemudian entah karena otaknya kelelahan sampai tak bisa bertindak waras atau apa, Sabaku Gaara si kulkas dingin ini malah duduk di satu-satunya kursi di sebelah ranjangnya. Dengan kedua tangan bersedekap, diam dan menutup mata. Sneli beserta tasnya sudah tersampir di samping ranjang Ino.

Yamanaka Ino sendiri sudah terlampau bodoamat akan kelakuan Gaara yang clueless itu. Karena menunggu selama sepuluh menit tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya, Ino memutuskan kembali beristirahat. Entah obat apa yang disuntikkan di cairan infusnya, yang jelas kini Ino terlampau mengantuk untuk membuka mata.

Kemudian seluruh perawat di Unit Gawat Darurat beserta Dokter jaga ber-name tag Amane Yukio memiliki mata sebulat bola pingpong sambil saling melempar pandangan gosip yang tak bisa ditutup-tutupi.

.

.

.

Keesokan paginya, Ino bangun karena pergerakan di sisi ranjangnya. Namun yang ia temukan bukan Sabaku Gaara yang terakhir kali ia lihat sebelum jatuh tertidur, melainkan Perawat tambun yang tengah bersiap melepas infusnya.

"Selamat pagi Yamanaka-san." Sapanya ramah. Seluruh penghuni Unit Gawat Darurat dilemparkan terkejut melihat kejadian langka semalam, tanpa sepengetahuan dua orang yang sedang tertidur mereka bergosip melalui tatapan—takut mengganggu istirahat dokter tampan yang tidak akan repot-repot berbicara jika tidak ditanyai terlebih dahulu. Perlakuan abnormalnya membuat mereka salah mengartikan ada sesuatu yang iya-iya antara Dokter Sabaku itu dengan wanita pirang cantik yang ada di hadapannya ini.

"Selamat pagi. Ngomong-ngomong, dimana Sabaku-sensei?" Ino menjawab ramah tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik punggungnya.

Si Perawat tambun itu langsung tersenyum lebar sambil membereskan peralatannya. "Sabaku-sensei pergi satu jam sebelum kau bangun, kemungkinan sekarang ia sedang berada di ruangannya." Kemudian dengan nada yang lebih antusias ia menambahkan, "Tetapi tadi ia berpesan untuk segera mengabarinya jika Yamanaka-san sudah bangun. Tunggu sebentar, aku akan menghubunginya."

Sejurus kemudian Perawat itu berlalu cepat seperti ada yang mengejarnya menuju meja perawat. Meraih gagang telpon kemudian berbicara beberapa patah kata sambil tersenyum girang bagai seorang ibu yang akan mendapatkan menantu, lalu menutup telepon sambil mengacungkan jempol ke arah Ino—yang sedang terbengong-bengong.

'Apa seluruh pegawai Konoha Hospital se-nyentrik ini?' Batinnya bertanya-tanya.

Limabelas menit kemudian datanglah kepala merah menuju ranjang tempat Ino berada. Sabaku Gaara tak berkata apapun, hanya melepas sneli-nya dan mengambil tas yang ternyata ia tinggalkan di meja samping ranjang Ino. "Ayo"

Ino mengerjab. "Kemana?"

"Pulang."

Ino mengerjab lagi. Masih belum bisa mencerna cara yang tepat untuk berkomunikasi dengan kulkas merah di hadapannya ini. Ditambah lagi tangan pria itu terulur di depannya.

Ino hanya menatap bolak-balik antara uluran tangan pria itu dan kembali lagi ke mata hijaunya. "Apa?"

"Kunci mobil."

Ino semakin dan semakin bingung. Menatap penuh tanya ke mata yang dihiasi warna gelap disekitarnya, tanda akibat kurang tidur

"Seorang pasien tidak diperbolehkan menyetir kendaraan. Berikan padaku."

Apa maksudnya? Mobilnya akan diambil? Lalu bagaimana ia akan pulang? Ino yang frustrasi kemudian mengulurkan kunci mobilnya pasrah. Terlalu lelah untuk mencerna kata-kata pria Sabaku ini. Baru kali ini berbicara dengan seseorang harus memutar otak dulu. Jika Sasuke dibuat tak bisa berkata-kata oleh Ino, maka sekarang giliran Ino dibuat tak bisa berkata-kata oleh Sabaku Gaara. Sungguh hebat pencapaian si Sabaku ini.

Mengambil kunci mobil berikut barang bawaan Ino, Gaara melenggang pergi. Setelah beberapa langkah tidak bisa merasakan orang mengikutinya, Gaara berbalik. "Haruskah aku menggendongmu sampai tempat parkir?"

Dengan pengantar itu, mau tak mau Ino berjalan. Sengaja mendahului Sabaku Gaara menuju tempat mobilnya berada.

Mereka berdua sudah jauh dari sana untuk sadar bahwa seluruh adegan disaksikan oleh sekelompok penonton gelap dengan mata penuh tatapan gosip yang tersembunyi di balik meja tinggi perawat.

.

- The Bridal's Bride -

.

Pelataran kediaman Yamanaka sudah ada di depan mata Ino. Normalnya pada waktu ini seluruh penghuni sedang beraktifitas masing-masing. Meninggalkan kediaman yang kosong tanpa penguin. Bahkan ibunya pun mungkin sudah pergi dari setengah jam yang lalu. Namun yang didapati matanya adalah mobil satu-satunya di pelataran kediaman bukanlah salah satu mobil keluarganya. Mobil yang asing sekaligus akrab. Mobil Uchiha Sasuke.

Apa yang dilakukan pria itu di rumahnya?

Perasaan Ino jadi tidak enak. Kejadian yang susah payah ia lupakan kemarin sekarang kembali terputar bagai film rusak. Sabaku Gaara yang menyetir di sebelahnya seperti patung pun tak ia perdulikan.

Ketika mobil Ino benar-benar berhenti di pelataran kediaman Yamanaka—tepat di samping mobil hitam metalik Sasuke—Yamanaka Ino dan Sabaku Gaara keluar dari mobil.

"Pastikan untuk minum obat dengan teratur."

"En."

"Jangan minum kopi saat perutmu sedang kosong."

"Aku tahu."

"Awas jika sampai masuk Rumah Sakit lagi."

Ino terdiam. Sejak kapan Sabaku Gaara se-cerewet ini? Apa dirinya saja yang tidak tahu bawah Gaara aslinya seperti ini?

Tapi ngomong-ngomong, sejak kapan mereka berdua seakrab ini sampai harus mengkhawatirkan satu sama lain?

"Baiklah aku tahu. Pulanglah. Mau membawa mobilku?" Ino tidak bermaksud mengusir, sungguh. Ia hanya tak enak dengan Sasuke yang ia yakin tengah menunggunya sekarang.

"Tidak perlu."

"Lalu bagaimana pulangmu?"

"Ternyata kita tetangga." Jawaban cuek Gaara membuat Ino terdiam. Pantas saja sepanjang jalan pria ini hanya sekali bertanya dimana alamatnya kemudian langsung mengemudi tanpa tersesat dengan hebatnya.

Ahsudahlah. Ino lelah. Bahkan jika Gaara bilang mereka ternyata bertetangga, Ino sudah tidak ada tenaga untuk kaget lagi.

"Aku pergi dulu."

"En. Hati-hati."

Tanpa menjawab lagi, Gaara berlalu menjauh dari kediaman Yamanaka.

Nah sekarang, waktunya menghadapi sumber kelelahan Ino yang lain. Uchiha—

"Siapa itu Ino?"

–Sasuke.

Ino mengambil napas dalam-dalam. Berbalik mengadap Sasuke dan berkata enteng. "Sabaku Gaara, adik Sabaku Temari."

Alis Sasuke mengernyit. "Kenapa kau bisa bersamanya?"

"Dia dokter di Konoha Hospital."

"...lalu?"

"Aku kemarin sedikit tidak sehat, jadi mampir ke rumah sakit sebentar. Lalu bertemulah dengan Sabaku-san."

Sasuke semakin jengkel dengan jawaban Ino entah dari sisi manapun ia mendengarkan. Mau dari fakta bahwa Ino sakit sedangkan dirinya sendiri tidak tahu, sampai fakta bahwa Ino pulang bersama seorang lelaki asing yang baru ditemui. Ataupun fakta lain bahwa Ino dan lelaki asing itu ternyata bertetangga. Sasuke tidak suka. Semalaman Ino tak bisa dihubungi, menyebabkan ia menunggu sejak satu jam yang lalu disini, sedangkan yang ia tunggu malah tengah bersama orang lain.

Tetapi, sayangnya Yamanaka Ino tidak perduli. Ia hanya berlalu cuek "Ada apa Suke?"

"Tidak ada. Hanya mencarimu."

"Oh ku kira ada yang penting. Baiklah aku tak apa-apa. Kau bisa pulang."

Sasuke yang merasa diusir pun menyipit tajam.

"Ayolah Suke~ aku mengantuk." Ino mencoba berkompromi. Sebenarnya tak terlalu mengantuk. Hanya saja semakin lama melihat Sasuke ia semakin takut tak tahu batasan dalam menahan diri.

"Ya sudah. Aku pulang dulu. Dan Kaasan berterimakasih padamu."

"En, sampaikan salamku pada Paman dan Bibi."

"Istirahatlah. Ku hubungi lagi nanti."

Ino mengambil napas dalam. Berusaha memasang wajah santai "Ayo kita putus, Suke."

Sasuke sudah akan meraih pintu kemudi menjadi beku. Dirinya menatap tajam pada sosok Ino yang ada di seberangnya seakan meminta penjelasan. Tidak ada angin tidak ada hujan badai, namun Yamanaka Ino meminta putus? Walaupun mereka berdua secara teknis tidak berpacaran sungguhan, namun hati Sasuke tetap saja tidak nyaman.

Ino menguatkan diri dan tetap menjaga ekspresinya tetap santai dibawah mata tajam Sasuke. Tangannya yang gemetar ia sembunyikan dibalik punggungnya.

"Walaupun sudah putus, tidak ada yang berubah. Kita akan tetap berteman Suke~"

Sasuke masih saja diam.

"Lagipula pacaran atau tidak pacaran juga tak ada bedanya, 'kan? Orang lain tidak akan tahu, tenang saja. Aku akan tetap membantumu mengusir lalat-lalat pilihan Bibi. Jangan khawatir."

"Hn" Lama sebelum Sasuke merespon dengan deheman berat. Kemudian tanpa menoleh ke belakang, ia masuk ke mobil dan meninggalkan pelataran kediaman Yamanaka.

Yamanaka Ino menghembuskan napas dimana hanya Tuhan yang tahu sejak kapan ia tahan. Bahu tegangnya merosot dengan mata merah dan air mata menggantung. Ia bernapas dalam beberapa kali untuk menenangkan diri, kemudian memasuki rumah dan berjalan langsung menuju kamarnya.

Setelah sampai di ruangan ungu dengan aroma yang akrab itu, pertahanannya runtuh sudah. Sosoknya merosot bersandar di pintu kamarnya. Suara terisak ringan semakin lama semakin terdengar nyaring. Ia sungguh bersyukur dengan suasana rumah yang sepi. Jika tidak, sudah pasti perilakunya akan menggegerkan seluruh penghuni rumah.

Sekarang ia sendirian, jadi ia sengaja menangis sepuas mungkin tanpa ia tahan. Ia tahu hubungan mereka hanya pura-pura. Dirinya lah yang salah sejak awal dengan melanggar janji—janji untuk tidak pernah jatuh cinta diam-diam dengan Uchiha Sasuke. Dan sekarang ia menuai konsekuensinya dalam diam pula.

Ino hanya tidak pernah menyangka rasa sesaknya melebihi ketika ia putus dengan Sai. Mungkin karena dulu sewaktu berpisah dengan Sai, masih ada Sasuke di samping yang menghiburnya. Sekarang, ketika ia berpisah dengan Sasuke—salah. Lebih tepatnya berpisah dengan perasaannya pada Sasuke, ia benar-benar sendirian. Tanpa ada yang bisa menghiburnya dan menguatkannya. Membuatnya tidak bisa mengendalikan diri dan jatuh babak belur dalam perbuatannya sendiri.

Lelah menangis, Ino bangkit kemudian bergelung dengan posisi seperti janin di ranjang kamarnya. Tidak perduli ia masih belum ganti baju, tidak perduli seluruh tubuhnya masih berbau desinfektan. Ia hanya ingin tidur, berharap ketika ia bangun semua perasaan buruknya kembali terkunci di sudut terkecil di hatinya dan tak akan pernah muncul lagi.

Sudah berakhir. Semuanya sudah berakhir, Yamanaka Ino. Menangislah sampai tertidur lelap, kemudian bangun dan menjadi orang yang baru.

.

.

.

TBC


A/N: Atau End aja yha? HEHEHE bercanda /tapuq/

Entah sejak kapan Saskey jd fakboi:( jd Sky reuniin Mbak Ino dan Mas Dokter ganteng HEHEHE(2)

BTW maapin ya kalo ada typo dan salah2 yg lolos dari pengeditan, juga gaya bahasa/penulisan yg makin kesini agak berubah (entahlah Sky sih ngasanya gitu) /maapcurhat/

Semoga suka~

Kalo masih ada yang kurang, kasih kesan pesan dan kritik saran di kolom ripiu ya manteman :*

Selamat menunaikan ibadah puasa, dan Sampai jumpa di chapter depan!

Sign,

Skyzofrenia.