Title: No Matter What
(Tinkxx)
Cast:
Ahn Hyungseob
Park Woojin
Lai Guanlin
Lee Daehwi
Bae Jinyoung
Park Jihoon
an: main pair jinseob sih tapi gak langsung ada gitu aja ehe.
– No Matter What –
–
Hyungseob melambaikan tangannya antusias ketika melihat Guanlin mendatanginya dengan senyuman. Satu minggu mereka tidak bertemu karena kesibukan Guanlin yang makin padat–tidak seperti dirinya yang seperti orang pengangguran.
Dengan cengiran di wajah lucunya, Hyungseob melompat ke dalam pelukan Guanlin, memeluk erat pemuda tinggi itu. "Aku kangen."
"Aku lebih kangen, Kak." Balas Guanlin dengan kekehannya. Tangannya mengelus punggung Hyungseob teratur. Diam-diam bergumam pelan di telinga Hyungseob membuat si pemilik telinga bergidik geli dan harus rela melepaskan pelukannya. Ia duduk terlebih dahulu di undakan depan fakultasnya–yang hari ini sepi sekali–kemudian diikuti Guanlin yang duduk di sebelahnya.
Mereka terdiam lama karena ya walaupun pacaran sebenarnya mereka tidak sedekat itu. Keduanya selalu sibuk dengan urusan masing-masing sampai bertemu saja rasanya bisa dihitung jari dan–ia kadang meragukan perasaannya sendiri.
"Kak, besok malam kita jalan-jalan, gimana?" Guanlin bertanya untuk memecah keheningan.
Hyungseob menoleh bingung. Matanya yang terkena terik matahari harus menyipit memperhatikan Guanlin di sebelahnya yang menampilkan cengiran gusinya. Mau tidak mau ia tertawa melihatnya. Ia kembali menunduk, menghalau terik matahari dengan tangan dan tubuh kecilnya.
"Kamu yakin ada waktu luang? Aku pikir selama ini kita cuma bisa ketemu di kampus dan nggak pernah ada yang namanya kencan." Cibir Hyungseob sambil mengerucutkan bibirnya. Ia menoleh lagi pada Guanlin yang juga sedang menatapnya. Tangannya merengkuh pelan bahu Hyungseob, merangkulnya dan meletakkan kepala Hyungseob di bahunya.
"Aku kangen sama Kakak."
"Serius?"
Guanlin mengangguk singkat sebelum mencium pelipis Hyungseob yang ada di bahunya. Hyungseob terkekeh merasakan bibir Guanlin yang menyentuh permukaan kulitnya.
"Jangan maksain kalau emang kamu ada acara, aku nggak papa kok. Aku masih bisa jalan sama Daehwi atau Euiwoong."
"Aku ngerasa bersalah, Kak." Guanlin menghela napas. Tangannya bergerak untuk bermain dengan gelang yang dipakai Hyungseob–gelang pemberiannya bulan lalu.
Hyungseob mengangkat kepalanya. Ia menyentuh pipi Guanlin sayang, membelainya pelan untuk menyalurkan rasa sayangnya. "Kamu selalu ada pas aku butuh udah cukup buat aku, Lin."
"Itu juga aku nggak bisa janjiin kan ke Kakak." Guanlin berucap sedih dan Hyungseob tertawa keras melihat wajah Guanlin yang dibuat sok sedih. Ia menepuk pelan kedua pipi Guanlin. Melihat Guanlin yang sepertinya kalut sekali jadi tidak tega untuk menolak ajakannya. Siapa tahu setelah jalan-jalan ini Guanlin jadi bisa lebih santai. Toh sebenarnya ia juga senang kalau diajak jalan seperti ini. Hyungseob memegang kedua pundaknya. "Ya udah, besok aku tunggu di rumah ya!"
Guanlin tersenyum senang. Ia memeluk pemuda di hadapannya dengan erat dan mengecup pelan bibirnya. "Aku ke rumah jam 7."
Hyungseob tersenyum, terlalu lugu untuk selalu mempercayai apa yang dikatakan orang lain–padahal dirinya sering dikecewakan.
––––
"Permisi! Jin! Woojin! Tante, Woojin kemana?!"
Dengan wajah sumringah Hyungseob masuk ke rumah Woojin. Ibunya Woojin yang ada di dapur tertawa keras setelah mendengar suara anak tetangganya yang nyaring. Hyungseob yang dasarnya tidak punya malu dan kenal akrab dengan keluarga Woojin, jadi biasa saja kalau Ibunya Woojin menggeram gemas melihatnya yang selalu teriak-teriak di rumah.
"Anaknya ada diatas, kamu ke atas aja langsung." Kata Ibunya Woojin setelah selesai mematikan kompornya. Beliau mendekati Hyungseob yang dari tadi berdiri di samping kulkas memperhatikan makanan yang dimasak dengan tatapan lapar. "Kamu lapar, Seob?"
Hyungseob mendongak dan menggaruk tengkuknya malu. "Nggak kok, Tante, cuma suka aja kalau lihat Tante masak." Katanya sambil tertawa canggung, terlihat sekali kalau dirinya berbohong.
"Nanti Tante bawain makanan ke kamarnya Woojin,"
Hyungseob tersenyum sumringah. "Iya, Tante, makasih." Ia membungkuk sedikit sebelum akhirnya berjalan dengan sedikit cepat ke kamar Woojin.
Setelah sampai di depan pintu, Hyungseob mendorong pintu kamar Woojin sedikit keras–sampai pintu itu terpantul kembali dan menutup rapat. Sedangkan Woojin yang sedang diam-diam memakan snacknya di lantai harus menganga heran karena kehadiran tiba-tiba Hyungseob di kamarnya. "Ngapain?"
Hyungseob tidak menjawab, ia malah terkikik dan terjatuh dengan dramatisnya di belakang pintu. Di lantai ia berguling kesana kemari saking senangnya. Woojin yang tidak tahu apa-apa cuma membiarkannya dan melanjutkan acara makannya. "Nih, makan." Tawarnya sambil mengulurkan coklat ke arah Hyungseob.
"Aku nggak mau makan, aku maunya langsung ganti hari jadi besok."
"Ini baru jam tiga, Seob. Besok masih lama."
Hyungseob tidak mempedulikan ucapan Woojin, ia masih sibuk tersenyum karena bahagia. Bagaimana tidak bahagia kalau pacar dinginnya itu tiba-tiba mengajaknya jalan padahal sebelumnya mereka duduk bersama saja jarang. Matanya yang masih berbinar menoleh dan memperhatikan Woojin yang memakan snacknya lagi. Sambil memegangi dadanya, ia berkata, "Jin, Guanlin ngajak aku jalan."
Woojin memperhatikan, terlihat tidak berminat pada sesuatu yang baru saja dikatakan Hyungseob. "Lalu?"
"Aku seneng lah!" Geram Hyungseob kesal karena tidak mendapat balasan yang ia harapkan. Ia bangun dari tidurnya, mengerucutkan bibirnya sambil menatap Woojin jengah. Tidak ada gunanya ia bercerita ke Woojin kalau Woojin saja tidak niat mendengarkannya.
"Kalau batal gimana?" Tanya Woojin tiba-tiba. Pasalnya Woojin tidak mau ikut senang karena itu malah semakin membuat Hyungseob terlalu berharap kalau acara jalan-jalan bersama pacarnya berhasil. Ia tidak cemburu–ya sedikit, tapi sebenarnya ia cuma tidak mau mempercayai begitu saja cerita Hyungseob tentang Guanlin. Bagaimanapun Guanlin jarang sekali bisa menepati janjinya–sekalipun itu pacarnya.
"Kamu nggak ingat bulan lalu? Yang jalan-jalanmu juga batal soalnya Guanlin harus ikut kegiatan di kampus?" Woojin kembali bertanya, memastikan Hyungseob agar tidak terlalu percaya apa yang dikatakan Guanlin.
"Tapi dia pacarku, Jin. Aku harus percaya."
"Kamu percaya tapi dia nggak seriusin kepercayaanmu, gimana?"
"Tau apa kamu tentang Guanlin?"
Woojin menghentikan makannya. Wajahnya sedikit mengerut karena tersinggung, tapi tidak begitu ia pedulikan. Ia menyesap jus jeruk buatan Ibunya sebelum akhirnya mendekati Hyungseob yang terlihat kalut karena ucapan Woojin. Tangannya terangkat untuk mengelus kening Hyungseob yang tertutup poni. Ia menoleh ke belakang bermaksud mengambil jepit rambut milik adik Hyungseob yang tertinggal di kamarnya. Dengan telaten ia menjepit poni Hyungseob dan menyisirnya rapi dengan jemari tangannya. Kemudian ia tersenyum, menatap Hyungseob teduh dan berkata, "Aku nggak masalah, Seob, kalau kamu seneng Guanlin akhirnya ngajak kamu jalan, cuma bisa nggak jangan terlalu seseneng itu? Aku cuma nggak mau nanti ternyata nggak sesuai ekspektasimu. Kamu udah ngerasain sakitnya gimana, kan? Masa' kamu mau ngulang lagi?"
Hyungseob makin mengerucutkan bibirnya. Tahu begini ia ke rumah Euiwoong saja–eh Daehwi saja karena Euiwoong tidak ada bedanya dengan Woojin. "Kok kamu bisa bilang gitu, Jin?"
Woojin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung harus menjawab apa. "Aku cuma... Ngerasa kalau Guanlin lama-lama jauh dari kamu?"
"Hah?" Hyungseob menelengkan kepalanya bingung. Alisnya mengerut tidak paham dengan apa yang baru saja dikatakan Woojin. "Kamu bilang apa? Guanlin jauh dari aku?"
"Ya pokoknya aku bilang kalau kamu jangan terlalu seneng, udah gitu aja saran dari aku." Kata Woojin yang langsung beranjak naik ke kasurnya. Dengan sengaja meninggalkan Hyungseob yang menatapnya tidak suka. Ia menarik selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya, memejamkan matanya mencoba tidur sampai akhirnya sesuatu yang berat menimpa bagian atas tubuhnya.
"Hyungseob, ngapain sih?! Aduh!" Woojin menarik selimutnya, ia menemukan badan Hyungseob yang tergeletak di atas perutnya secara horizontal. "Kamu sih jahat bilang gitu ke aku. Btw, Jin..." Hyungseob menoleh menatap wajah Woojin yang sedang menahan sakit di sekitar perutnya.
"Kalau aku gerak ke samping kamu mati deh kayaknya."
Dan pada saat itu juga Woojin bangun dari tidurnya dan mengangkat tubuh Hyungseob, menendangnya menjauh dari tubuhnya. Yang kemudian terdengar bunyi gedebuk keras dari samping kasurnya. Dan selanjutnya ada suara teriakan yang sangat ia kenal-tapi pura-pura tidak ia pedulikan.
"Woojin jahat! Aku benci Woojin!"
"Iya aku juga cinta kamu, Seob. Buruan sana pulang, aku mau tidur!"
TBC
well, saya nggak bisa bikin karakter hyungseob menye2 sih:( Jadi maaf kalau ini nggak sesuai ekspektasi, toh saya bikin buat memuaskan hati saya ehehe, saya publish karena saya mau berbagi apa yang sudah saya tulis x'D
Oh iya, cerita ini kayaknya bakal lebay/ngebosenin/bikin males/drama/gak worth banget buat ditunggu/gak guna dll karena saya kebiasaan bikin yang cheesy, jadi ini termasuk hal baru sih walaupun sebelumnya udah pernah buat chapter kayak gini ehehe. Dan ide saya itu terlalu pasaran ew.
Lanjut tida?._.
tapi saya nggak janji ehehehehe saya suka php'in orang ehehehe
Love,
Tinkxx