Learn to loving you

.

.

.

01

.

.

.

^_^ Happy Reading ^_^

.

.

.

Bruk!

"Aigo! Nuguseyo?" seorang gadis berperawakan tak begitu tinggi, duduk berjongkok di depan bocah kecil yang baru saja menubruknya dan saat ini tersungkur di tanah berumput di taman kota.

Gadis itu menatap ramah pada sosok kecil itu, yang kalau diperkirakan sepertinya baru berusia lima tahun.

Bocah itu mengusap lengannya, yang sedikit lecet karena terjatuh tadi. Ringisan tanda kesakitan tercetak jelas di wajah kecil itu.

"Sakit?" tanya gadis itu sambil menarik lembut lengan si kecil. Dengan sabar, di tiupnya luka gores itu.

"Luka kecil, pergilah! Jangan sakiti si tampan yang sangat lucu ini."

Bocah kecil itu tersenyum mendengar suara merdu gadis itu.

"Kau semakin terlihat tampan saat tersenyum seperti ini sayang. Ehm... Siapa namamu?"

"Park Jaehyun."

"Aaaa... Jaehyunie?"

Jaehyun mengangguk setuju.

"Imo nugu?"

"Byun Baekhyun imnida." Baekhyun tersenyum lebar.

"Imo yeoppo."

"Jeongmal?" Baekhyun membingkai wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Matanya semakin terlihat menyipit karena senyumnya terkembang lebar saat ini.

Jaehyun ikut tersenyum, sepertinya begitu senang dengan reaksi Baekhyun.

"Ehm... Kau bisa berdiri?"

Jaehyun mengangguk, lalu dengan bantuan Baekhyun dia berdiri dari duduknya. Baekhyun membawa Jaehyun untuk duduk di bangku yang letaknya tak jauh dari tempatnya tadi.

"Kau disini bersama siapa Jaehyunie?" Baekhyun dengan senang hati memainkan jari-jari kecil Jaehyun, menepuk-nepukkan ke tangannya.

"Sendiri."

Baekhyun menatap Jaehyun. Sendiri? Anak sekecil ini berkeliaran sendirian di taman kota? Apa kedua orangtuanya tak mencarinya?

"Orangtuamu dimana? Imo antar pulang ya sayang?"

Jaehyun menoleh ke samping, lalu menunjuk gedung berlantai lima di seberang taman itu.

"Appa kerja disana. Tadi Jaehyunie ingin es krim, tapi appa sibuk, jadi Jaehyunie pergi sendiri."

Baekhyun menatap gedung itu, kalau tidak salah, gedung itu milik sebuah perusahaan iklan yang cukup terkenal di Negara ini.

"Tapi tetap saja Jaehyunie salah. Kalau kemana-mana harusnya Jaehyunie pamit. Bukan pergi sendiri seperti ini."

"Appa sibuk dengan kerjanya." Jaehyun mengulang perkataannya, dia terlihat kesal. Terbukti, bocah berpipi gembul mempoutkan bibirnya lucu.

Baekhyun tersenyum kecil, diusapnya lembut kepala bocah berpotongan rambut jamur itu.

"Bagaimana kalau imo yang menemanimu beli es krim?"

Jaehyun tersenyum lebar, lalu mengangguk dengan antusias.

"Tapi... Sebelumnya kita pamit appanya Jaehyunie ya."

.

.

.

Sementara itu

Di sebuah gedung berlantai lima, keadaan sedikit gempar dengan amukan si pemilik usaha yang kehilangan anaknya.

Pria tinggi dengan rambut ikal itu menatap nyalang salah satu anak buahnya yang dia tugasi menjaga Putra tunggalnya. Bukannya dijaga dengan baik, putranya kini hilang entah kemana.

"Kenapa kalian diam? Cari!" perintahnya keras.

Semua yang mendengar perintah itu langsung berhamburan, berusaha sebisa mungkin menemukan si kecil yang baru berusia lima tahun itu.

"Chanyeol-ah! Jaehyunie?"

"Hilang. Asisten bodohmu itu tak becus menjaganya!" ujar Chanyeol dengan nada kesal, dia keluar dari ruangannya dengan diikuti perempuan yang tadi bertanya padanya.

Chanyeol berjalan cepat menyusuri setiap bagian di gedung itu. Berharap menemukan putranya, dengan perempuan tadi mengikuti dari belakangnya.

"Chanyeol-ah! Kau sudah menelpon rumah?"

Chanyeol menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap saudara sepupunya yang berdarah China itu.

"Nunna pikir, Jaehyunie bisa pulang ke rumah sendirian? Shindong ahjussi baru mengantarnya kemari, aku baru saja meminta asistenmu menjaganya dan kenyataanya, anakku hilang." Chanyeol kembali berujar dengan nada geram. Dia kemudian melanjutkan pencariannya.

Bagaimana dia bertanggungjawab pada mendiang istrinya, kalau menjaga anak sekecil Jaehyun saja dia tak becus.

Perempuan itu hendak kembali mengikuti Chanyeol, saat ponselnya berdering. Di liriknya layar ponsel itu, nomor itu nomor telpon kantornya untuk bagian informasi. Ada apa bagian informasi menghubunginya?

"Yeoboseo?"

"Nona Xiou! Tuan kecil ada di lobi dengan seorang perempuan."

"Nde. Tunggu kami disana!"

"Chanyeol-ah!" pekik perempuan tadi sambil berlari mengejar Chanyeol.

"Apalagi nunna. Jangan mengganggu kalau kau tak ingin membantu."

"Jaehyun ada di lobi."

"Mwo?"

"Ayo ke lobi!"

Mereka berdua berlari dan segera masuk ke dalam lift.

Tak berselang lama, lift itu sudah sampai di lantai satu gedung perusahaan itu. Chanyeol dengan tergesa keluar dari lift. Seorang petugas menyambutnya dan menunjukkan dimana Jaehyun berada saat ini.

Sesuai petunjuk, Chanyeol melangkah ke ruang tunggu. Berjarak sepuluh meter darinya, kedua matanya menangkap sosok kecil Jaehyun yang tengah bermain dengan seorang perempuan yang duduk diatas sofa. Kedua tangan perempuan itu terbuka, Jaehyunnya bermain-main dengan tangan terbuka itu. Tawa keduanya berderai panjang.

Dan entah karena apa, dada Chanyeol berdegup halus melihat pemandangan itu.

Putranya bukan anak yang mudah didekati siapa saja. Perlu proses lama ketika seseorang ingin dekat dengan putranya itu, bahkan dengan sepupunya tadi, yang notabene sering sekali bertemu, Jaehyun kadang masih menolak bila Chanyeol menitipkannya pada perempuan itu.

Jadi sekarang, melihat Jaehyun yang tampak akrab dengan sosok yang tak dikenalnya itu, rasanya sangat aneh.

"Jaehyunie!"

Jaehyun menghentikan kegiatannya, lalu menoleh pada pemilik suara yang memanggilnya tadi. Tak berapa lama kemudian Baekhyun berdiri dari duduknya, lalu membungkuk sopan.

"Byun Baekhyun imnida." Baekhyun mengenalkan dirinya pada Chanyeol.

"Park Chanyeol imnida."

Baekhyun mengangguk dan tersenyum kecil.

"Jaehyunie!" panggil Chanyeol yang ditanggapi lain oleh Jaehyun. Bukannya mendekat padanya seperti biasanya, Jaehyun memilih menyembunyikan dirinya di balik tubuh Baekhyun.

"Jaehyunie!" kali ini suara sepupu Chanyeol yang terdengar.

Jaehyun hanya mengintip dari balik tubuh Baekhyun.

"Hei! Wae?" Suara Baekhyun terdengar lembut, dia menunduk, menatap Jaehyun dengan senyumnya.

Untuk pertama kali setelah lima tahun berlalu, dada Chanyeol terasa berdegup kencang, mendengar suara Baekhyun, melihat interaksi Baekhyun dengan putranya. Pertanda apa ini?

"Jaehyunie! Sini sama Luhan imo sayang!"

Jaehyun menggeleng pelan.

"Appa! Jaehyunie mau es krim, bolehkan kalau belinya dengan Baekhyun imo?" lirih Jaehyun masih dari belakang tubuh Baekhyun.

Baekhyun tersenyum lagi. Dan lagi-lagi, Chanyeol merasakan dadanya berdesir karena senyum itu. Hah!

"Maaf sebelumnya. Bukan bermaksud lancang, tadi saya bertemu dia di taman kota, di depan gedung ini. Waktu saya tanya, ternyata dia sendirian disana dan mengatakan ingin es krim tapi appanya sibuk jadi tak bisa mengantarnya. Dia jelas salah karena pergi tanpa pamit, makanya saya membawa dia kesini, sekaligus ingin meminta ijin untuk mengajaknya pergi makan es krim."

"Ehem!" Chanyeol berdehem sesaat. "Saya berjanji mengantarnya membeli es krim sepulang kerja nanti, ja..."

"Jaehyunie ingin makan es krim sekarang appa!"

"Dengan Luhan imo saja nde?"

"Shirreo! Baekhyunie imo." Jaehyun mengeluarkan rengekannya, yang perlu kalian tahu, hanya pada beberapa orang yang dekat dengannya saja Jaehyun biasa merengek. Tidak pernah pada yang lain, bahkan itu Luhan sekalipun.

Baekhyun tersenyum lalu duduk mensejajarkan dirinya dengan Jaehyun. Perempuan itu dengan lembut mengusap wajah Jaehyun yang berubah murung.

"Jangan seperti ini sayang. Appa Jaehyunie 'kan sudah janji mau mengajak Jaehyunie makan es krim nanti sepulang kerja, ja..."

"Jaehyunie mau makan sama imo."

"Mungkin lain kali. Ehm... Imo akan memberikan alamat tempat kerja imo. Jaehyunie bisa main kapan saja kesana. Nde?"

Jaehyun semakin mempoutkan bibirnya, hampir menangis.

"Jangan menangis sayang. Nanti Jaehyunie terlihat jelek, bukankah kita sepakat, Jaehyunie tampan dan imo cantik kalau kita sama-sama tersenyum." Baekhyun mencubit gemas pipi Jaehyun, lalu tersenyum dan menempatkan kedua telapak tangan terbukanya di bawah dagu. Mata sipitnya mengerjap sekali.

Baekhyun begitu mudah membuat Jaehyun tersenyum. Lihat saja, bocah lima tahun itu tersenyum lebar menatap Baekhyun.

Satu hal yang sulit dilakukan baik itu Chanyeol ataupun Luhan, ternyata sangat mudah dilakukan Baekhyun.

"Imo janji Jaehyunie boleh main kapan saja ke tempat kerja imo."

"Tentu."

"Yakso." Jaehyun menaikkan jari kelingkingnya.

"Yaksokke." Baekhyun menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Jaehyun.

Jaehyun tersenyum riang, dia menerima kartu nama Baekhyun dan menyimpannya di saku, lalu berlari ke arah ayahnya.

"Appa nanti beli es krim ya?"

Chanyeol tersenyum pada putranya, lalu mengangguk pelan.

"Nde."

"Saya permisi Chanyeol-ssi!" pamit Baekhyun sopan. Dia membungkuk lalu berlalu dari hadapan Chanyeol, Jaehyun dan Luhan.

"Imo!" Jaehyun berlari mendekati Baekhyun.

"Nde." Baekhyun tersenyum menunduk menatap Jaehyun. Bocah kecil itu memberi isyarat pada Baekhyun untuk menurunkan badannya.

Chup!

Baekhyun membulatkan matanya saat sebuah kecupan di terimanya dari pria kecil yang sangat tampan itu.

"Gomawo imo." Baekhyun mengusap lembut pipi Jaehyun.

"Nado. Ingat! Kalau kemana-mana, Jaehyunie harus pamit ke appa, nde?" Jaehyun mengangguk keras.

"Imo pergi ya. Sampai bertemu lagi Jaehyunie." Baekhyun berdiri tegak, senyumnya terkembang dengan tangan melambai, sebelum melanjutkan langkahnya keluar dari gedung perusahan itu.

"Melihat sikap manis Jaehyunie terhadap perempuan itu, aku cemburu Chanyeol-ah."

Chanyeol mengalihkan tatapannya pada Luhan yang memasang wajah sedihnya.

"Aku yang mengenalnya sejak dia bayi, tak pernah memenangkan hatinya. Perempuan itu... Haish!"

Chanyeol tersenyum mendengar kalimat bernada frustasi yang keluar dari mulut sepupunya itu. Dirangkulnya pelan pundak sang sepupu, yang selama ini banyak membantunya membesarkan Jaehyun.

"Kau memenangkan hatinya Oh Sehun, nunna. Tenanglah."

.

.

.

Baekhyun tengah mencuci sayuran, dia sedang membantu kakak sepupunya menyiapkan makan malam untuk mereka.

"Baekhyunie kau sudah punya pacar?" tanya perempuan dengan potongan rambut sebahu itu. Baekhyun menatap kakaknya sejenak, lalu menggeleng pelan.

"Bagus."

"Heh!"

"Tolong ambilkan garam!"

Baekhyun meninggalkan sayuran yang d cucinya, lalu mengambil garam dan menyerahkannya pada perempuan cantik yang lebih tinggi darinya itu.

"Eonni punya pelanggan salon, yang sedang mencarikan jodoh untuk sepupunya. Kalau kau tak keberatan, eonni mau mengenalkanmu pada sepupunya itu."

"Ya eonni!"

Kakak Baekhyun menatap Baekhyun dengan tatapan kesal.

"Wae?"

"Aku bisa mencari sendiri eonni. Kau tak perlu repot mengenalkanku pada pria-pria di luar sana." Sahut Baekhyun kesal.

"Kau yakin? Seingat eonni, dua tahun lalu kau juga mengatakan hal itu, tapi lihat kenyataannya, sampai saat ini, belum ada satu pun pria yang kau kenalkan padaku ataupun Hankyung."

Baekhyun mendesah sebal. Haruskah urusan jodoh menjadi sangat memuakkan seperti ini. Dia percaya akan kuasa Tuhan, dia percaya Tuhan menyiapkan jodohnya sendiri. Untuk apa kakak sepupunya itu meributkan masalah ini?

"Aku tahu jalan pikiranmu. Memang benar Jodoh sudah di atur Tuhan, tapi kalau kau hanya diam, tak berusaha mengejar, bagaimana bisa jodohmu datang? Ingat Baekhyun-ah, semua yang ada di dunia ini, harus kita perjuangkan."

Baekhyun semakin mempoutkan bibirnya. Dalam berbagi kesempatan, kakak sepupunya itu selalu mencekokinya dengan berbagai hal berbau perjodohan. Meski dia sering menolak dengan mengatakan bisa mencari jodohnya sendiri, sesering itu pula kakaknya menawarkan bantuannya untuk mencarikan jodoh. Hah! Dia bosan.

"Aku tak mengenalnya, bagaimana bisa aku cocok dengannya nanti?"

"Kau pikir aku dan Hankyung saling kenal dulu. Kami bahkan terpisah jarak dua Negara, tapi nyatanya, kami bisa saling mencintai dan hidup bahagia dalam rumahtangga kami. Cinta itu sebuah proses Baekhyunie, di awali dari saling mengenal diri masing-masing. Lalu nanti berlanjut. Begini, aku tak memaksamu untuk mencintainya, aku hanya ingin mengenalkan, kau dan dia berkenalan. That's it! Kalau nanti saat kalian saling mengenal ternyata ada kecocokan, silahkan lanjutkan. Kalau tidak, cukuplah menjadi teman. Kau harus membuka diri Baekhyun-ah. Hidupmu tidak hanya berputar di rumah dan tokomu. Lihat dunia luar, kau tak lihat, Kyungsoo saja, yang sangat pendiam bisa memiliki pacar, masa kau tidak?"

Baekhyun semakin merasa kesal saat kakaknya itu membanding-bandingkan dia dengan Kyungsoo. Salah satu dari empat orang yang bekerja padanya. Wae? Apa salahnya tak memiliki kekasih.

"Kau sudah dua puluh tujuh tahun Baekhyun-ssi. Sudah pantas dan sudah layak berumah tangga. Mau menunggu apalagi?"

Baekhyun mendesah sebal. Kenapa Hankyung tak pulang cepat malam ini? Kalau ada Hankyung, dia pasti di bela habis-habisan. Kalau sekarang...

"Bagaimana?"

"Molla."

Bugh!

Kakak sepupu Baekhyun a.k.a Kim Heechul, yang adalah istri dari Tan Hankyung, memukul punggung Baekhyun cukup keras. Hingga gadis bertubuh mungil itu mengaduh kesakitan.

"Eonni sudah memberikan nomor ponselmu pada pelanggan eonni itu. Dia berjanji akan memberikan nomor itu pada keponakannya, jadi nanti kalau ada yang mengirimmu pesan, di balas yang sopan, jangan ketus. Awas kalau kau macam-macam!" ancam Heechul dengan kepalan tangan yang seolah-olah ingin kembali memukul Baekhyun.

Reflek Baekhyun mengangkat tangannya. Melindungi dirinya, kalau Heechul kembali memukul dirinya.

Percuma memprotes Heechul, dia pasti kalah. Beberapa kali dia berhasil menggagalkan usaha Heechul menjodohkannya dengan seseorang dengan bantuan Hankyung, sekarang sepupu iparnya itu belum pulang karena dinas ke luar kota, jadi saat ini, mau tidak mau, dia harus menurut pada apa yang dikatakan Heechul.

Heechul yang merawatnya sejak dia masih belasan tahun. Kedua orangtuanya meninggal dalam insiden kecelakaan dab Heechul mengambil tanggung jawab besar untuk merawatnya.

"Nde eonni."

.

.

.

"Mau sampai kapan kau seperti ini terus Chanyeol-ah? Katakan kau tak lagi butuh pendamping hidup, lalu bagaimana dengan Jaehyun? Letakkan disana Luhanie!"

Luhan menerima mangkok besar berisi sup tahu dari seorang wanita putih yang terlihat cantik dengan doe eyesnya. Dia kemudian menempatkan mangkok itu pada bagian yang di tunjuk wanita itu.

"Nunna tak perlu mengkhawatirkan Jaehyunie. Dia ter..."

"Jangan katakan terbiasa. Dalam masa pertumbuhannya, seorang anak pasti membutuhkan sosok ibu. Saat ini, kami, aku, Luhanie, Kyunie, bisa membantumu merawat Jaehyun. Tapi nanti, saat Luhan sudah menikah dengan Sehun, ini disana!" perempuan tadi kembali menyerahkan sepiring ayam pedas pada Luhan, untuk diletakkan di meja yang masih menyisakan tempat kosong.

"Saat Kyuhyunie sudah melahirkan nanti, saat aku hamil lagi mungkin, bagaimana? Jaehyunie ikut denganmu ke kantor? Tadi saja hilang karena keteledoranmu, apalagi lain kali?" lanjutnya.

"Baru kali ini nunna. Itupun karena kecerobohan asistennya." Chanyeol menunjuk Luhan dengan isyarat matanya.

"Ya!" seru Luhan.

Chanyeol mendesah pelan. Inilah satu hal yang paling tak disukainya ketika dia mengunjungi rumah saudara sepupunya itu. Jangan salah, pemilik rumah orang yang baik, sangat baik malah. Hanya saja, pembicaraan yang terjadi pasti seputar status duda yang sudah lama disandangnya itu. Sepupu iparnya itu, tak pernah putus memintanya menikah lagi.

"Ya nanti kalau bertemu dengan perempuan yang cocok, pasti aku akan menikah lagi, Jaejoongie nunna."

"Kapan? Kalau kau tak berusaha mana bisa bertemu."

"Aku berusaha, nunna saja yang tak tahu."

"Jangan bohong. Luhan mengatakan padaku, kau setiap hari sibuk dengan pekerjaanmu tanpa sempat melirik wanita. Bahkan dia sudah menyediakan sekretaris sexy untukmu, tapi kau tak berbuat apa-apa."

Chanyeol melirik Luhan tajam, rusa China kekasih sahabatnya itu hanya memamerkan giginya sambil memasang pose 'V' dengan jarinya.

"Kau perlu bantuanku, Chanyeol-ah?" tanya pria yang duduk di sampingnya, dia adalah suami dari Jaejoong. Sepupunya sendiri, Jung Yunho.

"Tidak usah hyung." Chanyeol tersenyum menatap Yunho, lalu menggeleng pelan.

Yunho menepuk pelan bahu Chanyeol.

"Sekeras apapun usahamu membesarkan Jaehyun, kau tetap membutuhkan sosok perempuan di sisimu."

"Kalaupun nanti aku menikah lagi. Aku tak hanya mencari perempuan yang ku cintai, hyung. Tapi juga mencintai anakku. Dan perempuan jaman sekarang, mana mau dekat-dekat dengan duda, hyung."

"Eeee... Jangan salah. Kalau dudanya sekeren dirimu, tak akan ada yang menolak, ya 'kan Changminnie?" Kyuhyun baru datang dengan perut besarnya. Dengan nakal, matanya mengerling pada Chanyeol.

"Istrimu menakutkan hyung."

Changmin terkekeh pelan mendengar ucapan Chanyeol.

"Jae nunna benar Chanyeol-ah. Sudah saatnya kau menikah lagi." Changmin menepuk pelan pundak Chanyeol, lalu menghampiri Jaejoong, rutinitas yang taj pernah ditinggalkannya bila dia datang ke rumah sang kakak, mencium mesra pipi saudara iparnya itu. Ehehe...

"Taeyongie dan Jaehyunie berulah tidak?" tanya Jaejoong setelah melayangkan kecupannya diatas pipi Changmin.

"Mereka selalu aman denganku, nunna." Changmin berujar bangga. Jaejoong tersenyum dan menepuk pelan pipi Changmin.

"Kau tak mengajari mereka macam-macam 'kan?"

"Just playing game, nothing else. Mereka kelelahan dan sekarang tidur."

Jaejoong melirik tajam Changmin, lalu berpindah pada suaminya.

"Wae?" tanya Yunho yang tak mengerti arti tatapan Jaejoong.

"Aturannya, mereka boleh main game hari sabtu Jung Yunho, ini masih kamis dan kau mengijinkan dua makhluk maniak game ini untuk membawa anak-anakku pergi?"

Yunho tersenyum polos.

"Haish! Percuma saja aku membuat peraturan untuk kalian kalau pada akhirnya kalian langgar semua!" pekik kesal Jaejoong.

"Sekali saja Boo."

"Sekali-sekali. Beberapa waktu lalu kau juga mengatakan sekali, lalu sekarang sekali juga, kalau diakumulasi sudah berkali-kali. Haish! Jinja."

Semua yang ada di ruangan itu diam tak berkutik, kalau seorang Kim Jaejoong sudah mengomel. Jangan salah, meski terlihat lemah lembut, Jaejoong bisa sangat kasar dan sangar kalau sudah mengamuk. Dan semua yang duduk disana, cukup bergidik ngeri kalau Jaejoong sedang mengomel seperti ini. Karena pastinya tak akan cepat berhenti dan pasti ada saja yang dibahas dalam omelannya.

"Ah ya! Aku memaafkanmu kali ini Jung Yunho. Karena ada yang lebih penting." Jaejoong berdiri dari duduknya, lalu melesat ke kamarnya, beberapa menit kemudian kembali dengan selembar kartu nama di jepitan tangannya. Diletakkannya kartu nama itu di sisi Chanyeol.

"Dia lulusan terbaik di kampusnya, saat ini memilih mengajar di Taman kanak-kanak. Dia cantik, pandai memasak dan dia sedang mencari suami. Telpon dia, ajak bertemu."

"Nunna!" protes Chanyeol.

"Usaha Park Chanyeol, usaha."

Desahan Chanyeol terdengar keras berhembus.

"Usaha."

Semua orang yang ada disana, tak terkecuali Yunho, mengejek Chanyeol dengan kata 'usaha', yang baru saja di cetuskan Jaejoong.

Wajahnya Chanyeol semakin terlihat kesal.

"Aku tak memintamu untuk menikah besok. Hanya berkenalan, ngobrol bersama, bertukar pikiran, siapa tahu nanti cocok. 'Kan bisa menikah kalau cocok."

Chanyeol memijat pelipisnya perlahan. Keputusan Jaejoong adalah perintah mutlak untuknya, karena Jaejoong dan Yunho adalah pengganti orangtua mereka disini. Lihat saja, sebentar lagi Jaejoong pasti menggunakan hal itu sebagai senjata pamungkas yang membuatnya, Luhan, Sehun, Kyuhyun dan Changmin bungkam.

"Aku dan Yunnie sebagai pengganti orangtua kalian disini, kau pikir kupingku tak panas setiap kali telpon yang mereka tanyakan, 'Jaejoong-ah! Apa Chanyeol sudah mulai berkencan saat ini?', lalu 'Jaejoongie, bagaimana hubungan Luhan dan Sehun?' kemudian 'Joongie Chagi, menantu dan anak eomma baik-baik saja 'kan?'. Dan asal kau tahu Park Chanyeol, setiap kali ibumu menayakan hal itu, ingin sekali aku menjawab, 'Iya. Dia sudah mulai berkencan dengan laki-laki, karena sepertinya dia sudah tak berminat pada makhluk berjenis perempuan, ahjumma."

"Ya nunna!"

"Wae?"

Chanyeol mengajak kasar rambut ikalnya. Dia atau yang lainnya, pasti kalah berdebat dengan Jaejoong.

"Ok! Aku akan menelponnya, mengajaknya bertemu dan kami akan ngobrol. Sesuai dengan keinginan nun-na. Siapa tahu cocok 'kan?"

"Jinja?" doe eyes Jaejoong berbinar terang setelah mendengar jawaban Chanyeol.

Dia kembali berdiri dari duduknya, lalu menghampiri Chanyeol dan memeluk singkat pria yang tak kalah tinggi dari suaminya itu.

"Hwaiting Chanyeol-ah!" Serunya bahagia. Jangan tanya reaksi yang lain, mereka tak pernah berada di pihak yang kalah, lebih sering berada di pihak Jaejoong yang sudah pasti menang. Lihatlah sekarang, setelah mendengar Jaejoong memberinya semangat, yang lain juga melakukan hal yang sama.

"Dasar penjilat kalian semua." Derai tawa menggema seketika.

.

.

.

Baekhyun berdiam di depan cermin, menatap pantulan dirinya disana. Tak berapa lama, dia mengalihkan tatapannya ke meja samping, kedua matanya bertumpu pada foto berbingkai kayu yang terdapat disana. Fotonya dan kedua orangtuanya.

"Eomma! Apa kau mengkhawatirkan aku? Yang sampai usia dua puluh tujuh tahun ini belum pernah berkencan sekalipun? Lihatlah Heechul eonni! Eomma pasti juga melakukan hal yang sama 'kan kalau eomma masih disini?" Baekhyun menumpukan dagunya diatas meja, sambil mengusap lembut foto itu. Kenangan terakhirnya bersama kedua orangtuanya.

Baekhyun menarik nafas perlahan, lalu membuangnya tak kalah pelan. Dia kemudian berdiri dari duduknya, lalu melangkah ke jendela besar di kamar itu.

Di langit gelap itu, bintang terlihat begitu banyak bertaburan disana.

Besok atau lusa, hidupnya mungkin akan berubah, setelah dia bertemu laki-laki itu. Laki-laki yang sengaja dijodohkan dengannya oleh sang sepupu.

Baekhyun bukan tak tertarik pada laki-laki, dia perempuan normal yang pasti sangat menyukai laki-laki tampan ataupun sosok yang menarik. Hanya saja, sampai saat ini, di usianya yang memasuki angka dua puluh tujuh, belum ada satu pun pria yang berhasil menarik perhatiannya. Kecuali... Si kecil Jaehyun yang sangat menggemaskan itu.

Mengingat Jaehyun, rasanya Baekhyun ingin kembali pada kejadian siang tadi. Kalau saja waktu bisa diulang, dia tak akan memilih memulangkan Jaehyun pada ayahnya. Dia akan membawa Jaehyun menikmati es krim, menatap bocah menggemaskan itu lebih lama dari yang tadi. Hah! Pasti sangat menyenangkan.

Drrrrttt... Drrrrtttt...

Baekhyun berjengit kaget karena getar ponselnya. Matanya beralih menatap ponselnya yang tadi dia letakkan begitu saja di atas meja.

Siapa yang menelponnya? Apakah laki-laki itu? Kalau iya, lalu bagaimana dia harus bersikap? Eottoke?

Baekhyun meraih ponselnya, lalu menatap layarnya yang masih berkedip-kedip. Nomor baru! Pasti laki-laki itu? Bagaimana ini?

Dengan menggigit bibirnya, Baekhyun menggeser ikon telpon berwarna hijau ke samping.

"Yeoboseyo!"

"Baekhyun-ssi!"

"N-nde." Suara Baekhyun terdengar gugup.

"..."

"Ah ya! Tak apa-apa."

"..."

"Tidak juga. Saya hanya seorang florist. Jadi pekerjaannya tak banyak dan tak terlalu sibuk. Jadi..."

"..."

"Baiklah! Besok ya." Baekhyun terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya.

"..."

"Nde. Jaljayo."

.

.

.

"Nomor yang anda hubungi sedang sibuk!"

Chanyeol menghembuskan nafasnya perlahan. Untuk percobaan kesepuluhnya ini, dia gagal lagi.

Matanya melirik sang Putra yang tertidur pulas di kursi penumpang di sampingnya. Kasihan melihat Jaehyun yang seperti itu. Jejak airmata masih sangat jelas terlihat.

Jaehyun sempat menangis tadi, saat dia membawanya pulang dari rumah Jaejoong. Bahkan setelah naik ke dalam mobil, si kecil itu sempat melakukan negosiasi bernada rengekan padanya.

Dia mau pulang, asal Chanyeol mengijinkanya menemui imo cantiknya. Keinginan itu tak langsung diiyakan olehnya. Jaehyun ataupun dia sendiri tidak kenal dan belum pernah bertemu dengan perempuan itu sebelumnya. Bagaimana dia bisa mengijinkan putranya menemui perempuan itu. Iya kalau perempuan itu perempuan baik-baik, kalau ternyata perempuan jahat yang suka menculik anak kecil, bagaimana?

Namun pada akhirnya, Chanyeol mengalah demi sang anak yang terus merengek dan akhirnya meraung dengan dramatis karena keinginannya tak kunjung dia iyakan.

Chanyeol sudah berusaha menghubungi Baekhyun, di kartu nama yang entah bagaimana ceritanya, ternyata tersimpan di saku celana anaknya itu, padahal celananya sudah berbeda dari celana yang dipakai siang tadi, nomor Baekhyun tercetak jelas disana.

Dan untuk kesekian kali, panggilannya terhubung pada mesin penjawab. Si pemilik nomor sepertinya sedang sangat sibuk untuk sekedar di ganggu.

Tapi melihat keadaan putranya yang seperti itu, pastilah nanti ketika bangun dari tidurnya, yang ditanyakan adalah masalah ini, apakah dia boleh bermain ke tempat Baekhyun? Karena jujur saja, Chanyeol tadi menjanjikan, putranya boleh main ke tempat Baekhyun asalkan dia berhenti menangis dan tidur. Lalu kalau si kecil bangun dan dia belum berhasil menghubungi Baekhyun, bagaimana?

Baekhyun!

Dada Chanyeol berdesir pelan, saat hatinya mengeja nama itu. Gadis itu terlihat bukanlah gadis yang jahat, tapi bukankah bisa saja hal itu hanya kedok. Gadis itu mungkin terlihat manis di luar tapi...

Chanyeol menggeleng perlahan. Menepis tuduhan jahat yang teralamat pada gadis itu.

Baekhyun pasti orang baik, buktinya Jaehyun cukup nyaman ada di sekitar gadis itu.

Hah!

"Apakah aku kirimi pesan saja? Dia pasti membalasnya setelah tak sibuk nanti. Ya! Pesan saja."

To : 013-2456-7XXX

Selamat malam Baekhyun-ssi. Maaf mengganggu anda di hampir tengah malam ini. Ehm... Besok Jaehyun ingin main ke tempat anda, bolehkah?

.

.

.

TBC/END

.

.

.

New story ya... Mohon Cinta dan perhatiannya.

Ide ini tiba-tiba terlintas begitu saaja di otak, gak di ketik sayang, di ketik pasti PRnya semakin bertambah banyak. Yang dua belum selesai, yang ini sudah naik tayang. Hehehehehehe

Ceritanya akan dibuat seringan mungkin, semoga bisa dinikmati yah...

Mau lanjut apa cukup sampai disini saja?

Big Love For You 3

.

.

.

^_^ Lord Joongie ^_^