LTE 3


Baekhyun dilanda kebosanan ketika waktu satu jam yang ibunya janjikan telah berakhir sejak lima belas menit lalu, namun wanita yang ia tunggu-tunggu tak kunjung selesai dengan pekerjaannya. Yeon Seo, ibunya bilang mereka akan pergi makan es krim setelah jam kerjanya usai—Baekhyun yang punya usulan karena ia pikir tidak ada tempat yang bisa dituju selain ibunya ketika ia merasa sedih—namun sebuah kebakaran besar yang terjadi hari ini membuat ibunya terpaksa lembur entah sampai kapan. Baekhyun mengintip ke dalam ruang gawat darurat dan mendapati wanita kesayangannya itu tengah sibuk mondar-mandir dengan peralatan medis di tangan. Lelaki itu mendesah berat, "Lalu aku harus pergi kemana lagi?"

Tentu saja rumah ibunya bukan ide yang bagus untuk dituju. Ada Kai disana dan dia tidak ingin menghabiskan sisa hari dengan berdebat tidak penting dan berakhir dengan menangis sampai besok karena rasa frustrasinya bertambah ratusan kali lipat. Hari ini saja sudah ia lewati dengan buruk. Ia membuat Sehun marah dan akhirnya pria itu benar-benar menyebarkan rahasianya pada semua orang. Baekhyun hanya butuh satu tempat dimana ia bisa bebas berjalan tanpa ada seorang pun yang memandanginya dengan tatapan aneh dan wajah mencela. Suatu tempat yang tak mungkin dituju oleh Sehun, Kai atau teman-teman satu sekolah yang sekarang pasti sudah tahu tentang rahasianya.

Tanpa Baekhyun sadari, kakinya telah melangkah menuju lantai 4 rumah sakit yang seluruhnya dikhususkan sebagai tempat perawatan bayi dan anak-anak.

"Hai, Baekhyuna! Sudah lama tidak berkunjung kemari, bagaimana sekolahmu?"

"Hai, Baekhyuna! Apa kabar?"

"Baekhyun, hai!"

Mungkin ada lebih dari sepuluh perawat dan dokter yang menyapa Baekhyun ketika ia berjalan menyusuri koridor dan dibalas dengan bungkukan hormat oleh pria itu. Dia memang bukan orang asing lagi di rumah sakit ini. Dulu ia dilahirkan dan ditelantarkan di tempat itu sampai akhirnya Yeon Seo mengambilnya sebagai anak. Baekhyun tidak dendam, karena itulah ia senang-senang berkunjung ke rumah sakit selagi menunggui ibunya selesai bekerja. Ia kenal baik dengan nyaris semua staff namun sejak setengah tahun lalu, ia jarang berkunjung karena kesibukannya sebagai siswa high school.

Dan karena Sehun yang terus memonopoli dirinya hingga ia harus mengucapkan selamat tinggal pada kebebasan.

"Kya, imutnya!" Bayi yang sedang berada dalam gendongan sang ibu di ruang rawat nomor 61 itu menyunggingkan bibirnya sedikit. Telunjuk Baekhyun mengusap-usap pipinya dengan lembut dan hal itu membuat si mungil tersenyum lebih lebar—seolah yang sedang mempermainkan pipinya adalah seorang malaikat yang baru turun dari langit.

Baekhyun selalu suka bayi dan anak-anak. Ada titik lemah dalam dirinya yang langsung berdebar senang ketika melihat malaikat-malaikat kecil itu berada didekatnya. Ia suka wangi mereka. Ia suka mendengarkan celoteh dan kikik lucu dari bibir-bibir mungil itu. Entahlah, Baekhyun betah memandangi mereka selama berjam-jam kecuali saat bayi-bayi itu mulai menangis dan buang air, itu saja.

"Dah, bayi! Nanti aku akan berkunjung kesini lagi, oke?" Baekhyun berpamitan setelah beberapa saat kemudian.

Suster Kang dan ibu si bayi hanya bisa tersenyum lebar dan mengantar kepergian Baekhyun dengan satu lambaian. Baekhyun melenggang santai dan pergi ke sisi koridor yang lain yang belum sempat ia jelajahi.

"Wah, ada banyak sekali bayi di sini!" pekik Baekhyun girang ketika melewati ruang khusus dimana bayi-bayi yang baru lahir namun kondisi mereka tidak terlalu baik dirawat di sana. Dulu ibunya sering mengajaknya ke sini di sela jam makan siang. Mereka akan memandangi bayi-bayi itu lama sekali dan bahkan melihat dari dekat kalau suster penjaganya sedang baik.

Baekhyun menempel di jendela yang terbuat dari kaca bening—memandang ke dalam, ke arah puluhan boks mungil dan inkubator yang berjejer berisikan bayi-bayi yang butuh perawatan intensif karena sesuatu hal.

Ia sibuk mengintip dari jendela hingga satu pemandangan merebut perhatiannya.

"A-apa yang dia lakukan?" Jantung lelaki itu berdegup kencang dan matanya terbuka lebar-lebar. Awalnya ia pikir hanya salah lihat. Namun ketika ia menyaksikan sendiri bagaimana orang itu mencoba membekap wajah seorang bayi yang tergolek di boks dengan tangan besarnya hingga si mungil malang itu menggelepar sesak—Baekhyun nyaris jatuh merosot ke lantai karena syok.

"Yak!" Tangannya memukul jendela tanpa tenaga. "YAK! HENTIKAN! JANGAN!" teriaknya sekuat mungkin, tidak yakin suaranya akan menembus ketebalan kaca dan tertangkap oleh pendengaran lelaki yang sedang mencoba menghabisi seorang bayi di dalam sana itu.

Orang itu menangkap sosok Baekhyun yang berdiri di balik jendela melalui sudut matanya. Ia tampak tidak senang, tentu saja. Namun perhatiannya hanya terusik sebentar, karena selanjutnya, fokus itu kembali terpusat pada bayi mungil yang tak lain adalah putra kandungnya sendiri.

"Ziyu, tahan sedikit lagi, ya?" Ia mengabaikan pemuda berseragam sekolah yang baru saja menginterupsinya itu. "Baba akan membuat Ziyu tidur pulas dan setelahnya baba akan menyusul, janji. Kita temui mama di surga bersama-sama, oke?"

Satu tekanan kuat yang menutup jalur masuk oksigen dan bayi itu akan benar-benar kehilangan nyawanya segera. Tapi Baekhyun dengan kedua kaki gemetar yang ia paksakan untuk menerobos masuk bergerak lebih cepat dari kilat. Ia berlari memutar dan mencari pintu masuk, berteriak minta tolong di sepanjang koridor dan menghambur ke arah lelaki itu dengan tenaga sekuat banteng. Kepalanya menubruk rusuk lelaki tinggi besar itu dari samping hingga terjatuh dan tubuhnya ia posisikan di depan boks dengan gestur ingin melindungi si bayi.

"Apa yang kau lakukan?! Ja-jangan mendekat!"

Baekhyun ketakutan.

Ia tahu kalau lelaki itu akan bangkit segera dan balas menyerangnya, namun ketakutannya sampai pada puncak ketika melihat bayi dalam boks itu tersengal tak bisa bernafas.

"Siapapun tolong!" teriaknya diantara rasa cemas dan takut yang memporak-porandakan dirinya. Matanya melirik resah ke arah pintu, mengapa tak ada satu perawat pun yang berjaga di sekitar sini?

"Kumohon tolong! Ja-jangan mendekat kataku!" raung Baekhyun frustrasi.

"Siapa kau?"

Diseruduk secara tiba-tiba hingga terjungkal hanya membuat dirinya terkejut dan merasa kesakitan sedikit, namun itu bukan sebuah hal besar untuk Park Chanyeol. Ia bangkit dalam sekejap dan berdiri dengan mata memicing penuh rasa tak suka, "Kenapa berani-beraninya menghalangiku, hm?"

Ada sesuatu dalam diri pria itu yang membuat alam bawah sadar Baekhyun berteriak menyuruhnya agar lari saja. Dia berbahaya, Baekhyun sangat tahu itu. Hanya dengan melihat sorot matanya, siapapun bisa menilai ada sesuatu yang salah di diri pria tersebut.

"Ja-jangan mendekat, kumohon!"

Tentu saja permohonan Baekhyun tak berarti apapun. Chanyeol dengan mudah mendekat hanya dalam beberapa langkah panjang dan menyingkirkan tubuh lelaki itu dengan sekali dorong.

"Minggir kau, sampah kecil!"

"Akh!" Baekhyun memekik saat tubuhnya terperosok jatuh di dekat sebuah boks dan dahinya membentur pinggiran besi yang menyangga benda itu. Kepalanya langsung sakit, tapi itu tidak lebih penting daripada boks yang bergeser dan membuat bayi yang berada di dalamnya terganggu. Tapi itu semua belum apa-apa dibandingkan dengan kepanikan Baekhyun ketika melihat lelaki itu telah berdiri sempurna di dekat boks yang tadi ia lindungi mati-matian dan tangan besarnya sudah bergerak untuk melakukan pekerjaan yang tadi sempat tertunda.

"Ziyu masih hidup, nak? Sabar sebentar, oke? Baba akan membuat semuanya lebih cepat dan tidak menyakitkan,"

Tubuh Baekhyun merinding mendengar kalimat yang hanya akan diucapkan oleh orang tidak waras tersebut. Ia tidak tahu harus melakukan apa selain mengepalkan tangan berkeringatnya erat-erat di sisi tubuh. Nafasnya ikut terasa sesak dan seluruh badannya menggigil hebat.

"Kita akan bertemu mama sebentar lagi,"

Senyum itu. Sorot mata itu. Bayi yang menggeliat tanpa tenaga dalam boks itu. Baekhyun tidak tahu ia telah mendapat keberanian darimana hingga bisa-bisanya ia bangkit berdiri dan mengunci leher lelaki itu dari belakang dan berusaha membanting tubuhnya ke lantai dengan sekuat tenaga.

Oh, kelas hapkido yang ia ikuti saat masih sekolah dasar dulu ada manfaatnya juga ternyata. Padahal seingatnya, ia mengikuti kegiatan itu hanya supaya bisa membela diri dari Kai menyebalkan yang terus-terusan menjahili dirinya sepanjang waktu.

Selagi ayah muda gila yang mencoba membunuh anaknya sendiri itu tergeletak di lantai, Baekhyun berniat untuk mengambil bayi itu dari dalam boks namun usahanya gagal karena tubuh kecil itu ditempeli selang disana-sini.

"Di-dia tidak bernafas—ba-bagaimana ini?" Baekhyun nyaris terkena serangan jantung ketika menyadari dada mungil itu tak lagi naik-turun sebagaimana mestinya. Kelopak mata bayi itu juga terpejam rapat-rapat seolah tengah tertidur pulas. Airmata mulai jatuh karena ia terlalu takut, tapi ia tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu.

"Memang, karena dia sudah mati dan sekarang adalah giliranmu,"

"Akh!"

Hanya dua detik setelah bisikan berat itu ia dengar persis di telinganya, Baekhyun merasakan punggungnya bagian kanan atas dekat pundak sakit luar biasa seperti habis ditusuk oleh sesuatu. Sakit sekali, hingga Baekhyun tak bisa mengatakan apapun karena tubuhnya langsung limbung begitu saja menyongsong lantai di bawahnya.

Bukan sepertinya, karena yang terjadi adalah Park Chanyeol memang benar-benar menusuk punggung lelaki itu dengan pisau kecil yang ia sembunyikan dalam saku pakaian pasien yang berada di balik jubah hijau yang ia kenakan.

Pisau buah yang ia curi dari dapur rumah sakit yang harusnya ia pergunakan untuk menghabisi dirinya sendiri setelah menghabisi Ziyu.

"Tuan Park, maaf, tadi Saya ke toilet sebentar dan waktu jenguk Anda sudah habis—YA TUHAN, TOLONG! TOLOOONG!"

Baekhyun meringkuk di lantai dengan darah yang terus mengalir keluar dari luka bekas tusuk itu. Ia tidak tahu lukanya dalam atau bagaimana, yang ia tahu hanyalah sakit. Mata basahnya masih sempat menyaksikan kekacauan yang ada kemudian di ruangan itu. Orang-orang menyeruak masuk setelah suster Han menjerit histeris—sebagian berusaha menyelamatkan bayi malang yang Baekhyun tidak tahu apakah masih hidup atau sudah meninggal itu dan sebagian lagi menyergap pria tinggi besar yang baru saja menikamnya tersebut.

Lelaki itu meronta, berteriak dengan suaranya yang menggelegar, berusaha kabur namun sesuatu yang disuntikkan di lengannya membuat ia lemah seketika. Mereka melumpuhkannya dengan cepat dan membuatnya tak berdaya begitu saja.

Di tengah lautan kesakitan yang sebentar lagi akan menenggelamkannya, Baekhyun sempat bertatapan dengan lelaki brutal yang baru saja menikamnya itu. Mata mereka saling mengunci satu sama lain, meski saat tubuh lelaki itu mulai limbung, pandangan mereka belum terlepas.

"Lu-Luhan—"

Yang Baekhyun lihat hanyalah duka dan kesedihan mendalam yang terpancar dari sorot matanya. Lelaki itu menangis dan terus memanggil-manggil nama seseorang dengan suara paling frustrasi yang pernah Baekhyun dengar sepanjang hidup.

"Astaga, dia berdarah!"

Baekhyun tidak tahu harus mengutuk siapa, tapi fakta bahwa orang-orang baru menyadari dia terluka setelah sekian lama tergeletak di lantai membuatnya merasa sedikit kesal. Yang membuatnya lebih kesal lagi adalah ia pingsan tepat ketika lelaki itu memanggil nama Luhan sambil menatap wajahnya penuh kesedihan dengan tangan terjulur hendak meraih tubuhnya.


LTE 3


Tidak buruk juga.

Maksud Baekhyun adalah ditikam oleh seseorang hingga membuatnya harus dirawat di rumah sakit hingga tiga hari kemudian ternyata tidak seburuk yang ia bayangkan. Meski ketika siuman ia harus dihadapkan oleh Yeon Seo dan Kai yang paniknya luar biasa, setidaknya ia bisa bolos sekolah tanpa harus mencari-cari alasan. Selamat tinggal pada Guru Kim dan pelajaran matematikanya yang menyebalkan, ucap batin Baekhyun sambil tertawa bahagia. Sekarang ia bisa berleha-leha di ranjang sepanjang hari dengan Kai yang bertindak sebagai pelayan pribadinya 24 jam penuh.

"Kau mau minum?"

"Ng-ng!" Baekhyun menggeleng dengan gaya angkuh, "Apel, pwweeassee!"

Kai memutar mata kesal. Namun sekesal-kesalnya ia, lelaki itu tetap saja mengambilkan apel di atas meja dan mengupaskannya untuk Baekhyun.

"Suapi aku!"

Kai hanya bergumam tak jelas ketika menyuapi potongan apel itu langsung ke mulut Baekhyun. "Huek, tidak enak! Aku ingin jeruk saja!"

Kapan lagi bisa membuat Kai berada di bawah kendalinya? Kakak yang biasanya selalu membuat Baekhyun naik darah itu biasanya punya seribu satu cara untuk membuat dirinya frustrasi, namun pada kesempatan kali ini, yang ia lihat hanyalah raut wajah khawatir di sana. Baekhyun tak ingin menyia-nyiakan kesempatan dan menganggap ini adalah waktu yang tepat untuk membalas dendam dengan cara menjadikan Kai sebagai budak.

"Ini jerukmu, Yang Mulia. Apa kau ingin sesuatu lagi?"

"Untuk sementara, tidak. Tapi aku akan memberitahumu lima menit kemudian,"

Kai tidak benar-benar merasa kesal karena Baekhyun memperlakukannya sebagai kaki-tangan sejak ia siuman. Tidak sama sekali. Yang ada hanyalah kelegaan karena setidaknya ia tahu, kejadian kemarin itu tidak menyisakan trauma apapun untuk adiknya. Baekhyun tidak mengatakan apapun tentang hal buruk yang ia alami dan Yeon Seo juga sudah meminta agar jangan ada yang membahasnya dulu. Jadi, tingkah Baekhyun yang kelewat biasa namun terkesan menyebalkan diartikan sebagai pertanda bahwa dirinya baik-baik saja oleh Kai. Luka tusuk itu tidak terlalu dalam, jadi memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan secara fisik.

"Eh, Kai—"

"Hm, kau butuh sesuatu?"

"Bukankah kau ada kelas hari ini?"

"Ada, tapi aku tidak usah datang saja,"

"Pergilah. Kau sudah tiga hari tidak masuk kuliah—"

"Aku akan tetap bersamamu di sini,"

"Tapi kuliahmu,"

"Tidak apa-apa, jangan khawatir—"

"Kai!" Baekhyun menahan tangan Kai yang hendak menyelimutinya. "Kau bekerja mati-matian untuk membiayai kuliahmu dan bisa-bisanya kau membolos hanya karena mengurusiku? Kau pikir aku bisa menerimanya?"

"Kalau aku pergi, siapa yang akan menjagamu di sini?"

"Jangan khawatir, eomma akan selesai bekerja petang nanti dan untuk sementara waktu aku tidak apa-apa kalau ditinggal sendirian,"

"Tapi, Baekhyuna—"

"Ssst, pergilah."

Kai tak bisa bertahan karena sejujurnya ia juga punya kelas yang harus ia hadiri hari ini. Setelah melewati perdebatan kecil dan memastikan Baekhyun mendapatkan semua yang ia butuhkan, akhirnya Kai berpamitan pergi walau ada rasa berat yang mengganjal di dadanya.

"Pergilah—"

"Oke, tapi biarkan aku mencium keningmu dulu,"

Baekhyun membiarkan saja matanya terpejam ketika Kai mendaratkan kecupan hangat di keningnya. Selanjutnya, ia mendorong bokong sang kakak dengan kaki dan memaksanya agar pergi saja sekarang juga .

"Aku akan kembali dengan cepat,"

"Hm, hati-hati di jalan."

Namun perkiraan Kai salah, Baekhyun sama sekali tidak baik-baik saja setelah semua yang ia alami. Tepat ketika pintu itu tertutup dan ia ditinggal seorang diri, Baekhyun langsung mengubur dirinya di balik selimut dan menangis dalam diam. Semua itu masih membuatnya takut luar biasa. Tak ada satu detik pun ia habiskan tanpa bayangan menyeramkan itu berseliweran di kepalanya seperti iklan. Semuanya meninggalkan bekas yang mendalam di jiwa Baekhyun, entah sampai kapan—meski bekas luka di punggungnya akan hilang suatu hari nanti, tapi trauma itu akan sukar untuk dihilangkan.

Kenapa ada seorang ayah yang tega berniat menghabisi anak kandungnya sendiri?—Baekhyun masih tak bisa menemukan jawaban hingga saat ini.

Setidaknya, bayi itu berhasil diselamatkan dan dia baik-baik saja sekarang—begitulah yang sempat Baekhyun curi dengar dari seorang perawat yang berbisik diam-diam dengan ibunya tadi malam. Dan tentang lelaki yang mereka bilang bernama Park Chanyeol itu—Baekhyun tidak tahu beritanya sama sekali. Ia tidak tahu dan tidak mau tahu.

Kriek.

Baekhyun cepat-cepat menghapus airmata dan menetralkan dadanya yang sesunggukan, "Kubilang pergilah, Kai. Kenapa kau kembali lagi?"

"Aku bukan Kai."

Deg.

Disingkapkan selimutnya dengan enggan dan benar saja yang ia lihat, Sehun ada di sana dengan kedua tangan yang dipenuhi oleh kantung berisi makanan. Ini lagi salah satu sumber masalahnya yang lain. Ia merasa cukup senang karena tiga hari ini tidak perlu bertemu Sehun di sekolah dan menghadapi murid-murid yang sudah pasti akan memperoloknya, namun ternyata lelaki yang ia hindari mati-matian itu malah datang sendiri tanpa diminta.

Baekhyun mengubah posisinya menjadi duduk namun sekujur badan ia tutupi dengan selimut rapat-rapat. Gerak-geriknya berubah menjadi penuh waspada, terutama ketika Sehun selesai meletakkan barang bawaannya di atas meja dan berjalan pelan menuju ranjang tempat ia berdiam.

"Bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja sampai semenit yang lalu kau masuk ke ruangan ini tanpa seizinku!"

Baekhyun tahu kata-kata itu tak seharusnya ia ucapkan. Ia tahu siapa Sehun dan betapa berbahayanya kalau lelaki itu telah tersulut emosi. Namun kalau Park Chanyeol yang tinggi besar dan setengah gila saja bisa ia lawan, kenapa ia harus takut pada Sehun?

Coba saja. Sehun tidak mungkin menikam tubuhnya seperti yang Chanyeol lakukan, iya kan?

"Aku tak butuh izin dari siapapun untuk menjenguk seseorang yang pada dasarnya adalah milikku."

"Aku milik ibuku, bukan milikmu!"

"Kau milik ibumu sekaligus milikku, mengerti?"

Baekhyun hanya memutar mata sambil mendorong badan Sehun yang entah sejak kapan sudah nyaris menindihnya di ranjang. Itulah bahayanya seorang Oh Sehun—ia bisa mengucapkan kata-kata mengintimidasi sambil melakukan gerakan yang mampu membuat jantung Baekhyun berdebar gila-gilaan.

"Mau apa kau datang kemari?"

"Aku ingin menjengukmu, tentu saja."

"Hah, kau pikir aku percaya? Paling-paling yang kau inginkan hanya susuku saja—"

Susu. Baekhyun langsung memerah tanpa dikomando ketika mengucapkan kata itu dan menyadari kalau beberapa hari ini susunya tak disalurkan hingga membuat dadanya bengkak dan sakit tiap kali putingnya bergesekan dengan sesuatu.

"Kau benar. Aku ingin menjengukmu dan setelahnya meminta jatahku yang sudah tiga hari tidak kudapatkan."

Baekhyun bersumpah kalau Sehun terlihat milyaran kali lebih tampan ketika tersenyum miring seperti yang ia lakukan sekarang. Ia masih memakai seragam sekolah, entah membolos atau bagaimana, tapi dasi yang ia longgarkan dan ujung baju yang ia keluarkan dari celana membuat aura anak nakal yang lelaki itu miliki berhasil membuat Baekhyun terpana. Tak salah kalau Sehun dipuja-puja semua orang. Dengan ketampanan dan gaya kerennya itu, malaikat saja sampai harus kembali terbang ke langit karena tak kuat oleh intimidasi yang lelaki itu pancarkan.

"Kau lupa? Perjanjian kita sudah berakhir dan kau tidak akan mendapatkan apa-apa hari ini, Oh Sehun. Jadi, pulanglah!"

Baekhyun nyaris terhanyut oleh pesona lelaki itu namun ia langsung teringat akan apa yang telah dia lakukan beberapa hari lalu—menyebarkan rahasianya hingga orang-orang di grup chat membahasnya sepanjang hari. Sampai sekarang saja Baekhyun belum berani membuka ponsel—karena ia yakin, foto topless dirinyalah yang akan ia temukan di pencarian teratas.

"Kalau itu yang kau inginkan, baiklah, aku akan pulang—"

Baekhyun tak sempat mengelak karena lengan kokoh Sehun sudah menenggelamkan tubuhnya ke dalam pelukan lelaki itu.

"—tapi nanti, karena aku masih sangat merindukanmu saat ini."

Tak ada gunanya berontak karena ujung-ujungnya ia akan tetap jatuh ke dalam dominasi Sehun. Apa salahnya membiarkan dirinya dipeluk? Bukankah pelukan hangat namun hati-hati itu juga membuat hatinya terasa tenang dan damai? Dan untungnya dada Sehun lumayan bidang, Baekhyun jadi tidak perlu menahan-nahan dirinya lagi untuk segera menyembunyikan wajah mencurahkan airmatanya di sana.

"Tak apa-apa, Baekhyuna. Aku disini dan menangislah sepuasmu—"

Sehun mencoba memeluk Baekhyun tanpa mengenai luka yang masih dibebat perban di punggungnya itu. Ia tak bisa membayangkan apa yang terjadi hingga lelaki mungil itu harus dirawat di rumah sakit seperti ini. Tiga hari penuh tanpa berita dari Baekhyun yang menghilang tiba-tiba meski dirinya sudah mencari kemana-mana telah berhasil membuat Sehun separuh gila. Di tempat kost tidak ada, di rumah keluarga mereka juga tidak ada. Ia nyaris mengobrak-abrik seisi Korea kalau bukan karena Guru Choi, wali kelas Baekhyun akhirnya buka mulut dan menceritakan kalau Baekhyun sedang ada di rumah sakit tiga hari belakangan. Sehun langsung memacu mobilnya ke tempat ini, tak peduli kelasnya ada ujian Fisika atau apa—semua itu tak penting bila dibandingkan Baekhyun.

"Ta-takut, Sehuna. A-aku takut—" rengek Baekhyun dibalik isakannya. Sehun bisa merasakan tubuh itu bergetar di pelukannya, menandakan kalau apa yang ia alami benar-benar melukai mental dan fisiknya tanpa ampun. "Di-dia ingin membunuh bayinya sendiri—"

Rahang tajam Sehun saling beradu tanpa Baekhyun ketahui. Ia tahu apa yang terjadi dan siapa pelaku yang telah menyebabkan ini semua.

"Bayi itu tak bisa bernafas—ka-kasihan sekali—dan dia menusuk punggungku pakai pisau—"

"Sst, tenanglah." Sehun mengelus rambutnya penuh kesabaran. "Meski kau terluka, tapi setidaknya kau berani mempertaruhkan dirimu sendiri demi menyelamatkan bayi itu. Kau hebat, Byun!" puji Sehun tulus. "Hei, dengar—"

Sehun melepas pelukannya sedikit dan mengarahkan wajah Baekhyun agar menatapnya. "Aku minta maaf karena telah melanggar janjiku untuk selalu melindungimu—"

Wajarkah jika dada Baekhyun berdebar kencang meski ia sudah sering ditatapi seperti ini oleh Sehun?

"—tapi itu tidak sepenuhnya salahku. Kau sendiri yang menghilang hingga kau tak lagi berada di bawah pengawasanku,"

"Aku bukan anak kecil lagi, Oh Sehun. Kau melindungiku di sekolah, itu sudah lebih dari cukup buatku. Kau tidak perlu merasa harus melindungiku dua puluh empat jam penuh hanya karena perjanjian itu,"

"Tapi aku memang harus melindungimu, Byun Baekhyun. Lihat apa yang terjadi padamu kalau aku tidak ada. Sudah, jangan membantah dan diamlah." Sehun kembali memeluknya lama sekali hingga Baekhyun merasa bayang-bayang tentang lelaki bernama Park Chanyeol dan bayi itu perlahan memudar meski tidak sepenuhnya hilang.

"Kau sudah tenang sekarang?"

"Ung, berkat dirimu."

"Kalau begitu, geserlah sedikit karena ini waktunya untuk minum susu."

"Yak, pelan! Akh!"

"Lihat, ini sudah bengkak sekali dan kau masih menolakku untuk menghisapnya?"

Baekhyun menyesal telah luluh oleh cara Sehun membuatnya merasa tenang, karena sesungguhnya, tak akan ada hari tenang selagi lelaki berwajah dingin itu masih berada di sekitarnya. Lihat saja dari caranya menyingkap baju pasien yang Baekhyun kenakan—begitu terburu-buru seolah tak sabar ingin melihat benda membukit yang tersembunyi di baliknya itu.

Baekhyun telah mengambil nafas panjang dan mempersiapkan diri, namun Sehun belum kunjung memulai sesuatu yang sudah menjadi rutinitas mereka berdua itu.

"Kenapa? A-apakah ada masalah?" Baekhyun pikir Sehun enggan menghisap putingnya karena sudah tiga hari ia tidak mandi. Meski demikian, Yeon Seo selalu mengelap badannya setiap pagi jadi mustahil kalau kulitnya kotor.

"Tidak ada."

"Lalu kenapa kau belum—menghisapnya?"

"Kau ingin aku segera menghisapnya?"

Wajah Baekhyun kembali memerah dan semakin memanas ketika ia mendapati dirinya mengangguk mengiyakan, "Ung, kumohon—"

"Baiklah kalau kau yang memintanya," Sehun mengubah posisi Baekhyun dengan mudah—membuat lelaki itu berada di atasnya dan dia sendiri duduk bersandar di ranjang. Ia paling suka posisi seperti ini. Selain bebas menghisap cairan lezat yang keluar dari dada ajaib lelaki itu, Sehun juga bisa dengan leluasa memandangi bagaimana ekspresi yang pria itu berikan.

Baekhyun menggigit bibir ketika rasa ngilu itu mendera untuk pertama kali. Mulut hangat milik Sehun melingkupi puting bengkaknya dan lidah pria itu sesekali bergerak menggelitik dengan nakal. Awalnya memang sedikit perih karena sudah tiga hari susunya tidak tersalurkan, namun ia langsung merasa lega ketika Sehun perlahan mulai menghisap dan mengeluarkan seluruh persediaan yang ia punya.

"Pelanh—"

Lagi-lagi rasa bangga itu menelusup ke dalam dada ketika melihat Sehun tengah menikmati susunya dengan amat rakus. Tangannya bergerak ke arah kepala Sehun dan mulai meremas rambut halusnya dengan lembut sebagai pelarian dari rasa aneh yang mendera tubuhnya tiap kali hisapan itu ia rasakan.

"Se-Sehun,"

"Hmng?" gumam Sehun yang masih sibuk menyedot putingnya dengan penuh konsentrasi.

"Kemarin—apakah kau benar-benar menyebarkan rahasiaku pada semua orang?"

Sehun berhenti sebentar hingga setetes cairan putih lolos dari sudut bibirnya dan mengalir ke dagunya yang runcing. Ia menatap lelaki yang selalu ia bilang mungil itu dalam-dalam, menertawai betapa naif dan penakut namun pemberaninya dia dalam waktu yang bersamaan.

"Maksudmu yang orang-orang bicarakan dalam grup chat dan media sosial sekolah kita beberapa hari belakangan?"

Baekhyun mengangguk takut dan menarik nafas berat sebagai persiapan untuk mendengar kemungkinan terburuk yang mungkin akan ia dapatkan. Kalaupun iya, keputusannya sudah bulat—dia akan pindah sekolah atau mengungsi saja ke planet terjauh yang pernah ada. Selesai.

"Kenapa tidak kau cari tahu saja sendiri? Ini, pakai ponselku dan baca apa yang mereka katakan."

Sehun mengeluarkan ponselnya dari saku dan membiarkan Baekhyun memeriksanya meski raut waswas itu masih ada di sana.

"I-ini—" Sehun tersenyum kecil ketika melihat perubahan wajah Baekhyun saat matanya terfokus pada layar. "Jadi kau tidak—"

"Aku tidak pernah membeberkan rahasiamu pada siapapun, Baekhyuna. Kau saja yang terlalu cepat mengambil kesimpulan hingga menimbulkan kesalahpahaman,"

Baekhyun menggigit bibir dan tertunduk—tak berani menatap Sehun setelah ribuan sumpah serapah dan prasangka buruk yang ia tujukan untuk lelaki itu selama ini. Tak ada satu orang pun yang mengejeknya—malah mereka semua merasa kagum dan iri pada Baekhyun yang telah dinobatkan sebagai milik Oh Sehun yang tidak boleh diganggu oleh siapapun itu. Yang orang-orang bicarakan di media sosial adalah tentang bagaimana keren dan gagahnya Oh Sehun ketika lelaki itu menyeruak ke kelas PE yang tengah berlangsung dan meminta pada Guru Shim untuk menggantikan Baekhyun dalam pengambilan nilai dalam ujian renang.

"Dia tidak bisa ikut ujian karena aku, jadi biarkan aku yang menggantikannya, Guru Shim."

Foto dan videonya telah dibagikan ratusan kali. Oh Sehun yang hanya mengenakan celana renang berwarna hitam tampak melompat ke dalam kolam renang dengan kerennya. Gerakan berenangnya begitu sempurna, membuat Guru Shim tak ragu untuk membubuhkan angka 10 di belakang nama Byun Baekhyun dalam daftar nilai. Namun poin utamanya adalah saat lelaki itu keluar dari dalam air. Murid-murid wanita menjerit histeris ketika melihat butiran air yang menghiasi tubuh putih Sehun bak mutiara, terutama ketika pandangan mereka turun ke bagian perut.

Abs-nya sempurna—membuat murid-murid pria langsung kehilangan kepercayaan diri dan menutupi perut mereka sendiri karena tidak bisa bersaing dengan tubuh Sehun yang terbentuk dengan indahnya. Tentu saja langsung viral dan orang-orang langsung bisa menduga kalau mereka berdua terlibat hubungan asmara.

"Jadi seperti itu yang sesungguhnya—" cicit Baekhyun. "Maafkan aku, Sehuna. Kupikir kau marah dan mengatakan semuanya pada orang-orang,"

"Aku tidak sepicik itu, kau tahu?" Sehun menjawil pipinya sambil terus tersenyum kecil. "Aku memaafkanmu, jadi jangan cemberut lagi, oke?"

"Tapi sekarang abs-mu malah terekspos kemana-mana—"

"Kenapa? Kau tidak senang?"

Harusnya Baekhyun tidak harus merasa tidak senang hanya karena semua orang kini bisa melihat badan bagus milik Sehun kapan saja melalui video yang mungkin telah disimpan di ponsel mereka. Namun entah kenapa, sesuatu membuat Baekhyun merasa tidak rela padahal Sehun dan dirinya tidak sedang berada dalam suatu hubungan apapun yang lebih jauh daripada ini.

"Jangan khawatir. Yang mereka lihat belum seberapa karena hanya dirimu yang berhak melihat badanku seutuhnya. Oke?"

Baekhyun mengangguk senang dan sedetik kemudian kembali merengut setelah mencerna makna kalimat Sehun barusan.

"Yak! Siapa bilang aku ingin melihat badan telanjangmu?! Ini, rasakan!" Tangannya memukuli Sehun berulang kali namun setelahnya ditahan oleh lelaki itu hanya dengan satu gerakan. Bahkan pria itu juga mendekatkan wajah hingga bibir mereka berjarak dekat sekali. Saking kuatnya detak jantung Baekhyun, Sehun sampai harus menahan senyum karena debaran indah itu bisa terdengar oleh telinganya.

"Baekhyuna, apa kau sudah pernah berciuman sebelumnya?"

Mata Baekhyun mengerjap dan dengan bodohnya ia menggeleng, "Di bibir belum, tapi di kening dan pipi sudah—"

"Bagus," ujar Sehun puas. "Yang akan kulakukan semenit dari sekarang adalah meng-klaim dirimu secara resmi menjadi milik seorang Oh Sehun. Kau mengerti bukan apa artinya meng-klaim?"

Baekhyun menggeleng—menatap wajah Sehun dengan jarak sedekat ini telah berhasil melumerkan semua saraf-saraf otaknya hingga ia tak bisa berpikir apa-apa. Sehun terlalu tampan hingga di level dimana ketampanannya terlihat tidak nyata.

"Itu artinya aku akan menandai dirimu sebagai milikku, hanya milikku seorang. Tadinya aku tidak ingin melakukannya secepat ini, tapi setelah apa yang terjadi padamu, aku tidak bisa membiarkan kau jatuh ke tangan orang lain selain diriku. Kau tahu, ada jutaan lelaki lain yang lebih berbahaya dariku di luar sana. Dan aku, Oh Sehun, tak akan rela melihat dirimu berakhir di pelukan orang lain di masa depan. Kau mengerti maksudku?"

Lagi-lagi Baekhyun cuma bisa menggeleng.

"Sudah kuduga, kebodohanmu tidak akan bisa mencerna kalimat sesederhana itu."

"Ka-kau mau apa?" Baekhyun semakin memanas karena Sehun perlahan menidurkannya di ranjang dan mulai menyerang bibirnya secara tiba-tiba. Basah, hangat dan membuatnya menggelepar—itulah kesan dari ciuman pertama yang Sehun beri untuknya. Ia tidak pernah tahu kalau ciuman akan terasa sepanas ini, tapi dirinya tak kuasa menolak. Harusnya ia pukul saja kepala Sehun yang sudah lancang menjelajahi rongga mulutnya tanpa izin, tapi yang ia lakukan malah diam saja dan malah mulai mengikuti arus permainan lelaki itu secara naluriah.

"Ngh, Se-Sehun!"

Tapi Sehun yang mulai terbakar sudah tak peduli pada apapun lagi. Bibir Baekhyun lebih nikmat dari yang ia bayangkan selama ini dan ia tak mungkin bisa berhenti begitu saja.

"Kau mau apa? Ngh, Sehun, jangan!"

Kancing-kancing seragam biru yang Baekhyun kenakan mulai dilepas satu-persatu dan ia merasakan sesuatu yang hangat menyelinap di balik punggung bagian bawahnya—terus mengelus dan meremas apapun yang bisa diraih di bawah sana. "Ja-jangan, kumohon hentikan—"

Kata jangan yang Baekhyun ucapkan efeknya malah seperti api yang membakar kertas dalam sekejap.

Dengan sekali tarik, Oh Sehun berhasil membuat celananya melorot hingga sebatas paha. "A-apa yang akan kau lakukan? Sehun, kumohon jangan seperti ini—"

Baekhyun mati-matian mencoba menarik celananya agar kembali terpasang dengan benar, namun Sehun malah beralih ke pakaian dalamnya yang kini ikut ditarik kasar hingga semuanya terlihat. Bagian paling pribadinya terpampang tanpa ada penutup dan Sehun menyeringai ketika menatap puas pada apa yang ada di depan matanya itu.

"Kau tanya apa yang akan kulakukan? Memangnya kau tak bisa menebaknya sendiri?" Sehun melepaskan dasinya dan perlahan mempreteli seragam sekolahnya sendiri hingga perut berotot yang tadi Baekhyun lihat di layar ponsel kini tersaji jelas di hadapannya secara langsung.

"Tidak mau! Sehun, aku tidak mau!" Si mungil itu masih mencoba meronta dan melepaskan diri, namun kungkungan Sehun memenjarakannya hingga ia tidak bisa lari kemana-mana.

"Baekhyuna, diam dan terima apapun yang akan kulakukan padamu. Jangan melawan karena aku tidak ingin kau kesakitan," geramnya ketika membuka kaitan celana dan perlahan menurunkan kain itu sampai mata Baekhyun bisa melihat tonjolan besar yang pakaian dalamnya sembunyikan.

"Se-Sehun, jangan, akh!" Lidah Sehun kali ini menghajar lehernya tanpa ampun, membuat ia menggeliat sekaligus meronta secara bersamaan. Pergelangan tangannya ditahan kuat-kuat dan rasa sakit yang mendera punggungnya kini terasa semakin memburuk. Baekhyun terpojok dan tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan harga dirinya sendiri.

Sehun tahu ini gila, namun inilah yang harus ia lakukan.

"Beginilah caraku meng-klaim dirimu, Milky-ku. Kau adalah milikku hingga siapapun tak berhak menyentuh dan menyakitimu tanpa seizinku."

"Sehun, hiks."

Bahkan airmata Baekhyun tak lagi berarti apa-apa. Park Chanyeol pernah merebut miliknya dulu dan setelah apa yang terjadi kemarin, Sehun tak ingin hartanya diambil paksa untuk yang kedua kali. Takdir tidak mungkin mempertemukan dua orang tanpa maksud tertentu—Sehun bisa memprediksi apa yang akan terjadi karena yang seperti ini pernah ia alami dulu. Perkenalan tak disengaja antara Luhan-nya dengan Park Chanyeol membuat dia harus merelakan cinta pertamanya itu bahagia bersama orang lain.

Hah, bahagia? Omong kosong.

Sama seperti dirinya yang melihat sedikit kemiripan Luhan di dalam diri Baekhyun, tentu saja Park Chanyeol sudah menyadari hal yang sama kemarin dan Sehun tidak ingin takdir mereka berlanjut lebih jauh dari ini. Terlalu mudah untuk ditebak bagaimana akhirnya kalau ia tidak bergerak dengan cepat.

Kali ini dia tidak ingin mengalah pada siapapun. Dia akan mempertahankan apa yang sudah ia inginkan untuk menjadi miliknya meski harus melakukan cara-cara curang. Kalau ia bilang ia menginginkan Baekhyun, maka itulah yang akan ia dapatkan.

"Tenanglah dan tahan sedikit—" Sehun menyeka keringat di dahi Baekhyun dan merunduk untuk mencium bibirnya yang bergetar menahan isakan. "—aku akan melakukannya sepelan mungkin, Baekhyunku."


Tarik nafas, tahan pemirsa.

Inilah efek mumet nulis thesis dan gak bisa ketemu Chanyeol-jadinya dilampiaskan ke ff yang kutulis 2 tahun lalu bahkan sebelum aku berangkat ke sini LOL. Akhir kata, tahan segala prasangka buruk dan see ya soon! Thank you and love you!

Spain, el cuatro de marzo, dos mil diecinueve. Eskerrik asko!