BB137 proudly presents

A HUNHAN STORY

Inspired by Korean Movie, Secrets Love

WARNING : YAOI or Boys Love story. Romance and Hurts/Angst. M-PREG!

enJOY!

.

..

...

..

.

Chapter 3

Sehun terbangun saat merasakan pergerakan dari sisi kanannya. Ia membuka mata yang seketika menampilkan obsidian setajam elang. Luhan terus saja menggeliat dalam tidurnya. Sejenak, ia pandangi sosok Luhan. Bohong rasanya jika Sehun tidak mengakui kecantikan yang ada pada diri Luhan. Bahkan di kamar temaram, dengan penampilan after sex dan mata terpejam, Luhan masih memiliki nilai sempurna dalam dirinya, nyaris menyaingi He Sui. Gumaman pelan Luhan membuat Sehun tersadar akan pemikirannya barusan.

"...nnhh.."

Sehun mendekat.

"Robin.."

Gumaman Luhan diiringi lelehan air mata yang bisa diartikan sebagai rindu jika saja Luhan membuka kedua matanya, Sehun mendengarnya dengan jelas dan ia mengepalkan kedua tangannya erat. Dengan marah disentaknya tubuh mungil Luhan hingga sang empu terlonjak dan terbangun dengan kesadaran penuh. Tak sampai disana, Sehun kembali menindih Luhan dan memasukkan kejantanannya yang entah kapan sudah menegang dengan lelehan precum. Sehun bercinta dengan kasar sedangkan Luhan hanya mampu mendesah dibawah kungkungannya.

"Akan kubuat kau menggumamkan namaku, bahkan didalam mimpi indahmu, Oh Luhan."

.

..

Luhan terbangun dengan rasa nyeri disekujur tubuhnya, terutama daerah selakangannya. Ia juga merasa lengket, perutnya mual saat mencium aroma seks yang mendominasi. Ia dengar suara gemericik air dari arah kamar mandi, dan tak butuh waktu lama untuk ia menyimpulkan, Sehun sedang mandi. Anehnya, ia merasa tengah dipandangi oleh seseorang dan benar saja saat mencoba mendudukkan diri ada sesosok laki-laki yang sedang berdiri dan menatapnya nakal. Sosok itu bersiul ringan menggodanya. Luhan terkejut bukan main, ia edarkan pandangannya dan dengan waras dia mengetahui jika saat ini tengah berada didalam kamar Sehun. Lantas siapa pria yang berada dihadapannya? Luhan bersyukur ia memakai selimut atau sosok itu akan melihat tubuh telanjangnya. Sosok itu mendekat dan Luhan nyaris berteriak jika sebuah suara dengan nada sarat amarah tidak lebih dulu mendahuluinya.

"Apa yang kau lakukan disini, Kim Kai?"

Desisan itu tak hanya membuat Kai terkejut, namun pula Luhan. Tapi itu tak berlangsung lama, Kai dengan santainya tersenyum nakal.

"Ah, jadi inikah Luhan?" tanya Kai masih dengan senyum jahilnya. Kai amati Luhan dengan cukup intens, mengabaikan tatapan tajam Sehun. "Tipeku." Lanjutnya sambil mengedipkan sebelah mata.

"Keluar!" Sehun berteriak marah namun Kai hanya tertawa.

"Easy, man. Masih terlalu pagi untuk emosi. Kutunggu kau diruang tamu." Dan dengan tidak elitnya Kai berjalan keluar dari kamar Sehun.

Selepas kepergian Kai, Sehun menghela napasnya. "Rapikan dirimu."

Tak banyak bicara, Luhan hanya menurut. Saat hendak mencapai pintu kamar madi, ia merasa selimut yang membungkusnya ditarik kuat hingga ia kembali telanjang bulat. Luhan memandang Sehun dengan terkejut. Belum sempat bibirnya berujar sepatah kata, sebuah bibir tipis menyambut bibirnya. Luhan tambah terkejut dengan serangan dadakan Sehun, meski berulang kali ia mendapatkan perlakuan seperti ini. Ciuman Sehun dalam dan menuntut, membuat Luhan was-was jika Sehun berlanjut kearah yang lebih jauh. Ia hendak melepaskan diri, tapi Luhan sadar jika semua ini sudah terlambat. Ia bisa merasakan kejantanan Sehun mengeras dibalik selembar handuk yang menggantung indah dipinggangnya. Ereksi pagi Sehun menekan kuat perutnya. Ciuman Sehun tanpa sadar melena Luhan, hingga keduanya sudah berada didalam kamar mandi.

"Menungging!" perintah Sehun sambil membalik tubuh Luhan menghadap marmer kamar mandi.

"Ahh.." Tubuh Luhan menggelinjang saat merasakan lidah Sehun yang berada dilubang analnya.

Puas bermain menggunakan lidahnya, Sehun beranjak. Sembari mengatur napas ia meremas kejantanannya hingga menegang total.

"Arghhh.." Keduanya menggeram bersama merasakan sensasi bercinta mereka. Hujaman Sehun kuat dan tepat mengenai titik kejut Luhan, membuat Luhan tak berdaya dan hanya berusaha berdiri diatas kedua kakinya dengan lubang yang terus dipompa penis Sehun. Ia semakin mengerat dinding kamar mandi saat merasakan tak hanya penis namun bola kembar Sehun terus menampar belahan pantatnya.

Ditengah hujaman nikmatnya, Sehun berhenti. Dibaliknya kembali tubuh Luhan hingga berhadapan padanya, lalu ia himpit Luhan diantara badan atletis dan dinding dingin kamar mandi itu. Ia angkat kaki kanan Luhan dan kembali menghujam penisnya untuk mengoyak rektum Luhan. Tubuh Luhan tersentak-sentak dengan desah napas yang kian memendek. Tangan Luhan semakin mencengkeram kuat pundak Sehun tatkala Sehun mempercepat dan memperdalam gerak pinggulnya. Tak selang lama hingga kenikmatan berhasil menjemput keduanya.

.

..

"Pagi yang bergairah." Suara Kai menyambut kedatangan Sehun diruang tamu miliknya.

"Apa yang membawamu kemari?" tanya Sehun sembari mengambil tempat diseberang Kai yang duduk nyaman di sofa miliknya. Kai menyerahkan sebuah map yang berisi dokumen-dokumen kepada Sehun.

"Itu data yang kau minta, Sehun."

Sehun menerima map tersebut dan membaca sekilas isi didalamnya. "Kau memang bisa diandalkan untuk masalah seperti ini." decak Sehun.

"Jadi?" Kai membuat ekspresi menggelikan diwajahnya sembari menatap Sehun sedangkan Sehun menukik kedua alisnya tak mengerti. "Hubunganmu dengan Luhan."

"Bukan urusanmu." Sahut Sehun singkat.

"Aku hanya tidak menyangka jika Luhan seindah itu. Brengsek memang kau, Oh Sehun. Semua lawanmu pasti oke."

"Pergilah jika sudah selesai." Usir Sehun merasa malas dengan sikap Kai. Entah sikap Kai yang genit atau ucapan Kai yang memuji Luhan yang membuat Sehun malas, yang jelas ia hanya ingin Kai menyingkir dari hadapannya.

"Baiklah, baiklah. Aku pergi. Sampaikan salamku pada Luhan."

.

.

Rotterdam 2018

"Mana yang harus ku ucapkan terlebih dahulu? Selamat atau selamat tinggal?" Seseorang dengan rambut hitam dan badan bongsor menghampiri seseorang lainnya yang tengah membereskan perkakas diatas meja kerja.

"Aku lebih senang mendengar kata sampai berjumpa lagi daripada selamat tinggal." Seseorang yang tengah membereskan meja kerjanya menjawab.

"Semua usahamu membuahkan hasil. Selamat kini kau sudah dipromosikan menjadi Manager divisi pemasaran oleh Tuan Oh, Robin."

"Terimakasih, Chanyeol. Bagaimana Korea?" tanya Robin kepada Chanyeol. Chanyeol menghampiri Robin dan memainkan asal miniatur diatas meja Robin.

"Menyenangkan, karena ada Baekhyun disana." jawab Chanyeol.

"Aku lebih senang dipindahtugaskan di Beijing." Ungkap Robin.

"Karena kekasihmu berada disana?"

"Sudah hampir enam tahun aku tidak bertemu dengannya dan tidak ada sehari pun aku tidak merindukannya. Semua usahaku ini tidaklah berarti tanpa bantuan darinya. Sekarang aku sudah mapan, aku ingin datang kembali padanya dan mengulurkan tanganku padanya tanpa takut ada hal yang mengangguku lagi." ungkap Robin. Chanyeol bisa merasakan jika Robin mengatakan hal tersebut dari dalam hatinya.

"Kau bisa berkunjung, bukan? Korea-China lebih dekat dibanding dengan Belanda-China, bukan?" Chanyeol berusaha menghibur. "Jadi apa ini kekasihmu?" Tanya Chanyeol saat melihat sesosok namja manis didalam sebuah figura di meja Robin.

"Luhan."

"Dia cantik untuk ukuran namja. Baekhyun pasti senang mengenalnya."

"Kuharap mereka bisa berteman kalau begitu." Balas Robin. Chanyeol tersenyum lalu menepuk pundak Robin.

"Aku akan menyusulmu segera setelah aku selesai mengurus perusahaan ini. Kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat di Korea."

"Tentu saja. Aku tidak bisa lupa jika kau adalah seorang Wakil Presiden Direktur." Canda Robin.

"Eiii...kau melukai perasaanku." Sahut Chanyeol. "Bahasa Koreamu lancar sekali omong-omong."

"Tentu saja. Aku pembelajar yang baik." Robin membanggakan diri. "Cepatlah kembali, Chanyeol. Aku pasti akan merindukanmu." Robin memeluk Chanyeol sekilas, Chanyeol ikut membalas dan memberikan tepukan penyemangat dipunggung Robin.

"Pasti. Sukses untukmu, Robin dan see you again."

.

.

Seoul 2018

"Irene, ada apa ini? kenapa kau memasak sebanyak ini?"

Irene yang tengah menyiapkan beberapa masakan menoleh kearah Luhan yang baru saja datang. "Sepupu Sehun akan datang dan menginap untuk beberapa bulan kemari sebelum suaminya datang." Jelas Irene.

"Benarkah?" tanya Luhan antusias.

"Tentu saja. Sepupu Sehun ini sangat cerewet dan hyperaktif, aku bisa jamin ia akan sangat menyukaimu, Luhan." Irene menjawab.

"Benarkah?" ulang Luhan tak dapat menyembunyikan rasa gembira.

"Bersiaplah, Sehun sedang dalam perjalanan kemari dengan sepupunya." Luhan diam tak bergeming sembari menunduk. "Ada apa, Luhan?" tanya Irene yang menyadari keterdiaman Luhan.

"Sehun belum memperingatkan apapun padaku, bahkan aku baru mengetahui kabar ini darimu, noona. Bagaimana jika Sehun marah padaku?"

Irene menghela napas, menyadari kegundahan dalam diri Luhan. "Kau tenang saja, jika Sehun marah akan ada Baekhyun yang melindungimu."

"Jadi namanya Baekhyun?" Luhan kembali ceria.

Irene mengangguk. "Byun Baekhyun, suami Park Chanyeol."

.

.

"Kau tidak bersama Luhan?" Baekhyun celingukan karena mendapati Sehun berjalan sendiri kearahnya.

"Dia ada dirumah, tadi tertidur pulas. Aku tidak tega membangunkannya."

Baekhyun memicing curiga. "Sejak kapan kau punya perasaan tega atau tidak karena setahuku Oh Sehun itu biadab tak berperasaan." Sahut Baekhyun membuat Sehun berdecak malas.

"Jika kau tidak bisa mengunci mulutmu, aku bisa saja membuat kau tidak bertemu Chanyeol dalam waktu yang lama." Peringat Sehun dengan tatapan matanya yang menajam. Baekhyun manyun seketika.

"Dasar menyebalkan!" gerutu Baekhyun berjalan dibelakang Sehun.

Keduanya tiba di kediaman Oh dan disambut para maid yang senantiasa berjajar disepanjang pintu masuk.

"Hai, Irene." Baekhyun menyapa dengan ceria. Irene menunduk hormat lalu balas menyapa Baekhyun.

"Selamat datang, Tuan Baekhyun."

"Selamat datang, Tuan Oh Sehun."

"Kau pasti Luhan." Baekhyun dengan girang menghampiri satu-satunya sosok namja manis yang ikut berdiri didekat pintu masuk. "Kenalkan aku Baekhyun." Dengan antusias Baekhyun mengulurkan tangannya, Luhan menyambut dengan senyum manis. "Kau sangat cantik, Luhan. Matamu juga mengingatkanku pada seekor rusa yang kulihat bersama Chanyeol di Rotterdam." Baekhyun mengoceh dibalas kekehan ringan oleh Luhan.

"Berhenti mengoceh dan segera masuk kedalam, Byun." Sehun dengan dinginnya berujar dan berlalu kedalam rumah. Meninggalkan Baekhyun yang mengumpati dirinya dibelakang.

"Jadi, kau lebih tua dariku?" tanya Baekhyun tidak terima. "Bagaimana bisa?" ulangnya masih tak terima.

"Tentu saja bisa, karena aku terlahir dua tahun lebih dahulu daripada dirimu, Baekhyun-ah."

Dan begitulah pertemuan Baekhyun dan Luhan berlanjut, hingga tanpa terasa sebulan berlalu dan keduanya menjadi akrab. Bagi Baekhyun, Luhan sudah seperti kakaknya sendiri. Irene yang mengetahuinya tersenyum lega. Setidaknya, dengan keberadaan Baekhyun disekitar Luhan membuat Sehun harus menjaga sikap jika hendak menyakiti Luhan. Karena Baekhyun tidak akan tinggal diam jika Luhan sampai terluka.

.

.

"Luhan hyung, perasaanku saja atau kau memang terlihat pucat hari ini?" tanya Baekhyun saat menyadari Luhan yang terlihat lebih pucat dari biasanya.

"Aku memang agak tidak enak badan, Baekhyun-ah. Bahkan tadi pagi aku sempat mual, kurasa asam lambungku sedang naik karena aku telat sarapan."

Baekhyun menggeleng tidak setuju. "Firasatku mengatakan tentang hal lain, hyung."

Luhan menatap Baekhyun dengan bingung. Dengan tiba-tiba ia berdiri dan memerintah Joy yang berada didekatnya untuk memanggil supir.

"Kita ke rumah sakit sekarang."

.

.

Luhan berulang kali mengatakan bahwa ia baik-baik saja, tapi Baekhyun sama keras kepalanya dengan Sehun. Apa yang ia inginkan harus terjadi secepatnya. Dan disinilah ia berada, di sebuah ruangan dengan bau obat-obatan yang menyengat. Bau yang Luhan benci sekaligus rindu karena mengingatkannya pada Luoluo.

"Bagaimana hasilnya, hyung?" Baekhyun bertanya sesaat setelah Jongdae selesai membaca hasil lab darah Luhan.

"Dari hasil lab ini, Luhan tidak terjangkit penyakit serius, Baek." Terang Jongdae membuat keduanya menghela napas lega. "Tapi...selamat tuan Wu Luhan, anda positif mengandung."

-Secret Love-

Sepanjang perjalanan pulang Luhan hanya terdiam sembari memegang perutnya. Perkataan dokter Jongdae masih segar dalam ingatannya. Hamil? benarkah ia hamil? tak pernah terbayang sekalipun dalam hidup jika ia bisa mengandung, apalagi ini darah daging Oh Sehun. Sosok yang menjadikan dirinya pelarian dari rasa sakit dan kehilangan akan He Sui. Tanpa sadar, Luhan menangis. Bahagia? Ya, Luhan bahagia. Terharu? Tentu saja. Takut? Sangat. Karena Oh Sehun, adalah sosok tak tertebak. Luhan takut, jika ia harus kehilangan sosok buah hati mereka karena dendam Oh Sehun pada kesalahan yang dibuatnya.

"Mengapa kau menangis, Luhan hyung?" Baekhyun yang menyadari Luhan menangis dalam diam pun bertanya.

"Aku takut." Gumam Luhan pelan namun dapat terdengar jelas oleh Baekhyun.

"Karena Sehun?" tebak Baekhyun. "Tenang saja, jika si biadab Sehun memintamu menggugurkan kandungan, aku adalah orang pertama yang akan menendang kepala bodohnya." Jelas Baekhyun membuat Luhan membelalak terkejut.

"K-kau tahu?"

Baekhyun tersenyum. "Aku mengenal Sehun hampir seumur hidup selama aku bersamanya, aneh saat ia mempersuntingmu dan menikah dengan tiba-tiba. Disamping itu, Irene sudah menceritakan kejadiannya padaku. Juga beberapa maid yang berbincang dibelakang dan tak sengaja terdengar olehku." Baekhyun menghela napasnya, menyeka air mata yang mengalir di kedua pipi Luhan. "Aku akan membantumu menjaganya, Luhan hyung. Bahkan dari seorang Oh Sehun sekalipun.

Saat Sehun mengetahui kabar kehamilan Luhan, ia berdebat sengit dengan Baekhyun membuat Luhan menangis sesegukan didalam kamar. Ia sangat khawatir dan takut disaat yang bersamaan. Tapi hal tersebut tak berlangsung lama saat dengan senyum Baekhyun mengatakan jika Luhan bisa mempertahankan bayi yang dikandungnya. Luhan menangis lagi, kali ini tangisan lega karena Baekhyun menepati janjinya untuk melindungi bayi ini dari Oh Sehun, calon ayah dari bayi yang dikandungnya.

Satu yang Luhan tak tahu, jika dimalam ia tertidur setelah mendengarkan perdebatan sengit antara Sehun dan Baekhyun, calon ayah bayi yang dikandungnya datang untuk menempatkan sebuah usapan dan kecupan diatas permukaan perutnya yang tertutup piama.

.

.

Sehun tengah menghadiri acara rapat di perusahaan, dan disaat yang sama Baekhyun tengah mengantar Luhan yang membawa kotak bekal menuju kantor Sehun.

"Bagaimana jika Sehun tidak menyukainya?"

"Ayolah, hyung. Kemana semangatmu yang ingin membuatkan Sehun bekal makan siang tadi?"

"Tapi aku tidak pernah datang kemari. Aku takut Sehun marah, Baek."

Baekhyun mengulas senyum. "Sehun tidak akan marah." Yakin Baekhyun. Baekhyun bukan tidak tahu jika Sehun secara perlahan mulai melunakkan sikap dan sifatnya. Beberapa kali Sehun mengalah pada apa yang menjadi keinginan Luhan saat hal tersebut bertentangan dengan seleranya. Namun Sehun tetaplah Sehun, ia menyampaikannya tidak dengan manis, hingga Luhan tidak bisa menangkap rasa mengalahnya itu. Tapi Baekhyun bukan Luhan, ia bahkan bisa menangkap secuil perhatian Sehun kepada Luhan meski tidak Sehun gamblangkan. Yang Baekhyun belum mengerti adalah alasan dibalik melunaknya sikap dan sifat Sehun. Entah itu karena calon bayi yang dikandung Luhan, atau sosok Luhan yang mengandung calon bayi Sehun atau justru keduanya yang berhasil mengetuk pintu Sehun yang sempat menutup. Yang pasti Baekhyun bersyukur saat sepupu dengan harga diri selangit itu bisa sedikit manusiawi kepada orang lain.

"Apa Sehun berada diruangannya?" Baekhyun bertanya pada salah seorang karyawan yang berada disana.

"Tuan Sehun sedang menghadiri acara rapat di aula perusahaan." Jawab karyawan tersebut dengan ramah, menyadari jika Baekhyun merupakan saudara sepupu Sehun yang merupakan direktur perusahaan yang ditempatinya bekerja. "Apa anda ingin menunggu didalam ruangannya?" tanya karyawan tersebut.

"Tidak perlu. Aku akan menunggu di lobi saja." Baekhyun menjawab. Hafal dengan kebiasaan Sehun yang tidak menyukai orang lain memasuki ruangannya dengan sembarang, meski itu Baekhyun yang notabene sepupu sendiri.

Baekhyun mengajak Luhan untuk menunggu Sehun dilobi perusahaan. Sementara karyawan yang lain segera bergerak membuat minuman untuk keduanya sembari menunggu Sehun selesai.

"Baekhyun!"

Baekhyun yang berbincang santai dibuat terkejut dengan sosok yang memanggil namanya. Terlebih ketika tubuhnya ditarik berdiri dan dipeluk dalam dekapan seseorang. Tapi tak berselang lama, Baekhyun menyadari aroma dari sosok yang memeluknya.

"Chanyeol!" balas Baekhyun seraya mendekap erat tubuh bongsor Chanyeol yang dibalut setelan armani. "Kau tidak mengabariku jika sudah pulang?" Baekhyun merajuk dan cemberut.

"Sebenarnya aku ingin membuat kejutan untukmu, tapi kau justru sudah berada disini." Jelas Chanyeol. "Aku merindukanmu, Baek." Chanyeol kembali memeluk Baekhyun dan menempat kecupan-kecupan ringan disurai Baekhyun. Pelukan keduanya terlepas untuk berganti dengan ciuman penuh kerinduan.

Luhan yang melihat kejadian tersebut tersenyum, ia bisa merasakan kasih sayang yang terjalin diantara keduanya dan dalam hati Luhan berdoa untuk kebahagiaan Baekhyun dan pasangannya.

"Xiao Lu?"

Luhan yang tengah asik memandang Chanyeol dan Baekhyun sontak menoleh kearah orang yang barusan memanggilnya. Manik rusa miliknya melebar saat menyadari sosok yang baru saja memanggil nama kecilnya. Sosok yang sama yang sudah menjalin hubungan dengannya, sosok yang pernah bersama dengannya enam tahun silam.

"Robin?"

Robin tak dapat menyembunyikan perasaannya, dengan senyum sumringah ia berjalan cepat kearah Luhan. Saat telah sampai dihadapan Luhan, Robin membawa tubuh mungil Luhan kedalam dekapannya.

"Aku merindukanmu, Luhan." gumam Robin seraya menyesap aroma Luhan dalam-dalam. Luhan hanya mampu terdiam membeku, tapi ia menyadari bahunya yang basah akibat airmata Robin. Luhan terkejut tentu saja, apalagi ditambah dengan kehadiran sosok Sehun yang saat ini memandang dengan kedua tangan yang mengepal erat.

Tak hanya Luhan yang terkejut, tapi Chanyeol juga terkejut saat mendapati Robin memeluk seseorang yang tak asing baginya. Baekhyun justru lebih terkejut lagi karena menyadari Sehun yang terlihat marah dibelakang Robin.

"Jadi dia Luhan?" tanya Chanyeol pada Robin. Robin mengangguk dengan antusias.

"Bagaimana kau bisa berada disini, Lu?" tanya Robin sembari menangkup wajah Luhan. Luhan memandang Sehun dan Robin bergantian, bingung dengan pertemuan mendadak ini.

"Kau mengenal Luhan, Yeol?" Baekhyun ganti bertanya.

"Ya, Robin berulangkali menceritakan kekasihnya kepadaku hingga rasanya aku sudah mengenalnya tanpa harus bertemu." Jawab Chanyeol. Tentu saja, Chanyeol berkata apa adanya, tapi yang tidak Chanyeol ketahui ialah fakta jika Luhan adalah suami Sehun. Salah Sehun juga memang, karena terlalu mengeksklusifkan pernikahan dirinya dan Luhan, hingga Chanyeol yang merupakan suami dari sepupunya pun tak mengetahui bentuk dan rupa pasangan hidup Sehun.

Luhan rindu pada Robin, jujur saja. Tapi Luhan segera sadar jika Robin adalah orang yang Sehun incar selama ini, seharusnya. Menyadari satu fakta tersebut membuat Luhan takut. Ia harus melindungi Robin dari Sehun, tekad Luhan.

"Aku Luhan, tapi aku bukan kekasihmu lagi, Robin. Hubungan kita berakhir enam tahun yang lalu." Luhan berujar, namun kemudian ia menggeleng ribut. "Tidak...tidak... hubungan kita bahkan telah berakhir sebelum enam tahun itu. Kau adalah kekasih, Luoluo." Ujar Luhan menambahkan, namun matanya tersirat kerinduan yang dalam.

"Lu.." Gumam Robin lirih.

"Drama macam apa ini?" tiba-tiba sebuah suara dingin menimpali. Robin menoleh ke arah belakangnya dan terkejut saat mendapati direktur perusahaannya bekerja sekarang sedang berdiri dengan pandangan menyalak tajam. Ia membungkuk hormat sekilas sebelum memberi Sehun ruang untuk melangkah.

Yang membuat Robin terkejut adalah akhir dimana langkah Sehun menapak, disamping Luhan. Ia memandang Sehun dan Luhan bergantian dengan heran. Hendak saja ia bertanya sebelum sebuah suara membuatnya bungkam dengan sorot mata tak percaya.

"Dia adalah Wu Luhan, dan dia adalah pengantinku." Tegas Sehun. Tak hanya sampai disitu, ia meraih tangan Luhan dan menautkan tangan mereka hingga cincin yang tersemat dalam masing-masing jari yang beruntaian terlihat mencemooh Robin.

Dengan itu, Sehun membawa Luhan pergi.

.

.

"Jadi Luhan adalah suami Sehun?" Chanyeol bertanya, kedua mata lebarnya tambah melebar saat ia menyerukan pertanyaan itu.

"Tentu saja, bodoh." Baekhyun menjawab dengan sebal.

"Ya, Byun Baekhyun! Kenapa kau mengumpat padaku?" Chanyeol tak terima, ia mendegus dengan keras. Pasalnya, ia tak mengerti apapun tapi Baekhyun sedari tadi berkomat-kamit menyalahkan pertemuan Luhan dengan Robin. Baekhyun yang menyadari kesalahannya beranjak dari duduknya, ia hampiri Chanyeol.

"Maafkan aku, Yeol. Aku hanya terkejut. Sehun sudah mulai menerima Luhan, dan aku hanya tak ingin kedatangan temanmu itu merusak segalanya."

Chanyeol menghela napas sebelum meraih Baekhyun dalam dekapannya. "Aku juga minta maaf, Baek." Ia kecup ringan pucuk kepala Baekhyun. "Namanya Robin, dan dia kekasih Luhan. Aku masih tidak mengerti bagaimana bisa kekasih Robin yang katanya tengah berada di Beijing bisa berada disini dengan status sebagai suami sepupumu sekaligus atasanku, Oh Sehun."

"He Sui." Jawab Baekhyun. "Semua karena He Sui. Irene mengatakannya padaku." Tambahnya. "Tapi kali ini Oh Sehun, kuharap temanmu itu bisa sadar diri dan melangkah mundur dengan tidak mencoba menjadi perusuh dihubungan Sehun dan Luhan. Lagipula Luhan tengah hamil."

Chanyeol berdengung sesaat. "Entahlah, Baek."

Jawaban Chanyeol membuat Baekhyun mendongak dan menatap tak mengerti kearah Chanyeol. "Robin yang kukenal adalah orang yang berambisi untuk mendapatkan segala yang ia inginkan. Robin memiliki tekad dan ambisi yang kuat, ia juga gesit dan teliti dalam bertindak. Aku hanya ragu jika tebakanmu meleset."

_to be continue_