Feeling by Shinn Kazumiya and Kimichan139

Naruto by Masashi Kishimoto

Warn: OOC, Headcanon , Lime, Lemon, Typo, etc,

Pair: Naruto x Sakura, Sasuke x Hinata

.

Feeling

.

A/N: no Action or anything like that, this is a romance Fiction, jangan terlalu berharap sama Genre Adventure, karena memang saya sengaja tidak menambahkan Action atau bumbu Adventure. Murni Romance yang bakal di skip. Jadi nikmati saja!

Perlu di ingat, jika ada tanda \('-')/ berarti itu udah skip, jauh ataupun dekat.

Chapter 6

Enjoy it!

.

"Hime..."

Hinata menoleh, ia bisa melihat Sasuke yang sudah berada di dekatnya. Wajahnya langsung memerah saat wajah Sasuke mulai mendekati Hinata. "Em, y-ya? Ada apa, Sa-sasuke-kun?"

Tanpa diduga, Sasuke mencium bibir Hinata dengan lembut. Pemuda raven itu kemudian menarik kembali wajahnya, ia menatap lembut wajah putih Hinata. "Tidak, aku hanya ingin memanggilmu saja."

Hinata langsung menutup wajahnya yang memerah. Ia tidak tahu kalau Sasuke akan secara blak-blakan menciumnya di depan Naruto dan Sakura. Keluarga Uzumaki itu terperangah dengan adegan di depannya. "Sa-sasuke-kun!"

"Waahhh, Naruto kapan kau menciumku di tempat umum?"

Naruto menyipitkan matanya sambil menatap sang Istri yang bertanya dengan nada girang. "Sebentar, kau malah berkali-kali meminta ciuman dariku saat kita belum menikah. Di tempat umum lagi."

Wajah Sakura merona, dan memukul pelan bahu suaminya itu. "Bodoh." Dan Naruto membalasnya dengan kekehan geli.

"Sasuke, kapan kau akan menikah dengan Hinata. Ini sudah setengah tahun kau berhubungan dengan Hinata."

"Hn."

"Temeee!"

Kali ini Sakura yang terkekeh geli melihat tingkah Naruto yang konyol seperti saat masih Genin. Wanita itu merindukan kehangatan antar rekan setimnya dulu, walaupun ketambahan Hinata sih. Tapi Sakura tidak mempermasalahkannya. "Eh, Hanami-chan, kamu kenapa?" tanya Sakura pada anak perempuannya.

"Aku ingin ke kamar mandi, Mama."

Sakura menghela nafas, kemudian tersenyum. Ia beranjak dari tempatnya duduk, dan berjalan bersama Hanami menuju Toilet yang sudah disediakan oleh pihak restoran. "Naru, aku akan mengantarkan Hanami ke kamar mandi. Jangan nakal!"

"Hah!? Memangnnya aku anak kecil?"

"Ayah memang anak kecil sih."

"Onoree!"

"Jangan berbicara kotor di depan anak kecil, Dobe!"

Naruto langsung menggerutu kesal karena, Shina dan Sasuke sama-sama memojokkannya. "Baik, baik. Kalian cepat habiskan makanannya, kau juga Hinata." Naruto kemudian melahap daging yang sudah matang tersebut dengan wajah kesal. "Anakku ketularan wajah datar Sasuke, sialan."

"Aku mendengar itu, Naruto." Wajah Naruto langsung cemberut. Karena Sasuke mendengar gerutuannya.

"Kami kembali, maaf tadi lama dikamar mandi." Sakura berjalan sambil menggendong Hanami. "Eh, Naru-kun, kau kenapa?" tanya Sakura yang heran dengan tingkah Naruto, wanita itu kemudian duduk disamping pria itu, sambil memangku Hanami. "Sepertinya kau bertengkar dengan Sasuke dan Shina?"

Naruto tidak menjawab. Ia terus saja memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

"Hokage tidak akan cemberut layaknya anak kecil seperti itu loh."

Naruto langsung menelan semua makanan yang berada di mulutnya. "Ti-tidak kok, a-ayo kita makan!" Naruto tertawa kikuk saat Sakura menatapnya tajam. Pria itu kemudian mengambil sepotong sayuran yang sudah dipanggang dengan sumpit, lalu mengantarnya ke Sakura. "Ayo, buka mulutnya... bilang aaaa..."

Wajah Sakura langsung merona saat Naruto menyuapinya dengan sayuran tersebut, ia malu karena dilihat oleh Sasuke, Hinata, serta kedua anaknya. "A-aku malu Naru..." gumam Sakura yang sudah malu karena Naruto. Tapi pria itu tidak menyerah, ia memberikan senyum seksinya kepada Sakura. "Aaaaaaa..."

"Nah, bagus. Nanti ku kasih hadiah dirumah."

Sakura mengunyah sayuran tersebut dengan wajah merona, ia mengalihkan wajahnya ke arah lain supaya tidak bisa dilihat oleh siapapun. "Baka." Naruto tertawa geli mendengar gumaman Sakura. Ia kemudian mencium rambut merah muda wanita itu, membuat Sakura semakin malu.

"Kau lucu jika sedang malu."

"Baka."

Sasuke memutar bola mataya bosan melihat kemesraan keluarga Uzumaki tersebut. Sementara Hinata tersenyum canggung saat melihat Naruto dan Sakura bermesraan.


Lime Yey! \('-')/


"Hime, kau mau kerumahku?"

Hinata berhenti sejenak, ia menatap Sasuke yang tengah berdiri di dekatnya. Hari memang sudah mulai malam, dan ia harus pulang ke mansion Hyuuga untuk beristirahat. Tapi Sasuke malah mengajaknya untuk ke rumahnya.

"Ah, maksudku. Apartemenku. Aku tidak mempunyai rumah sejak pembantaian itu. Jadi—"

"Ya, a-aku akan berkunjung ke rumahmu."

Sasuke tidak menyangka kalau Hinata menyetujui hal tersebut. Dipikirannya tadi, Hinata akan menolak tawaran tersebut. Terlebih lagi, Hinata adalah anak dari pemimpin sebuah klan terkenal di Konoha. Sasuke mengangguk, kemudian berjalan mendahului Hinata. Ia akan menunjukkan jalan menuju apartemen miliknya.

Jalanan Konoha sungguh sepi saat malam hari, mungkin mereka ingin beristirahat dengan cepat, supaya besok bisa melakukan pekerjaannya. "Jalanan Konoha sungguh sepi ya?"

"Ya-tidak seperti dulu..."

"Aku suka kesunyian seperti ini."

Hinata tidak menjawab pertnyataan Sasuke. Mereka terus melangkah ke apartemen Sasuke, dalam diam Sasuke khawatir kalau Hinata akan bosan karena dirinya tidak tahu bagaimana menjadi seseorang yang romantis.

"Kita sampai!"

Sasuke memasukkan kuncinya ke dalam lubang tersebut, lalu memutarnya. Mereka berdua masuk ke dalam apartemen tersebut. Disana Hinata bisa melihat kalau beberapa ruangan masih berantakan karena Sasuke—mungkin terlalu malas untuk membersihkannya. "Le-lebih baik kubersihkan dulu."

"Aku bisa membersihkannya, Hime. Lebih baik kau—"

"Ti-tidak, biar aku yang membersihkannya!"

Sasuke terdiam saat Hinata mulai membersihkan apartemen miliknya, pemuda itu menggelengkan kepalanya. Ia kemudian membantu Hinata bersih-bersih apartemen tersebut.

Beberapa jam kemudian, Hinata duduk di atas sofa, keringat sudah mulai membasahi semua tubuhnya. Hampir semua pakaiannya basah akan keringatnya, Hinata hanya bisa mengipasi dirinya sendiri dengan tangannya.

"Ini, air dingin untukmu!"

Hinata menerima minuman dingin yang diberikan Sasuke, gadis itu lalu meneguknya dengan cepat untuk menghilangkan rasa dahaga miliknya. "Te-terima kasih, Sasuke-kun."

"Ya," jawab Sasuke sekenanya. Pria itu terus menatap Hinata, mulai dari atas sampai bawah. Dia menatap lekuk tubuh yang tercetak disana, semburat merah mulai muncul di kedua pipi pucat Sasuke. Mau tak mau, Sasuke harus menelan salivanya dengan susah.

"Sasuke-kun?"

Sasuke menggelengkan kepalanya, dan kembali ke sikap tenangnya. Raut wajahnya kembali datar, dan ia menatap Hinata dengan tatapan biasa. "Ada apa, Hime?"

"Hari sudah malam, dan mungkin aku lelah jika harus berjalan pulang."

"Kau mau menginap disini?"

"Bu-bukan seperti itu..." Hinata menunduk malu.

Sasuke menghela nafas. "Kau bisa pakai kamarku, Hinata." Wajah Hinata mulai cerah, ia menatap Sasuke dengan senyum manisnya. "Tapi sebelum itu..." Hinata memiringkan kepalanya bingung, dan Sasuke mulai berjalan mendekati Hinata yang tengah duduk disana. "...Aku ingin... sesuatu darimu..." bisik Sasuke tepat di telinga Hinata. Pria itu, mulai meremas lembut dada besar Hinata. "Aku menginginkanmu, Hime."

"Emmh, Sa-sasuke-kun..." kedua tangan Hinata meremas bahu lebar Sasuke. Wanita itu menggigit bibir bawahnya untuk menahan desahan yang akan keluar. Matanya mulai sayu saat Sasuke mulai mengendus aroma citrus yang menguar dari leher Hinata. "Engghh..."

"Aromamu, manis..."

Hinata hanya meremas bahu Sasuke untuk membalas pernyataan dari pria tersebut. Dengan pelan, Sasuke mulai melepas kaos yang dipakai Hinata, pria itu bisa melihat dua buah bongkahan dada yang besar serta dibalut dengan bra berwarna putih polos.

Wajah Hinata langsung terbakar saat Sasuke menatapnya dengan intens. "Ja-jangan ditatap, baka."

Sasuke tidak menghiraukan perkataan Hinata, ia kemudian membuang pakaian tersebut ke sembarang arah, wajahnya mulai mendekati Hinata. Wanita itu langsung tahu apa yang di inginkan Sasuke, mereka berdua langsung berciuman dengan mesra.

Hinata memeluk punggung lebar Sasuke, sementara si pria mendorong tubuh mungil Hinata hingga bersandar di sofa tersebut. Mereka berdua saling bertukar saliva, serta bersilat lidah.

Dengan lihai, Sasuke melepas bra yang menutupi kedua payudara Hinata. Ia kemudian melepas ciumannya, dan menyisakan sebuah tali saliva. Kedua payudara Hinata menyembul keluar, dan begoyang karena bra tersebut sepertinya tidak muat menyanggah payudara Hinata.

"Kau sangat cantik, hime." Puji Sasuke, yang kemudian mulai meremas lembut dada tersebut membuat Hinata harus sekali lagi menggigit bibir bawahnya. Sasuke juga mulai menjilati ujung dada Hinata, sesekali ia menghisapnya.

"Sa-sasuke-kun... ahhh..." sementara Hinata meremas surai raven milik Sasuke, tubuhnya mulai menegang karena menerima rangsangan yang diberikan oleh Sasuke. "Su-sudahhh... He-hentikan..."

Sasuke pun menuruti permintaan Hinata, ia menarik wajahnya, dan menatap Hinata dengan intens. Kemudian, Sasuke tersenyum tipis menatap wajah merona milik Hinata. "Kau malu, Hime?"

Hinata mengangguk lemah untuk menjawab pertanyaan Sasuke. Namun, pria itu langsung membuka pakaiannya, menampilkan tubuh atletis dan membuat Hinata merona melihatnya. Salah satu tangan Hinata mulai bergerak, dia menyentuh lekuk tubuh Sasuke.

Wanita itu kagum dengan tubuh atletis tersebut. "Kau mau pegang terus sampai pagi?"

Hinata terkejut, kemudian menarik kembali tangannya. Ia mengalihkan wajahnya ke arah lain untuk menghindari tatapan Sasuke, tapi pria itu malah tersenyum tipis melihatnya.

Sasuke memegang dagu Hinata, dan ia kembali mencium Hinata dengan penuh kasih sayang. Lambat laun, Hinata ambruk di atas sofa, ia memeluk Sasuke dengan erat seakan tidak mau melepasnya kembali.


\('-')/


Sakura menatap Naruto dengan tatapan sayu miliknya. Ia tersenyum terhadap suaminya yang selalu memberikan waktu kepada keluarganya, walaupun dirinya juga sangat sibuk akan pekerjaannya di rumah sakit.

Iris emerald itu terus memandangi wajah tan nan eksotis yang dimiliki Naruto. Tangan putihnya mengelus pipi Naruto, "Hey, kau tahu..."

"Hm?"

"...aku tidak pernah sepuas ini. Aku merasakan kepuasan setelah bersamamu, aku pikir itu hanya hawa nafsu saja, tapi... itu mengarah ke perasaanku terhadapmu, Naru."

"Kau sedang dipermainkan oleh takdir. Tapi kata hatimu yang bisa membimbingmu, Saki-chan."

Sakura mengangguk, ia sekarang berada di atas ranjang bersama dengan Naruto. "Tidak bisa dipungkiri. Setelah kejadian aku ingin memperkosaku... aku jadi berpikir. Perasaanku terhadap Sasuke hanya sebatas kagum saja. Tidak lebih. Tapi terhadap dirimu, saat itu aku tidak bisa berpikir jernih."

"Apa yang Sakura-chan pikirkan waktu itu?"

"Bercinta denganmu."

Naruto langsung terkantuk kedepan, ia tersenyum kikuk dengan pernyataan polos yang keluar dari bibir Sakura. Sejak ia dan Sakura berhubungan seks, sifat Sakura yang galak mulai menghilang sedikit-demi sedikit. Sikap manja dan Feminimnya mulai keluar menggantikan sikap galaknya, tapi dia masih punya pukulan super milik Tsunade, dan membuat Naruto harus berhati-hati kalau mengucapkan sesuatu di hadapannya.

Pernah saat hamil Shinachiku, Sakura memukul Naruto hingga beberapa meter ke atas langit karena ngidam.

Naruto bergidik ngeri saat memikirkan apa yang Sakura idamkan. "Apa tidak ada yang lain?"

"Saat itu, hal yang kupikirkan adalah bercinta denganmu. Pemikiran tentang Sasuke langsung hilang tanpa bekas."

"Tapi mau bagaimana lagi? Ini sudah terlanjur, dan aku ingin tubuhmu..." Naruto dengan sigap, mulai menciumi leher Sakura. Wanita itu menggigit bibir bawahnya menahan desahan yang akan keluar dari bibirnya. Sakura memeluk kepala pirang Naruto, nafasnya mulai memburu saat Naruto mulai meremas dadanya. "Ngomong-ngomong, ukuran dadamu bertambah?" Naruto menarik wajahnya, dan menatap Sakura dengan senyum tipisnya.

"Diam, Bodoh."

Naruto terkekeh geli mendengar jawaban Sakura. "Jadi benar, dadamu mulai berkembang? Aku baru sadar soalnya."

"Berkembang karena kau remas berkali-kali, Naruto."

Naruto kembali terkekeh mendengar gerutuan Sakura. Pria itu kemudian melepas pakaian bagian atas miliknya. "Malam ini, kita bebas sepertinya."

Sakura mengangguk menyetujui perkataan Naruto, ia kembali mengalungkan kedua lengannya di leher Naruto. "Bagaimanapun juga, kita harus menyisikan waktu untuk berdua seperti ini, ya kan?"

Naruto tersenyum, kemudian ia kembali mencium bibir ranum Sakura.


\('-')/


Sekali lagi, Naruto menguap lebar menatap kertas-kertas yang berada di depannya, kepalanya hampir terkantuk ke depan sebelum ia sadar kembali. Ingin sekali ia menarik kata-katanya sebelum menjadi Hokage.

"Sial, berapa banyak lagi sih?" Naruto merapal segel kagebunshin, dan mengeluarkan beberapa bunshin miliknya. "Kalian bantu aku untuk menyelesaikan semua." Semua bayangan Naruto mengangguk mengerti, dan mulai mengerjakan laporan-laporan yang ada, dan dirinya sedang fokus di laptop miliknya.

Pintu kantor Hokage terbuka, menampilkan seorang pria berambut raven. Naruto menyipitkan matanya, ia memandang tajam siapa yang masuk ke dalam kantornya, dan... "Ho-hokage-sama..."

"Hinata, sudah kubilang untuk memanggil namaku saja," ujar Naruto sambil meneruskan laporannya. "Ada apa Sasuke?"

"Aku hanya mengantar undangan pernikahanku dengan Hinata."

"APAAA!?"

"Sakura-chan, sejak kapan kau berada dibelakangku—dan Shina juga!? Hanami!?"

Sakura tertawa halus mendengar gerutuan Naruto barusan, ia kemudian menatap Sasuke dan Hinata secara bergantian. "Wahh, selamat ya kalian! Jadi kapan kalian punya anak?" mata Naruto kembali menyipit menatap Sakura. "Apa?"

"Tidak, aku hanya heran saja. Sejak kapan kalian kemari?"

"Shina-chan menggunakan Hiraishin."

Hening menerpa kantor Hokage, Naruto sendiri terlihat diam tidak bergerak. Beberapa bayangannya langsung menghilang seketika. Pria itu langsung menatap Shinaciku yang berada dibelakangnya. "Nak, umurmu masih 10 tahun, dan kau sudah menguasai sebuah Jutsu yang diciptakan Nidaime dan disempurnakan oleh kakekmu... apa tidak terlalu berbahaya?"

"Anak seusianya sudah menjadi seorang prodigy. Dia seperti Itachi." Sahut Sasuke, ia sebagai guru Shina sangat kagum dengan perkembangan dari bocah tersebut. "Didukung oleh Chakra yang sangat banyak, serta pengetahuannya. Dia akan menjadi momok bagi nuke-nin diluar sana."

"Kau tidak berencana untuk membawa dia pergi kan?" tanya Naruto menatap tajam Sasuke.

Sasuke memutar matanya bosan. "Aku berencana mengajak Hinata saja kok, bukan anakmu. Lagipula dia bisa kau latih sendiri." Ujar Sasuke yang mulai membalikkan badannya, ia memeluk bahu Hinata. "Baik, aku kemari hanya untuk memberitahukan kalau aku akan pergi lagi—bersama Hinata."

Naruto tersenyum, kemudian melempar kunai bercabang 3 kepada Sasuke. "Bawa itu, jika ada masalah yang sangat penting. Alirkan Chakranya saja, aku akan datang!" Sasuke menangkapnya, sambil melambaikan tangan kepada Naruto, pria itu berkacak pinggang menatap pintu kantornya yang sudah tertutup. "Dia itu selalu..."

"Yah, itulah sifatnya." Sahut Sakura yang masih menggendong Hanami. "Kita makan siang?"

Naruto dan Shina menatap Sakura. Mereka berdua mengangguk setuju akan usulan Sakura. "Boleh juga. Ayo, ke kedai Ichiraku!" ujar Naruto dengan penuh semangat. Beberapa menit kemudian, semangat Naruto langsung hilang dalam sekejap. Ia menatap bosan orang yang sedang duduk dan menikmati Ramen. "Temeee... kau masih disini!?"

"Berisik! Aku mau makan!"

Naruto mendecih tidak suka terhadap sahabatnya itu. Keluarga Uzumaki itu langsung duduk di meja yang Sasuke gunakan untuk makan. Tapi pria itu mengernyitkan dahinya heran.

"Mau apa kau? Cari meja sendiri sana!"

"Semua meja penuh sialan!"

"SUDAH DIAM!" Keduanya diam tak bersuara setelah Sakura membentak mereka. Wanita itu tersenyum sambil terus memangku Hanami. "Paman! Pesan Ramen seperti biasa!"

.

..

END

..

.

Omake!

Beberapa tahun kemudian.

"Ayah! Misi berhasil dilaksanakan."

Naruto menatap Shina dengan senyum sumringah. Umurnya sekarang sudah 17 tahun, dan dia sudah menjadi seorang Jounin, di umurnya yang masih muda ini, Shina sangat berbakat. "Ayah bangga terhadapmu, Shina."

Shina menganggukkan kepalanya, kemudian tersenyum tipis untuk membalas pujian dari Ayahnya. "Mitsuki, dan Metal Lee, kalian boleh pergi. Miyuki berada disini sementara." Kedua muridnya itu mengangguk paham, kemudian pergi meninggalkan ketiga orang tersebut. Sementara Miyuki sedikit bingung karena ditinggal oleh rekan setimnya.

"Oke, kalian berdua duduk di sofa sana!" Naruto menunjuk sebuah sofa merah yang lumayan besar di ujung jendela kantor Hokage. "Sementara aku akan berada disini—bersama Ayahmu, Miyuki."

"Eh!? Papa? Ada disana?"

"Hn." Sasuke muncul dari balik pintu masuk kantor Hokage. Pria itu tersenyum singkat kepada sang anak, kemudian berjalan kepada Naruto. "Aku setuju."

Naruto mengangguk mengerti, ia kemudian menatap anaknya serta Miyuki. "Baiklah, kalian berdua akan dijodohkan."

"..."

"..."

"A-aku d-di-dijodohkan de-dengan guru mesum ini!?" ujar Miyuki, lalu Naruto dan Sasuke langsung menatap tajam Shina yang sedang mengalihkan wajahnya ke arah lain. "Di-dia su-sudah mencium bi-bibirku beberapa kali!?" Kali ini Naruto melangkah ke depan, menuju ke Shina.

"Nak..."

"Ya, Ayah?"

"Ayah bangga terhadapmu."

Senyum Shina melebar saat mendengar pernyataan Naruto barusan. "Lihat, Ayahku malah bangga terhadapku."

"A-aku se-sebagai kekasihmu—ups!"

Sasuke langsung menyipitkan matanya meantap Miyuki yang keceplosan. "Jadi, kalian sepasang kekasih?"

"Bu-bukan papa... It-itu..."

"Aku merestui kalian."

Senyum Shina makin melebar saat Sasuke menyetujui proposal perjodohan tersebut. Sementara itu, wajah Miyuki sudah sangat merah sekarang. "Baiklah! Aku dan Miyuki akan bertunangan sebentar lagi!"

.

...

A/N: Hay! Saya kembali. well, langsung saja. Maaf kalau nggak ada Lemon kali ini.

dan maaf jika tulisannya ada yang salah.

Oke, Shinn and Kimi Out! Adios!