Sudah dua tahun sejak dirinya berpisah dengan Baekhyun, jika harus dikatakan, Chanyeol ingin sekali bilang kalau dirinya tidak baik. Hidupnyya selalu penuh dengan penyesalan. Apalagi mantan istrinya itu telah menikah kembali tidak lama setelah mereka bercerai. Chanyeol ingin marah, dia merasa sangat kecewa, apakah Baekhyun harus secepat itu melupakan dirinya?

Tapi apakah dia pantas?

Tidak. Dirinya lebih menyakiti wanita yang telah menjadi istrinya itu.

Bahkan Chanyeol sadar, selama pernikahan mereka dia tidak pernah membuat Baekhyun bahagia. Dia adalah lelaki yang egois.

Tapi dibalik penyesalan hidupnya, dirinya bahagia melihat senyuman Baekhyun yang sering kali ia lihat di televisi ataupun majalah-majalah. Wanita itu terlihat lebih bersinar, wajahnya menunjukkan kebahagiaan yang berlebih. Baekhyun tidak kembali menjadi seorang selebriti, tapi dia sering muncul di televisi dan majalah karena kini ia adalah seorang istri dari Kim Jongin, seorang pengusaha muda yang sukses.

Melihat kebahagiaan Baekhyun dan Jongin membuat Chanyeol semakin iri. Dalam hatinya ia berteriak, bukankah seharusnya ia yang membuat senyuman lebar kebahagiaan dibibir Baekhyun? Tapi kenapa bertahun-tahun ia bersama Baekhyun dirinya tidak pernah membuat senyum itu?

Bodoh. Berulang kali Chanyeol ucapkan untuk dirinya sendiri.

Apalagi dengan bodohnya ia datang ke acara yang dibuat keluarga kecil tersebut. Acara yang dibuat sebagai rasa bersyukur karena janin yang kini terdapat diperut Baekhyun. Janin yang sudah berusia 7 bulan.

Chanyeol tidak tau, kalau kondisi Baekhyun saat mengandung bisa secantik ini. Apalagi saat dirinya melihat wanita itu dari jarak lebih dekat. Chanyeol meringis dalam hati, mengapa dirinya selalu menolak saat Baekhyun ingin memiliki anak di masa lalu. Bayangan bahwa Baekhyun yang akan terlihat jelek karena perutnya yang buncit ditepis telak dengan sosok cantik Baekhyun yang kini berdiri di hadapannya.

"Hey, hyung. Terima kasih sudah datang," ucap Jongin sambil menjabat tangan Chanyeol. Ia memberikan senyumannya lalu merangkul pundak Baekhyun yang berdiri di sampingnya.

Chanyeol tersenyum kecil. "Selamat untuk kehamilan Baekhyun..."

"Nikmati acaranya, Chanyeol-hyung."

Usai mengucapkan itu, Jongin memilih pergi dari hadapan Chanyeol. Tanpa melepaskan rangkulannya pada pundak Baekhyun. Selepas kepergian Jongin, Chanyeol mendesah pelan di tempatnya lalu tersenyum miris. Bahkan Baekhyun tidak menatap kearahnya.

Chanyeol tau, tidak seharusnya dirinya berharap Baekhyun akan memberikan perhatian padanya. Namun tetap saja, dadanya terasa sangat sesak melihat wanita itu berada di dalam dekapan lelaki lain.

Well, penyesalan selalu datang terlambat, Chanyeol.

.

Scattered

ChanBaek

KaiBaek

Happy Reading~

.

Baekhyun tengah asik menonton acara di televisi dengan sayuran rebus yang berada di meja samping tempat duduknya. Tangannya yang tidak sibuk menyuapkan sayuran tersebut asik mengelus perut buncitnya. Ia tertawa saat artis di televisi tengah melemparkan candaan.

"Noona~"

Baekhyun hanya berdeham pelan menjawab panggilan Jongin, suaminya. Manik sipitnya tidak meninggalkan tatapan dari layar. Namun kecupan di pipinya membuatnya berhasil menoleh kearah Jongin. Baekhyun terkekeh melihat wajah cemberut Jongin. Ia memegang pipi Jongin lalu mengelusnya. "Ada apa?"

"Aku hanya merindukanmu," Jongin membawa tubuh Baekhyun kedalam dekapannya. Bibirnya memberikan kecupan pada pucuk kepala Baekhyun. Ia memejamkan matanya, menghirup aroma shampo dari rambut Baekhyun.

"Kkau selalu bilang merindukanku terus," Baekhyun membalas dekapan Jongin dengan bibir yang membentuk senyuman kecil. "Padahal kita selalu bersama," sudah hampir dua minggu ini Jongin mengambil cuti dari pekerjaannya, dengan alasan ingin bersama dengan Baekhyun setiap saat. "Sampai kapan kau akan merindukanku, hm?"

"Sampai aku mati."

"Hush!" Baekhyun melepaskan pelukan mereka untuk menatap malas kearah Jongin, yang dibalas eengan kekehan lelaki itu. "Kau harus tetap bersamaku. Jangan pergi kemana-mana."

"Tentu, istriku~" Jongin menangkup kedua pipi Baekhyun lalu memberikan kecupan di bibir wanita tercintanya. Setelahnya ia menggesekkan ujung hidung mereka, membuat keduanya tertawa. "Bagaimana kondisi jagoan kita?"

Baekhyun tersenyum haru melihat Jongin yang merendahkan tubuhnya untuk berhadapan langsung dengan perut buncitnya. Ia memegang rambut Jongin lalu mengelusnya pelan. "Dia baik-baik saja, sepertinya dia menyukai sayuran yang aku makan."

"Baguslah," Jongin mencium perut buncit Baekhyun kemudian berbisik disana. "Jagoan papa, baik-baik didalam sana ya. Jaga mamamu."

Baekhyun tidak dapat lagi menahan rasa harunya. Dia sungguh sangat bahagia. Memiliki suami yang sangat menyayanginya dan juga bayi yang akan segera membuat keluarga kecil mereka lengkap. Dirinya ingin hidup seperti ini selamanya, hidup yang penuh dengan rasa bahagia. Hidup yang penuh dengan senyum dan tawa. Dan dirinya sangat bersyukur dengan hidupnya saat ini.

Airmata haru yang jatuh di pipi Baekhyun ditangkap oleh mata Jongin. Lelaki tampan itu menangkup pipi Baekhyun lalu menatapnya penuh rasa khawatir. "Sayang? Hey, kau kenapa?"

Baekhyun menggeleng dengan senyuman. Airmatanya kembali jatuh, kini lebih deras. "Aku sangat bahagia, Jongin. Terima kasih untuk semuanya."

Jongin tidak dapat menyembunyikan senyumannya. Ia menempelkan kening mereka sambil mengusap lebih pipi Baekhyun. "Kau tau, seharusnya aku yang berterima kasih padamu. Terima kasih sudah mau menerimaku, menjadi bagian hidupku. Aku amat sangat bahagia dapat memiliki wanita yang kucintai, dapat menjaga wanita yang menjadi separuh jiwaku," Jongin mengecup ujung hidung Baekhyun. "Terima kasih, sayang. Aku sangat mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu, Jongin."

Setelahnya kedua belah bibir mereka menyatu dalam sebuah pagutan lembut. Kedua bibir itu bergerak, saling melumat pelan untuk menyalurkan perasaan mereka.

Namun pagutan tersebut tidak berlangsung lama karena sebuah suara mengganggu mereka.

"Maaf tuan, ada yang ingin bertemu."

Itu suara pengurus rumah yang bekerja di rumah pasangan penuh cinta itu. Bibi Ahn. Jongin menatap bibi Ahn dengan kening yang berkerut. "Siapa, bi?"

"Dia bilang dia bernama Taemin, kakak anda."

Raut wajah terkejut terlihat di wajah tampan Jongin. Setelah menyuruh orang itu masuk, dia menoleh kearah Baekhyun. Memegang pipi istrinya kemudian mencium keningnya.

"Jongin, kau bilang... kakakmu hilang?"

"Aku juga tidak mengerti, Baek."

Percakapan keduanya tidak berlangsung lama karena sebuah suara asing mengintrupsi mereka. "Hey adikku."

Jongin menatap kakaknya dengan mata yang menyipit. Kim Taemin. Memang benar dia adalah kakak kandung Jongin. Namun setelah meninggalnya orang tua mereka, Taemin menghilang begitu saja dengan membawa seluruh harta kekayaan yang di tinggal oleh orang tua mereka. Membuang dirinya sebatang kara, dengan kata-kata menyakitkan. Beruntung masih ada keluarganya yang ingin merawatnya.

Taemin Tidak pernah memberi kabar kepadanya. Dan tiba-tiba lelaki yang memiliki wajah mirip dengannya kini berdiri di depannya.

Kabar terakhir tentang kakaknya yang di dengar Jongin adalah...

Kim Taemin masuk kedalam penjara.

"Ka-kakak?"

"Ya, adikku. Kau melupakan kakakmu?"

"Ah- tidak..." diam-diam Jongin menggenggam erat tangan Baekhyun.

"Jadi ini adalah adik iparku?" Taemin menatap Baekhyun dengan seringai diwajahnya. "Sudah pasti cantik, Baekhyun si mantan aktris yang legendaris," ucap Taemin disertai dengan kekehan di akhir kalimatnya. "Kau sangat pintar memilih istri, adikku. Dan kau juga sangat pintar hingga kau menjadi seorang pengusaha muda yang sukses. Aku sangat iri padamu."

Kening Jongin berkerut. Ia menanggapi kalimat panjang Taemin dengan tawa yang canggung. Setelahnya ia melirik kearah bibi Ahn yang berdiri di samping sofa. "Bibi Ahn, tolong antar Baekhyun ke kamarnya. Biarkan dia beristirahat," setelahnya Jongin menoleh kearah Baekhyun yang menatap bingung kepadanya. "Istirahat dulu, sayang. Kau pasti lelah," ia memberikan senyuman dan elusan di pucuk kepala Baekhyun. Jongin mendesah lega melihat Baekhyun yang menuruti setiap ucapannya.

Setelah dirasa Baekhyun sudah masuk kedalam kamarnya yang berada di lantai dua, Jongin kembali menatap Taemin. "Jadi, apa yang kau inginkan?"

Meskipun wajahnya terlihat biasa saja, namun Jongin tidak dapat menghentikan detak jantungnya yang menggila saat melihat seringai di bibir Taemin.

.

.

Baekhyun duduk diatas kasurnya dengan gerakan pelan. Dirinya dibuat bingung dengan suaminya, kenapa wajah Jongin terlihat takut saat melihat kakkaknya itu. Ia menggigit bibir bawahnya kemudian memainkan ponselnya.

"Nyonya, ada yang diinginkan?"

Baekhyun menatap bibi Ahn, ia mengerucutkan bibir bawahnya terlihat berpikir. "Bibi, aku ingin makan buah," setelahnya ia tersenyum.

"Si bayi sedang ingin makan terus ya?"

Senyuman malu terlihat dibibir Baekhyun, ia mengangguk sambil mengusap perutnya. "Mungkin dia ingin semakin kuat."

"Dia pasti akan kuat," bibi Ahn mengusap pundak Baekhyun. "Tunggulah disini, bibi akan membawakan buah untukmu dan untuk si bayi."

Baekhyun mengangguk, mengiyakan permintaan bibi Ahn. Dengan meluruskan kakinya dan bersandar pada kepala kasur Baekhyun kembali memainkan ponselnya. Membalas pesan dengan Jessica yang saat ini tengah berada di Paris untuk mengurusi butiknya yang baru membuka cabang baru disana.

Pintu kamarnya yang terbuka membuat Baekhyun mengalihkan pandangannya, ia menatap bibi Ahn yang telah kembali. Ia mengerutkan kening, kenapa cepat sekali? Dan juga... kenapa wajah bibi Ahn terlihat pucat?

"Bibi?" Baekhyun membolalan matanya saat bibirnya di bekap oleh bibi Ahn. Maniknya menatap bingung wajah bibi Ahn yang panik dan dibasahi oleh keringat.

"Ny-nyonya, kumohon jangan berisik. Apapun yang anda dengar, kumohon jangan berteriak lalu kunci kamar anda," satu tetes airmata jatuh membasahi wajah bibi Ahn yang mulai menua. "Dan tolong, telpon polisi."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, bibi Ahn kembali keluar dari kamar Baekhyun. Wanita cantik itu membeku ditempatnya, bingung dengan ucapan bibi Ahn.

Apa yang terjadi?

Sebuah teriakan dari luar kamarnya membuat Baekhyun terlonjak kaget. Dengan jantung yang berdetak cepat, Baekhyun menuju pintu kamarnya, mengunci kamarnya sesuai dengan perintah bibi Ahn. Teriakan kembali terdengar, kali ini teriakan Jongin yang terdengar. Dengan tangan yang bergetar hebat, Baekhyun mengambil ponselnya mencoba untuk menelpon polisi.

Teriakan-teriakan kembali terdengar, Baekhyun sudah tidak dapat menahan tangisnya. Dia bingung, sangat amat bingung. Otaknya sudah tidak dapat mencerna apa yang sedang terjadi diluar sana.

Saat sebuah tembakan terdengar, satu orang yang ada di pikiran Baekhyun yang dia hubungi saat ini.

DOR

"C-chanyeol..."

DOR

"T-tolong aku..."

DOR

Setelahnya Baekhyun mencoba bersembunyi di dalam lemari pakaian, meringkuk dengan tubuh yang bergetar ketakutan. Menunggu bantuan datang.

.

.

"Baekhyun?"

Baekhyun membuka matanya ketika sebuah suara masuk kedalam indra pendengarannya. Dengan mata yang sekit akibat menangis, Baekhyun dapat melihat sosok Chanyeol dan beberapa polisi di belakang lelaki itu. Matanya seketika membola, namun tubuhnya tidak dapat di gerakkan karena terasa kaku akibat meringkuk didalam lemari.

"Hey, jangan langsung bergerak Baek. Tubuhmu pasti masih kaku."

Namun Baekhyun tidak peduli. Ia memejamkan matanya sebentar kemudian menarik nafas yang langsung dia hembuskan perlahan. Dipikirannya saat ini hanya suaminya, dimana Jongin sekarang? Bagaimana kondisinya?

"Baek-"

"J-jongin. Dimana Jongin?"

Baekhyun yang akan keluar dari kamarnya ditarik oleh Chanyeol, hingga dirinya menghadap lelaki tinggi itu.

"Tenanglah, Baek."

"Tidak! Tidak! Dimana suamiku?" Jantungnya berdetak cepat, entah kenapa airmatanya langsung merembes keluar, membuat wajahnya basah oleh airmatanya. Perasaannya mengatakan bahwa suaminya itu tidak dalam kondisi baik-baik saja. Dan hal ini benar-benar membuatnya tidak dapat tenang. Baekhyun melepaskan tangan Chanyeol dari bahunya. Ia berlari keluar dari kamarnya lalu tercekat saat melihat banyak polisi di dalam rumahnya.

Dengan kaki telangjangnya, Baekhyun menuruni tangga. Tanpa menyadari Chanyeol yang mengikutinya dari belakang.

"J-jongin?" panggilnya, berharap mendengar jawaban dari suaminya itu. Namun yang ia dapatkan adalah tatapan iba dari polisi yang berada disekitarnya.

"Nyonya Kim..." seorang polisi wanita mendekat kearahnya lalu memegang pundak Baekhyun. Menghalanginya untuk berjalan lebih jauh.

"Mana suamiku? Mana Jongin?"

Kening Baekhyun berkerut saat polisi tersebut malah menghindari tatapannya. Baekhyun melirik kebelakang tubuh polisi tersebut. Dirinya dapat melihat garis polisi disana. Tubuhnya bergetar, dia merasa takut. Takut dengan kenyataan yang harus dia ketahui sebentar lagi.

Jadi Baekhyun mendorong tubuh polisi tersebut, mendekat kearah garis polisi itu, garis yang membatasi ruang tengah rumahnya. Dimana terdapat sosok yang terbujur kaku dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya.

Nafas Baekhyun tercekat. Sosok itu, telapak kaki yang terlihat karena tidak tertutupi kain, Baekhyun mengenalinya. "J-jongin..." ucapnya pelan.

Airmata keluar semakin deras dari matanya. Kakinya semakin mendekat, berdiri di samping sosok suaminya. "J-jongin..." tubuhnya terasa lemas, Baekhyun membiarkan tubuhnya jatuh diatas lantai. Dengan memberanikan dirinya, Baekhyun membuka kain yang menutupi wajah Jongin.

Seketika Baekhyun berteriak, meraung-raung melihat wajah tampan Jongin yang berlumuran dengan darah. Dirinya dapat melihat luka tembakan dikening Jongin, membuat darah kental mengalir dari sana. Dengan tubuh yang bergetar, Baekhyun memegang pipi Jongin, memanggil-manggil suaminya itu.

"J-jongin... hey, bangun..." Baekhyun menepuk-nepuk pipi Jongin. "Kau bilang akan bersamaku selamanya? Kau bilang ingin melihat anak kita lahir?" Baekhyun meremas kain yang menutuli tubuh Jongin. "Jongin... suamiku..."

"Baekhyun," tubuhnya ditarik kebelakang, menjauh dari jasad Jongin. Ia menatap Chanyeol dengan wajah yang basah karena airmata. "S-sebaiknya kau jangan menyentuh Jongin."

"Kenapa? Dia suamiku!"

"Bukan begitu, Baek... biarkan tubuh Jongin diurus oleh pihak medis."

Baekhyun kembali menatap tubuh Jongin. Ia ingin mendekap Jongin, memberikan kekuatannya, berharap lelaki tersebut dapat kembali memanggil namanya dengan nada manja yang sering dia lakukan. Bahkan Baekhyun masih mengingat jelas, beberapa jam yang lalu dirinya masih dapat memeluk Jongin, menciumnya, mengelusnya. Dan Jongin masih menyapa anak mereka.

Kenapa semuuanya terjadi begitu cepat? Kenapa harus seperti ini? Kenapa?

"Lapor pak, jumlah korban tewas ada tiga orang. Dan korban luka ada satu orang."

Baekhyun dapat mendengar suara polisi tersebut, namun matanya masih menatap kosong tubuh Jongin.

"Korban luka mendapatkan pukulan keras pada belakang kepalanya dan sudah dibawa kerumah sakit untuk penanganan selanjutnya."

Baekhyun tiba-tiba menjadi panik saat petugas medis mencoba memindahkan tubuh Jongin kedalam kantong jenazah. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, menahan tangan petugas tersebut. "Jangan bawa pergi suamiku!"

"Tapi nyonya-"

"Kubilang jang- Akh!" Baekhyun mencengkram perutnya yang terasa sakit.

"Baekhyun!" Chanyeol yang berada di belakang Baekhyun dengan sigap memegang tubuh wanita itu.

Ditenggah sakit yang dirasakan Baekhyun, ia masih menggeleng saat tubuh Jongin telat berada didalam kantong jenazah. Hingga setelahnya tubuhnya mulai hilang kesadaran, Baekhyun pingsan.

'Bahkan kau tidak ingin papa pergi, anakku.'

.

.

Persidangan kasus pembunuhan yang dilakukan Kim Taemin terhadap tiga orang termasuk adiknya, Jongin dilakukan hari ini. Seharusnya Baekhyun berada dirumah sakit, karena pingsannya waktu itu membuat kandungannya menjadi lemah karena stress dan shock yang dihadapinya. Sehingga dirinya harus mendapatkan perawatan yang intensif. Namun karena dirinya harus mengetahui apa penyebab suaminya dibunuh, ia mendatangi persidangan tersebut.

Dengan Chanyeol yang selalu berada disampingnya, menjaganya meskipun Baekhyun sudah berulang kali menyuruh lelaki itu untuk pergi.

Manik sipit Baekhyun menatap bibi Ahn yang terlihat pucat, Baekhyun yakin kalau wanita yang sudah bekerja untuk Jongin sebelum dirinya menikah dengan Jongin memiliki trauma karena kejadian itu. Apalagi harus berbicara sebagai saksi, sehingga dirinya harus kembali membuka lembaran buruk tersebut.

"S-saya saat itu ingin mengambil buah untuk Nyonya Baekhyun," suara bibi Ahn terdengar kecil. Isak tangis wanita tua itu juga terdengar menyakitkan. "Lalu saya melihat dia," ia menunjuk Taemin yang duduk santai dikursi tengah. "Mendorong tubuh tuan Jongin lalu memukul pipinya."

Bibi Ahn menjeda ucapannya dengan tangisan. Ia kembali melanjutkan ceritanya setelah mengambil nafas panjang. "Lalu saya memanggil Paman Lee dan Paman Song yang menjadi satpam, menyuruh mereka untuk melindungi tuan Jongin. Saya juga menyuruh nyonya Baekhyun untuk berlindung," bibi Ahn menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak kuat untuk melanjutkan ceritanya. "Saya berteriak karena dia mengeluarkan pisau, kemudian saya dipukul hingga saya pingsan."

Setelah pengakuan dari saksi, hakim menyuruh tersangka, Taemin untuk berbicara.

Baekhyun harus menahan rasa kesalnya mendengar ucapan santai lelaki tersebut.

"Saya ingin jabatan Jongin menjadi hak milik saya. Tapi dia menolak lalu saya memukulnya," Taemin mengangkat kedua bahunya acuh. "Saya kesal karena dia dapat sukses, sedangkan saya hanya mantan napi yang tidak memiliki apa-apa. Dia kaya, memiliki istri yang cantik dan akan memiliki anak. Saya tidak terima dengan semua yang dimilikki adik saya. Bukankah seharusnya saya yang seperti itu? Karena saya kakaknya.

Taemin mengerutkan keningnya, terlihat marah karena cerita yang dia ucapkan sendiri. "Saya tidak berniat membunuh adik saya. Tapi mendengar teriakan pembantunya itu membuat saya semakin kesal. Lalu satpam-satpam yang melindungi sangat mengganggu. Jadi saya menembak keduanya bergantian," setelahnya ia tersenyum miring. "Tapi saya senang, akhirnya setelah sekian lama saya dan Jongin bermain kembali. Dia ketakutan, memohon padaku untuk tidak menyentuh istri dan anaknya. Karena muak, saya menembak kepalanya lalu menusuk tubuhnya selama..." Taemin menghitung dengan jarinya. "Lima kali."

Baekhyun yang berada di kursi belakang semakin lemas. Seharusnya dia tidak bersembunyi saat itu, seharusnya dia keluar untuk menolong Jongin. Dia tidak peduli, lebih baik dirinya mati dibandingkan harus membayangkan betapa sakit dan ketakutan yang dirasakan oleh Jongin. Ia merasa menjadi istri yang tidak berguna. Bukankah seharusnya ia menemani suaminya? Bukankah dia sudah berjanji untuk bersama Jongin diwaktu senang maupun susah? Tapi kenapa dia harus bersembunyi? Kenapa dia harus takut? Padahal hingga diakhir hayatnya Jongin masih memikirkan dirinya dan juga anak mereka.

"Chanyeol..." cicit Baekhyun. "Kenapa aku tidak membantu Jongin saat itu, ya?"

"Aku yakin Jongin senang karena kau bersembunyi, Baek. Itulah yang dia inginkan, kau harus tetap hidup dan merawat anak kalian."

"Tapi aku-"

Ucapan Baekhyun terpotong karena Chanyeol menenggelamkan wajahnya yang sudah basah karena airmata. "Cukup, Baek. Kau tidak bersalah dan Jongin pasti bahagia disana."

Baekhyun tidak peduli lagi apa hubungannya dengan Chanyeol, dimana dirinya kini berada. Yang dia butuhkan saat ini adalah tempat bersandar. Jadi dia membiarkan airmatanya tumpah membasahi jas Chanyeol. Membiarkan sorotan kamera dari media mengambil potret dirinya dan Chanyeol.

.

.

Baekhyun kembali beristirahat di rumah sakit. Dirinya kembali pingsan setelah menghadiri persidangan. Mengetahui bagaimana suaminya terbunuh membuat pikirannya kembali kusut. Dan hal tersebut berdampak pada janin yang dikandungnya. Apalagi fotonya dan Chanyeol beredar diberita-berita. Membuatnya semakin merasa stress.

Berulang kali dokter menyuruhnya untuk memperhatikan kesehatannya dan kandungannya. Dia juga disuruh untuk mengurangi pikiran-pikiran yang akan menimbulkan stress. Bahkan dokter mendatangkan psikolog untuk membantunya, namun karena Baekhyun yang merasa takut dan tidak mempercayai orang asing membuat keberadaan psikolog tersebut menjadi sia-sia.

"Baek, ayo makan."

Baekhyun menoleh, menatap Chanyeol dengan tatapan datar. Ia menghela nafasnya pelan. "Kenapa kau kesini terus?"

"Aku ingin menjagamu."

"Chanyeol," Baekhyun memejamkan matanya sambil menghela nafas panjang. "Berhenti seperti ini. Kita hanya mantan suami istri. Bagaimana pandangan orang lain nanti."

"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja, Baek."

"Kenapa baru sekarang? Kau mempermainkanku?"

"Tidak..." Chanyeol menundukkan kepalanya, menatap tangannya yang saling meremas. "Kumohon, anggap saja ini permintaan maafku. Aku akan menjagamu hingga anakmu lahir."

Baekhyun menghela nafasnya. Ia terlalu lelah untuk sekedar menanggapi ucapan Chanyeol. Jadi dia hanya merebahkan tubuhnya lalu memunggungi Chanyeol. "Terserah kau saja," setelah itu ia memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya.

.

.

Baekhyun memang membiarkan Chanyeol selalu bersamanya, menemaninya selama hampir satu bulan ini. Lelaki itu selalu datang ke kamar tempatnya dirawat. Selama ini pula Baekhyun dirawat dirumah sakit. Hal ini karena dirinya kerap kali merasa tertekan saat mengingat Jongin. Jadi dokter terus menyuruhnya untuk tetap dirawat. Baekhyunpun tidak masalah, karena dirinya masih terlalu takut untuk pulang kerumah.

Sebenarnya selain Chanyeol, bibi Ahn juga sering datang menemani Baekhyun. Membantu keperluan yang dibutuhkan Baekhyun. Baekhyun cukup senang, karena bibi Ahn membuatnya merasa lebih tenang. Jessica juga sudah datang menjenguk Baekhyun, namun sahabatnya itu lagi-lagi harus pergi ke Jepang untuk urusan pekerjaannya. Benar-benar wanita karir yang sibuk.

Jika Chanyeol, Baekhyun sering kali mengacuhkan kedatangan lelaki tinggi itu. Chanyeol akan datang setelah laki-laki tersebut selesai bekerja, kemudian membantu Baekhyun mengupas buah dan mengurusi kepentingan rumah sakit. Baekhyun tidak banyak berbicara dengan Chanyeol, mereka hanya berbicara seadanya saja. Ia pernah bertanya, kenapa Chanyeol tetap datang meskipun dirinya kerap kali mengacuhkannya. Chanyeol hanya menjawab bahwa ia sudah senang dengan hanya melihat Baekhyun dan memastikan Baekhyun dalam keadaan baik.

Baekhyun tidak tau apa yang harus ia katakan setelah itu.

"Uhh-" Baekhyun memejamkan matanya, tangannya mengelus perut buncitnya dengan lembut. Seakan memberitahukan anaknya, bahwa dirinya disini. Ibunya disini. Namun anaknya kembali menendang-nendang didalam sana. Baekhyun tersenyum miris. Apakah anaknya merindukan ayahnya? 'Mama juga merindukan papamu, nak...'

"Baek, kau kenapa?"

Baekhyun membuka matanya, masih dengen meringis pelan. "Tidak apa, bayiku hanya menendang."

"Mau aku panggilkan dokter?!" Chanyeol terlihat panik di tempatnya. Raut khawatir terlihat jelas diwajah tampannya.

Kepala Baekhyun menggeleng. Ia masih mengelus perutnya. "Tidak perlu, bayiku hanya merindukan ayahnya," setelahnya Baekhyun menunduk, menatap perutnya dengan tatapan nanar.

Namun ia terlonjak kaget saat mendapati tangan Chanyeol berada diatas perutnya. Mengelus perutnya dengan pelan. Dan anehnya lagi, tendangan di perutnya perlahan hilang. Bayinya kembali tenang. Airmata Baekhyun kembali tumpah. Ia terisak pelan melihatnya, bayangan Jongin yang selalu berbisik didepan perutnya kembali terlihat.

"Baek?"

"Jongin selalu berbisik di depan perutku jika bayi kami seperti tadi."

"Apa yang Jongin ucapkan?"

Baekhyun menggigit bibir bawahnya. "Sayang, tenanglah. Jangan menyakiti mama, oke," Baekhyun membentuk senyuman kecil. Mengingat apa yang sering dilakukan Jongin membuatnya amat sangat merindukan kelembutan suaminya itu.

Kenangan yang diingat Baekhyun menghilang ketika Chanyeol mendekatkan wajahnya lalu berbisik didepan perutnya. Mengucapkan kalimat persis seperti yang diucapkan Jongin. Hal itu membuat Baekhyun menangis, tanpa sadar dirinya memegang tangan Chanyeol yang berada di perutnya lalu meremasnya pelan. "Chanyeol... terima kasih."

Setelah kejadian tersebut, hubungan Chanyeol dan Baekhyun mulai membaik. Baekhyun sudah dapat menerima keadaan dimana Chanyeol selalu datang untuk menjenguknya. Meskipun beberapa kali Chanyeol tidak datang untuk mengurusi agensinya yang ingin mendebutkan artis baru.

Hari ini senyuman Baekhyun mengembang lebar. Ini karena Chanyeol yang datang dengan sekantung mandu yang ia beli di perjalanan. Diam-diam Baekhyun terharu, Chanyeol mengingat makanan kesukaannya.

"Maaf tiga hari ini aku tidak menjagamu."

"Tidak apa, bibi Ahn selalu bersamaku."

Ngomong-ngomong tentang bibi Ahn, wanita paruh baya itu kini bekerja dengan Baekhyun. Ia akan pulang jika Chanyeol sudah datang untuk menjaga Baekhyun.

"Aku akan menyiapkan mandu-nya," Chanyeol mengeluarkan mandu yang dia bawa lalu mengambil piring yang tersedia di meja samping tempat tidur Baekhyun. Mengeluarkan mandimu tersebut lalu membantu Baekhyun memakan mandu tersebut dengan menyuapinya. "Bagaimana kabarmu, Baek?"

"Baik. Tapi aku memutuskan untuk berada disini hingga aku melahirkan nanti."

Chanyeol mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia memberikan minum kepada Baekhyun saat wanita itu sudah menghabiskan tiga potong mandu dengan cepat. "Setelah melahirkan kau akan pulang... kemana?" Chanyeol tidak tau apakah pertanyaannya ini benar atau salah. Dia tau, Baekhyun tidak ingin pulang kerumah besar milik Jongin setelah kejadian pembunuhan tersebut.

"Kerumah. Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"A... tidak," Chanyeol mendesah pelan. Ia merutuki dirinya yang menjadi orang bodoh, bagaimana mungkin dia berpikiran untuk mengajak Baekhyun pulang bersamanya. Memangnya siapa dirinya? "B-baek, aku keluar dulu."

Chanyeol meletakkan piringnya di atas meja kemudian meninggalkan Baekhyun dalam kesendirian dalam ruang inapnya tersebut.

.

.

Mungkin Baekhyun terlihat baik-baik saja dimata orang lain. Suaminya meninggal secara tragis, tapi Baekhyun dapat menerimanya dengan tabah, menerima kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya. Meskipun dirinya tetap mengalami stress, namun perlahan dirinya terlihat dapat melewati stressnya tersebut.

Namun berbeda dengan apa yang terjadi dalam dirinya. Baekhyun menikah dengan Jongin karena ia tau kalau lelaki itu sangat mencintainya. Jadi Baekhyun menerima lamaran Jongun dengan alasan dirinya ingin bahagia. Ya, Baekhyun memang bahagia setelah menikah dengan Jongin. Dirinya selalu dimanja, diberikan kasih sayang dan perlakuan yang lembut dari Jongin, berbeda dengan pernikahannya sebelumnya. Tapi tetap saja, Baekhyun tidak bisa membalas perasaan Jongin secepat dirinya menerima lamaran lelaki tersebut.

Terserah jika kalian ingin menilainya sebagai wanita tidak tau diri. Tapi hatinya tetap milik seorang Park Chanyeol. Selama pernikahannya dengan Jongin, Baekhyun sering kali memikirkan Chanyeol.

Namun yang namanya sebuah perasaan, tidak dapat dicegah, tidak dapat di mengerti. Perasaan untuk Jongin perlahan muncul ketika bayi mereka yang berada didalam rahimnya berumur empat bulan. Meskipun belum bbesar, namun Baekhyun mengakui perasaannya. Bahwa dia mulai mencintai seorang Kim Jongin, suaminya.

Meskipun perasaan untuk Chanyeol belum hilang sepenuhnya.

Tentu kepergian Jongin untuk selama-lamanya membuatnya terguncang secara batin. Jika dirinya tengah sendiri, Baekhyun akan menangis. Menangisi kehidupannya, kenapa dirinya tidak bisa merasakan bahagia? Hidup bahagia dengan orang yang ia cintai. Menangisi Jongin, mengingat segala kelembutan suaminya itu. Betapa esar kasih sayang yang sudah diberikan Jongin untuknya.

Lalu... menangisi Chanyeol. Karena ia merasa bingung, kesal, marah kepada mantan suaminya itu. Kenapa Chanyeol bersikap baik kepadanya? Kenapa dia harus melakukannya sekarang? Kenapa baru melakukannya sekarang? Kenapa tidak sejak dulu?

Baekhyun kembali menangis. Ia memeluk dirinya sendiri, memeluk perutnya yang buncit, berucap bahwa dirinya sangat mencintai anaknya, anaknyalah yang menjadi sumber kekuatannya saat ini. Baekhyun tidak tau apa yang akan terjadi jika anaknya tidak bersama dengannya. Mungkinkah dirinya akan menyusul Jongin?

Tangisan Baekhyun yang semakin deras sayangnya terlihat oleh Chanyeol yang baru masuk kedalam kamar inapnya. "Baekhyun!" lelaki tinggi itu berucap panik lalu berlari mendekat. "Hey, kau kenapa?" ia memegang pundak Baekhyun, menatapnya khawatir. "Ada yang sakit?"

Baekhyun menggeleng. Ia menghapus airmatanya kemudian menjauhkan tangan Chanyeol dari tubuhnya. Ia terisak pelan. "Chanyeol... apakah aku tidak pantas bahagia?"

"Kenapa tiba-tiba kau bicara seperti itu?"

"Karena aku tidak pernah merasakan bahagia dalam hidupku. Pernikahanku denganmu sangat buruk, kau memberikanku luka yang sangat lebar," tanpa disadari Baekhyun, Chanyeol menatapnya nanar. "Lalu pernikahan ku dengan Jongin awalnya diselimuti oleh kebahagiaan. Bahkan saat itu aku berpikir bahwa aku adalah wanita paling bahagia, paling beruntung karena menikah dengan Jongin. Tapi sekarang? Aku merasa seperti sebuah gunung menghantam tubuhku. Sakit sekali."

"Baekhyun..." Chanyeol memegang tangan Baekhyun, meremasnya pelan kemudian menciumnya. "Maaf, maafkan aku sudah menjadi orang yang membawa kenangan buruk dalam hidupmu. Aku sangat jahat, mungkin aku tidak pantas berada bersamamu saat ini. Aku mengakui kesalahanku. Tapi kau tau, Baek? Aku yakin Tuhan sedang menyusun skenario untuk kehidupanmu yang bahagia. Percayalah."

Baekhyun menggigit bibir bawahnya sambil menatap Chanyeol. Ditatapnya wajah lelaki yang hingga saat ini masih memiliki tempat dihatinya. "Chanyeol... maukah kau tidur disampingku? Memelukku?"

Keinginan Baekhyun dipenuhi Chanyeol, kini lelaki tinggi itu tengah merebahkan tubuhnya disamping Baekhyun kemudian memeluknya erat. Tanpa percakapan, keduanya terhanyut dalam pikirannya masing-masing.

.

.

Chanyeol tengah berada di Jeju untuk urusan pekerjaannya. Dia ingin cepat-cepat pulang, dia ingin menemani Baekhyun karena wanita itu sebentar lagi akan segera melahirkan. Terakhir dokter memberitahukan bahwa Baekhyun akan melahirkan sekitar dua minggu lagi.

Tapi Chanyeol mendapat telpon dari rumah sakit bahwa Baekhyun akan segera melahirkan, bahkan wanita itu sudah melewati pembukaan empat.

Chanyeol dibuat bingung.

Ia langsung menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Tidak peduli dengan bawahannya yang kesusahan karenanya. Besok dirinya harus pulang, jadi Chanyeol langsung menyuruh asistennya memesan tiket pesawat pagi-pagi.

Keesokkan harinya, Chanyeol sampai dirumah sakit siang hari menjelang sore. Pesawatnya mengalami delay sekitar satu jam dan perjalanan dari bandara ke rumah sakit harus penuh perjuangan karena macet. Chanyeol melangkahkan kakinya menuju ruang inap Baekhyun. Ia tersenyum kecil, menatap bucket bunga yang berada di tangannya. Hadiah untuk Baekhyun yang telah berjuang.

"Tuan Park?"

Chanyeol dibuat kaget oleh seorang suster yang baru keluar dari ruangan Baekhyun. Ia menganggukkan kepalanya dengan senyuman tipis. "Aku ingin menjenguk Baekhyun sekarang, apa boleh?"

"Eh? Tapi Nyonya Baekhyun sudah pergi."

"Maksudnya?"

"Nyonya Baekhyun meminta dokter untuk segera pulang. Hm... permisi tuan Park, Nyonya Baekhyun menitipkan sesuatu untuk anda. Saya akan ambilkan dari ruangan saya. Mohon tunggu sebentar."

Chanyeol menatap suster yang berlari meninggalkannya. Ia menoleh, menatap ruangan dimana Baekhyun berada akhir-akhir ini. Dan ia tercekat, ruangan itu benar-benar kosong. Tidak ada sosok cantik yang duduk disana. Tidak butuh waktu lama, suster mendatangi Chanyeol dengan sebuah surat di tangannya. Setelahnya ia pergi menundurkan diri.

Dengan gerakan yang cepat, Chanyeol membuka surat yang diberikan suster tersebut. Manik bulatnya membaca deratan huruf dengan tulisan tangan yang sangat familiar untuknya. Tulisan tangan Baekhyun.

'Hey Chanyeol. Hm... aku sudah melahirkan dan anakku seorang laki-laki. Dia sangat mirip dengan Jongin hehe. Aku senang setidaknya aku dapat melihat sosok Jongin dari anakku ini.'

Kalimat awal dari surat Baekhyun membuat dada Chanyeol terasa sesak. Pasalnya, ada nama Jongin disana.

'Aku ingin berterima kasih padamu. Terima kasih banyak Chanyeol karena kau sudah mau menjaga dan merawatku. Membantuku melewati hari-hari beratku setelah kepergian Jongin. Kau sangat membantuku selama ini, Chanyeol. Tapi maaf, aku tidak dapat bersamamu lebih lama lagi. Kini kau dan aku tidak memiliki hubungan apapun, aku tidak ingin mendengar berita-berita yang nantikan akan membuat nama agensi yang telah kau kembangkan dengan susah payah menjadi jelek. Dan aku tidak ingin merepotkanmu lebih lama lagi.'

"Kau tidak pernah merepotkanku, Baek..." gumam Chanyeol pelan.

'Selamat tinggal Chanyeol. Hiduplah dengan baik dan jaga kesehatanmu.

Byun Baekhyun.'

Chanyeol menyimpan surat Baekhyun dalam saku jas yang ia pakai. Setelah menekan perasaan sesaknya, Chanyeol memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit yang memberikan kenangan baru untuknya selama dua bulan sebelumnya.

.

.

Satu tahun kemudian

Chanyeol menapakkan kakinya pada tangan yang membawanya menuju gedung taman pemakaman. Kerabatnya meninggal bulan lalu, dan Chanyeol baru bisa mengunjunginya hari ini karena jadwal pekerjaannya yang sibuk. Langkah ringannya terhenti saat melihat sosok perempuan yang sangat ia rindukan, sama seperti dirinya ingin masuk kedalam gedung.

"Baekhyun..." panggilnya pelan. Ia mendekat kearah Baekhyun yang menoleh kearahnya dengan wajah yang terkejut. "Hey, lama tidak bertemu."

"Ah, Chanyeol..." Baekhyun tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya, lama tidak bertemu."

Chanyeol menatap wanita cantik di depannya. Ia tidak dapat menghilangkan senyuman dibibirnya. Maniknya menatap sosok anak kecil yang berada di gendongan Baekhyun. Tangannya terjulur, mengelus rambut anak tersebut. "Kau membawa Taeoh, ingin mengunjungi Jongin?"

Anggukan diberikan Baekhyun. Ia tersenyum saat anaknya itu menatap Chanyeol dengan tatapan bingung. "Kau tau nama anakku?"

"Tentu, aku sering melihatnya diakun sosial mediamu. Dia benar-benar mirip Jongin."

Baekhyun tersenyum kecil dengan rona di pipinya. Mengetahui bahwa Chanyeol melihat akun media sosialnya membuatnya berdebar. Ia melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, masuk kedalam gedung diikuti oleh Chanyeol. "Apa yang kau lakukan disini, Chan?"

"Mengunjungi kerabatku, dia meninggal bulan lalu."

"Ah... turut berduka cita."

"Tidak apa," Chanyeol menepuk pundak Baekhyun dengan pelan. Ia dan Baekhyun berpisah, Baekhyun menuju blok tempat dimana abu Jongin diletakkan, ia pun begitu menuju tempat kerabatnya. Chanyeol menyapa kerabatnya sebentar, meminta maaf karena baru datang hari ini. Setelahnya ia menyusul Baekhyun, menatap punggung wanita itu dari belakang. Kemudian mendekat.

"Taeoh, ini ayahmu..." Chanyeol tersenyum kecil, ia dapat melihat Baekhyun berbicara pada anaknya sambil menunjuk foto Jongin yang berada disana. Dirinya tidak ingin mengganggu Baekhyun, jadi ia hanya berdiri dibelakang Baekhyun.

"Yom Yom!" (Om! Om!) Suara dan tunjukan tangan dari Taeoh membuat Baekhyun berbalik. Ia cukup terkejut saat mendapati Chanyeol berdiri dibelakangnya.

"Chanyeol? Kenapa kau kemari? Kau tidak mengunjungi kerabatmu?"

"Sudah," dengan langkah santai Chanyeol kini berdiri disamping Baekhyun. "Aku juga ingin mengunjungi Jongin. Sepertinya aku harus berterima kasih padanya," Chanyeol menoleh, menatap Baekhyun yang juga menoleh kearahnya. "Karena dia sudah menjaga dan memberikanmu kebahagiaan. Setidaknya dia sangat jauh berbeda daripada aku."

"Chan..." Baekhyun menghela nafasnya. "Lupakan itu masa lalu."

Chanyeol mengangguk dengan bibir yang ia tipiskan. "Lagipula aku juga ingin meminta izin pada Jongin."

Baekhyun menatap Chanyeop dengan wajah yang bingung. Keningnya berkerut. "Meminta izin?"

"Aku ingin menebus kesalahanku, aku ingin kesempatan lagi untuk membahagiakanmu, Baek."

"Apa?!"

.

.

Chanyeol dan Baekhyun keluar dari gedung pemakaman dengan suasana yang canggung. Sedaei tadi Baekhyun hanya sibuk dengan Taeoh, mengelus surai lembut anaknya, bermain dengan anaknya. Sedangkan Chanyeol hanya melihat mereka dengan tatapan sendu. Baekhyun tidak berbicara lagi padanya semenjak kata-kata di depan abu Jongin ia ucapkan.

Bodoh.

Itu yang sejak tadi Chanyeol katakan untuk dirinya sendiri.

"Aku akan langsung pulang."

"Baek-"

"Selamat tinggal, Chanyeol"

"Baekhyun, tunggu," Chanyeol menarik tangan Baekhyun, membuat wanita itu berhenti dan menghadap kearahnya. "Aku serius dengan ucapanku, Baek. Aku... aku menyesal, aku masih belum bisa melupakanmu, aku masih mencintaimu."

Baekhyun melepaskan genggaman Chanyeol pada tangannya. Manik sipitnya menatap dalam mata bulat Chanyeol yang menatapnya dengan sendu. Jika bisa dibilang jujur, perasaannya untuk Chanyeol juga masih ada. Tapi Baekhyun terlalu takut. Takut untuk menerima Chanyeol kembali, takut untuk memulai sebuah hubungan kembali. Ia ingin bahagia bersama Taeoh, berdua saja dengan anaknya.

"Chanyeol, meskipun perasaan itu tetap ada, kita tetap tidak bisa bersama."

"Kenapa..." suara Chanyeol terdengar sangat lesu. Pundak tegap lelaki tinggi itu turun kebawah, menatap Baekhyun dengan tatapan penuh rasa sakit.

"Kau sudah pernah berbohong padaku, bagaimana aku bisa mempercayaimu," Baekhyun mengambil tangan Chanyeol lalu menggenggamnya. "Lupakan aku, Chanyeol. Carilah yang lebih baik dariku, jaga dia jangan sia-siakan dia. Aku juga sudah memiliki seorang anak, aku akan bahagia bersama anakku."

"Aku tidak peduli, Baek. Taeoh akan aku anggap seperti anakku sendiri. Aku hanya ingin denganmu."

Baekhyun menggeleng, ia melepaskan genggamannya pada tangan Chanyeol lalu melangkah satu langkah mundur. "Tidak Chanyeol. Mari kita hidup bahagia dengan jalan kita masing-masing. Lupakan apa yang sudah terjadi di masa lalu. Aku pun sudah memaafkan sikapmu."

"Tapi... boleh aku memelukmu?" Chanyeol kembali menahan Baekhyun yang akan pergi. "Untuk terakhir kali?"

"Tidak Chanyeol, itu hanya akan membuatmu semakin merasa sakit," Baekhyun tersenyum kecil. Menatap lekat wajah tampan Chanyeol. Wajah tampan yang orang yang pernah mengisi hari-harinya. Memberikan kenangan indah dan buruk bersamaan. Orang yang tidak pernah dapat ia lupakan, seberapa besar dirinya mencoba.

Namun Baekhyun juga harus tetap berada di pendiriannya.

"Selamat tinggal, Chanyeol."

Setelah itu, hanya punggung Baekhyun yang menjauh yang dapat di tangkap oleh manik bulat Chanyeol. Sebisa mungkin Chanyeol menekan perasaan sakitnya, mencoba menahan tangisnya dengan wajah datarnya. Setelah itu Chanyeol memutuskan meninggalkan taman pemakaman dengan perasaan yang kacau.

.

.

oOo

.

.

So, ada yang masih inget sama cerita ini?

Jadi Chanyeol sama Baekhyun tidak bersama lagi :') gak harus bersama lagi kan emang? Abisnya Chanyeol jaat sih.

Yaudaaa gamau lama2 makasih buat yang nunggu cerita ini dan jangan lupa reviewnya ya^^ babay~