Disclaimer: Tsukiuta milik Tsukino Production

Warning: AU, BL, typo, OOC. Don't Like, Don't Read! ;)

Summary: [Omegaverse] [hajishun, kaiharu] [4/4] Berjuang membuat kita mendapatkan yang lebih baik. Itu adalah sesuatu yang pasti. Karena menyerah tidak akan mendapatkan apa-apa, benar kan?

Aone: ini chap yang panjang untuk kaishun dan hajishun :D setuju banget deh, Hajime cocok jadi demon, dan Shun cocok jadi angel (mukanya doang tapi /oi) terima kasih sudah setia mengikuti ff ini :D

Written for self satisfaction. Nonprofit purpose.

XoXo-XoXo-XoXo

Demure © Kiriya Hazelheine

XoXo-XoXo-XoXo

4.

"Apa kau kemari karena Shun memintamu datang kemari lagi, Kai?" Haru segera mengambil tempat duduk tepat berhadapan dengan alpha yang berpenampilan kasual dengan jaket biru.

Mendapati ponselnya berdering karena Kai memberikan kabar kalau dia di Kyoto sekarang membuat Haru cukup terkejut. Dan sekarang mereka bertemu di café yang sama seperti waktu itu.

Kai menggeleng, "Ada sesuatu yang penting, makanya aku datang kemari."

"Oh, begitukah? Apa soal pekerjaan?"

"Hm—ini oleh-oleh." Bukannya menjawab, Kai malah menyodorkan sebuah paperbag berisi sekotak ice cream cakes Häagen Dazs Green Tea.

"Untuk Shun?"

Kai tergelak, "Untukmu kok."

"Tapi Häagen Dazs adalah favorit Shun."

Kai menggaruk lehernya pelan, "Karena aku tidak tahu apa yang kau sukai. Jadi aku membeli ini."

Haru meletakkan paperbag di atas meja, "Err—terima kasih, Kai. Apa ini untukku saja? Lalu Shun?"

Manik kebiruan Kai melembut, Haru selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan itu mengesankan baginya. "Itu urusan Hajime. Bagaimana kalau kau memesan makanan terlebih dahulu. Aku akan mentraktirmu."

"Kai—selalu mentratirku. Alpha yang baik pasti menjadi incaran para omega." Haru membuka menu, matanya menjelajah menu yang terlihat menggoda penglihatan. Tangan dilambaikan kepada pelayan setelah menentukan pesanan.

"Hanya omega saja?"

"Tentu saja alpha dan beta juga. Tapi pasangan yang tercipta untuk Alpha adalah omega."

"Kalau kau?"

"Maksudnya?" netra Haru teralih dari pelayan tertuju pada Kai, meskipun pesanan belum selesai dia ucapkan.

Iris kebiruan Kai menatapnya dalam, "Aku menyukaimu, Haru."

"Eh?" Haru terkesiap.

"Eh?" sang pelayan yang mencatat pesanan turut terdiam.

Beberapa pelanggan di kursi samping turut mendengarkan deklarasi yang cukup nyaring itu.

Haru memperhatikan sekitarnya yang mendadak hening karena ucapan yang ditujukan Kai padanya. Seandainya bisa, dia ingin menyembunyikan wajahnya dari muka dunia sekarang.

"Ini adalah hal penting yang ingin aku katakan." Suara Kai terdengar tegas. Suara yang pasti membuat omega maupun beta manapun terkesima karenanya. "Kau terhadapku, bagaimana?"

Jadi Kai ke Kyoto hanya untuk menyatakan perasaan padanya?

Haru menatapnya tidak percaya. "Tapi… aku adalah beta, Kai."

Suatu saat kau akan menemukan omega yang terikat denganmu. Aku tidak punya tempat untuk berada di sampingmu.

"Beta memiliki kemungkinan untuk punya anak kok. Kita bisa mengusahakannya bersama."

"Eh—"

Tidak—bukan itu masalah utamanya!

Tepuk tangan terdengar di café. Diserukan oleh para pengunjung yang mendengarkan percakapan mereka. Haru hampir lupa dengan tempatnya berada sekarang.

Haru merasa malu mendengarkan ucapan blak-blakkan itu, "Aku masih kelas dua sma!"

"Aku bisa menunggu."

"A—aku ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi!"

"Aku orangnya cukup penyabar."

"A—aku harus memikirkan hal ini terlebih dahulu. Aku… akan pulang!" Haru bangkit dari kursinya dan segera pergi dari café, menyembunyikan separuh wajahnya dengan tangan kanan. Astaga, dia benar-benar merasa malu sekarang.

Kai menoleh pada pelayan café. "Bisakah pesanannya dibatalkan?"

"Y—ya, bisa saja. Tentu saja bisa."

"Apa menurutmu dia akan menolakku?"

"Bersemangatlah tuan!"

"Semangat!" seruan kembali terdengar dari pengunjung café.

"Ah, terima kasih." Kai tersenyum.

Pandangan Kai tertuju pada paperbag berisi Häagen Dazs yang masih berada di meja. Ah, Haru lupa membawa oleh-oleh darinya.

Dengan ini, Kai memiliki alasan untuk bertemunya lagi.

XoXo-XoXo-XoXo

Haru pulang menuju mansion. Kepalanya penuh berbagai pemikiran yang selalu tertanam dibenaknya; tidak ada tempat untuk beta diantara omega yang ditakdirkan untuk alpha. Ikatan yang dinamakan mate tidak bisa dirusak dengan mudah oleh beta. Haru selalu meyakini hal itu. Sejujurnya, Haru iri pada Shun dan Hajime yang memiliki ikatan seperti itu. Karena beta tidak terikat diantara keduanya. Baik itu pada alpha ataupun omega.

Melewati jalan setapak di taman, pepohonan yang mulai menampakkan helai oranye kemerahan terabaikan oleh netranya hingga dia mendapati Hajime juga berada disana. Pemuda itu memakai baju abu-abu dengan blazer hitam, duduk di kursi yang biasanya dikuasai oleh Shun. Dia tampak memperhatikan kumpulan bunga Blanchefleur di dekat kolam air mancur.

Minuman telah disediakan, dengan Häagen Dazs Rum Raisin flavor yang belum tersentuh turut serta di meja. Membuat Haru teringat kalau dia meninggalkan oleh-oleh dari Kai karena terburu-buru pergi dari Café. Dia dengan segera dapat menduga kalau Kai membeli bersamaan dengan Hajime.

"Kau terlihat terburu-buru." Hajime melontarkan sapaan.

"Hajime, kau sedang menunggu Shun? Dia sedang les bahasa jam segini."

Hajime mengangguk, "Tidak apa. Aku tidak ingin mengganggu waktu lesnya."

Haru terkekeh pelan, "Jika dia tahu kau datang, dia pasti langsung meninggalkan tutor bahasa demi menemuimu. Tapi aku sungguh tidak menduga kau akan datang kemari."

"Aku datang bersama Kai. Meskipun dia berkata ada hal penting yang ingin dia lakukan. Kami akan menginap disini."

"O—oh, Shun pasti senang." Haru melirikkan matanya ke arah lain.

"Hanya satu hari saja. Besok aku harus menemani ayahku menemui klien."

"Wah, mengagumkan bagi Hajime untuk meluangkan waktu seperti ini. Ini pengaruh dari kaburnya Shun waktu itu, kan?"

"Aku tidak ingin Shun salah paham lagi." Hajime membenarkan. "Dibandingkan aku, Kai sebenarnya lebih sibuk. Dia harusnya mengurus acara jamuan yang akan diadakan dua hari lagi di kediamanku. Bukannya menemaniku kemari."

Benarkah?!

Haru tidak menyangka kalau Kai seserius itu tentang dirinya.

"Aku tidak tahu banyak hal tentang Kai…" ucap Haru kemudian. "Yang aku tahu hanyalah kalau dia kepala pelayan keluarga Mutsuki yang baru dan menyelesaikan pendidikannya di LA. Aku bahkan tidak tahu umur ataupun hal yang disukainya."

"Umurnya dua puluh tiga tahun. Lahir pada tanggal lima belas, bulan juli. Warna favoritnya adalah biru. Yang disukainya selain puding, mungkin dirimu."

XoXo-XoXo-XoXo

"Itu bukan adegan romantik yang biasanya sering aku lihat." Kai bersuara, membuat Haru yang bersedekap di tepi taman terperanjat.

"—melakukan hal menyenangkan bersama orang yang dicintai adalah hal romantis," jawab Haru kemudian. Pandangannya tertuju pada kursi taman yang sedang ditempati Shun dan Hajime. Kedua sosok itu tampak sedang bermain catur. Meskipun dibanding fokus pada pion, perhatian Shun lebih terpusat pada sang kuro-ouji.

"Sulit untuk membayangkan bermain catur sebagai hal yang romantis. Ngomong-ngomong, ini paperbag milikmu."

"Oh, terima kasih. Maaf karena lupa membawanya…" Haru menerima dengan sedikit sungkan.

Pandangan mereka tertuju ke depan tanpa suara setelahnya. Waktu berlalu begitu saja. dan suasana terasa canggung karenanya.

"Soal pembicaraan kita tadi—"

"Tentang hal yang kita bicarakan—"

Kai memberikan gesture mempersilakan, "Kau bicara duluan."

Haru mengusap lengannya yang tertutup cardigan hijau, "Kau saja."

"Maaf karena telah menyampaikannya terburu-buru. Tapi aku serius tentang hal ini. Apakah aku langsung menemui orang tuamu saja untuk menunjukkan kemantapan niatku?"

Bola mata lime-green Haru melebar, "Aku yang belum siap."

"Oke..?"

Dia menghela napas, "Kai, suatu saat kau akan bertemu omega yang ditakdirkan untukmu. Dan aku tidak ingin menjadi penghalang dalam sebuah hubungan. Aku tidak ingin menjadi orang kedua maupun diduakan."

Kai menatapnya lembut, "Omega yang ditakdirkan untukku sudah tidak ada di dunia ini, Haru. Memang dia masih ada di hatiku, sebagai kenangan yang berharga dari masa lalu. Sedang kau telah menjadi nomor satu dan satu-satunya bagi masa depanku."

XoXo-XoXo-XoXo

"Menemui orang tua? Itu artinya dia ingin melamarmu kan? Keren sekali! Hajime tidak pernah melamarku!" Bantal bermotif bunga kamelia merah dipeluk Shun dengan erat begitu mendengar hal yang dibahas Haru padanya.

Haru hanya memutar bola matanya, "Kalian kan sudah dijodohkan. Buat apa dia melamarmu."

"Jadi, jadi, bagaimana?" Shun mencondongkan wajahnya pada sang lawan bicara, penasaran tentang tanggapan Haru. "Kau masih mempermasalahkan status alpha, beta dan omega?"

"Aku tidak tahu kalau ternyata omega matenya sudah tidak ada."

"Dari yang kutahu, matenya meninggal karena sakit. setelah itu Kai memutuskan untuk pergi ke LA. Harusnya kau bertanya padaku! Aku bisa memberikan informasi apapun yang kau inginkan!" Shun berseru, "Apa aku terlihat seperti orang yang tidak bisa diandalkan?"

Haru berkedip beberapa kali, ragu apakah harus mengangguk atau menggeleng untuk menanggapi ucapan Shun. "Aku tidak berkata begitu."

"Menurutku cinta tidak mempermasalahkan tentang status."

Jawaban dari Shun terdengar begitu santai di telinganya. Haru mengedarkan pandangan, rasanya seperti kamar Shun mendadak lebih menarik untuk dilihat dibanding membahas masalah percintaan ini.

"Itu—tidak sepenuhnya salah. Tapi bagi beberapa orang, status adalah hal yang sangat penting. Menurutku, status adalah sesuatu yang bisa memutar balikkan tempat seseorang."

"Jika kau memikirkannya secara rasional itu benar. Status dapat mempengaruhi banyak hal. Tapi cinta dapat mengubah segalanya. Kekuatan cinta adalah sesuatu yang sangat hebat, kan? Bahkan jika Hajime bukan alpha ataupun dari keluarga Mutsuki, aku akan tetap mencintainya. Aku masih akan berjuang untuk mendapatkannya, tapi aku juga akan menyerah jika dia yang memintanya. Aku beruntung bisa bersamanya dengan cara seperti ini."

Haru tahu, Shun memang selalu mempunyai semangat menggebu-gebu tentang Hajime. Dan dia tidak memiliki ambisi semacam itu. Haru menikmati hidupnya yang tenang.

"Maksudku adalah, kau tidak perlu mempermasalahkan status. Karena kita tidak tahu arah takdir menuju, kemana cinta berlabuh, atau berkah yang akan kita dapatkan. Yang perlu kita lakukan adalah berjuang. Seperti aku berjuang untuk mendapatkan perhatian Hajime, dan Kai yang berusaha mendapatkanmu~"

"Heeh… dan jika kita telah berjuang tapi tidak berhasil mendapatkannya?" Haru tertarik untuk mendengar jawaban dari Shun.

"Berjuang membuat kita mendapatkan yang lebih baik. Itu adalah sesuatu yang pasti. Karena menyerah tidak akan mendapatkan apa-apa, benar kan?"

"Itu benar…"

"Haru, kau bahkan belum memperjuangkan apapun. Aku tanyakan kembali padamu, apakah Kai tidak pantas untukmu? Kai adalah alpha yang baik. Dia tampan—meskipun Hajime lebih tampan, dia adalah sepupu Hajime, dia tinggi, rajin—dan yang lebih penting lagi, dia menyukaimu! Itu artinya dia akan melakukan apapun untuk membuatmu bahagia."

"Sekarang dia terdengar terlalu baik untukku."

"Kau terlalu merendahkan dirimu. Haru adalah orang yang baik. Yang pantas denganmu, tentu orang yang baik juga. Kai—misalnya."

"Kau—apa Kai telah menyuapmu dengan Häagen Dazs?"

"Ehh~ teganya menuduhku seperti itu~ Haru sendiri yang berkata jika kita menyukai seseorang, kita akan berusaha menjadi lebih baik agar matanya tertuju pada kita? Kupikir itu yang Kai lakukan untuk meraihmu."

Shun menyerahkan sekuntum bunga mawar merah untuknya.

Haru menerimanya dengan kening yang berkerut, "Untuk apa?"

"Kau bisa melepas kelopaknya satu-persatu sambil menyebutkan, terima, tidak, terima, tidak, terima… hingga helaiannya habis sebagai pencerahan."

"Itu—tidak rasional."

"Aku bercanda. Hehe. Disaat seperti ini, ikuti kata hatimu, adalah kata-kata yang paling tepat untuk diucapkan. Bukankah hal yang menakjubkan jika bisa sama-sama berjuang untuk saling memantaskan diri, Haru?"

XoXo-XoXo-XoXo

"Hajimee! Apa kau tahu, Kai mengirimkan buket bunga mawar ke kediaman Haru setiap hari!"

Hajime menjauhkan telepon dari telinganya sesaat, "Aku tahu."

"Adik Haru terus menggodanya hingga membuat Haru menyepi ke perpustakaan sekarang. Tapi aku tahu dengan jelas kalau Haru senang mendapatkannya~"

"Itu sesuatu yang bagus."

"Hajime tidak pernah mengirimkan bunga padaku~"

"Kau punya taman bunga, untuk apa aku mengirimkan bunga padamu?"

"Ehh~ teganya… itu adalah hal yang berbeda! Aku akan sangat bahagia jika mendapatkan kiriman bunga dari Hajime, dibanding memetiknya sendiri di tamanku."

"Berbeda?"

"Hm! Tapi sekarang rasanya akan jadi biasa kalau Hajime memberikanku bunga hanya karena aku yang memintanya. Mendengar suara Hajime sudah membuatku senang. Jadi lupakan saja~"

Jadi apa poin penting dari percakapan lewat telepon ini?

Hajime terdiam sambil menatap pohon sakura yang berada di depan halaman kamarnya.

Musim gugur, belum waktunya mereka berbunga.

XoXo-XoXo-XoXo

Pepohonan tidak lagi dengan daunnya yang menghijau. Begitu banyak warna yang tercampur di musim gugur. Merah, kuning, oranye hingga kecoklatan menyapa penglihatan dengan cantik. Tidak hanya diranting dan dahan, namun lembarannya juga memenuhi jalan setapak.

"Waahh~ wahh~ bisa duduk bersama Hajime saja aku sudah sangat senang. Apalagi melangkahkan kaki bersama di bawah helaian momiji yang memerah berjatuhan seperti ini! Waa—"

"Kau—terlalu bersemangat."

Shun yang tadinya berjalan beberapa langkah didepannya berbalik, menatap Hajime dengan wajah gembira. "Ini pertama kalinya! Kencan dengan Hajime di musim gugur. Daun ginkgo bersepuh warna keemasan berkat sinar matahari. Mereka berguguran dengan elegan dan indah di sepanjang jalan yang kita lalui~ ini adalah hal romantis yang harus aku ingat selamanya!"

"Shun."

"Hm?"

Hal itu terjadi dengan cepat. Hajime mendekat padanya, tangannya yang terjulur nyaris mengenai pipi Shun dengan lembut. Rambutnya terasa disentuh dengan perlahan.

"Ada daun di rambutmu."

Sehelai daun momiji dipegang oleh Hajime dengan senyuman tipis tepat dihadapan Shun dengan jarak yang minim.

"O—oh…"

"Warnanya semerah wajahmu. Coba lihat."

"Hajimee! Kupikir kau tadinya ingin—"

Ucapan Shun disela oleh sebuah ciuman yang mendarat disudut bibirnya.

Meskipun ini musim gugur, Shun rasa wajahnya memanas hingga dia akan mencair.

Shun diam sepanjang jalan yang merekai lalui dengan wajah malu.

Kalau diam seperti itu, dia kelihatan manis juga.

XoXo-XoXo-XoXo

"Haahh, mendapati kenyataan kalau Haru mau menginap di rumahku adalah sesuatu yang sangat bagus." Kai duduk bersandar pada kursi di balkon, makan malam bersama keluarga telah dilalui. Bulan di luar, cukup indah untuk dinikmati. Tangannya direntangkan pada sandaran kursi dengan posisi santai.

Haru yang duduk disebelahnya melihat pergerakan Kai dengan manik kehijauannya, "Itu—karena kau datang menjemput ke rumahku." Haru menambahkan, "Lagi pula Shun juga sedang ada di Tokyo sekarang."

Kai menampilkan cengirannya, "Hal itu butuh keberanian yang besar."

Haru menyandarkan punggungnya pada kursi, membuat punggungnya yang berlapis yukata berjumpa dengan lengan Kai. "Bertemu keluargamu juga membutuhkan keberanian yang tinggi."

"Yosh, yosh, Haru sudah memberikan kesan yang baik!" Surai Haru ditepuk-tepuk oleh Kai. Sejurus kemudian lengan Kai nyaris melingkar di bahu Haru, hingga—

"Haru-san! Kudengar kau sangat pandai dalam berbagai pelajaran. Ajari aku pelajaran sastra!" adik Kai menggeser duduk di antara Kai dan Haru.

"Ehh—ayo lanjutkan cerita Haru-san tadi tentang Alice in the Wonderland!" satu lagi ikut merengsek duduk disamping Haru.

"Aku ingin diajari rumus matematika." Yang lain hanya berucap dengan nada kalem.

Haru menggaruk pipinya pelan, "Ahh—aku tidak bisa melakukannya sekaligus, bagaimana kalau bergantian?"

"Kalau begitu ajari aku dulu, sastra!" tangannya ditarik untuk masuk ke ruang tamu.

"He? Sekarang?" yang bertanya justru adalah Kai.

"Hm!" sang adik menyahut mantap.

Haru meliriknya sekilas dengan senyuman tipis, lalu pasrah mengikuti langkah adik-adik Kai yang menariknya dengan antusias.

Apakah ini hal bagus, atau justru jadi hal yang tidak menguntungkan bagi Kai mengenalkan Haru pada adik-adiknya. Sekarang Haru lebih dekat pada adik-adiknya dibanding dirinya.

Jalan Kai masih panjang.

XoXo-XoXo-XoXo

Memandang bulan di musim gugur, Hajime terbiasa menggunakan yukata, melewati bersama keluarga besarnya setiap tahun. Baru kali ini cukup berbeda, karena ada Shun yang menemaninya. Tidak seperti biasanya, Shun cukup kalem malam ini, mungkin dikarenakan mengagumi nuansa tenang di kediaman Hajime yang jarang didapatinya. Terutama karena tadinya mereka berkumpul bersama keluarga diacara jamuan, membuat mereka harus bersikap sesuai aturan. Tata krama di tempat Hajime memang lebih berat. Namun tsukimi memang lebih berkesan dinikmati dengan tenang tanpa percakapan setidaknya untuk beberapa saat.

Teh hijau diseruput Shun dengan perlahan. Bola matanya menatap purnama yang menenggelamkan cahaya bintang di cakrawala. Di kolam batu berpancuran bambu, bayangan bulan tercetak jelas. Bagi Shun, ini adalah salah satu malam yang berharga tiap detiknya karena dilalui dengan Hajime disampingnya. Tentunya, jika ada bintang jatuh tertangkap netra, dia akan mengucapkan permohonan agar dapat bersama sosok itu seterusnya.

Bulan purnama di manik Hajime sebagian terhalang ranting pohon sakura yang tak berdaun. Membuatnya bergumam pelan, "Musim semi masih lama."

Shun mengalihkan atensinya dari rembulan begitu menangkap suara Hajime, "Kita harus melalui musim dingin terlebih dahulu~"

Karena salju akan berjatuhan dan membuat suhu berada di derajat terendah. Shun sudah memiliki rencana untuk meminta Aoi dan Yoru mengajarinya membuat rajutan dibantu oleh Haru! Ya, Haru tentu akan protes. Namun abaikan saja hal itu, Haru terlalu baik untuk menolak ajakannya.

"Setelahnya bunga-bunga akan bermekaran dengan berani. Menunjukkan makna kehadiran mereka dengan indah."

"Sejauh ini, aku tidak ada niat mengirimkan bunga kepadamu, Shun." Tiba-tiba pembicaraan tentang bunga di waktu yang lalu terlintas dipikiran Hajime.

Shun mengerucutkan bibirnya, "Ehh… kenapa?! Mengirimkan bunga adalah sesuatu yang romantis! Bahkan ada maknanya dari setiap jumlah kuntum yang diberikan!"

Apalagi jika itu buket bunga mawar merah yang berjumlah sembilan puluh sembilan tangkai!

"Aku—tidak mungkin mengirimkan sebilah tangkainya yang berbunga saja. Itu tidak akan cukup."

Dan aku tidak mungkin mengirimkan pohonnya.

"Tangkai?" Shun berusaha menangkap maksud dari ucapan Hajime.

Hajime mengarahkan tangannya pada pohon sakura di halamannya dengan gestur menunjuk, "Musim semi, pohon sakura ini akan menampakkan kelopak bunga terindahnya. Dibanding mengirimkan bunganya padamu, lebih baik kau berada di sini dan melihatnya secara langsung bersamaku."

Bersama… Hajime…?

Shun terpana selama beberapa saat, "Aku—tidak sabar menunggu musim semi tiba!"

Mulai sekarang, semua musim akan dilaluinya bersama Hajime. Berkat sebuah usaha keras. Berjuang membuat kita mendapatkan hal yang lebih baik. Karena jika saja Shun menyerah, tempat untuk berada di samping Hajime bisa saja digantikan oleh sosok yang lain.

Mereka telah berjuang dengan baik untuk saling memantaskan diri.

Musim semi memang masih lama, tapi hati Shun telah berbunga-bunga.

XoXo-XoXo-XoXo

Shun memangku wajahnya, pada meja taman yang selalu menjadi tempat favoritnya. Sama seperti biasanya, Haru menuangkan secangkir teh untuknya. Mereka duduk sambil melihat kumpulan bunga yang bermekaran.

"Kita di masa lalu juga melakukan hal semacam itu." ucap Shun lembut.

Ada dua anak kecil yang sedang bermain-main di sana, mengumpulkan bunga setangkai demi setangkai dan merangkainya menjadi mahkota. Terlihat sangat akrab.

Perbedaannya adalah satu anak kecil berstatus alpha, dan yang satunya beta.

"Bermain tentang pelayan dan hime-sama begitu?" Haru turut mengingat masa lalu.

"Fufufu, dulu Haru adalah ksatria-ku, kan?"

"Jadi sekarang sang hime-sama telah bertemu ouji-sama dan hidup bahagia bersama selamanya. Yang berarti bahwa pekerjaan ksatria untuk melindunginya telah selesai, bukan?"

"Wah, ini akan menjadi cerita yang dramatis kalau ksatria sebenarnya mencintai hime-sama. Dia akan jadi karakter yang menderita." Shun menyesap teh miliknya.

"Ksatria sudah menemukan kebahagiaannya sendiri."

"Oke… jadi kamu bahagia sekarang?"

"Bagaimana menurutmu?"

Mereka tersenyum satu sama lain.

XoXo-XoXo-XoXo

[end]

XoXo-XoXo-XoXo

a/n: berulang kali merombak endingnya. (dan masih ingin merombaknya.)

Fix. Haru ooc. I'm sorry ;w;

Terima kasih banyak sudah meluangkan waktu di ff ini hingga selesai~

Otsukare sama deshita \o/

Kalteng, 05/11/2017

-Kirea-