Level Up
.
Characters belong to Masashi Kishimoto.
.
This Is SasuHina Story!
Alternative Universe! Out Of Character! Typical Errors!
You've been warned!
.
This is the 2nd installment of Game On. You might need to read that one first to follow the plot of this installment.
.
.
.
What Doesn't Kill You, Won't Make You Stronger.
.
.
Pukul. Hantam. Hancurkan. Lebih keras.
Kata-kata itu terus berputar di kepala Hinata seperti rekaman rusak saat ia lagi-lagi melayangkan tinjunya pada sand bag. Kaus tanpa lengan yang ia kenakan membuat kulit putihnya yang mengkilat karena keringat terpampang jelas. Kuncir kuda tingginya tak bisa mencegah beberapa anak rambutnya melekat basah di permukaan kulit.
Hinata mundur dengan satu langkah lebar sebelum berputar dengan kaki kiri terangkat, membuat satu tendangan ke target mati di hadapannya. Hinata tidak memedulikan apapun sekarang. Dari luar ia mungkin masih terlihat lemah, tak seperti penampilan agen lain yang memiliki aura yang tajam. Tapi semua orang di Anbu tahu bagaimana dirinya sekarang. Gadis lemah yang mereka panggil anak kelinci hampir tiga tahun silam itu telah berubah menjadi jauh lebih kuat.
"Belakangan ini aku merasa kasihan terhadap sand bag yang sialnya menjadi teman latihanmu."
Suara Naruto yang tiba-tiba mengisi area pelatihan membuat Hinata menghentikan aktivitasnya sejenak. Diraihnya sand bag yang masih berayun liar itu agar berhenti. Ia menengokkan kepalanya hingga bertemu tatap dengan manik biru Naruto.
"Kalau ku ingat, pukulanmu jauh lebih brutal dari siapapun di agensi ini, Agen Wind," balas Hinata.
Naruto hanya mengedikan bahu ringan. Hinata menghirup napas panjang, berusaha menetralkan irama napas dan detak jantungnya yang sebelumnya bekerja di atas batas normal. Hinata melompat keluar dari ring latihan sambil melepaskan sarung tinju yang ia kenakan.
"Kudengar misi solomu kemarin sukses," komentar Naruto.
"Ya, kemarin bukan misi yang terlalu sulit." Hinata meletakkan sarung tinjunya ke tempat peralatan yang tersedia sebelum benar-benar memberikan atensinya kepada Naruto.
"Melihat laporanmu, kurasa kau terlalu bertindak gegabah."
"Kenapa begitu?"
Mata Naruto menyipit tajam ke arah Hinata, namun hanya sesaat sampai ia menghela napas. "Aku tahu kau sudah menjadi lebih kuat. Tapi berhenti bertindak di luar batas," ujar Naruto, lebih seperti menasihati. "Kakashi meminta kita untuk berkumpul siang nanti," sambung Naruto setelah beberapa saat tak mendapati balasan Hinata.
"Apa cukup mendesak?" Hinata melirik jam yang menempel di salah satu sisi dinding ruangan.
"Tidak, masih ada sekitar dua jam lagi."
Hinata mengangguk pelan. "Kalau begitu sepertinya aku ingin membersihkan diri terlebih dahulu."
Naruto menunggu Hinata mengenakan sweater sejenak sebelum melangkah ke arahnya. Mereka berjalan bersisian keluar dari ruangan itu.
"Kali ini tentang apa?" tanya Hinata, dan tanpa penjelasan apapun lagi Naruto tahu apa yang dimaksudkan.
"Entahlah, Kakashi hanya bilang ini penting."
Hinata tak bertanya lebih lanjut, ia terus melangkah melewati koridor-koridor gedung. Arah langkahnya berpisah dengan Naruto saat mereka berada di lobby depan. Naruto berjalan menuju lift dan Hinata yang keluar dari gedung.
Hinata sudah cukup terbiasa dengan bangunan baru gedung utama dan beberapa fasilitas baru Anbu. Ia tak pergi ke manapun semenjak rekonstruksi area Anbu dilakukan. Wilayah itu sudah seperti rumahnya. Bukan hanya karena sekarang ia tinggal di sana, tapi juga karena ia sudah merasa terbiasa berada di sana.
Nama Hinata juga semakin populer di Anbu. Terima kasih atas skandal terakhirnya yang membuatnya ditangkap untuk upaya penyelidikan kasus Sasuke. Mereka menangkapnya dengan alasan yang cukup dangkal sebenarnya, yaitu karena Hinata yang saat itu selalu menghabiskan waktunya dengan Sasuke.
Pertanyaan yang dilemparkan kepadanya cukup menggelikan namun juga menghibur. Apakah kau tahu Thunder merupakan ketua Akatsuki? Apa dia mengatakan sesuatu padamu tentang Akatsuki? Apa kau tahu keterkaitannya dengan Akatsuki? Menurutmu sejak kapan dia bersama Akatsuki? Selama ini kau tidur dengannya dan sama sekali tak mengetahui bahwa dia adalah pemimpin sebuah organisasi radikal penganut pembaharuan?
Saat itu Hinata berpikiran untuk mencoba membunuh dirinya lagi. Kenapa ia selalu jatuh dan percaya kepada orang yang salah?
Setidaknya, ia tahu perasaan Neji untuknya merupakan perasaan yang murni, dan ia tak ragu jika harus mati untuk cinta yang seperti itu. Tapi Sasuke... pria itu benar-benar seorang monster. Orang-orang mengatakan bahwa pria itu adalah monster, dan itu memang benar. Hanya Hinata yang memandangnya sebagai seorang pria, dan itu adalah kesalahan fatalnya. Terkadang kau memang harus mempercayai apa yang orang lain katakan.
Hinata terlalu naif. Ia memercayai apa yang Sasuke katakan dan perbuat. Ia terlalu percaya bahwa pria seperti Sasuke memiliki sisi terang dalam dirinya. Ia terkadang penasaran, berapa kali saja Sasuke terbahak dalam hati mengetahui Hinata benar-benar berhasil dibodohinya.
..
...
..
"Ah, kau sudah datang," ujar Kakashi datar saat Hinata muncul dari balik pintu.
Hinata berhenti, ia berdiri sejenak untuk mengamati ruangan itu. Ada Yahiko duduk dengan tangan menumpu dagunya, seringai kecil muncul di bibir pria itu ketika Hinata masuk. Dua kursi di samping kiri pria itu ada Konan dengan raut tanpa ekspresi berarti. Baiklah, Hinata menyadari bahwa hubungannya dengan wanita itu tak cukup baik setahun ke belakang ini, tapi ia memilih untuk mengabaikannya.
Lalu ada Naruto juga Sakura, yang bukan merupakan pemandangan aneh melihat mereka duduk bersisian. Meskipun Hinata sendiri masih heran dengan hubungan mereka sebenarnya. Tenten juga hadir di sana, selama ini rasanya hanya wanita itulah yang masih bertingkah normal saat berinteraksi dengan Hinata.
Dan satu orang lagi yang masih begitu asing, duduk di atas kursi dengan posisi yang kekanakan. Dari tempatnya duduk pria itu menatap Hinata langsung dengan matanya yang aneh.
"Siapa dia?" tanya Hinata kepada Kakashi tanpa basa-basi sambil bergerak ke salah satu kursi yang paling dekat dengan jangkauannya.
"Aku Ryuzaki." Pria itu berdiri dari kursinya, mendekati Hinata yang belum sempat duduk dengan tangan kanan terulur.
"Hinata," sahut Hinata singkat, sesingkat jabatan tangan mereka. Ia kemudian kembali memandang Kakashi. "Siapa dia?" tanyanya ulang.
Kakashi berdiri dari kursinya. "Perkenalkan, Agen L dari agensi Wammy. Informasi lengkap sudah di tablet kalian masing-masing. Dia akan bekerja di bawah Anbu untuk sementara waktu dan... dia akan menjadi partnermu, Hinata."
Hinata mengerjapkan kelopaknya, cukup terkejut. "Memangnya aku butuh partner?" tanya Hinata. Pasalnya kini Hinata merupakan agen tingkat tiga, dan hampir seluruh agen tingkat tiga tak memiliki partner tetap, antara mereka berkelompok atau hanya sendirian dalam menjalankan misi.
"Tentu," jawab Kakashi singkat.
"Kenapa tidak kau pasangkan saja Hinata dengan salah satu dari kami?" Yahiko masuk ke dalam percakapan.
"Karena kita kembali dengan agenda awal," jelasnya.
"Huh?" Bukan hanya satu mulut yang menyuarakan kebingungan itu.
"Kita akan kembali fokus terhadap Akatsuki."
"Apa?!" kejut Naruto dengan cukup nyaring.
"Kita butuh kelompok duo yang seimbang untuk pembagian spesifikasi misi yang berbeda." Kali ini Konan mulai angkat bicara. "Agen L merupakan agen tingkat lima, jadi dia akan dipasangkan dengan Hinata. Kami juga sepakat mengubah partner tetap kalian untuk misi ini,"lanjut Konan sambil memandang ke arah rekan timnya. "Naruto dengan Yahiko dan Sakura dengan Tenten. Pengelompokan ini sudah disesuaikan dengan spesifikasi misi yang akan kalian terima, seperti yang kukatakan di awal."
"Apa?! Tidak, terima kasih," protes Naruto sambil melirik tajam Yahiko.
"Kau tidak memiliki pilihan, Agen Wind," sela Kakashi tenang. "Kau ingat kongres Singapura yang diledakkan tiga tahu lalu, Hinata?" sambung Kakashi.
Hinata berkedip dua kali menyadari namanya disebut sebelum kepalanya mengangguk.
"Setelah semua investigasi yang selama ini dilakukan, kami menemukan hal yang menarik," buka Kakashi.
"Memangnya apa yang lebih menarik ketimbang mengetahui kartu as mu ternyata berkhianat dan membodohi seisi agensi?" Yahiko mencibir kecut yang kemudian dihadiahi lirikan tajam Kakashi.
Hinata melirik Yahiko sejenak, sampai sekarang ia masih memikirkan kemungkinan alasan yang membuat ayahnya memutuskan untuk membuat Yahiko satu tim dengannya pada saat perombakan minor setahun silam.
"Akatsuki merupakan organisasi yang lalim. Aku yakin kalian tahu itu. Mereka bukanlah kelompok komunis ataupun kapitalis. Tujuan mereka adalah membawahi pemerintahan dan mungkin tidak akan ragu melawan secara terbuka jika diperlukan. Dan dilihat dari prinsip dasarnya, bagian dalam mereka tidak begitu kokoh karena perubahan peraturan yang tidak konstan dalam tubuh organisasi, mirip seperti kelompok tirani," jelas Kakashi panjang lebar.
"Uh... jadi..." Naruto menyela, agak meragukan dirinya sendiri untuk mengerti apa yang dikatakan Kakashi.
"Intinya mereka itu kumpulan orang-orang sinting yang gila kekuasaan," sergah Konan singkat, padat, jelas dan yang paling penting, mudah dipahami. "Dan setiap organisasi punya pemimpin, bukan? Untuk Akatsuki, kita tahu sekarang Thun... maksudku Uchiha Sasuke yang memegang kendali."
Hinata tidak mengerti, sudah dua tahun berlalu namun dirinya masih saja tanpa sadar berjengit ketika mendengar nama Sasuke. Tapi bukan salahnya, tentu. Bagaimanapun, saat itu Sasuke berhasil membuat Hinata jatuh begitu dalam sehingga sulit baginya untuk kembali ke permukaan.
"Dalam investigasi ini, kami menemukan bahwa nyatanya Sasuke bukanlah pemimpinnya saat dia masih bekerja di agensi. Tapi dia mengincar posisi itu sejak lama. Jalannya pun untuk mengklaim posisi itu tidaklah mudah," jelas Konan. "Cara kerja organisasi reformis seperti Akatsuki biasanya seperti kepemimpinan era Trojan. Yang kuat akan menjadi yang berkuasa."
"Jadi... maksudmu dia bergabung di agensi untuk memperkuat dirinya sendiri?" tanya Yahiko.
"Ya, tapi bukan hanya itu." Kali ini Kakashi lah yang menjawab. "Dia menggunakan agensi untuk mempermudah aksesnya menyingkirkan lawan-lawannya."
"Lawan?" Kening Tenten berkerut.
"Yugaku Hidan, target kita yang berhasil kita selesaikan di Denmark merupakan salah satu anggota Akatsuki yang memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin selanjutnya, dia juga mendapatkan dukungan yang besar dari dalam tubuh Akatsuki sendiri. Dan saat itulah Sasuke bergerak, selagi terus memata-matai agensi, misi yang ia dapat untuk membunuh Yugaku Hidan merupakan keuntungan besar untuknya."
Konan berhenti sejenak untuk mengambil napas, ia melirik tablet yang tergeletak di depannya sebelum kembali mengangkat wajah.
"Selanjutnya misi di Singapura. Ada dua orang petinggi Akatsuki yang tengah dipertimbangkan untuk dijadikan pemimpin yang baru. Dan lagi, atas misi yang kita berikan, Sasuke dengan senang hati meledakkan seluruh kongres. Benalu di jalan yang perlu dilewatinya tersingkir dan boom... dia menjadi yang paling berkuasa dan membawahi satu pasukan sekarang," tutup Konan.
"Jadi maksudmu selama ini kita hanya membantu melicinkan niatnya?" tanya Naruto geram.
"Ironis, memang," respons Kakashi. "Dan saat kita meneliti tiap korban pada misi itu, hanya sekitar setengah dari keseluruhan yang merupakan anggota aktif Akatsuki."
"Tapi tetap saja ini gila! Dia tetap mengorbankan orang-orangnya hanya untuk menjadi pemimpin organisasi seperti itu!" sergah Naruto.
"Eh... tunggu," Yahiko menyela, tak memedulikan protesan Naruto. "Kau bilang pemimpin selanjutnya, bukan? Apa itu artinya saat itu Akatsuki tidak memiliki pemimpin?"
"Boleh aku bicara?"
Semua pasang mata di ruangan itu yang awalnya memberikan atensinya kepada Yahiko beralih ke sosok orang baru yang baru saja membuka mulutnya lagi.
"Tentu," jawab Kakashi.
"Aku memang tidak tahu banyak tentang organisasi ini. Tapi dari apa yang kudengar tadi, deduksiku mengatakan mereka bukannya tidak memiliki pemimpin saat itu," ujar Ryuzaki dengan nada yang terlampau tenang, posisi duduknya masih tak berubah, sama seperti pertama Hinata melihatnya. "Jika benar bereka menggunakan sistem era Trojan seperti yang kalian katakan, ditambah si Sasuke ini yang nyatanya bisa mengorbankan banyak orang dari organisasinya. Bukan tidak mungkin mereka memiliki niat untuk menggulingkan siapa pun yang saat itu memimpin dan menggantinya dengan orang yang mereka pandang lebih layak. Lebih menjanjikan keuntungan."
Ryuzaki menurunkan kedua kakinya yang bertengger di atas kursi kemudian menumpukan berat badannya ke depan, satu tangannya ia letakkan di atas meja untuk ia jadikan tumpuan kepalanya. Satunya lagi memainkan pulpen yang tergeletak di depannya. Pemandangan itu mengundang atensi yang lainnya, hampir seluruh yang hadir menatapnya dengan tatapan aneh.
"Kita cukup diuntungkan kalau begitu," tambah Ryuzaki lagi.
"Diuntungkan?" Sakura menggumamkan ketidak-pahamannya,.
"Itu artinya situasi Sasuke ini..." Ryuzaki memegang pulpen yang tadi ia mainkan, menahannya pada posisi berdiri. "... tidak begitu stabil," ucapnya tepat saat ia melepaskan pegangannya pada pulpen itu, menjadikan benda itu terjatuh.
"Agen L benar," sela Kakashi. "Jika pemimpin sebelumnya juga diincar untuk digulingkan. Ada kemungkinan Sasuke juga akan mendapatkan ancaman yang sama. Seperti yang sudah kukatakan, Akatsuki terlihat kuat, namun rapuh di dalamnya. Mosi tidak percaya yang menyebar di dalamnya akan membuat Sasuke waspada. Perhatiannya bukan hanya untuk mengatasi serangan dari luar, tapi juga kemungkinan pengkhianatan dari dalam."
Suara helaan napas terdengar selang beberapa detik setelah Kakashi menyelesaikan kalimatnya.
"Bagaimana bisa tidak satu pun dari kita tahu?" keluh Tenten.
"Tidak ada satu pun dari kita yang mengetahui apapun sebelumnya." Konan merespons. "Proses investigasi sendiri memakan waktu yang lama. Ditambah serangan di degung utama Anbu saat itu yang semakin menghambat kinerja kita."
"Bukan itu. Maksudku bagaimana bisa tidak ada satu pun di agensi yang mencurigai Sasuke."
"Apa yang perlu dicurigai?" Sakura kini mulai menyuarakan pendapatnya. "Agensi menemukannya saat dia masih berusia empat belas tahun. Dia cukup terlatih saat itu, tapi hal itu wajar untuk alasan perlindungan diri melihat lingkungan di mana ia tinggal. Dengan segala narasi yang dilakoninya, tidak ada yang menyangka dia merupakan seorang anak yang sengaja dikirim oleh salah satu organisasi yang ingin menghancurkan pemerintahan."
"Apa mungkin dia memang sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpinnya sejak saat itu?"
"Entahlah. Tapi kurasa, Sasuke bukanlah satu-satunya." Kakashi menumpukan dagunya di kedua jemarinya yang bertautan.
"Maksudmu?" tanya Yahiko.
"Anbu bukanlah satu-satunya agensi yang melakukan pekerjaan seperti ini." Bukan Kakashi, kini Ryuzaki kembali memaparkan pikirannya. "Jenderal Hatake memikirkan bahwa mungkin ada beberapa orang seperti orang yang kita bicarakan ini yang juga memata-matai agensi lain. Dan Sasuke ini... sepertinya sudah terlalu haus akan kekuasaannya sehingga memilih untuk bergerak lebih cepat."
Ryuzaki menutup penjelasannya kemudian membenamkan wajahnya kedua tangannya yang terlipat di atas meja.
"Itu sih baru spekulasi dan teori saja. Kita tetap harus mendapat konfirmasi atas segalanya," tambahnya tanpa mengangkat kepala, membuat ucapannya lebih terdengar seperti gumaman tak jelas.
Hampir seluruh agen yang hadir kembali mengerutkan kening mereka melihat tingkah agen tingkat lima itu. Dan semua agen minus Naruto dan Hinata sepertinya memiliki pemikiran yang sama. Tentang apakah kenaikan pangkat tingkat lima itu bisa berpotensi memiringkan orang seorang agen.
Naruto sendiri tak terlalu peka dengan tingkah Ryuzaki. Mungkin karena ia juga agen tingkat lima sehingga tanpa sadar menganggap keanehan itu merupakan hal yang wajar. Entahlah.
Dan untuk Hinata. Ia diam karena memang tak bisa merespons apapun. Seperti tubuhnya mulai gemetar. Rekan timnya membicarakan Sasuke dengan sangat biasa, seolah itu merupakan bahasan umum. Tapi Hinata, setiap kali nama pria bersurai kelam itu menyapa gendang telinganya, Hinata merasa satu per satu bagian di dalam dirinya mati.
Tapi Hinata berusaha menerima perasaan sakit itu. Karena setiap rasa sakit itu datang membawa kekuatan untuknya. Menjadikannya lebih kuat dari sebelumnya. Ia tak ingin dikalahkan dengan rasa sakit itu. Sasuke tidak pantas mempermainkan hatinya seperti itu.
Tepat seperti yang orang lain katakan. Apa yang tidak membunuhmu tak akan membuatmu bertambah kuat.
"Oh... soal masa lalu Sasuke yang tertulis..." Konan menggantungkan kalimatnya sejenak. "Sekarang jelas itu merupakan kebohongan lain. Sasuke bukanlah yatim piatu. Pasangan suami istri yang terbunuh saat itu memang bermarga Uchiha sepertinya, tapi mereka bukanlah orang tua kandungnya. Kita belum memiliki informasi apapun tentang orang tua kandungnya. Tapi yang jelas... mereka pasti memiliki keterkaitan dengan Akatsuki."
"Yang selanjutnya akan menjadi misi pertama kita." Kakashi kembali mengambil alih. Ia melirik ke arah Konan, memberikan sinyal.
"Kalian bisa membuka bab sembilan di halaman tujuh puluh tiga." Konan menginstruksikan para agen untuk membuka berkas yang ditujukan pada tabletnya masing-masing.
Hinata memandang gambaran yang tersedia. Ada sebuah foto seorang gadis. Wajhanya tak jelas terlihat karena tertutupi tudung hoodie yang dikenakannya. Namun ia dapat melihat surai kelam panjangnya yang sepertinya memang sengaja dikeluarkan sebagian dari hoodie. Memang dasar, gaya anak jaman sekarang.
"Uchiha Izumi. Dua puluh tahun. Adik Sasuke... atau mungkin adik tiri. Entahlah," jelas Kakashi singkat.
"Ini adiknya?! Adik perempuan?! Jadi dia tidak punya kakak?!" geram Naruto yang mulai terbakar kembali amarahnya.
"Sepertinya begitu."
"Sial!" umpat Naruto.
Hinata sendiri mengeratkan kepalan tangannya. Kebohongan lain, huh? Ia kemudian berdiri dan langsung keluar dari ruangan tanpa mengatakan apapun. Kepalanya memanas, ia mungkin akan menghancurkan sesuatu jika tetap berada di sana.
.
to be continued...
..
.
Welkam di premier game on #2: level up halaaahhhh xD
Eh tapi eh curhat dong... ini agak pendek, ngga nyampe 3k malah. Tapi kok kayanya capek banget jiwa ini bikin ini chapter :v... mungkin ggr ada L kali jadi aku harus usaha bikin dialog yang seenggaknya ngga mencemari kejeniusannya wkwk
Tapi bener deh... dialog Kakashi-Konan-L itu bikin aku sendiri pusing *astagah xD
Sasu belon nongol, baru sebagai bahan gosipan. Ntar nongolnya kapan-kapan kalo aku udah ngga sensi lagi sama dia *plakk
Until then... see you guysss :*