Disclaimer : I do not own Naruto and any other characters.

Warning : OOC. OOC. OOC! Gaje. Humor garing. Chapter spesial, ITASASU!

Tidak bermaksud untuk menyinggung pihak mana pun.


LOVE BITE

oleh VikaKyura.

Melongo, Sasuke kaget. "Kau tahu tentang perasaanku?" Lelaki di depannya balik memandangnya datar. "Tentu saja. Cuma orang bego yang bisa sampai tak tahu akan hal sejelas itu."


Uchiha Sasuke sibuk perang batin.

Jiwanya sedang mengais serpihan puing-puing hatinya yang sudah terpotong, teriris, terkoyak, terpenggal, tercabik, tercincang, terhempaskan dan istilah-istilah sadis lainnya.

Untung saja secuil kewarasan otaknya masih bisa tersisa sampai sekarang.

"Kudengar, kau dan Ino-chan sedang marahan."

Pundak Sasuke berdenyut, pelipisnya kedutan. Mendengar nama gadis itu disebut, seluruh badan Sasuke mendadak terasa kram.

"Pantas saja kau jadi konslet seperti ini," lanjut sebuah suara lelaki di sampingnya. Dengan santainya, lelaki itu terus menontoni Sasuke yang sedari tadi asik garukin sekat kayu lemari pakai tiga jari. "Ternyata Ino-chan habis mencampakkanmu."

JLEB.

Tangan berhenti bergerak, Sasuke otomatis terdiam.

"Cepat keluar dari sana, kau terlihat sangat menyedihkan."

Suara tersebut menyambung, dengan kejamnya berkomentar tanpa memikirkan tingkat kerapuhan jiwa raga Sasuke yang saat ini sedang sangat sensitif dan mudah hancur bagai barang pecah belah kualitas rendahan.

"Pantas saja kau ditinggal. Cemen gini sih. Laki bukan? Banci."

PYARR.

Sasuke menoleh dengan sewot. Bibirnya monyong, matanya melotot. Dia nyolot. "NGAJAK RIBUT?"

Sasuke akhirnya tidak tahan lagi menerima komentar demi komentar yang menusuk dan menghinakan itu. Sudah cukup Sasuke menanggung malu karena baru beberapa menit lalu saja dia terciduk sedang ngumpet di pojokan lemari pakaian di kamarnya. Merajuk sendirian, gelap-gelapan, kasian.

"Pfftt."

Setelah ditahan-tahan, dengus tawa Uchiha Itachi pecah juga pada akhirnya. Melihat adik kesayangannya sedang galau, tumpah ruah, berantakan kaya habis kalah tawuran begitu, sang kakak malah merasa sangat terhibur. Tak aneh lagi sih, sudah biasa.

Apabila sejagat raya telah mengenal Tuan Uchiha Sasuke yang maha tampan sebagai sosok yang cool, dingin, irit bicara dan penuh harga diri, maka lain ceritanya sekarang. Sedang berubah 180 derajat, sang adik ternyata memiliki sisi lemah dan rapuh dengan level kemanjaan yang bikin orang harus banyak ngucap istighfar. Perilaku gajenya sedang melebihi kadar normal ke-OOC-an yang bisa ditanggung karakter aslinya—jika sudah bersangkutan dengan Ino.

Namun, semua itu tentu tidak ditunjukannya pada sembarang orang.

"Cepat keluar," pinta Itachi, sudah bosan diabaikan. "Sampai kapan kau mau terus mogok makan dan mengurung diri di dalam bilik lemari sempit seperti itu? Lagipula, apa faedahnya coba?" tanya sang kakak serius, penasaran sepenuh hati.

Yang hanya dijawab oleh dengusan dan delikan singkat Sasuke.

Pemuda itu sempat mentatap Itachi dengan wajah tanpa dosa. Sedetik kemudian, lehernya kembali diputar, melengos malas. Tangannya yang sempat jeda, langsung balik lagi nyongkelin lumut dari pojokan lemari.

Itachi buang napas. Sabar, sabar. Ini baru permulaan—Innernya menyemangati diri sendiri.

Adik laki-lakinya itu memang sudah sering sibuk sendiri di alamnya, dunia angan-angan yang selamanya tidak akan bisa dimengerti dan dimasuki sang kakak yang terkenal akan kerasionalannya. Singkatnya, tingkah Sasuke yang suka random begitu, memang sering kali bikin dia salah paham.

"Katanya sudah tiga hari kau bolos sekolah. Juga skip makan."

Tak digubris.

"Mama khawatir anemiamu kambuh."

Tuh kan! Sasuke tahu pasti bahwa sekarang sang kakak hanya sedang berperan sebagai utusan Mama mereka.

Itachi melanjutkan ceramahnya dengan sabar. "Jangan buat masalah lagi. Kau sudah dewasa sekarang. Berhenti merepotkan Ino-chan—"

SRAK!

Itachi kerjap-kerjap mata. Belum juga dia menyelesaikan ucapannya, pintu lemari sudah digeser keras dari arah dalam.

"..."

Speechless.

Urat jengkel seketika muncul di dahinya. Ujung mulut si sulung Uchiha pun mulai bergetar.

Bang...ke.

Oke, nyerah. Hanya di depan adiknya saja, Itachi rela melepas predikatnya sebagai lelaki nol ekspresi dan zero emosi. Nyatanya sekarang dia sedang mencak-mencak, sudah habis kesabaran.

SREK!

Lemari geser kembali ditarik kasar dari arah luar.

SRAK!

Tapi, dengan sigap langsung Sasuke tutup lagi dari arah dalam.

SREK! SRAK! SREK, SRAK... dst.

Tarik, tutup. Tarik lagi, tutup lagi. Terus aja begitu sampe kecoa udah gak bisa terbang.

Adegan geser-menggeser pintu tak berdosa yang hanya menjadi korban pelampiasan kekesalan sepasang saudara vampir sekandung itu berlangsung selama beberapa kali.

Itachi sewot, Sasuke keukeuh.

BRAK!

Diakhiri dengan satu bantingan keras saat Itachi berhasil menggeser pintu dengan begitu barbarnya. Sasuke terjungkal, nyungsep ke depan dengan kepala duluan. Fiks lah. Dia kalah umur dan pengalaman hidup.

Itachi yang sudah tidak tahan lagi menghadapi ketidak-sopanan adiknya segera mencomot tengkuk baju Sasuke dan mengangkat tubuh adiknya dengan mudah, seenteng mindahin anak kucing saja.

Sasuke ngesot, meronta-ronta. Tangannya sibuk meraih-raih pintu lemari, atau apa pun yang bisa dijadikan pegangan.

Tapi dia gagal.

Alhasil, sang kakak sukses menyeret Sasuke keluar dari singgasananya.

Itachi ngacak pinggang, langsung mengomelinya tanpa ada jeda. Omongannya sampai hanya terdengar bak gumaman orang yang lagi kumur-kumur, di gendang telinga Sasuke.

Pemuda itu duduk menunduk, tangannya sedekap nangkup tulang panggul bagian depan. Posenya kaya anak TK yang barusan disunat.

"Makanya kalau tak sanggup berpisah, jangan pernah mengatakan hal-hal seperti aku tidak akan menghisap darahmu lagi,"

Berjengit, Sasuke syok kala mendengar Itachi menirukan ucapannya tempo hari dengan sangat fasih.

"—atau aku akan mencari makanan lain,"

Kali ini Sasuke tersentak.

"Jangan berbohong seperti itu hanya untuk terlihat keren di depan Ino-chan dong!" Itachi susah payah nahan emosi.

Seluruh bulu kuduk Sasuke terasa runyam.

"Sekarang setelah dia mencampakkanmu baru kau sendiri yang—"

"AAAARGH CUKUP! Sudah. Cukup. Penggal saja aku, PENGGAL!" Sasuke jejeritan kaya orang gila kesurupan.

Tutup telinga dengan dua tangan, kakinya kelojotan nendangin udara kosong, badannya gelindingan di atas lantai. Sasuke tak mau diingatkan lagi pada kejadian empat hari lalu. Dia sudah trauma lahir dan batin.

Sigh. Itachi buang napas, lagi. Dia menatap miris, menimbang apa adiknya sedang butuh dirukiyah atau tidak.

Tapi, Sasuke mendadak bisu ditempat. Badannya membatu. Matanya melotot ngeri, sadar ada sesuatu yang janggal. Lehernya menoleh kaku. "Dari mana... nii-san tahu semua itu?"

Ups, Itachi nyengir tanpa dosa.

"Nii-san kan, punya sharingan," celetuknya gak nyambung.

Ngek.

"Halah bohong!" Megap-megap, Sasuke tunjuk-tunjuk ga sopan ke arah sang abang. "Pasti kau bersekongkol dengan para maids ember bocor itu untuk memata-mataiku kan?!" dia histeris sendiri karena menyadari kenyataan tersebut.

Itachi hanya menatapnya dengan mata berkilat disertai satu tangan yang diangkat, dua jari memasang tanda V sign.

Aargh. Banting muka, Sasuke mendecak sebal. Mendadak dia merasa terkhianati. Selama ini dia terlalu naif sampai-sampai tak pernah mencurigai keabsahan pesona sang kakak yang selalu mampu membuat seluruh pelayan mansion Uchiha pindah haluan.

Dasar kaca spion! Itu kan privasinya!

Sementara Itachi kibas poni. Aduh bang, Jidatmu melemahkanku... –by author gagal fokus.

Tentu saja Itachi merasa wajib memonitori adik tercintanya itu. Apalagi setelah keabsenan pawangnya sekarang. Kini sang kakak yang bertugas menjaga Sasuke agar tidak semakin berubah menjadi kuda liar.

"Jadi benar, kau memang sedang bertengkar dengan Ino-chan?" Itachi ingin klarifikasi langsung.

Sasuke tak menyangkal. kepo banget sih! Dia sibuk sumpah serapah dalam hati.

"Jadi benar, kau dan Ino-chan sudah berpisah jalan sekarang?"

Sasuke tak menepis. Memangnya kurang jelas, apa? Masih aja tanya-tanya. Batinnya mencak-mencak.

"Jadi, boleh aku mulai mengincarnya sekarang?" goda Itachi.

Kali ini, Sasuke melotot nyalang. Sepasang sharingan mendadak aktif. Aura membunuh level dewa menguar dari sana. "Over my dead body, baka aniki!" umpatnya sok cool.

"Woles, keles. Aku kan hanya bercanda." Dengan watadosnya Itachi hanya tebar senyum.

Sasuke yang sadar sang kakak sengaja memancingnya untuk masuk perangkap emosi, segera memicingkan matanya yang sudah kembali memudar hitam.

"Wah, aku terkejut," ujar Itachi. Rasa penasarannya terbayar. "Kalian kan selalu nempel bak amplop dan perangko."

Onyx lelaki itu menyipit untuk mencermati kondisi sang adik saat ini. Setelah keluar dari tempat persembunyiannya di bufet lemari, keadaan bungsu Uchiha itu bisa dilihat lebih jelas. Meski barusan sempat berapi-rapi, namun Sasuke tampak lemas, lesu, kosong. Nyaris tak bernyawa.

Itachi sampai tak tega menyaksikannya. Adiknya yang malang.

"Makanya, jangan terburu-buru menyampaikan perasaanmu, bisa saja... Ino-chan hanya sedang kaget dan kebingungan."

Sasuke tambah merosot lemas. Entah mengapa dia hanya bisa menunduk, mengangguk penuh sesal menanggapi ucapan kakaknya tersebut. Seolah, dia memang sedang merutuki perbuatannya, dan menyesal. Seharusnya dia tidak mengatakan hal-hal yang jelas tidak dapat dilakukannya. Berhenti menghisap darah Ino, ucapnya? Pasti Sasuke sudah tidak waras.

Pemuda itu semakin murung. Seharusnya... dia memang tidak memaksakan perasaannya pada gadis itu secara sepihak—eh? Tunggu.

"HAH?" Sasuke mengerjap. Dia mendongak sekaligus. Matanya menatap heran ke arah sang kakak. "N—ni—nii-san tahu tentang perasaanku?" gelagapan.

Melongo, Sasuke kaget, panik, gusar.

"..."

Itachi balik memandangnya datar. "Tentu saja. Seluruh Konoha juga pasti sudah tahu. Cuma orang bego saja yang bisa sampai tak tahu hal sejelas itu," papar si lelaki dengan hambar.

Sasuke berjengit. Dia neguk ludah. Sejelas itukah? Rona merah langsung menyerbu pipinya, seolah seluruh darah di tubuhnya mengalir berbalik memenuhi kepala. Telinganya tak terlewat, ngeluarin asap. Dia mati kutu.

Lalu—nalarnya mendadak kaya ketiban batu-bata imajinasi. Sasuke tiba-tiba tersinggung. Dia nyolot. "Berarti Ino bego dong?!" Kan emang cuma Ino sendiri yang gak nyadar-nyadar.

Plak—Itachi otomatis bekap mulut. Mampus. guesalahngomong.

"H-hush, ngawur! Ino-chan itu hanya terlalu polos." Itachi ikutan mati kutu. Tumbenan dia jadi gagu. "Sudah lupakan," ujarnya enteng. "Tinggal mengaku saja. Sekarang kau sedang patah hati akibat ditolak gadis itu, kan?"

Lelaki yang taraf kedatarannya satu dua dengan Sasuke itu segera banting topik.

Lagi-lagi Sasuke mendengus. Enak banget ngomongnya. Gak bisa segampang itu lah! Mana bisa Sasuke ngaku seenak jidat gitu aja. Lagian, siapa juga yang ditolak? Dia cuma lagi digantungin!

Urgh, Sasuke jadi malu sendiri. Rasanya ingin gali lubang saja—dan menghilang. Harga dirinya mulai rontok kan!

Sasuke berusaha keras untuk tidak salah tingkah, apalagi di depan abangnya.

"Jangan banyak menuntut." Itachi kembali pada mode ceramahnya. "Seharusnya kau bersyukur, ototou, mendapat gadis semanis Ino-chan di sisimu. Daripada abangnya coba, Deidara, sebagai butlermu?"

Sasuke kicep. Lah, kok bawa-bawa dia?

"Kau tahu apa yang dilakukan Dei untuk memberiku makan?"

Sasuke refleks geleng-geleng. Ngapain juga dia musti peduli?

Itachi menatap adiknya serius. "Dia mengiris sendiri pergelangan tangannya pakai silet, terus menyayat urat nadinya, lalu tanpa berperi-kevampiran dengan semena-mena dia mengucurkan darahnya ke mulutku." Diucapkan dengan datar.

Ew, malah dia yang curhat. Sasuke hanya bisa diam menanggapinya.

"Lihat taringku," Itachi menggeretakkan mulut. "—terus-terusan diasah tanpa dipakai. Dei strict sekali. Dia benar-benar tidak memberiku kesempatan untuk menggunakannya," ungkap sang sulung Uchiha, sambil menggaruk-garuk taringnya yang gatal. "Katanya ritual semacam itu hanya akan merusak keelegananku. Padahal apa yang dilakukannya justru 100 kali lebih tidak elegan, kan?" Itachi merengut samar-samar.

"..."

Tiba-tiba hawa ruangan berubah suram. Tak ada yang bicara lagi selama beberapa belas detik.

Sasuke tidak tahu bagaimana harus menanggapi curahan hati kakaknya. Antara pengen ketawa, nangis, atau tetap datar-datar saja.

Beruntung, otot facialnya sudah sangat terlatih. Pula terimakasih pada gen dominan yang diturunkan dari sisi ayahnya, sehingga pemuda itu masih berhasil mempertahankan wajah yang tanpa ekspresi. Alhasil dia hanya memandang Itachi dengan iba.

"Sabar, semua itu hanya cobaan," celetuk Sasuke—sedikit diselipi afeksi—pada akhirnya.

Itachi kembali melongok ke arahnya. Tak disangka, sudah tebar senyum lagi. "Jadi, mau gantian?"

Spontan Sasuke bergeleng enggan, langsung nolak. "Tidak, terimakasih."

Itachi angkat bahu, sambil buang napas. "Jadi, kau juga, bersabarlah. Ini hanya ujian," ujarnya mencoba menghibur.

Alis hitam Sasuke berkerut, heran melihat perubahan mood sang kakak yang terasa begitu cepat.

"Wanita adalah teka-teki ilahi. Rumit, susah ditebak, dinamis dan penuh misteri. Mungkin Ino- chan hanya sedang kebingungan sehingga dia memutuskan untuk menjaga jarak denganmu."

Sasuke mengambil napas dalam-dalam. Perkataan kakaknya memang masuk akal.

"Tapi tetap saja..." Sasuke menangkup dadanya dengan satu tangan dan meremasnya kuat-kuat. Hatinya mendadak terasa nyut-nyutan. "Sakitnya tuh... di sini," lirih pemuda itu sambil menunjuk-nunjuk dada bidangnya.

Itachi ngangguk-ngangguk. "Baguslah." Lalu nyeplos. "Berarti buah dadamu akan tumbuh semakin besar."

Ngeks.

Sasuke keselek. Bangkit berdiri. Banting kursi. "Memangnya aku ini gadis perawan apaaaa?!" dia emosi.

Muka tetap datar, dengan santainya Itachi kipas-kipasin tangan. "Selow, canda."

Sasuke has-hes-hos nahan keinginan untuk lempar bom molotop ke paras tampan sempurna milik kakaknya.

Sial. Lagi serius-seriusnya juga. Abangnya benar-benar tidak memberinya kesempatan untuk berkabung atas nasib kisah cintanya yang malang.

"Lagipula, aku datang ke sini bukan untuk menghibur," ujar Itachi.

Pelipis Sasuke naik. Bertanya jutek. "Terus?"

"Ayah memanggilmu."

Sasuke bisu di tempat.

Mam—pus. Ayahnya sampai turun tangan.

. . .

love bite—

Frustration is the feeling of being upset or annoyed, especially because of inability to change or achieve something. (source : google)

Frustrasi adalah perasaan kecewa atau terganggu, terutama karena ketidakmampuan untuk mengubah atau mencapai sesuatu.

love bite—

. . .

Sasuke mengekori Itachi berjalan menyusuri koridor panjang.

Sepanjang jalan, keduanya bisa menyadari para maids berkumpul di berbagai sudut. Kentara sekali sedang menguntit diam-diam, sembunyi-sembunyi memperhatikan kedua Tuan muda mereka dari kejauhan.

Mendapati sepasang Uchiha bersaudara berjalan beriringan, adalah sebuah pemandangan langka yang wajib disaksikan dan tak boleh terlewatkan.

Lagipula, seantero mansion uchiha sudah mendengar kabar tentang Sasuke dan Ino yang sedang marahan. Maka, para maids itu merasa perlu memastikan kebenaran dan keakuratan kabar burung tersebut. Tentu saja semua jadi kelagapan. Pasalnya, mereka mengerti sekali bahwa hanya Ino saja yang dapat menjinakkan salah satu Tuan muda mereka itu.

Hal itu pula yang membuat mereka bersembunyi sekarang. Karena tidak ada berani berpapasan dengan Sasuke yang kondisi kejiwaannya sedang patut dipertanyakan.

Di sisi lain, Sasuke sedang tidak ada mood untuk mengomel atau pun menggerutu. Jadi, dia hanya diam saja dan mengabaikan semua perhatian tersebut.

Tak lama kemudian, langkah keduanya berhenti saat berhadapan dengan sepasang pintu kayu besar. Ukiran sebuah simbol berbentuk kipas berukuran jumbo terpahat di masing-masing daun pintunya.

Tok. Tok. Pintu diketuk.

Sasuke neguk ludah. Dia sibuk nyiapin jiwa, raga, batin, mental dan pikiran untuk menghadapi ayahnya. Entah ada urusan apa sang ayah sampai mengutus Itachi untuk memanggilnya di siang bolong begini. Yang jelas pasti bukan karena rasa rindu semata pada putra bungsunya.

Sejurus kemudian, pintu ruangan pribadi Uchiha Fugaku dibuka dari arah dalam. Seorang pelayan mempersilakan mereka masuk. Itachi berjalan duluan, Sasuke mengekor.

Dari sudut matanya, Sasuke bisa menangkap sosok seorang pria bertubuh tinggi besar sedang mendampingi ayahandanya. Rambut pirangnya diikat dalam satu kunciran tinggi. Wajahnya tak kalah gahar dari Fugaku. Sasuke langsung mengenali orang itu sebagai Kepala Pelayan keluarga Uchiha, sekaligus ayah kandung Ino, Yamanaka Inoichi—namanya.

Hati Sasuke mencelus. Jarang sekali dia melihat pria itu menampakan diri. Alhasil, berbagai pikiran negatif langsung menerpanya. Apa Sasuke akan diomeli habis-habisan karena tidak becus mengurus putri semata wayangnya? Atau, apa Inoichi akan kembali mengambil hak asuh atas anaknya akibat kejadian ini?

Jiwa raga Sasuke langsung meraung-raung tak rela.

"Ahem,"

Itachi berdehem sambil membungkuk singkat memberi penghormatan.

Baru saat itu, Sasuke bisa melihat sosok lain sedang berada di ruangan itu. Seorang gadis berambut pirang panjang. Ino? Bukan.

Pandangannya memang sedikit kabur, mungkin karena kurang makan dan kurang tidur. Tapi jelas gadis itu bukan Ino—tercintanya.

"Sasuke."

Suara dalam sang ayah memanggil. Sasuke nyaris melonjak. Cepat-cepat dia melangkah mendekat dan memberi salam.

Fugaku memandang anaknya dengan raut yang tak terbaca. Untuk beberapa saat, Sasuke mempertanyakan apa yang sedang dipikirkan ayahnya.

Lalu tak diduga, Fugaku hanya membuang napas berat sambil memijat pangkal dahinya. Dia terlihat seperti telah menyerah pada dunia—barangkali sudah terlalu lelah akan kelakuan putra bungsunya. Salahnya memang, karena telah membiarkan istrinya terlalu memanjakan Sasuke.

Sementara Sasuke, hanya diam saja di sana dengan muka watados andalannya.

Fugaku menoleh, memberi isyarat pada Inoichi agar menyuruh gadis yang dibawanya untuk melangkah maju. Si gadis menurut, lalu mengangkat wajahnya.

Sasuke memperhatikan gadis itu tanpa minat. Tapi sesuai dengan yang diharapkan ayahnya untuk dilakukan Sasuke, pemuda itu memberikan analisis singkat. Seperti yang disadarinya semenit lalu, gadis itu berambut pirang pucat. Karakteristik penampilannya yang khas, menunjukkan dia adalah seorang Yamanaka. Tapi dari warna matanya—yang bukan biru—Sasuke bisa tahu gadis itu bukanlah seorang Yamanaka keturunan murni. Tubuhnya memang montok, tapi levelnya masih jauh dibawah Ino.

"Sasuke," Fugaku kembali memanggil, membawa atensi semua orang padanya, termasuk pemuda yang namanya dipanggil.

"Mulai sekarang, gadis ini akan menjadi pelayanmu." Fugaku mengambil napas dalam-dalam sebelum melempari putranya dengan tatapan tajam. Dia sangsi. Bahkan, gadis selevel Ino pun bisa menyerah juga pada akhirnya. "Jangan membuat masalah lagi," pungkasnya.

Sasuke berkedip. Loading sebentar. Dahinya mengkerut, lalu mata mengerjap. Hah?

Akhirnya si gadis angkat bicara. "Salam, Sasuke-sama." Gadis itu membungkuk sopan.

"Saya Yamanaka Shion."

-TBC-


Diriku keabisan humor~ syalala~

Mana ga ada SasuIno di sini, hiks *kabur/ *ditendang/

Ini chapter spesialnya Itachi-Sasuke. Daridulu kepengen nulisin sesuatu tentang Uchiha bro, tapi belum kesampaian. Akhirnya sedikit diselipin deh di ff ini, meskipun gaje dan OOC gak ketulungan lol

Makasih udah R n R, gomen vika belum sempat balesin reviewnya satu-satu seperti sedia kala *dilempar/

See you in the next chap.

Review lagi? Thanks.

23.01.2018