.

Tittle: The Butler did it

Rate : M

Pair: Guess who

Warning :World war II era, Old England era, Boys Love, BxB, the terror of typos, Bot!Tae, Tidak terlalu focus pada romance

Cerita ini tidak mengedepankan sebuah keromantisan, saya akan sangat menekankan bagaimana seorang butler yang sangat setia pada tuannya

Segeralah close jika pair tidak sesuai dengan yang diinginkan. Tinggal klik back atau tanda silang di pinggiran. So Easy,

Any Character is GOD mine and their parents of course.

Enjoy the Read!

.

.

Semenanjung Korea, 1917

Tahun dimana Korea masih belum dipisah menjadi dua dan dalam masa penjajahan oleh Jepang yang sangat kejam.

Teriakan menyedihkan menggema di sepanjang jalan yang bisa dipandangnya dengan mata memburam. Napasnya berat seakan saluran pernapasannya ditumpuki oleh bongkahan-bongkahan batu tebal dan kasar. Bibirnya kering tetapi dia bisa mengecap rasa besi yang membakar tenggorokkan. Tangan kanannya mengcengkram erat perutnya yang sobek dan dibanjiri cairan berbau besi. Lengan kirinya mati rasa dan mungkin bengkok karena rasa sakit di sekujur tubuhnya tidak terbendung kembali. Debu berterbangan dan suara meriam ditembakkan berulang-ulang menggema di pendengarannya diiringi oleh suara teriakan pilu.

Dia hanya ingin mencari ibunya dan membebaskan wanita santun tersebut dari cengkraman tentara Jepang yang selalu menatap lapar lekuk badan ibunya dengan pandangan lapar. Dia benci dengan tatapan menjijikkan tersebut dan pernah menendang satu diantara mereka dan dibayar dengan bengkoknya kaki kiri juga membengkaknya separuh wajah karena sikapnya yang dianggap tidak sopan. Ibunya menasehatinya untuk tidak melawan Jepang tetapi dia menolak karena tentara mereka menyebalkan. Ibunya marah dan berteriak jika dia tidak ingin kehilangan anak lelakinya hanya karena melawan Jepang dengan tangan kosong dan napsu yang bodoh.

Dia menangis, menangis karena mengingat memori menyenangkan, sedih, marah dan juga memilukan bersama ibunya yang sekarang entah berada dimana. Mungkin sekarang ibunya mati sekarat oleh tentara Jepang yang bersetubuh dengan tubuh moleknya secara bergantian. Dia merintih karena beberapa puing bangunan menimpa kaki kirinya yang masih belum sembuh benar. Dia merasa separuh badannya mati rasa dan lumpuh. Dirinya sudah siap mati dan menghadap ajal dengan janji yang diucapkannya sendiri untuk menjadi orang yang berkuasa di kehidupan selanjutnya.

Saat ini dia bisa melihat bayangan malaikat pencabut nyawa berdiri menjulang tinggi dihadapannya dengan trisula tajam di genggaman. Jubah hitamnya yang koyak di bagian bawah melambai-lambai dihembuskan oleh angin kotor yang penuh dengan debu puing-puing reruntuhan rumah warga yang hancur. Dia bisa melihat senyuman keji dibalik jubah hitam yang menutupi mata kelam si pencabut nyawa. Dia hanya terkekeh lucu, hidupnya akan tiada sebentar lagi. Dia berdoa sekali lagi pada Tuhan atau siapapun itu untuk memasukkannya ke dalam surga yang indah dan putih. Dia tertawa akan pemikirannya sendiri, bagaimana mahluk hina sepertinya memasuki surga yang suci.

Trisula si pencabut nyawa mulai melambai-lambai di atas langit dan mengambil jiwa-jiwa orang di sekitarnya. Dia bisa melihat jiwa-jiwa putih tetangganya berterbangan di angkasa dengan lolongan memohon ampun untuk hidup. Dia terkekeh kembali, menggelikan sekali orang-orang yang jiwanya sudah disedot oleh sang kuasa tetapi masih melolong minta ampun dan diberi kesempatan untuk hidup. Lucu, sangat lucu. Dia kini bisa melihat sang pencabut nyawa berjalan ke arahnya dengan jubah yang masih melambai-lambai. Sosok itu semakin mendekat padanya yang menyambut kedatangan sang pencabut nyawa dengan senang hati, jikalah tangan dan lengannya tidak patah maka dia akan dengan senang hati merentangkan kedua tangannya dan memberikan pelukan hangat pada sang pencabut nyawa. Dia menyesalkan hal itu, sekali lagi dia tertawa ketika mendengar teriakan pilu seseorang hingga sosok si pencabut nyawa menghilang dari pandangannya digantikan oleh debu-debu hitam yang berterbangan.

Dia mengernyitkan alis bingung, kemana perginya si pencabut nyawa dan jiwa-jiwa putih yang melolong memohon ampun tadi?, pikirnya dalam hati. Seseorang mendekati tubuhnya yang hampir lumpuh. Berjalan arogan dengan setelan baju rapi khas seorang bangsawan. Wajahnya ditegakkan dengan sombong dan menatap dirinya yang seperti tikus tidak beradab dengan pandangan menilai. Dia bisa melihat dagu lancip dan juga bibir tebal orang tersebut bergumam sesuatu yang dia tidak mengerti. Orang itu berjongkok di hadapannya yang masih tiduran dengan nyaman di antara reruntuhan puing rumahnya. Matanya yang bulat dan hitam tersebut menatapnya intens hingga membuatnya gugup setangah mati. Sekali lagi dia mendengar orang itu berbicara dengan bahasa yang dia tidak mengerti sama sekali. Orang itu tersenyum kalem kepadanya dan dia tidak tahu harus membalas dengan bagaimana, jadi dia hanya terkekeh idiot hingga orang tersebut tersenyum maklum. Dia mengulurkan sebelah tangannya yang dibalut sarung tangan berwarna putih padanya yang hanya menatapnya bingung.

"Raih tanganku" ucapnya dengan aksen Korea yang aneh "Aku akan menyelamatkanmu" ucapnya lagi masih dengan akesn yang aneh.

Dia tidak yakin dengan orang tersebut tetapi akhirnya tangan kanannya yang penuh dengan lumeran darah merah meraih tangan orang itu hingga membuat sarung tangannya menjadi kotor dan berwarna kemerahan. Dia menatapnya cemas karena membuat sarung tangan orang tersebut kotor. Orang itu hanya tersenyum sembari menggeleng tanda tidak masalah. Dibantulah dirinya untuk berdiri hingga badan mereka bersebelahan. Darah dan kotoran yang menempeli tubuhnya kini berhasil menempel pada setelan baju bagus orang tersebut, orang itu hanya bergumam tidak masalah masih dengan aksen Korea yang aneh.

Setelahnya yang dia ingat hanyalah dia dituntun oleh orang tersebut memasuki sebuah mobil tangki uap yang sering digunakan jendral Jepang berpatroli. Didalamnya terdapat seorang lelaki yang berwajah hampir mirip dengan orang tersebut hanya saja bibirnya lebih tipis dan juga matanya lebih sipit. Orang yang berada di dalam mobil mengenakan baju rapi juga, dia menatapnya dengan senyuman ramah hingga dia memikirkan wajah orang tersebut sangat mirip dengan anak anjing. Dia sudah diletakkan di bangku belakang mobil, orang berwajah anak anjing tersebut mengemudikan setir sembari berbicara kepada orang yang menyelamatkannya dengan bahasa yang lagi-lagi tidak ia mengerti. Akhirnya karena rasa lelah yang melandanya, dia tertidur lelap di kursi mobil sebelum matanya yang memang memburam melihat siluet sebuah rumah megah yang sangat besar di tengah hutan hingga gelap mulai mengerubungi penglihatannya.

.

TBC

.

Oh hai, ini hanya Prolog awal saja.

Untuk menambah rasa penasaran, saya belum mengungkap siapa yang akan berperan menjadi butler. Jika kalian ingin, siapa yang akan kalian pilih sebagai butler setia Kim Taehyung nantinya? tentunya jika kalian memilih orang itu, maka dia tidak akan pernah jadi pasangan Taehyung dalam cerita ini. So think before comment *jika ada yang membaca* siapa yang pantas menjadi butler.

Saya membuat cerita ini terinpirasi dari buku sejarah kakek saya dan anime Black Butler, saya terpesona dengan sosok Sebastian yang setia, yah meskipun bayarannya adalah seonggok jiwa murni.

Cerita ini juga akan saya tambahi sedikit bumbu detective, so prepare yourself to solved some case from me

Good day,

Bye