Eastern Mizu no Kuni Sea Territory

23 Juli X776

04.43 a.m

Buummm!

Ledakan yang besar terjadi di sebuah kapal yang terombang-ambing di tengah lautan itu. Terlihat 2 buah kapal yang saling menyerang satu sama lain. Meriam demi meriam mereka tembakan kearah kapal yang lain, menciptakan banyak ledakan besar di tengah lautan yang dilandai badai besar itu. Terlihat pertarungan kapal itu lebih didominasi oleh kapal yang lebih besar. Frigate melawan Brig memang bukanlah pertarungan yang cukup adil. Brig yang kewalahan itu mencoba untuk kabur.

"Ini Gila! Ini benar-benar Gila!"

"Sial ombak ini terlalu besar untuk kita lewati!"

"Kita akan mati!"

"Semuanya Diamlah! Fokuslah dengan apa yang kalian kerjakan! Panik hanya akan mempercepat kita ke kematian!", sang kapten Brig itupun juga sudah kehabisan akal untuk keluar dari masalah ini. Disaat badai besar malah ada bajak laut yang ingin mengincar mereka, seperti yang dikatakan bajak laut memang gila. Disaat seperti ini yang bisa diandalkan hanyalah keberuntungannya.

"Mortar! Kapten, mereka menembaki banyak sekali mortar! Semuanya berlindung!"

'Sial!' sang kapten pun segera membanting stir kapalnya ke kanan. Membuat kapalnya berbelok dengan cepat ke kanan. Di berhasil menghindari tembakan mortar-mortar itu walaupun masih terkena sedikit. Frigate yang berada di belakangnya tiba-tiba bertambah kecepatannya. Frigate itu mengambil posisi di samping kanan kapal itu dengan sangat cepat agar bisa menabrak bagian kelemahan brig tersebut dengan Ram depan frigate mereka.

'Sial! Bagaimana bisa!?'

Jdeerr! Jdeer! Bummm! Bummm!

Seakan sebuah keajaiban petir besar menyambar kedua kapal itu dan menghancurkan keduanya. Membuat semua orang di kedua kapal tersebut mati.

Disclaimer They belong to their original creator not me.

Chapter 1 : My New Home?

Eastern Mizu no Kuni

27 Juli X776

09.43 a.m

Di tengah hutan yang lebat itu terlihat dua anak kecil berambut pirang berjalan tertatih-tatih. Penampilan mereka begitu mengenaskan. Di sekujur tubuh mereka mengalir darah segar. Baju mereka yang sudah sangat kotor dan sobek dimana-mana. Sang anak berambut pirang jabrik itu menampakkan mata yang sayu. Mata blue sapphire yang seolah-olah menyiratkan bahwa dia akan mati sebentar lagi. Dia tengah membopong temannya yang pingsan itu. Berjalan terus kedepan tidak peduli walaupun tidak tau arah tujuannya.

"Huh huh huh huh, berapa jauh lagi aku harus berjalan. Kenapa aku tidak bisa menemukan seorangpun disini? Seseorang, tolonglah kami." setelah beberapa hari berjalan terus, kakinya akhirnya sudah tidak mampu dia gerakkan lagi. Dia jatuh terjerembab di tanah.

'Sial! Aku tidak boleh berhenti disini! Aku harus tetap bergerak!' Dia memaksa badannya untuk bergerak. Mengangkat temannya di punggungnya. Dan bergerak kedepan dengan bantuan tangannya dan tubuhnya. Dia pun berdo'a kepada Kami-sama agar dia dapat bertemu seseorang disini untuk menolongnya.

Setelah beberapa lama, do'anya pun terjawab. Dia melihat sebuah pintu gerbang didepannya. Dia tersenyum kecil, dia bergerak ke pintu itu dan mengetuknya beberapa kali.

Tok Tok Tok Tok Tok!

Setelah berhasil mengetuknya dia melemaskan semua tubuhnya untuk beristirahat. Setelah beberapa hari yang sulit hanya untuk mencari pertolongan itu dirinya memang berhak mendapatkannya. Setelah itu, dia memejamkan matanya dan tak sadarkan diri.

Hospital

10 Agustus X776

04.30 p.m

Dirinya kini megerjapkan matanya beberapa kali. Menerawang seisi ruangan tempatnya berada. Dia berasumsi temapt ini adalh rumah sakit. Menengok ke kanannya, dia melihat seorang perempuan berambut merah muda duduk disampingnya. Dilihat dari fisiknya mungkin beberapa tahun lebih tua darinya.

"Ah kau sudah bangun?"

"Ah, iy-"

"Kau masih bisa bicara ya? Apa kau punya nama?"

"N-naruto,"

"Oh Naruto, perkenalkan namaku Perona. Naruto, bagaimana keadaanmu sekarang?"

"J-jauh lebih baik dari yang terakhir kali," Naruto mencoba mengangkat tubuhnya dari ranjang. Berusaha duduk di tepian ranjang tersebut.

"Hei jangan memaksakan dirimu. Kau baru saja sadar, mungkin masih butuh banyak istirahat," Ucap Perona lembut.

"Aku tidak apa-apa begini…"

"Terima kasih banyak, berkat kau aku masih bisa hidup. Jika bukan karenamu mungkin aku dan Kiba sudah mati saat ini."

"Ah, jangan berterima kasih padaku. Aku disini hanya karena perintah Jii-san untuk menungguimu. Itupun karena dipaksa." Ucap Perona sambil melambai-lambaikan kedua tangannya di depannya.

"Kalau begitu, akan kupanggilkan perawat atau dokter dulu ya," Perona pun melangkahkan kakinya keluar pintu dan menutupnya secara perlahan. Setelah kepergian Perona, Naruto mulai menerawang kembali tempat di sekitarnya. Dia mencari sesuatu yang dibawa bersamanya waktu itu tapi dia tidak dapat melihatnya di situ.

'Dimana Kiba?'

Setelah beberapa menit, pintu ruangannya terbuka dan memunculkan seorang pria dewasa berambut hitam dan memakai kimono coklat muda. Wajahnya tampak tegas, dia mempunyai mata yang dangat tajam, kumis panjang dan jenggot panjang. Pria itu berjalan mendekati Naruto.

"Siapa namamu?"

"N-naruto." Naruto terbata menjawab pria itu.

"Apa kau bisa menceritakan apa yang terjadi padamu sebelum kau pingsan di depan dojoku?"

"I-itu…" Naruto memikirkan dulu apa tidak apa-apa kalau dia menceritakannya pada orang asing di depannya ini. Mungkin tidak apa-apa pria ini mungkin saja orang yang baik karena dia sudah mau menolongnya

"Aku dan Kiba lari dari sebuah kapal budak di laut. Kami menggunakan sampan untuk lari dan terbawa ke sebuah pantai oleh ombak besar yang membawa kami. Lalu, kami memasuki hutan dengan harapan dapat menemui seseorang. Tapi berhari-hari kami tidak dapat bertemu seorangpun. Dia sudah tidak kuat dan pingsan. Lalu, aku berjalan terus sampai di depan pintu dojomu itu."

Pria itu nampak sedikit tidak percaya dengan cerita Naruto. Dia duduk disamping Naruto dan menatap matanya dalam-dalam.

"Kau lari dari kapal budak?" Dia sedikit tidak percaya dengan ucapan anak kecil di depannya ini. Dia menatap mata Naruto serius untuk mencari kebohongan yang ada di matanya. Baginya, anak kecil tidak cocok untuk dijadikan budak. Budak adalah orang yang memiliki fisik yang kuat, bukan seorang anak kecil yang kira-kira masih berumur 6 tahun ini. Tapi mungkin saja ucpan anak ini memang benar dilihat dari sebuah kalung besi yang terlihat untuk mengendalikan budak.

Naruto yang dipandang seperti itu menjadi gugup. "I-iya. Kapal kami diserang oleh bajak laut saat badai besar berlangsung. Saat semua orang sibuk kami menyelinap keluar dan kabur."

"Oh, begitu ya." Pria itu terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu.

"Namaku Dracule Mihawk. Seorang guru ahli seni pedang di dojo Dracule's Sword."

'Ahli pedang?'

"Kalung apa itu di lehermu?" Tanya Mihawk

Naruto memegangi kalung yang dimaksud pria itu. "Oh ini kalung untuk mengendalikan para budak. Kalung ini bisa menyetrum pemakainya dengan menggunakan pengendali yang ada pada tuan kami"

"Oh begitu." Pria bernama Mihawk itu mengeluarkan sesuatu dari pinggang kanannya. Sebuah pisau belati yang sangat tajam.

Naruto ketakutan melihatnya. Dia memejamkan matanya karena takut Mihawk akan membunuhnya.

Slingg! Slingg! Krashh! Krashh!

Kalung yang mengikat leher Naruto terbelah dan jatuh disebelahnya. Naruto membuka matanya kembali karena heran tak kunjung menerima rasa sakit. Dia merasakan sesuatu telah lepas dari lehernya. Dan benar saja kalung besinya sudah lepas. Dia mengambil kalung disampingnya dan melihatnya sudah menerima 2 buah tebasan yang sangat rapi.

"Wow." Mihawk tersenyum tipis melihat reaksi Naruto yang lucu menurutnya.

Naruto dengan cepat berdiri dan mengambil posisi di samping Mihawk. Dia bersujud padanya di lantai. Air mata mengalir deras dari kedua kelopak matanya. Dia tak peduli dengan rasa sakit yang menyerang badannya.

"Terima kasih! Terima kasih! Terima kasih! Berkat anda, aku terselamatkan. Kalau tidak ada anda aku sudah pasti akan mati. Terima kasih! Aku- aku pasti akan membalas jasa anda suatu hari nanti" Ucap Naruto sambil menahan tangisnya.

Mihawk berjongkok di depan Naruto. Mengangkat kepalanya dari posisi sujudnya dan menatap lekat wajah Naruto. "Sudahlah tidak apa-apa. Tidak perlu memaksakan dirimu untuk membalasnya. Sekarang istirahatlah saja."

Mihawk mengangkat tubuh Naruto keatas ranjang. "Saat kau sudah boleh keluar rumah sakit akan kutunjukkan sesuatu padamu."

Naruto menganggukkan kepalanya dengan cepat. Air mata dan ingus mengalir deras dari mata dan hidungnya. Naruto mengusapnya dengan kasar, lalu dia bertanya pada Mihawk. "Dimana Kiba?"

"Temanmu itu? Dia ada di ruangan lain. Dia sudah sadar tapi masih belum bisa bergerak."

"Syukurlah kalau begitu." Naruto menunduk dan tersenyum bahagia. Akhirnya dia bisa kabur dari dunia perbudakan yang sangat menyiksanya. Dia merasa berhutang banyak kepada orang yang menyelamatkannya ini. Naruto bersumpah akan membalas kebaikan orang ini suatu saat nanti.

"Nah Naruto, apa kau punya rumah?"

Dracule's Sword Dojo

14 Agustus X776

11.23 p.m

Naruto dan Kiba kini sedang berada di dojo milik Mihawk. Setelah diperbolehkan keluar rumah sakit dia dan Kiba diajak ke dojo Mihawk. Setelah memasuki gerbang dojo itu, dia melihat banyak orang sedang berlatih menggunakan pedang. Ada yang sedang berlatih bertarung, mengayunkan pedang, dan macam-macam.

"Jii-san ingin menemui kalian berdua di dalam. Katanya dia akan memperkenalkan kalian kepada murid-muridnya." Ucap Perona memberi tahu. Dia disuruh pamannya Mihawk untuk menjemput mereka sebelumnya. Tentu saja dia awalnya tidak mau tapi karena pamannya memaksa jadinya dia tidak punya pilihan lain.

"Baiklah."

Mereka bertiga berjalan mendekati bangunan tradisional yang berada di tengah-tengah tempat itu. Perona menggeser pintunya dan nampaklah bagian dalamnya. Mereka melihat banyak murid sedang berlatih tanding di dalam. Mereka juga dapat melihat Mihawk yang sedang mengawasi mereka dengan seksama. Mereka bertiga berjalan mendekati Mihawk.

"Jii-san, aku sudah mengantar mereka kesini. Apa aku sudah boleh pergi?"

"Hn."

Perona tersenyum lebar mendengarnya, sekarang dia dapat bermain lagi dengan teman-temannya. "Terima kasih Jiji." Perona langsung berlari keluar tanpa memedulikan sekitarnya.

"Semuanya tolong berhenti sebentar dan minta perhatian!"

Semua murid yang berada disitu berhenti dan menatap Mihawk. Memperhatikan apa yang ingin disampaikan oleh guru mereka itu.

"Aku ingin memperkenalkan pada teman baru kita." Mihawk menoleh kearah Naruto dan Kiba. "Maukah kalian memperkenalkan diri kalian kepada kami?" Tanya Mihawk.

Mereka berdua mengangguk dengan pasti. Kiba melangkah kedepan dan mulai berbicara. "U-um, perkenalkan namaku Yuuto Kiba. Umurku 5 tahun. Semoga kita bisa menjalin hubungan yang baik kedepannya." Kiba menundukkan badannya untuk mengakhiri kalimatnya. Dia sedikit gugup berbicara di hadapan banyak orang. Lalu dia berjalan mundur kembali.

Naruto kini melangkah ke depan. "Perkenalkan namaku Naruto. Umurku 6 tahun. Aku dan Kiba berada disini itu berkat Dracule-san yang telah menolong. Suatu kehormatan bisa bertemu kalian murid-murid Dracule-san disini. Aku harap kita bisa menjalin hubungan yang baik." Naruto mengakhiri kalimatnya dengan menundukkan badannya. Para muridpun merasa tersanjung dengan perkataan Naruto.

"Terima kasih semuanya, aku rasa itu saja yang perlu disampaikan. Kalian dapat melanjutkan kem-"

"Maaf sensei. Aku ingin bertanya apa marga Naruto-san." Ucap salah satu murid sambil mengangkat tangannya. Semua orang menatap kearah Naruto. Naruto pun mulai angkat bicara.

"Maaf, tapi sebenarnya tidak mengingat tentang keluargaku sendiri." Ucap Naruto dengan nada halus. Murid yang bertanya tadi mengangguk paham.

"Kalau begitu silahkan lanjutkan latihan kembali." Setelah itu para murid kembali ke posisi latihan mereka kembali. Mihawk menghadap kearah Naruto dan Kiba. "Kalian berdua ayo ikut aku."

Skip Time

Sekarang ini, mereka sedang berjalan mengikuti Mihawk di depan mereka untuk menunjukkan kamar mereka. Mereka sudah diberitahu Perona bahwa Mihawk akan memberikan mereka tempat tinggal . Setidaknya sampai mereka punya keinginan untuk pergi atau jika mereka ingin menetap jika Mihawk mengizinkannya.

"Apa kalian suka dengan pedang?" Tanya Mihawk.

Naruto dan Kiba yang ditanya seperti itu bingung harus menjawab apa. Mereka hanya diam saja untuk menunggu yang lain menjawab.

"Kebanyakan orang datang kesini untuk belajar pedang dariku adalah orang yang berambisi besar. Mereka sangat berambisi untuk menjadi ahli pedang terhebat. Aku sangat suka dengan orang-orang seperti itu. "Tapi masih ada sesuatu yang salah dengan pemikiran mereka."

Naruto dan Kiba hanya terdiam mendengarkan secara seksama perkataan Mihawk.

"Pedang bukanlah alat pemotong yang kau gunakan untuk menyakiti lawanmu. Pedang adalah pelindung, penjaga, teman, jiwamu." Mihawk mengambil nafas sebentar lalu melanjutkan ucapannya.

"Saat kau bertarung menggunakan pedang jangan gunakan pemikiran bahwa pedang adalah alat untuk menyakiti tapi sebagai pelindung yang akan melindungimu dari bahaya, partner terbaik dalam bertarung, dan senjata yang mewakili jiwamu…"

"…lalu kau akan mendapatkan kekuatan sejati dari pedang tersebut." Mihawk menatap kedua anak kecil disampingnya itu untuk mengetahui reaksi mereka. Naruto dan Kiba terkagum dengan perkataan Mihawk. Hanya dengan kata-kata mereka dibuat suka kepada pedang.

Naruto kini mengambil posisi di depan Mihawk, lalu bersujud di depannya dan mengatakan sesuatu. "Mungkin permintaanku terlalu banyak tapi, tolong ijinkan aku untuk menjadi muridmu. Aku ingin mengetahui semua hal tentang pedang pedang dari anda. Aku akan menjadi murid yang patuh. Tolong ijinkan aku sensei."

Kiba pun dengan segera juga bersujud di samping Naruto. Dia juga menginginkan hal yang sama dengan Naruto. "Aku juga mengajukan pemintaan yang sama. Tolong ijinkan aku."

Mihawk tersenyum melihatnya. Dia mengangkat mereka agar berdiri, lalu mulai berbicara, "Tentu saja, aku menerima siapapun yang memiliki tujuan yang murni untuk berlatih pedang. Mulai dari sekarang kalian berdua adalah muridku."

Naruto dan Kiba tentu saja sangat senang mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia. "Terima kasih banyak!"

Certain Restaurant

10 September X776

01.14 p.m

Naruto dan Kiba kini sedang makan siang setelah latihan melelahkan mereka. Ini adalah kali pertama mereka makan di restoran ini sekaligus yang pertama makan di restoran manapun. Karena ketekunan mereka yang mau mencarikan kayu bakar untuk dojo mereka, mereka diiupahi sepeser uang yang mereka gunakan untuk makan disini. Mereka hanya ingin merasakan makanan enak sekali-kali.

Saat mereka sedang fokus dengan makanan mereka tiba-tiba ada keributan di tengah-tengah restoran.

"Apa-apaan ini, kenapa ada serangga di makananku!?" Terdengar teriakan seseorang di tengah restoran sambil mengangkat piring ditangannya. Terlihat seorang pelayan restoran mendekati orang tadi dengan cepat.

"M-maaf ada masa-"

"Dasar bodoh! Restoran macam apa yang menyajikan masakan yang dihinggapi serangga! Bukankah restoran kalian katanya yang paling bagus di sekitar sini!" Teriak orang itu memaki-maki pelayan di depannya.

"Ada ribut-ribut apa ini?" Seseorang muncul dari balik pintu masuk dapur. Dia adalah seorang pria yang memiliki kumis pirang panjang yang dikuncir lurus kesamping kiri dan kanan, memakai topi koki yang terlampau tinggi, dan kaki kanan yang dari pasak kayu. Dia berjalan mendekati pria tadi dengan tenang.

"Serangga apa ini hah!?" Teriak pria itu di depan wajah pria pirang di depannya.

Pria itu menatap sekilas serangga yang ditunjukkan padanya. Dengan santai dia menjawab, "Mana kutahu. Aku ini koki, bukannya ahli serangga."

Semua orang tampak menahan tawa karena ucapan pria pirang tadi. Bahkan ada yang sampai tertawa terbahak-bahak karenanya. Sedangkan pria yang mengomel tadi kesal karenanya. Tampak kedutan-kedutan muncul di kepalanya.

"Dasar bodoh! Pelayanan di tempat ini buruk sekali! Restoran ini tidak cocok disebut sebagai yang terbaik di Kirigakure!"

Pria itu melempar piring tadi ke lantai dengan kasar. Sedangkan si koki menatap piring tadi denagn pandangan yang tak terjaelaskan. Dia mengepalkan tangan kanannya lalu meluncurkannya ke kepala si koki pirang.

Dagh! Dragh!

Si koki dengan cepat mengangkat kaki kirinya untuk menahan pukulan pria itu. Lalu, dia menginjak tangan pria itu hingga membuat lantai di bawahnya retak.

"Arghh! Lepaskan sialan! Kau tahu siapa aku!? Aku ini seorang jounin! Aku akan menghajarmu dasar brengsek!" Pria yang mengaku jounin itu meringis kesakitan. Dia bersumpah akan menghajar koki ini karena telah mempermalukannya.

Dagh! Braghh!

Si koki menendang dada jounin itu hingga terlempar keluar melewati pintu restoran. Si jounin tampak terseret di tanah sebelum berhenti. Dia memuntahkan darah dari mulutnya. Dia mengelap kasar darah di mulutnya.

"Uhuk uhuk uhuk bwehh! Kau menantangku hah!? Aku ini jounin! Dan kau hanya seorang koki! Aku akan menghajarmu saat ini juga!" teriak si jounin. Dia kesal sekali pada koki ini. Dia akan memberi pelajaran yang tidak terlupakan pada koki ini. Dia akan membuat koki ini menyesali perbuatannya.

Dia melihat si koki berjalan kearahnya. Nampaknya si koki ini benar-benar tidak tahu derajatnya sendiri dengan dirinya. Benar-benar bodoh.

Orang-orang yang berada di dalam restoran yang penasaran dengan apa yang akan terjadi segera berhamburan keluar, begitupula para koki yang sedang memasak di dapur. Naruto dan Kiba pun juga demikian. Mereka berlari keluar restoran untuk melihat. Tubuh mereka yang pendek membuat mereka tidak dapat melihat kearah koki dan jounin tadi. Merekapun melompat keatas bangunan restoran untuk mendapatkan pemandangan yang lebih baik.

Si koki mengangkat kaki kirinya tinggi dan menghantamkannya ke si jounin.

Swushh! Daghh!

Serangan si koki ditahan si jounin dengan menyilangkan tangannya keatas. Si jounin memegang kaki kiri koki dan menghantamkannya ke tanah.

Bumm!

Si jounin itu melompat ke belakang untuk menjaga jarak. Dia yakin kalau koki tadi sudah hancur dengan serangannya.

Sementara kepulan debu mulai menghilang, tampak si koki pirang itu telentang di tanah. Dengan perlahan dia bangkit lagi. Dia berdiri tegar seperti tidak terjadi apa-apa dengannya.

Sementara si jounin bergeram maradh. Ini berarti memang sudah menantangnya bertarung. Dia merapal beberapa segel tangan, lalu menarik udara dari mulutnya.

"Fire Release: Fire Ball Jutsu"

Dia menghembuskan api berskala besar dari mulutnya yang mengarah langsung ke koki. Koki itu dengan mudah menghindar ke samping kanannya. Dia berlari menuju jounin untuk melakukan serangan. Tendangan kaki kanan lurus ke perut si jounin di lancarkan, jounin itu hanya menghindar ke kiri.

Syutt! Swushh!

Jounin mengepalkan tangan kanannya dan melayangkannya kearah perut si koki. Koki menekukkan lutut kanannya dan dia gunakan untuk membelokkan pukulan si jounin.

Jounin melayangkan tendangan kaki kirinya ke kepala koki. Koki menundukkan badannya untuk menghindar, lalu dia memutar 360 derajat kaki kanannya dan mengarahkannya ke jounin yang saat ini hanya berdiri dengan satu kaki.

Swushh!

Jounin itu melakukan beberapa backflip dan membuat jarak kira-kira 10 meter. "Haha, tidak kusangka seorang koki sepertimu ahli dalam taijutsu. Jujur aku terkesan kau dapat mengimbangi jounin sepertiku," ucap si jounin.

Jounin mengeluarkan beberapa kunai dari kantung senjatanya. Kunai-kunai itu telah dipasangi kertas peledak. Dia melemparkan semua kunai itu secara bersamaan.

Takk! Takk! Takk! Takk! Takk! Takk!

Nampaknya jounin tidak mengincar si koki. Kunai-kunai itu menancap di tanah dan beberapa di bangunan-bangunan sekitarnya. Si koki tidak bergerak sedikitpun. Dia masih berdiri tenang dengan melipat kedua tangannya.

Si jounin tersenyum misterius melihatnya. Tiba-tiba terdengar suara-suara benang besi di sekitar koki. Jounin ternyata memegang benang-benang yang terikat pada kunai-kunai yang ia lempar. Dengan cepat ia menarik benang di kedua tangannya.

Syutt! Syutt! Grepsh! Grepsh!

Benang-benang itu mengikat koki membuatnya tidak bisa bergerak. Kunai-kunai dengan kertas peledak tadi juga ikut menempel di tubuh koki.

"Gyahahahaha, inilah akibatnya karena berani macam-macam denganku. Sekarang minta ampunlah padaku sebelum kuledakkan kau disini," teriak jounin.

"Kepada orang sepertimu? Tentu saja yidak akan! Aku akan menghajarmu disini saat ini tidak peduli apapun! Akan kuberi kau pelajaran berharga!" Teriak koki. Dia tentu saja tidak akan minta ampun pada orang hina ini, walaupun nyawa taruhannya.

Si jounin itu tersenyum sinis. "Baiklah kalau begitu." Dia membuat sebuah segel tangan dengan tangan kanannya. Semua orang disitu yang tau apa yang akan dilakukan tersentak tak percaya. Mereka mencoba menghentikan si jounin.

"Hei tunggu dulu!"

"Kau tidak perlu melakukan ini!"

"Kalian bisa menyelesaikab masalah kalian secara baik -baik"

"Berhenti!"

"Kai!"

Ledakan besar terjadi di tempat si koki. Selama beberapa saat ledakan belum berhenti. Semua orang tampak syok melihatnya. Beda dengan si jounin yang tampak senang.

"Hahahaha! Aku sudah memperingatkanmu! Dasar bodoh! Ketahuilah derajatmu aku ini seorang jounin! Dan kau hanya seorang koki sampah tak berguna! Hahahaha! Huh, apa-apaan aku ini. Beebicara dengan orang yang sudah mati. Yah, terserahlah." Jounin itu membalikkan badannya dan mulai melenggang pergi dengan santainya.

"Mau pergi kemana kau!?"

Kepulan asap mulai menghilang tertiup angin. Disana terlihat si koki yang masih berdiri dengan keadaan terlihat mengenaskan. Luka-luka bakar di sekitar tubuhnya, pakaian yang terbakar disana-sini. Tapi ada yang berbeda dengan si koki. Kaki kirinya.

"A-apa!?" Si jounin menatap tak percaya dengan yang dilihatjya didepannya. Orang yang sudah dia ledakkan dengan banyak kertas peledak masih bisa berdiri dengan tenang disana. "B-bagaimana kau- kau?"

Semua orang disana juga terkejut melihat itu. Kecuali beberapa orang yang sudah mengetahui tentang kemampuan sang koki.

Kaki kiri sang koki terlihat berbeda. Kini, kaki kirinya telah terbakar oleh api yang menyala-nyala. Asap hitam juga mengepul keluar dari api itu.

"Kau belum boleh pergi. Kau belum bayar."

Si jounin berusaha keluar dari keterkejutannya. Jounin membuat beberapa segel tangan lalu menarik udara dengan mulutnya.

"Fire Release: Rapid Fire Ball Jutsu"

Sebuah bola api berukuran sedang keluar dari mulutnya dan melesat cepat ke sang koki. Koki dengan sekejap menghilang dari tempat berdirinya meninggalkan ledakan kecil dan muncul di atas tembok bangunan sampingnya.

Jounin tidak menghentikan serangannya. Dia menembakkan bola api berukuran sama ke arah koki. Hal sama terjadi lagi. Koki menghilang dengan ledakan kecil dan muncul di tembok bangunan sisi jalan yang lain. Hal yang sama terulang terus-menerus membuat ledakan-ledakan terjadi di tembok bangunan dengan si koki yang semakin memperpendek jarak diantara mereka.

Semua orang terkagum melihat pertarungan sengit mereka. Beberapa dari mereka baru pertama kali melihat pertarungan sesengit ini. Begitu juga dengan Naruto dan Kiba.

Setelah berkali-kali menembakkan bola api akhirnya jounin kehabisan chakra. Dia sudah tidak dapat menembakkan bola api lagi dari mulutnya. Dia mencoba untuk kabur tapi apa daya, tenaganya juga habis setelah melakukan serangan tadi. Tubuhnya tidak bisa dia gerakkan lagi.

Koki berlari di tembok, lalu dia melompat kearah jounin yang tak bergerak. Dia menarik kedua kakinya di depan dadanya.

"Diable Jambe: Premier Hachis!"

Sang koki mulai menendang jounin dengan kaki kirinya.

Dughh! Bumm!

Tendangan kaki kirinya meledak teoat di badan si jounin. Membuatnya memuntahkan darah dari mulutnya.

"Cough! Cough!"

Tidak berhenti disitu, koki menendangnya lagi dengan kaki kanannya

Dughh!

Serangan ini dia lakukan terus menerus sampai berkali-kali. Setiap tendangan kaki kirinya akan membuat ledakan yang menambah daya serangnya.

Dughh! Dughh! Bumm! Dughh! Dughh! Bumm! Dughh! Dughh! Bumm!

Jounin itu tak berdaya dengan serangan serangan yang diberikan oleh sang koki. Dia pasrah saja dengan serangan si koki. Sedangkan, semua orang yang melihatnya hanya memandangnya dengan tatapan ngeri dan tak percaya.

"A-pa-apaan tekniknya itu."

"Apa dia memang hanya seorang koki."

"Seorang jounin dapat dikalahkannya begitu saja."

"Semoga dia tidak menendang bola si jounin itu terlalu keras." (lol abaikan yang ini :'D haha)

Sang koki mengangkat kaki kirinya lurus sampai kepalanya. Dia akan mengakhirinya dengan satu tendangan full powernya.

Bughh! Bumm! Swingg! Brugh! Bragh! Blarr!

Koki menendang perut jounin dengan tendangan full power kaki kirinya. Menyebabkan ledakan besar dan melemparkan tubuh jounin itu sebelum terpelanting beberapa kali di tanah dan menabrak sebuah pohon besar.

Si jounin ini sudah sekarat sekarang. Dia hampir tak kuat untuk menarik nafas lagi. Pandangannya sudah memburam dan yang terlihat olehnya hanya putih dan hitam. Dia pikir semua tulang rusuknya patah dan tulang dadanya sudah retak. Dia melihat sebuah bayangan hitam mendekatinya.

"Kau tahu apa kesalahan terbesarmu?" Si koki berbicara dengan nada marah yang tertahan. Dia menundukkan kepalanya dan mengepalkan tangannya dengan erat.

Si jounin masih bisa mendegar perkataan koki. Dia penasaran dengan malsud perkataannya tadi.

"Aku sudah tahu maksudmu di restoranku, Restoran Baratie. Kau adalah suruhan restoran lain di desa ini untuk membuat restoranku tampak buruk, kan? Aku bahkan tahu restoran mana yang menyuruhm," ucap koki.

Si jounin terkejut dengan perkataan koki. Bagaimana orang ini bisa tahu? Ini adalah rahasia antara dia dan restoran yang memberinya misi.

"Tapi aku tidak peduli dengan itu dan kubiarkan saja," ucap koki.

Si jounin heran dengan koki. Dia bilang dia tidak peduli dengan itu, itu bodoh menurutnya. Kalau dia ada di posisi si koki pasti dia akan langsung menendang keluar dirinya sendiri.

"Yang membuatku marah adalah kau yang dengan berani mengotori makanan yang berharga dan membuangnya tanpa rasa bersalah di depan mataku! Apa kau tahu seberapa berharga makanan itu!?" Teriak si koki sampai muncul banyak urat di wajahnya. "Huh, kau orang bodoh mana mungkin bisa mengerti."

"Zeff-san! Zeff-san! Zeff-san! Zeff-san!" Terlihat beberapa orang berpakaian koki berlari si belakang si koki.

"Tou-san! Apa kau tidak apa-apa?" Terlihat anak kecil berambut pirang di bawah koki yang dipanggil Zeff itu.

"Sudahlah, aku tidak apa-apa. Hanya luka kecil, sanji," ucap Zeff.

Sementara itu, koki-koki lain yang ada disitu berekspresi horror mendengar ucapan Zeff. Walaupun mereka tahu Zeff adalah petarung yang hebat, tapi kalau menerima ledakan besar seperti tadi pasti akan menerima sedikitnya beberapa luka serius tapi Zeff masih bisa berdiri tegak dengan hanya luka bakar kecil di tubuhnya. Rupanya, mereka memang belum tahu banyak tentang kemampuan kepala koki mereka ini.

"Tapi Tou-san, ka-"

"Aku tidak apa-apa. Sudahlah ayo kita kembali. Kita lanjutkan memasak. Aku akan membersihkan diriku dulu," ucap Zeff. Dia lalu melenggang pergi ke restorannya diikuti semua bawahannya.

Sementara itu si jounin yang samar-samar melihat kepergian bayangan tadi perlahan menutup matanya dan tak sadarkan diri.

Di tempat Naruto dan Kiba, mereka takjub dengan pertarungan yang tadi mereka lihat. Seorang koki yang dapat mengalahkan seorang jounin. Apa si koki itu benar-benar hanya koki. Apalagi setelah menerima ledakan seperti tadi dan masih hidup, koki pasti sudah melatih tubuhnya dengan sangat keras.

"Itu tadi pertarungan yang hebat," ucap Kiba takjub.

"Aku lihat dia hanya menggunakan kakinya untuk mengalahkan jounin itu. Taijutsu kakinya benar-benar hebat," ucap Naruto.

"Ya kau benar. Dan apa kau lihat saat kakinya terbakar dan meledak setiap dia menghentakkan kakinya? Itu keren sekali."

"Ya, memang. Kecepatan dan kekuatan kakinya juga bertambah saat kakinya terbakar. Teknik yang benar-benar hebat."

"Tubuhnya juga sangat kuat. Dia dapat bertahan setelah ledakan tadi."

"Ya, si koki itu memang mendominasi pertarungan dari awal."

Memang mereka berdua adalah anak kecil. Tapi, kepintaran mereka tidak seperti anak kecil. Saat pertarungan tadi mereka selalu memperhatikan pergerakan keduanya. Mereka juga dapat mengobservasi teknik keduanya. Jika hanya anak kecil biasa mungkin hanya berpikir kalau tadi pertarungan yang keren.

"Kalau begitu, ayo kita lanjutkan makan siang kita," ucap Kiba.

"Ya, baiklah," ucap Naruto.

Kiba turun dari atap dan masuk ke restoran. Sedangkan Naruto sekarang tengah memikirkan sesuatu. Nampak dia menunjukkan ekspresi serius.

'Itu patut dicoba.'

Baratie Restaurant Backyard

11 September X776

06.04 p.m

Zeff kini sedang duduk santai di bangku belakang restorannya. Dia tengah memakan sepiring nasi goreng seafood buatan anaknya, Sanji. Memang belum sempurna, tapi ini adalah prestasi tinggi bagi anak seumuran Sanji. Mereka bukanlah ayah dan anak kandung, tapi hubungan mereka seerat ayah dan anak kandung bahkan melebihinya. Beberapa tahun lalu, mereka berdua dipertemukan pertama kali dalam sebuah penderitaan. Mereka dipaksa bertahan hidup dengan minimnya makanan dan minuman selama berbulan-bulan.

Zeff sedang mengawasi Sanji berlatih dengan kekuatan kakinya dan melihat langit senja yang hendak gelap itu.

"Jangan terlalu memaksakan dirimu ya, Sanji! Kau masih punya pekerjaan untuk malam ini!"

"Iya Tou-san!" Sanji tersenyum lebar kearah ayahnya. Zeff hanya tersenyum kecil membalasnya.

Setelah selesai menghabiskan sepiring nasi gorengnya, Zeff berniat untuk masuk kembali ke restoran. Tapi niatnya tertunda saat seorang anak kecil berambut pirang jabrik datang dari kanannya. Dia berhenti di depannya.

"Ah maaf, apakah anda Zeff-san? Koki dari Restoran Baratie?" Tanya anak itu. Zeff mengangguk.

"Baguslah kalau begitu. Izinkan aku untuk memperkenalkan diri. Namaku Naruto, umur 6 tahun. Aku adalah seorang murid dari dojo Dracule's Sword dibawah bimbingan Dracule Mihawk-sensei," ucap Naruto.

"Hmm, muridnya Mihawk? Ada perlu apa?"

"Anda mengenal sensei?"

"Iya, dia temanku."

"Bagus kalau begitu. Aku disini untuk meminta sesuatu."

"Hmm, minta apa?"

"Aku minta anda untuk mengajariku teknik bertarung anda."

"Apa!?"

Dari sekian ribu dugaannya ini bukanlah salah satunya. Mengajari bertarung? Pada orang yang dia tidak tahu sama sekali.

"Maaf, tapi saya benar-benar serius ingin belajar dari anda. Setelah meli-"

"Tidak! Aku tidak akan pernah mengajarimu! Sudahlah pergi sana! Aku ingin bekerja lagi," ucap Zeff. Dia pun masuk ke restorannya.

Naruto membuka pintu belakang restoran. "Aku tidak akan berhenti sebelum kau mau. Aku akan berada disini setiap sore untuk menunggumu," teriak Naruto.

Zeff hanya mengabaikannya dan masuk ke pintu dapur. Sementara Naruto, mengepalkan tangannya kuat. 'Aku tidak akan menyerah. Aku harus dapat meyakinkannya. Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk menggapai tujuanku.'

Sanji mendekati Naruto untuk menanyakan apa yang Naruto lakukan. Dia mendengar ayahnya dan Naruto tadi sedang berbicara.

"Ada perlu apa dengan ayah?"

"Ayah?"

Baratie Restaurant Backyard

8 Oktober X776

06.00 p.m

Naruto sekarang ini berada di belakang restoran Baratie. Dia berniat untuk meminta Zeff untuk mengajarinya lagi. Sudah hampir 1 bulan dia melakukannya tapi Zeff masih berpegang teguh dengan keputusannya. Tapi itu tak membuat semangatnya pudar sedikitpun.

Pintu terbuka dan muncul Zeff dengan ekspresi tegas.

"Zeff-san, tol-"

"Dengar bocah, aku akan memberimu satu pertanyaan. Jawabanmu akan menentukan aku akan menerimamu atau tidak. Jika aku tidak mau, sebaiknya kau enyah dari sini dan jangan pernah muncul lagi. Walaupun seumur hidupmu aku tidak akan pernah menerimamu. Kau mengerti!?"

Naruto meneguk ludahnya. Ini adalah penentuan akhir. Dia menganggukkan kepalanya.

"Apa alasanmu ingin belajar bertarung dariku?"

Naruto berpikir sejenak. Ternyata pertanyaannya cukup mudah baginya. "Aku- aku ingin menjadi lebih kuat," jawab Naruto dengan serius.

Zeff memasang ekspresi sedikit kecewa. "Hanya itu? Itu saja alasanmu? Kalau begitu, aku tidak bisa. Sudahlah pergi sana." Zeff membalikkan badannya dan berniat masuk lagi ke restoran. Tapi gerakannya terhenti saat Naruto memegang bagian belakang bajunya.

Naruto tidak bisa menerima ini. Dia tidak akan pernah membiarkan ini terjadi. Tampak sedikit air mata keluar dari matanya.

"Aku- aku hanya ingin membalas hutangku pada Mihawk-sensei. Dia telah menyelamatkan hidupku dan Kiba. Aku ingin menjadi kuat dan membanggakan dirinya untuk membalas budi."

Zeff terdiam. Dia mendengarkan Naruto dengan seksama.

"Dulu aku dan Kiba adalah budak yang selalu diaiksa setiap harinya. Kami kabur, dan hampir mati. Dan Mihawk-sensei menyelamatkan kami. Aku ingin membalas budinya. Itulah alasanku," ucap Naruto sambil menangis. Dia mengusap air mata dan ingusnya dengan kasar.

Zeff terkejut mendengarnya. Bagaimana mungkin anak kecil ini memiliki masa lalu yang sulit sebagai budak? Begitulah pikirnya. Dan juga, alasan anak ini bagus. Anak ini adalah tipe orang yang akan berkorban demi temannya. Lagipula, Mihawk adalah temannya sejak kecil. Dia tersenyum dan berkata, "Namamu Naruto, kan? Kalau begitu mulai dari sekarang ..."

Naruto membulatkan matanya, mungkinkah ini ...

"Kau adalah muridku."

Dracule's Sword Training Field

1 Desember X784

00.01 p.m

Udara dingin musim dingin serasa menusuk badan. Langit yang tertutup awan membuat suhu di sekitar semakin dingin. Terlihat seorang anak berambut pirang berusia 14 tahun sedang berdiri di tengah lapangan di sekitar dojo. Dia memakai kimono warna hijau muda. Dia juga membawa beberapa jenis pedang di tubuhnya. Sebuah belati di pinggang kanannya, 2 buah pedang berukuran sedang yang menyilang di punggungnya, dan 3 buah katana di pinggang kirinya.

Sekitar 15 meter di depannya terdapat sebuah batang kayu. Dia memegang sebuah pedang dari punggungnya dengan tangan kanannya. Mengambil nafas nafas dan membuangnya dengan tenang. Dia memfokuskan pandangannya ke batang kayu itu, lalu memegang salah satu pedang di punggungnya dengan tangan kanannya.

Slash! Slash!

Naruto membuat tebasan menyilang kearah barang kayu tersebut. Tebasan angin menyilang terbentuk melaju menuju ke batang kayu.

Sling! Sling!

Batang kayu tersebut terpotong menyilang. Tebasan yang halus dan tepat dari sudut ke sudut.

"Lumayan juga," ucap Sanji yang sedang menonton. Dia sedang duduk teras dojo dan memakan bento. Hari ini adalah hari libur restorannya. Dia luangkan waktunya untuk mampir dan melihat temannya. Kiba juga sedang berada disampingnya.

"Itu bagus, Naruto-san!"

"Heh, aku bisa lebih baik. Hanya saja aku tidak bisa melakukannya disini."

"Yah, apapun katamu."

Naruto berjalan kearah keduanya. Dia duduk didamping mereka.

"Makanlah ini. Aku membuatkannya untukmu," ucap Sanji sambil menyerahkan kotak bento yang masih utuh.

Naruto mengambil kotak itu dan mengambil sebuah sushi. Dia memakannya dengan lahap.

"Hei, Sanji. Apa kau sudah menjadi genin? Umurmu sudah mencapai 16 tahun kan? Kupikir itu umur yang ideal untuk menjadi genin. Dan kemampuan bertarungmu juga lumayan hebat," tanya Naruto.

Sanji menjawab, "Tidak. Aku tidak tertarik dengan hal semacam itu. Itu hanya akan menyibukkanku dan waktuku di restoran akan berkurang. Aku hanya ingin fokus memasak di restoran. Lagipula, aku tidak pernah ikut akademi shinobi."

Naruto mengangguk mengerti. Dia memang sudah tahu menjadi koki adalah prioritas utama Sanji. Dia juga tahu alasan Sanji belajar bertarung hanyalah untuk melindungi sesuatu yang harus ia lindungi.

"Begitu ya. Hei Kiba, bagaimana denganmu? Kudengar akademi akan mengadakan ujian genin?" Tanya Naruto. Kiba adalah murid akademi yang akhir-akhir ini dikabarkan mengadakan ujian genin.

Kiba tersenyum. Dia merogoh ke dalam kimononya dan mengeluarkan sebuah benda. Dia menunjukkannya pada Naruto.

"Kau sudah menjadi genin? Sejak kapan? Bukankah ujiannya belum diadakan?" Tanya Naruto setelah melihat pelindung kepala kirigakure milik Kiba. Dia terkejut dengan Kiba karena dapat menjadi genin lebih awal.

"Hehe, sebenarnya akademi memperbolehkanku untuk mengambil ujian lebih awal. Aku merupakan murid yang berbakat, loh," ucap Kiba sambil tersenyum.

Naruto kagum kepada Kiba. Orang yang sudah dia anggap adik ini dapat menjadi genin sebelum dirinya. Dia merasa malu dengan dirinya sendiri.

"Lalu, bagaimana denganmu Naruto? Bukankah kau sangat ingin menjadi genin?" tanya Sanji. Kiba menoleh ke Naruto. Kiba sudah tahu alasan kenapa Naruto belum bisa menjadi genin. Walaupun orang yang sudah dia anggap sebagai kakaknya ini memiliki kemampuan bertarung yang lebih hebat darinya, namun Naruto memiliki satu kekurangan fatal.

Naruto menggigit bibirnya. Ia mencengkram kedua tangannya dengan erat. "Itu, sebenarnya..."

"...Naruto tidak memiliki chakra," ucap seseorang dibelakang mereka.

Mereka bertiga menoleh kearah suara tadi berasal dan mendapati Mihawk dan Perona berdiri di belakang mereka. Mereka berdua lalu ikut duduk.

"Tou-san!"

Tou-san? Ya, Naruto mulai memanggil Mihawk seperti karena telah menjadi sosok ayah baginya. Mihawk sudah banyak merawatnya dan menjaganya layaknya seorang ayah baginya. Dan Mihawk juga tidak keberatan. Dia justru senang saat Naruto memanggilnya ayah.

"Iya, si baka Naru-kun ini memang tidak berbakat menjadi shinobi. Tanpa chakra dia tidak bisa melakukan jutsu apapun sekeras apapun dia mencoba. Benar begitu kan, Naru-kun?" ucap Perona. Dia sedang menggoda Naruto. Dia mendekatkan dirinya pada Naruto dan menekan-nekan whisker di pipi Naruto dengan telunjuknya.

Naruto mendengus pelan. Perona ini memanglah orang yang menyebalkan menurutnya. Dia selalu saja mengganggunya setiap ada kesempatan.

"Setidaknya aku bukan seorang gadis remaja yang masih suka bermain boneka seperti anak kecil," ejek Naruto.

Wajah Perona memerah menahan marah mendengar ucapan Naruto. Radanya dia ingin sekali menjitak kepala kuning bodoh itu.

"Dasar bodoh! Kau laki-laki mana tahu apa-apa tentang boneka!" Perona mengarahkan pukulan tangan kanannya kearah kepala kuning itu.

Greb!

Tangan Perona ditahan oleh Mihawk. "Sudahlah. Lagipula kau yang membuatnya kesal duluan."

Perona mendengus kesal. Dia mencoba untuk menahan kekesalannya pada Naruto. "Jii-san ini memang selalu membela Naruto. Yang aku katakan kan memang benar." Perona memasang wajah cemberutnya.

Sedangkan Naruto memasang wajah kemenangannya. Dia puas sekali dengan kemenangannya kali ini.

"Benarkah itu? Tapi bagaimana bisa kau tidak memilikinya? Semua orang pasti mempunyai chakra walaupun cuma sedikit. Sepertiku yang masih punya chakra walaupun sedikit," ucap Sanji. Dia sebenarnya terkejut mendengarnya.

Naruto menggelengkan kepalanya. Dia juga tidak tahu apa yang sudah terjadi padanya sehingga tidak memiliki chakra

"Lalu, apa yang akan kau lakukan Naruto? Apa kau hanya akan menyerah disini?" Tanya Mihawk. Dia khawatir dengan Naruto yang sudah dia anggap anaknya sendiri. Tapi rintangan sesulit apapun yang dihadapi Naruto, Naruto pasti tetap bisa melewatinya. Itulah yang dia tahu betul dari Naruto.

"Tentu saja tidak! Aku pasti masih bisa menjadi genin apapun yang terjadi!" ucap Naruto semangat.

"Itu bagus Naruto-san. Aku pasti mendukungmu. Berjuanglah!" ucap Kiba menyemangati.

Naruto tersenyum berterima kasih pada Kiba dia menganggukkan kepalanya.

"Bicara saja memang mudah. Tapi apa kau memang bisa melakukannya? Kau sudah punya rencana?" tanya Perona.

Naruto memasang senyum misterius. "Heh, kalau soal itu kau tidak perlu khawatir. Hehe, aku sudah punya rencana yang luar biasa."

Mizukage Office

4 Desember X784

09.00 a.m

"Ugh..."

Godaime mizukage sedang memijit pelipisnya. Tumpukan kertas dihadapannya seakan tidak ada habisnya. Menurutnya ini adalah hal yang paling melelahkan yang pernah ia lakukan. Menurutnya bertarung melawan pasukan-pasukan yondaime mizukage lebih baik daripada dia harus berkutat dengan kertas-kertas ini.

"Hei Ao, apa tidak hal lain yang bisa kulakukan?" Tanya sang lady Mizukage pada pria yang menutup satu matanya disampingnya.

"Hari ini anda tidak terlalu punya jadwal yang padat Mizukage-sama. Jadi, setelah pekerjaan anda disini selesai anda boleh langsung pulang. Anda bebas beristirahat," ucap Ao. Dia mengerti kalau sang Mizukage ini tidak suka dengan pekerjaan kantor seperti ini.

"Huh, jadi begitu. Kalau begitu aku akan menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat," ucap Mizukage.

"Uhm, Mizukage-sama. Anda tidak perlu terburu-buru. Anda harus memperhatikan laporan-laporan ini denfan seksama."

Ucapan Ao tidak digubris oleh sang lady Mizukage. Karena jadwalnya tidak terlalu padat hari ini, dia berencana untuk mengunjungi seorang pria. Pria yang telah berhasil mencuri hatinya. Seorang guru ahli pedang yang mempunyai dojo di pinggiran desa. Hatinya berdebar-debar saat memikirkannya.

"Ah, akhirnya selesai juga. Huaah senangnya," ucap Mizukage bernama Mei Terumi itu. Ao bengong melihatnya. Semua tumpukan kertas yang bahkan lebih tinggi darinya mampu diselesaikan hanya dalam beberapa menit.

"Hei Ao. Aku ingin pergi ke dojo Mihawk-kun. Jika ada hal-hal tidak penting lagi, tolong kau urus untukku ya," pinta Mei dengan wajah imutnya. Ao menggaruk belakang kepalanya. Dia tidak yakin itu adalah ide yang bagus. Tapi setelah semua yang telah Mizukagenya lakukan padanya dan desa, Mei berhak mendapatkannya.

"Bai-"

"Yeaayy. Terima kasih Ao. Aku akan mentraktirmu makan malam sebagai hadiahnya."

"Eh, i-iya."

Mei berniat keluar melalui pintu ruangan itu. Tapi niatnya terhenti saat terdengar ketukan pintu dari sisi lain pintu.

Tok! Tok! Tok!

Mei menghela nafasnya. Yah, ini mungkin satu pekerjaan yang akan menghampirinya. Mungkin satu lagi saja dan dia akan pergi.

"Masuk!"

Pintu terbuka dan menampilkan seorang anak berambut pirang dengan tiga whisker di wajahnya. Oh, ternyata Naru-chan.

"Naru-chan! Ada apa? Aku baru saja ingin pergi ke dojomu." Mei memang sudah mengenal Naruto karena dia adalah salah satu murid si dojo pujaan hatinya. Terlebih lagi, Naruto adalah anak angkat dari pujaan hatinya. Yang berarti juga akan menjadi anaknya.

Naruto tersenyum lebar. "Baa-chan! Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku!" Teriak Naruto semangat.

Mei berkedut kesal mendengar panggilan Naruto untuknya. Dia sangat tidak suka dengan panggilan itu.

"Sudah kubilang jangan panggil aku seperti itu Naru! Apa aku terlihat seperti bibi-bibi!?"

"Hehe, maaf ya baa-chan."

Mei menghela nafas untuk meredakan kekesalannya. Tapi, jika itu Naruto ia pikir tidak apa-apa toh Naruto adalah anak Mihawk-kun. Mei tersenyum pada Naruto. "Apa yang bisa kulakukan untukmu, Naru-chan?"

"Aku ingin Baa-chan menjadikanku genin!"

"Menjadikanmu genin? Tapi aku tidak bisa memberikan sesuatu seperti itu dengan cuma-cuma."

"Itu benar. Kau harus bisa melewati ujian genin di akademi. Seharusnya kau ikut ujian genin di akademi bukan memintanya pada Mizukage," ucap Ao.

"Aku tahu itu. Tapi kau tahu aku tidak punya chakra sehingga aku tidak bisa membuat jutsu untuk lulus dari akademi. Jadi, aku berpikir untuk membuktikan bahwa diriku sudah pantas menjadi genin."

"Dan bagaimana caramu membuktikannya?" Tanya Mei.

Naruto memperlebar senyumnya. Lalu, dia menunjuk Mei dengan telunjuk kanannya.

"Aku menantang Baa-chan untuk bertarung denganku. Jika aku menang, maka aku akan menjadi genin. Dan jika aku kalah..." Naruto terhenti. Dia belum memikirkan ini sebelumnya. "...ah! Kau boleh meminta apapun yang kau mau dariku."

Mei dan Ao terkejut dengan perkataan Naruto. Anak ini berani menantang seorang kage?

"Apa!? Hei Naruto, kau yakin dengan perkataanmu itu? Kau bisa saja mengajukan permintaan yang lain kan?" ucap Ao.

"Hehe, itu tidak perlu Ao-san. Dengan ini aku juga bisa membuktikan bahwa aku layak menjadi ninja pada semua orang yang meremehkanku di akademi."

"Jadi bagaimana Baa-chan?" tanya Naruto.

Mei tersenyum. Naruto adalah anak yang tidak kenal takut. Dia bahkan tidak takut saat dulu diserang jounin pendukung pemerintahan Yagura. Naruto dapat mengalahkan jounin itu walaupun dia juga menerima banyak luka. Naruto juga berani ikut berperang melawan tirani Yagura walaupun sudah dilarang. Dengan menyamar menjadi seorang chuunin, dia dengan mudahnya mengecoh semua orang. Walaupun akhirnya kletahuan dan dimarahi habis-habisan. Itu semua membuktikan bahwa Naruto memiliki keberanian dan percaya diri melebihi orang pada umumnya, bahkan dirinya.

"Jika kau memang sudah yakin. Apa boleh buat. Aku terima tantanganmu Naruto-chan."

Kirigakure Training Ground No. 0

8 Desember X784

09.00

Training ground no. 0 berada di danau tepi Kirigakure. Training ground ini adalah training ground khusus untuk orang-orang setara kage di Kirigakure. Dan sekarang Mei dan Naruto menggunakannya sebagai tempat bertarung mereka.

Baik Naruto maupun Mei sekarang sudah berada di tempat pertatungan mereka. Naruto sudah mempersiapkan semua senjata-senjatanya dengan baik. Sedangkan Mei hanya membawa peralatan ninja biasa.

Naruto memakai pakaian berbeda dari hari sebelumnya. Dia memakai baju berwarna orange dan membiarkan kancingnya terbuka menampakkan badannya yang terbentuk. Celana hitam panjang dan hanya memakai sandal biasa. Dia juga mengikatkan sebuah tali berwarna orange di kepalanya untuk menunjukkan semangatnya yang sedang berkobar-kobar.

Untuk senjata dia membawa yang biasanya. Sebuah belati di pinggang kanannya, 2 pedang ukuran sedang di punggung, 3 pedang ukuran besar di pinggang kirinya. Dia juga membawa beberapa senjata ninja seperti bom asap dan yang lainnya. Dia tidak membawa banyak senjata ninja karena tidak terlalu nyaman dengannya.

Di sekeliling area juga terdapat beberapa penonton seperti Mihawk, Perona, Kiba, Sanji, Zeff, Ao, Choujuro dan beberapa orang lainnya. Mereka sengaja meluangkan waktu mereka untuk melihat pertarungan ini.

"Aku tidak yakin dengan ide Naru-baka ini. Dia akan dihajar habis-habisan oleh Mizukage itu," ucap Perona.

"Aku tidak setuju denganmu. Naruto itu punya kemampuan yang tak kalah hebat. Taijutsu kakinya setara denganku ditambah lagi dengan kenjutsunya," ucap Sanji.

Kiba mengangguk. "Benar. Jika kau melihat sendiri porsi latihannya, kau pasti akan mengerti. Dia juga selalu membawa beban berat di tubuhnya yang bahkan aku tidak dapat membawanya setengah hari," ucapnya.

"Aku memang sudah yakin dengan latihan yang dijalaninya. Tapi Mihawk, apa Naruto sudah merencanakan sesuatu untuk pertarungannya ini?" ucap Zeff.

"Aku tidak tahu. Dia hanya mengatakan dia bisa memenangkannya," ucap Mihawk.

"Semoga pertarungan ini akan berjalan dengan baik," ucap Ao. Choujuro mengangguk mengiyakan.

Kembali ke Naruto dan Mei. Mereka berdua terlihat sudah siap untuk menyerang kapan saja.

"Bagaimana Naruto-chan, kita mulai sekarang?" Naruto membalas dengan anggukan kecil.

Setetes air menetes dari atas daun dan segera setelah tetesan air itu bersentuhan dengan permukaan air di bawahnya, Naruto dan Mei memulai pertarungan mereka.

Naruto berlari dengan cepat kearah Mei dan menendang kepala Mei dengan kaki kanannya. Mei tidak sempat menghindar dan memilih menahannya dengan kedua tangannya.

Duakh!

Mei terseret 5 meter kebelakang akibat tendangan Naruto. Dia terkesan dengan kekuatan kaki Naruto yang mampu mendorongnya sejauh itu. Dia melesat kearah Naruto dengan kaki kanan lurus ke Naruto. Naruto melompat jauh ke kanan.

Naruto tersenyum. Dia membuat kuda-kuda khas para kickboxer.

'Apa yang ingin dia lakukan?' pikir Mei.

Naruto memutar-mutar tubuhnya dengan kaki kanan dia luruskan. Perlahan muncul api di kaki Naruto yang sedikit demi sedikit semakin membesar.

'Hmm, kakinya terbakar?'

Naruto mulai berhenti berputar. Terlihat kaki kanan Naruto terbakar dengan api. Tanpa buang-buang waktu Naruto mulai bergerak lagi. Dengan satu hentakan kaki kanannya dia menghilang dari tempatnya berdiri dengan sebuah ledakan.

'Cepat sekali!' pikir Mei.

Naruto muncul di belakang Mei. Dia mengarahkan tendangan kaki kanannya ke punggung Mei yang belum siap.

Boomm! Wushh!

Mei terlempar dengan cepat kearah danau. Dia berusaha untuk berhenti dengan bantuan air dibawahnya. Dia pun berhasil berhenti di atas air. Naruto dengan cepat menghilang dari tempatnya dan muncul lagi diatas Mei. Dia menghentakkan kakinya kebelakang dan melesat kearah Mei.

'Dia bisa menggunakan udara sebagai pijakan!?' batin Mei terkejut.

Mei membuat segel tangan dan melepaskan jutsunya, "Water Style: Water Dragon Jutsu!" Sebuah naga air raksasa muncul dari air danau di depannya dan menyerang Naruto. Naruto tampak tidak mempunyai inisiatif untuk menghindar, justru dia malah melawan naga tersebut tanpa takut.

Splashh!

Naga air milik Mei hancur setelah menerima tendangan kaki kanan Naruto. Mei tanpa buang-buang waktu mencoba membuat segel tangan lagi. Naruto tidak ingin membiarkan Mei membuat jutsunya lagi. Dia menghentakkan kakinya kebelakang dan melesat kearah Mei. Naruto muncul tepat di depan Mei dan melancarkan tendangan kaki kirinya. Mei menghindar ke kanan. Naruto dengan cepat melancarkan tendangan belakang kaki kanannya ke Mei.

Boomm! Swushh!

Mei terlempar kembali ke daratan dan berhenti setelah menabrak sebuah pohon. Mei mencoba berdiri lagi. Jika seorang shinobi biasa yang menerima tendangan tadi tentu saja dia akan langsung kalah atau bahkan tewas. Tapi tidak bagi dirinya seorang shinobi yang sudah menyandang gelar kage. Baginya serangan seperti tadi sudah biasa baginya.

"Ugh... kau hebat sekali Naruto-chan. Sekarang aku tidak perlu khawatir lagi untuk mengerahkan semua kemampuanku," ucap Mei.

"Kalau begitu, lakukan saja," ucap Naruto.

Mei merapal beberapa handseal dan menyebutkan jutsunya. "Boil Release: Heat Up Jutsu!" Suhu di danau tiba-tiba meningkat secara drastis. Uap-uap air kini mulai naik dari danau.

"Panas sekali!"

"Ini jutsu yang berbahaya!"

"Ayo semuanya, kita menjauh dari sini!"

Penonton yang melihat pertarungan di tepi danau mulai menjauh.

"Ugh... panas sekali. Dia, dia mendidihkan air di danau ini. Sungguh jutsu yang hebat." Naruto merasakan panas yang sangat di sekujur tubuhnya. Keringat mengucur deras dari sekujur tubuhnya.

Mei mulai merapal handseal. "Boil Release: Hot Water Wave Jutsu!" Sebuah ombak mulai terbentuk dari danau. Ombak tersebut terus bertambah tinggi sampai mencapai tinggi 15 meter.

'Sial, dia benar-benar serius kali ini. Tapi, ini bagus.' Naruto mencabut dua pedang panjang di pinggang kirinya. "Two Swords Style: 8 Pounds Cannon Shot." Dia menarik dua pedangnya ke belakang dan menghentakkannya dengan cepat kearah ombak air panas didepannya.

Bwosh! Splash!

Terbentuk lubang di ombak air tersebut. Naruto dengan cepat melompat ke lubang tersebut.

Splash! Sshhh!

Ombak tersebut menabrak daratan tempat Naruto tadi berpijak. Dan hasilnya rerumputan dan pohon-pohon yang terkena perlahan mulai melepuh.

'Sangat berbahaya jika aku terkena air itu,' batin Naruto. Dia kini sedang melaju kearah Mei dengan kemampuan sky walknya.

"Yang kau lakukan tadi itu sangat berbahaya tahu! Kau bisa saja membunuh semua makhluk di danau ini!"

"Jangan khawatir Naru-chan. Aku bisa mencegah makhluk di danau ini terkena air didihku."

Naruto mengambil satu pedang panjang dari pinggang kanannya. Dia menggigit pedang itu dengan erat. Sedangkan Mei juga merapal handseal dan melepaskan jutsunya.

"Lava Release: Lava Ball Jutsu! Boil Release: Hot Water Ball Jutsu!" Mei mengeluarkan bola lava dari mulutnya dan dari danau muncul sebuah bola air panas berukuran besar melaju kearah Naruto. Inilah kemampuan spesial Lady Mizukage, dia dapat mengeluarkan 2 jutsu sekaligus.

"Three Swords Style: Big Drill!" Naruto memutar-mutar pedangnya sehingga muncul semacam bor angin di depannya. Tanpa ragu dia menerjang dua jutsu Mei.

Boom!

Ledakan terjadi setelah tabrakan Naruto dengan dua jutsu Mei. Mei mulai khawatir denfan Naruto yang belum terlihat dari asap hitam hasil ledakan.

Bwoosh!

Naruto keluar dari asap ledakan. Tubuhnya kini mendapat luka-luka bakar dan melepuh disana-sini. Terlihat perbedaan dari kaki Naruto. Kedua kakinya kini terbakar seperti teknik kaki kanan Naruto sebelumnya. Hanya saja kali ini keduanya terbakar sekaligus.

Dia mulai memutar-mutar pedangnya seperti sebelumnya. Hanya saja kali ini lebih cepat dari sebelumnya. Mei juga sedang membuat jutsu lagi dengan semua sisa chakranya. Mereka ingin menyelesaikan pertarungan mereka dengan satu serangan terakhir mereka.

"Lava Release: Lava Dragon King Jutsu!" Mei mengeluarkan lava dari mulutnya dan membentuk seekor naga besar.

"Three Swords Style: Demon's Super Drill!" Bor angin berukuran lebih besar terbentuk di depan Naruto. Dia menghentakkan kakinya kebelakang dan melaju kearah Mei dengan sangat cepat.

Boom!

Bor angin dengan Naga lava saling berbenturan dan menghasilkan sebuah ledakan besar.

Bwoosh!

Naruto keluar dari asap ledakan dengan teknik yang masih utuh. Dia menghentakkan kakinya lagi dan melesat kearah Mei. Mei berusaha menghindar.

Boom!

Mei terlempar dengan cepat dan menabrak beberapa pohon. Sedangkan Naruto kini berlutut dengan pedangnya sebagai penopang agar tidak jatuh. Darah segar keluar dari berbagai tempat di tubuh Naruto. Dirinya menerima banyak luka akibat serangan Naga lava dari Mei.

Dia berjalan kearah Mei. Mei duduk tersandar di sebuah pohon dengan banyak luka di tubuhnya. Mei mencoba berdiri dengan segenap tenaganya. Dia berjalan menuju ke Naruto.

Grepp!

Mei memeluk Naruto dengan erat. "Sudah cukup Naru-chan. Kau sudah membuktikannya pada semua orang. Kau memang layak menjadi ninja. Kau tidak perlu bertarung lagi. Aku mengaku kalah."

Dia melepaskan pelukannya dan menatap mata Naruto dengan lekat. "Kau ingin menjadi genin kan? Aku mizukage secara resmi mengangkatmu menjadi genin." Dengan kemampuan Naruto yang sekarang, dia bisa disetarakan dengan jounin bahkan diatasnya. Tapi karena Naruto belum cukup pengalaman sebagai ninja, lebih baik dirinya mulai dulu dari yang paling bawah.

"Sekarang ayo kita menemui semuanya dan mengumumkannya pada mereka."

Skip Time

Naruto dan Mei kini mendekati orang-orang yang menonton tadi. Mereka berlari mendekati keduanya.

"Apa pertarungannya sudah selesai?"

"Siapa yang menang?"

"Kalian berdua tidak apa-apa?"

"Kami mengalami beberapa luka kecil. Tolong urus Naru-chan dulu."

"Ah, baik Mizukage-sama."

Salah seorang ninja medis mendekati Naruto dan mengecek keadaan Naruto.

Deg!

"Ugh..." Naruto mengerang kesakitan. 'A-apa ini tubuhku tiba-tiba sakit sekali. Ini... ini bukan karena pertarungan tadi.' Naruto mengerang sambil memegangi perutnya.

"Hei, apa yang terjadi Naruto?" tanya Sanji.

"Naruto-san, ada apa denganmu?" tanya Kiba khawatir.

"Naru..." Perona juga terlihat khawatir.

Naruto tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang dia rasakan. Dia merobohkan tubuhnya ke tanah dan dia pingsan dengan seketika.

TBC

Hai, salam semuanya. Sebenarnya ini adalah fic perbaikan dari fic saya tang satunya lagi. Karena saya tidak punya ide dan menurut saya ceritanya sudah hancur saya putuskan untuk memperbaikinya. Mungkin akan ada beberapa hal yang sama terjadi tapi tidak sepenuhnya sama. Jika anda suka spoiler anda bisa membaca fic yang satunya, tapi jika tidak hindari saja.

Dan saya ini masih pemula dalam hal menulis fic seperti ini. Jadi maklum saja kalau anda sapat menemukan banyak kesalahan di fic ini.

Jadi bagaimana menurut readers? Fic ini pantas dilanjut atau tidak? Tolong tinggalkan review sebagai masukan untuk saya. Syukur-syukur kalau malah di favs dan follow, semangat daya untuk update akan semakin nambah.

Udah itu aja, sampai jumpa lagi ya. See you.